RE: [iagi-net-l] Gempa Sumba 6.1 SR (25 Oktober 2009)

2009-10-25 Thread Kuntadi, Nugrahanto
Setuju dengan Pak Mino/Pak Awang...waspada,

Paragraf terakhir email Anda terlampir, maupun Paragraf-1 dan ke-2 dari
= email Anda pada topik diskusi "Mungkinkah Gempa Secara Teratur"
sebelumnya menjadi sangat mendesak dirumuskan oleh Komisi Struktur
Geologi IAGI kepada pemerintah.  Karena saya melihat ulasan2 para
narasumber di media cetak akhir akhir ini masih berkutat membicarakan
ranah geografis bangsa kita yang berada pada zona gempa dan
volkanik/ring of fire, bahwa gempa itu sulit diperkirakan walaupun
teknologi ke arah itu masih terus dikembangkan, malahan ada campur
komentar dari ahli ahli astronomi tentang mungkin tidaknya berubahnya
arah kiblat di bberapa tempat di Indonesia pasca gempa.  Seperti kita
tahu, insyaa Allah masyarakat kita sudah paham dengan isi-isi berita
bahwa negara kita terletak di daerah rawan bencana, tetapi tulisan2 yang
mengarah kepada menumbuhkan kepedulian akan pentingnya memahami bencana
kepada pribadi-pribadi pejabat dan masyarakat ini terasa masih kurang
yah.

Saya pribadi merasa merinding membaca ulasan Pak Mino dan Pak Awang
berulangkali tentang "belum ada aktifitas >200tahun atau daur ulang =
gempa besar" dan "Istilahnya sudah matang / maturity" lalu "sudah 4 kali
gempa ~7 SR"...ini menurut pendapat saya yang harus lebih
disosialisasikan kepada instansi terkait di pemerintahan maupun swasta,
sekolahan, dll, bahwa pola dan rentang waktu gempa untuk daerah2
tertentu "STATISTICALLY" sudah sangat berbahaya, terutama pada daerah2
seperti di Sumatra, terutama segmen Bengkulu ke arah Sunda merupakan
daerah rawan yg perlu diperhatikan.

Apakah lantas dengan gempa2 besar yg telah terjadi dlm bbrapa waktu =
belakangan ini bangsa Indonesia sudah merasa cukup berpengalaman di
dalam menangani akibat pasca gempa yang memang relatif semakin baik (ya
= gak sih...?), lalu ya yang masyarakat awam harap pasrah saja lah,
nanti juga dibantu kok..tuing ??? Yang parahnya lagi nanti bisa
bisa = setiap stasiun TV pun jadi bosan meliput gempa di lapangan karena
saking seringnya - gak spekatkuler lagi kata mereka mungkin;-(

Insyaa Allah masayarakat iaginet semua sepakat berkata "tidak",
melainkan harus merumuskan langkah-langkah kongkrit bagi daerah2 utama
rawan gempa besar ke dalam rencana jangka panjang sbb:

- memberikan pelatihan reguler oleh IAGI (free / biaya rendah) kepada
para staf Basarnas maupun lembaga amil zakat besar dan yayasan
kemanusiaan lainnya, ulama2 lintas agama yg terjun ke lapangan tentang
teori dasar kegempaan, karena mereka2 inilah mujahid sebenarnya di medan
bencana pada garda terdepan.  Sehingga diharapkan bisa memberikan
pertolongan P3K, bimbingan kerohanian, selain itu bisa membagi ilmu =
dasar gempa kepada para korban shg yang terngiang di ingatan korban
tidak hanya hebohnya suasana posko bantuan serta dapur umum makanan =
ketika jam makan tiba.

- pelatihan tenaga sukarela lokal oleh Departemen terkait (Depkes, PU,
Militer, dll) utk P3K, evakuasi, mensosialisasikan latihan gempa/tsunami
yang berkesinambungan, membangun prasarana yg rusak. Karena menurut
pengamatan saya sekarang ini semua berreaksi setelah gempa terjadi,
setelah semua menjadi bubur, dan kenyataannya sumberdaya lokal di
tempatkejadian tidak terampil dengan keahlian dasar P3K, evakuasi dll.
Contoh: ketika banjir bandang Situgintung terjadi, bahwa evakuasi korban
= harus menunggu anggota BASARNAS yg pun datangnya cukup lama karena
tertahan macet jalanan, dan ketika sampai di lokasi harus bekerja
sendirian karena semua warga di sekitar hanya bisa menonton karena tidak
memiliki keahlian utk bisa membantu mereka.

- membenahi tataguna lahan, dimana law enforcement harus jelas dan tegas
- ini yang kelihatannya masih sangat jauh realisasinya.

- penertiban persyaratan konstruksi bangunan - idem, bahwa law
enforcement harus jelas dan tegas.

Jika tidak, ya mari kita membiasakan diri mendengarkan berita-berita
klasik yang selalu mengetengahkan kepiluan, keterlambatan bantuan, tidak
terjangkaunya satu daerah bencana, penyesalan, yang kemudian hilang
ditelan waktu menunggu bencana yang berikutnya dengan berita-berita yang
itu-itu lagi. Ironisnya, sementara itu di bidang lain - kreatifitas di
bidang hiburan justru berkembang teramat pesat dari mulai manggung di
tengah kolam renang, di taman-taman rekreasi, di jalanan dengan kostum
warna warni serta kemasan yang serba wah.

-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com] 
Sent: Sunday, October 25, 2009 1:16 PM
To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
Subject: [iagi-net-l] Gempa Sumba 6.1 SR (25 Oktober 2009)

Sumba dan sekitarnya "kena giliran disapa gempa" pada hari Minggu subuh
tadi (04.54 WITA). Setelah Jumat malam gempa mengguncang Manokwari,
Sabtu hampir tengah malam gempa mengguncang Laut Banda dan Maluku, kini
giliran Sumba. 

Dengan gempa bermagnitude 6,1 SR sedalam hanya 19 km menurut BMKG (atau
5.5 Mw, kedalaman hanya 3,5 km menurut USGS) tentu akan menyebabkan
guncangan yang cukup untuk Pulau Sumba 

[iagi-net-l] Rana Manggala is out of the office.

2009-10-25 Thread Rana . Manggala


I will be out of the office starting  26/10/2009 and will not return until
31/10/2009.

I will respond to your message when I return. Any urgent matters please
send an SMS to my mobile +62 811 80 4418, or email to :
rana_mangg...@yahoo.com, rana.mangg...@gmail.com. Alternatively
please contact Dewi Fajar +21 - 55779471, 5538589.

Re: [iagi-net-l] Gempa Sumba 6.1 SR (25 Oktober 2009)

2009-10-25 Thread R.P.Koesoemadinata

Daur Ulang?
Apakah istilah ini benar terjemahan dari Cycles?
Istilah "daur ulang" sekarang ini diartikan "recycling", misalnya plastik di 
recycled (didaur ulang) untuk dijadikan bahan plastik baru.

Kalau untuk "cycle" saya kira istilahnya adalah "daur" saja tanpa "ulang"
RPK
- Original Message - 
From: "Kuntadi, Nugrahanto" 

To: 
Sent: Monday, October 26, 2009 8:32 AM
Subject: RE: [iagi-net-l] Gempa Sumba 6.1 SR (25 Oktober 2009)


Setuju dengan Pak Mino/Pak Awang...waspada,

Paragraf terakhir email Anda terlampir, maupun Paragraf-1 dan ke-2 dari
= email Anda pada topik diskusi "Mungkinkah Gempa Secara Teratur"
sebelumnya menjadi sangat mendesak dirumuskan oleh Komisi Struktur
Geologi IAGI kepada pemerintah.  Karena saya melihat ulasan2 para
narasumber di media cetak akhir akhir ini masih berkutat membicarakan
ranah geografis bangsa kita yang berada pada zona gempa dan
volkanik/ring of fire, bahwa gempa itu sulit diperkirakan walaupun
teknologi ke arah itu masih terus dikembangkan, malahan ada campur
komentar dari ahli ahli astronomi tentang mungkin tidaknya berubahnya
arah kiblat di bberapa tempat di Indonesia pasca gempa.  Seperti kita
tahu, insyaa Allah masyarakat kita sudah paham dengan isi-isi berita
bahwa negara kita terletak di daerah rawan bencana, tetapi tulisan2 yang
mengarah kepada menumbuhkan kepedulian akan pentingnya memahami bencana
kepada pribadi-pribadi pejabat dan masyarakat ini terasa masih kurang
yah.

Saya pribadi merasa merinding membaca ulasan Pak Mino dan Pak Awang
berulangkali tentang "belum ada aktifitas >200tahun atau daur ulang =
gempa besar" dan "Istilahnya sudah matang / maturity" lalu "sudah 4 kali
gempa ~7 SR"...ini menurut pendapat saya yang harus lebih
disosialisasikan kepada instansi terkait di pemerintahan maupun swasta,
sekolahan, dll, bahwa pola dan rentang waktu gempa untuk daerah2
tertentu "STATISTICALLY" sudah sangat berbahaya, terutama pada daerah2
seperti di Sumatra, terutama segmen Bengkulu ke arah Sunda merupakan
daerah rawan yg perlu diperhatikan.

Apakah lantas dengan gempa2 besar yg telah terjadi dlm bbrapa waktu =
belakangan ini bangsa Indonesia sudah merasa cukup berpengalaman di
dalam menangani akibat pasca gempa yang memang relatif semakin baik (ya
= gak sih...?), lalu ya yang masyarakat awam harap pasrah saja lah,
nanti juga dibantu kok..tuing ??? Yang parahnya lagi nanti bisa
bisa = setiap stasiun TV pun jadi bosan meliput gempa di lapangan karena
saking seringnya - gak spekatkuler lagi kata mereka mungkin;-(

Insyaa Allah masayarakat iaginet semua sepakat berkata "tidak",
melainkan harus merumuskan langkah-langkah kongkrit bagi daerah2 utama
rawan gempa besar ke dalam rencana jangka panjang sbb:

- memberikan pelatihan reguler oleh IAGI (free / biaya rendah) kepada
para staf Basarnas maupun lembaga amil zakat besar dan yayasan
kemanusiaan lainnya, ulama2 lintas agama yg terjun ke lapangan tentang
teori dasar kegempaan, karena mereka2 inilah mujahid sebenarnya di medan
bencana pada garda terdepan.  Sehingga diharapkan bisa memberikan
pertolongan P3K, bimbingan kerohanian, selain itu bisa membagi ilmu =
dasar gempa kepada para korban shg yang terngiang di ingatan korban
tidak hanya hebohnya suasana posko bantuan serta dapur umum makanan =
ketika jam makan tiba.

- pelatihan tenaga sukarela lokal oleh Departemen terkait (Depkes, PU,
Militer, dll) utk P3K, evakuasi, mensosialisasikan latihan gempa/tsunami
yang berkesinambungan, membangun prasarana yg rusak. Karena menurut
pengamatan saya sekarang ini semua berreaksi setelah gempa terjadi,
setelah semua menjadi bubur, dan kenyataannya sumberdaya lokal di
tempatkejadian tidak terampil dengan keahlian dasar P3K, evakuasi dll.
Contoh: ketika banjir bandang Situgintung terjadi, bahwa evakuasi korban
= harus menunggu anggota BASARNAS yg pun datangnya cukup lama karena
tertahan macet jalanan, dan ketika sampai di lokasi harus bekerja
sendirian karena semua warga di sekitar hanya bisa menonton karena tidak
memiliki keahlian utk bisa membantu mereka.

- membenahi tataguna lahan, dimana law enforcement harus jelas dan tegas
- ini yang kelihatannya masih sangat jauh realisasinya.

- penertiban persyaratan konstruksi bangunan - idem, bahwa law
enforcement harus jelas dan tegas.

Jika tidak, ya mari kita membiasakan diri mendengarkan berita-berita
klasik yang selalu mengetengahkan kepiluan, keterlambatan bantuan, tidak
terjangkaunya satu daerah bencana, penyesalan, yang kemudian hilang
ditelan waktu menunggu bencana yang berikutnya dengan berita-berita yang
itu-itu lagi. Ironisnya, sementara itu di bidang lain - kreatifitas di
bidang hiburan justru berkembang teramat pesat dari mulai manggung di
tengah kolam renang, di taman-taman rekreasi, di jalanan dengan kostum
warna warni serta kemasan yang serba wah.

-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com]
Sent: Sunday, October 25, 2009 1:16 PM
To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
Subject: [iagi-net-l]

RE: [iagi-net-l] Gempa Sumba 6.1 SR (25 Oktober 2009)

2009-10-25 Thread Kuntadi, Nugrahanto
Iya ya Pak Prof, atur nuhun koreksinya...insyaa Allah lebih tepat
menggunakan kata "berulang" (recurrence; kumat, kambuh, lagi-lagi timbul
- lihat Kamus Inggris Indonesia oleh John M. Echols dan Hassan Shadily),
ketimbang memakai kata "daur ulang".

-Original Message-
From: R.P.Koesoemadinata [mailto:koeso...@melsa.net.id] 
Sent: Monday, October 26, 2009 11:54 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Gempa Sumba 6.1 SR (25 Oktober 2009)

Daur Ulang?
Apakah istilah ini benar terjemahan dari Cycles?
Istilah "daur ulang" sekarang ini diartikan "recycling", misalnya
plastik di recycled (didaur ulang) untuk dijadikan bahan plastik baru.
Kalau untuk "cycle" saya kira istilahnya adalah "daur" saja tanpa
"ulang"
RPK
- Original Message -
From: "Kuntadi, Nugrahanto" 
To: 
Sent: Monday, October 26, 2009 8:32 AM
Subject: RE: [iagi-net-l] Gempa Sumba 6.1 SR (25 Oktober 2009)


Setuju dengan Pak Mino/Pak Awang...waspada,

Paragraf terakhir email Anda terlampir, maupun Paragraf-1 dan ke-2 dari
= email Anda pada topik diskusi "Mungkinkah Gempa Secara Teratur"
sebelumnya menjadi sangat mendesak dirumuskan oleh Komisi Struktur
Geologi IAGI kepada pemerintah.  Karena saya melihat ulasan2 para
narasumber di media cetak akhir akhir ini masih berkutat membicarakan
ranah geografis bangsa kita yang berada pada zona gempa dan
volkanik/ring of fire, bahwa gempa itu sulit diperkirakan walaupun
teknologi ke arah itu masih terus dikembangkan, malahan ada campur
komentar dari ahli ahli astronomi tentang mungkin tidaknya berubahnya
arah kiblat di bberapa tempat di Indonesia pasca gempa.  Seperti kita
tahu, insyaa Allah masyarakat kita sudah paham dengan isi-isi berita
bahwa negara kita terletak di daerah rawan bencana, tetapi tulisan2 yang
mengarah kepada menumbuhkan kepedulian akan pentingnya memahami bencana
kepada pribadi-pribadi pejabat dan masyarakat ini terasa masih kurang
yah.

Saya pribadi merasa merinding membaca ulasan Pak Mino dan Pak Awang
berulangkali tentang "belum ada aktifitas >200tahun atau daur ulang =
gempa besar" dan "Istilahnya sudah matang / maturity" lalu "sudah 4 kali
gempa ~7 SR"...ini menurut pendapat saya yang harus lebih
disosialisasikan kepada instansi terkait di pemerintahan maupun swasta,
sekolahan, dll, bahwa pola dan rentang waktu gempa untuk daerah2
tertentu "STATISTICALLY" sudah sangat berbahaya, terutama pada daerah2
seperti di Sumatra, terutama segmen Bengkulu ke arah Sunda merupakan
daerah rawan yg perlu diperhatikan.

Apakah lantas dengan gempa2 besar yg telah terjadi dlm bbrapa waktu =
belakangan ini bangsa Indonesia sudah merasa cukup berpengalaman di
dalam menangani akibat pasca gempa yang memang relatif semakin baik (ya
= gak sih...?), lalu ya yang masyarakat awam harap pasrah saja lah,
nanti juga dibantu kok..tuing ??? Yang parahnya lagi nanti bisa
bisa = setiap stasiun TV pun jadi bosan meliput gempa di lapangan karena
saking seringnya - gak spekatkuler lagi kata mereka mungkin;-(

Insyaa Allah masayarakat iaginet semua sepakat berkata "tidak",
melainkan harus merumuskan langkah-langkah kongkrit bagi daerah2 utama
rawan gempa besar ke dalam rencana jangka panjang sbb:

- memberikan pelatihan reguler oleh IAGI (free / biaya rendah) kepada
para staf Basarnas maupun lembaga amil zakat besar dan yayasan
kemanusiaan lainnya, ulama2 lintas agama yg terjun ke lapangan tentang
teori dasar kegempaan, karena mereka2 inilah mujahid sebenarnya di medan
bencana pada garda terdepan.  Sehingga diharapkan bisa memberikan
pertolongan P3K, bimbingan kerohanian, selain itu bisa membagi ilmu =
dasar gempa kepada para korban shg yang terngiang di ingatan korban
tidak hanya hebohnya suasana posko bantuan serta dapur umum makanan =
ketika jam makan tiba.

- pelatihan tenaga sukarela lokal oleh Departemen terkait (Depkes, PU,
Militer, dll) utk P3K, evakuasi, mensosialisasikan latihan gempa/tsunami
yang berkesinambungan, membangun prasarana yg rusak. Karena menurut
pengamatan saya sekarang ini semua berreaksi setelah gempa terjadi,
setelah semua menjadi bubur, dan kenyataannya sumberdaya lokal di
tempatkejadian tidak terampil dengan keahlian dasar P3K, evakuasi dll.
Contoh: ketika banjir bandang Situgintung terjadi, bahwa evakuasi korban
= harus menunggu anggota BASARNAS yg pun datangnya cukup lama karena
tertahan macet jalanan, dan ketika sampai di lokasi harus bekerja
sendirian karena semua warga di sekitar hanya bisa menonton karena tidak
memiliki keahlian utk bisa membantu mereka.

- membenahi tataguna lahan, dimana law enforcement harus jelas dan tegas
- ini yang kelihatannya masih sangat jauh realisasinya.

- penertiban persyaratan konstruksi bangunan - idem, bahwa law
enforcement harus jelas dan tegas.

Jika tidak, ya mari kita membiasakan diri mendengarkan berita-berita
klasik yang selalu mengetengahkan kepiluan, keterlambatan bantuan, tidak
terjangkaunya satu daerah bencana, penyesalan, yang kemudian hilang
ditelan waktu menunggu bencana yang berikutnya dengan berita-b