Nasionalisme atau Materialisme...?
Dari: Yanto R. Sumantri yrs_...@yahoo.com
Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id
Dikirim: Senin, 3 September 2012 11:03
Judul: Re: [iagi-net-l] Kedaulatan Energi...HARGA MATI..
Rekan IAGI
Yang harus dkembangkan adalah jiwa yang ada dalam setiap perkataan BK.
Sekarang bagaimana kita melaksanakan atau strategi apa yang akan dikembangkan ,
yang jelas adalah bahwa kita tetap akan memerlukan modal/kapital.
Persoalannya apakah dengan memanfaatkan modal/kapital (baca ASING) itu ekonomi
nasional akan tersandera ???
Nah disinilah , penyusun kebijakan harus melkasanakan strategi yang jitu !!!
Persoalannya apakah ethos NASIONALISME bisa berdampingan dengan semanagat
KORUPSI yang dimilki sebagian (besar??) birokrat kita ???
Heeem , rasanya miris saya memikirkan itu .
si Abah
From: Hikmatulloh Geologist hikmat_geolog...@yahoo.com
To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, September 3, 2012 9:26 AM
Subject: [iagi-net-l] Kedaulatan Energi...HARGA MATI..
Apakah kita mau Indonesia merdeka yang kaum
kapitalisnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua
orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku
oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang pangan kepadanya? -Bung Karno
Jangan Dengarkan Asing..!!
Itulah yang diucapkan Bung Karno di tahun 1957 saat ia mulai
melakukan aksi atas politik kedaulatan modal. Aksi kedaulatan modal adalah
sebuah bentuk politik baru yang ditawarkan Sukarno sebagai alternatif ekonomi
dunia yang saling menghormati, sebuah dunia yang saling menyadari keberadaan
masing-masing, sebuah dunia co-operasi, Elu ada, gue ada kata Bung
Karno saat berpidato dengan dialek betawi di depan para mahasiswa sepulangnya
dari
Amerika Serikat.
Pada tahun 1957, perlombaan pengaruh kekuasaan meningkat
antara Sovjet Uni dan Amerika Serikat, Sovjet Uni sudah berani masuk ke Asia
pasca meninggalnya Stalin, sementara Mao sudah ambil ancang-ancang untuk
menguasai seluruh wilayah perbatasan Sovjet Uni dengan RRC di utara Peking.
Bung Karno sudah menebak Amerika Serikat dan Sovjet Uni pasti akan rebutan Asia
Tenggara. Dulu Jepang ngebom Pearl Harbour itu tujuannya untuk menguasai
Tarakan, untuk menguasai sumber-sumber minyak, jadi sejak lama Indonesia akan
jadi pertaruhan untuk penguasaan di wilayah Asia Pasifik, kemerdekaan Indonesia
bukan saja soal kemerdekaan politiek, tapi soal bagaimana menjadiken manusia
yang didalamnya hidup terhormat dan terjamin kesejahteraannya kata Bung
Karno saat menerima beberapa pembantunya sesaat setelah pengunduran Hatta
menjadi Wakil Presiden RI tahun 1956. Saat itu Indonesia merobek-robek
perjanjian KMB didorong oleh kelompok Murba, Bung Karno berani menuntut pada
dunia Internasional untuk mendesak Belanda menyerahkan Irian Barat kepada
Indonesia Kalau Belanda mau perang, kita jawab dengan perang teriak
Bung Karno saat memerintahkan Subandrio untuk melobi beberapa negara barat
seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Gerak adalah sumber kehidupan, dan gerak yang
dibutuhkan di dunia ini bergantung pada energi, siapa yang menguasai energi
dialah pemenang Ambisi terbesar Sukarno adalah menjadikan energi sebagai
puncak kedaulatan bangsa Indonesia, pada peresmian pembelian kapal tanker oleh
Ibnu Sutowo sekitar tahun 1960, Bung Karno berkata Dunia akan bertekuk
lutut kepada siapa yang punya minyak, heeejoullie (kalian =bahasa belanda)
tau siapa yang punya minyak paling banyak, siapa yang punya penduduk paling
banyak...inilah bangsa Indonesia, Indonesia punya minyak, punya pasar. Jadi
minyak itu dikuasai penuh oleh orang Indonesia untuk orang Indonesia, lalu dari
minyak kita ciptaken pasar-pasar dimana orang Indonesia menciptaken
kemakmurannya sendiri.
Jelas langkah Sukarno tak disukai Amerika Serikat, tapi
Moskow cenderung setuju pada Sukarno, ketimbang harus perang di Asia Tenggara
dengan Amerika Serikat, Moskow memutuskan bersekutu dengan Sukarno, tapi
perpecahan Moskow dengan Peking bikin bingung Sukarno. Akhirnya Sukarno
memutuskan maju terus tanpa Moskow, tanpa Peking untuk berhadapan dengan
kolonialis barat.
Di tahun 1960, Sukarno bikin gempar perusahaan minyak asing,
dia panggil Djuanda, dan suruh bikin susunan soal konsesi minyak Kamu
tau, sejak 1932 aku berpidato di depan Landraad soal modal asing ini? soal
bagaimana perkebunan-perkebunan itu dikuasai mereka, jadi Indonesia ini tidak
hanya berhadapan dengan kolonialisme tapi berhadapan dengan modal asing yang
memperbudak bangsa Indonesia, saya ingin modal asing ini dihentiken,
dihancurleburken dengan kekuatan rakyat, kekuatan bangsa sendiri, bangsaku
harus bisa maju, harus berdaulat di segala bidang, apalagi minyak kita punya,
coba kau susun sebuah regulasi agar bangsa ini merdeka dalam pengelolaan
minyak urai Sukarno di depan Djuanda.
Lalu tak lama kemudian Djuanda menyusun surat yang kemudian
ditandangani Sukarno. Surat itu kemudian