Re: Bls: [Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM]
Dua/tiga tahun yang lalu Don Voelte, bos besar Woodside (waktu ditanya kenapa tidak mengikuti jejak Santos, Petronas dan Shell ) mempertanyakan keekonomian CBM. Dia bilang projek CBM seperti di Queensland akan banyak memerlukan statiun transmisi/pompakarena tekanan gas yang keluar sangat rendah (saya gak punya angka) hingga tidak bisa mengalir natural ke LNG plant. Banyaknya stasiun pompa jelas menambah beban biaya yang kudu di recover Mungkin saat itu dia membandingkan dengan project2 LNG milik Woodside di Northwest Shelf yang memang raksasa. Entah kalau hitung-hitungan ini diterapkan di projek CBM delta Mahakam atau Sumatra Selatan misalnya. Selain itu saya juga punya pertanyaan terhadap treatment air buangan. Setahu saya di Australia, air hanya ditampund dalam evaporation pond (tentunya dibuat kedap hingga tidak mencemari ground water). Teknologi evaporation pond ini mungkin sesuai dengan iklim Australia yang kering gersang. Tapi kalau mesti diterapkan di Indonesia yang basah dan bercurah hujan tinggi, tentu ceritanya bisa lain. Begitu pond bocor atau bobol, Bisa-bisa air buangan CBM yang kita semua tahu sangat asam dan korosif masuk kedalam sistem air permukaan daerah tersebut dan mengakibatkan bencana lingkungan yang tidak kecil. Rakyat lagi yang susah SalamOki --- On Fri, 16/7/10, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote: From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Subject: Bls: [Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM] To: iagi-net@iagi.or.id Received: Friday, 16 July, 2010, 2:15 PM Abah, Sumur2 CBM dan shale gas per satu sumurnya produksinya biasanya di bawah 1 MMCFGPD, seperti juga ditunjukkan sumur2 pilot punya Pemerintah di Lapangan Rambutan yang mengerjakan CBM di Muara Enim coal seams. Sumur2 CBM dangkal, rata2 di bawah 3000 ft. Sementara sumur2 shale gas dalam karena mengerjakan kitchen. Dari sini saja bisa dilihat bahwa sumur2 CBM mungkin akan lebih ekonomis. Tetapi melihatnya lebih detail harus dilakukan sebab sumur2 CBM harus dewatering, sementara sumur2 shale gas tidak, tetapi harus ada hydrolic fract. Belum ada insentif khusus untuk K3S existing bila mau eksplorasi dan produksi shale gas. Di Tim Migas untuk pengelolaan shale gas ini pernah juga ada usulan itu, tetapi belum ada lanjutannya. Beberapa K3S pernah mengusulkan testing shale gas dan kami di BPMIGAS menyetujuinya untuk sama2 belajar. Regulasi shale gas mungkin hanya akan dibuat untuk wilayah yang sekarang masih terbuka, tetapi punya potensi shale gas. Belum ada hitungan2 cost recovery. Sementara ini Pemerintah (Ditjen Migas) masih sibuk dengan permintaan WK2 migas dan CBM. Shale gas dan hydrate gas masih menunggu. Tetapi bila ada existing WK yang mau eksplorasi shale gas boleh2 saja, beberapa sudah disetujui studi shale gasnya, dan beberapa sudah melakukan pilot test-nya. salam, Awang --- Pada Jum, 16/7/10, yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id menulis: Dari: yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id Judul: [Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM] Kepada: iagi-net iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Jumat, 16 Juli, 2010, 10:56 AM Pak Awang Dari pengalaman negara negara yang sudah memilki CBM maupun shale gas , sebenarnya mana yang lebih ekonomis dari keduanya ? Untuk Indonesia , bagaimana secara kontraktual , eksplorasi shale gas itu dilaksanakan ? Apakah bagi KKS berproduksi , diberikan insentif tertentu kalau mereka mau melakukan eksplorasi shale gas ? Bgaiamana menghitung cost ecovery nya ? Si Abah Original Message Subject: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Fri, July 16, 2010 10:37 am To: iagi-net@iagi.or.id -- Mbak Yuriza, Kontraktor2 CBM di Kutei Basin mengerjakan coal seams yang relatif tipis (5-20 ft) di deposit Delta Mahakam, termasuk VICO. Bukti efisiensinya kita belum tahu sebab tahapnya masih core hole drilling dan sebentar lagi akan dewatering. Tetapi mereka telah melakukan berbagai studi berdasarkan analog-analog dengan coal seams proven CBM yang relatif tipis. Indonesia punya potensi shale gas seperti yang Pak Wikan jelaskan. Beberapa company sudah mengetesnya sekedar ingin tahu seperti Kondur atau Pertamina. Memang hasilnya belum signifikan sebab mereka juga tak mengerjakan secara khusus objektif shale gas. Kebetulan saja shale-nya punya gas reading tinggi. Kontrak shale gas pun belum ada, regulasinya juga belum ada (pernah didiskusikan di milis ini). Regulasinya kelihatannya tak akan berjudul shale gas, tetapi shale reservoir. Kalau yang tight reservoir itu menggunakan kontrak dan regulasi yang sudah ada. Kontrak yang sudah ada pun mungkin bisa digunakan untuk eksplorasi shale gas bila memang potensial. Regulasi kelihatannya hanya akan diperuntukkan buat open area yang akan mengerjakan shale gas. Coal liquefaction, sebenarnya Indonesia sangat
Re: Bls: [Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM]
2010/7/16 oki musakti geo_musa...@yahoo.com: Dua/tiga tahun yang lalu Don Voelte, bos besar Woodside (waktu ditanya kenapa tidak mengikuti jejak Santos, Petronas dan Shell ) mempertanyakan keekonomian CBM. Dia bilang projek CBM seperti di Queensland akan banyak memerlukan statiun transmisi/pompakarena tekanan gas yang keluar sangat rendah (saya gak punya angka) hingga tidak bisa mengalir natural ke LNG plant. Banyaknya stasiun pompa jelas menambah beban biaya yang kudu di recover Dengan fakta yang diungkap Oki diatas (low pressure gas) itulah saya berpikiran kenapa proyek CBM tidak dibuat seperti kontrak geothermal. Full Project dari hulu (eksplorasi) hingga hilir (produksi LISTRIK). Listrik didistribusikan tidak dengan tenaga (energi) yang besar. Cukup dengan travo dan akan sedikit energi yang hilang selama distribusi (kecuali listriknya dicuri tentunya). Jadi saya rasa lebih pas kalau CBM dibuat kontrak full project dari hulu ke hilir. Dengan demikian perusahaan akan menghasilkan listrik bukan gas lagi. Dimana secara fisika jelas tidak ada tegana yang hilang, juga akan lebih berkonsentrasi terhadap kebutuhan energi dalam negeri. Btw, saya cenderung memilih piping gas dan cenderung menentang LNG, karena pada dasarnya tehnologi LNG adalah metode khusus dalam menyedot energi suatu negara supaya bisa di transfer ke negeri lain. RDP PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro... Ayo siapkan diri! Hadirilah PIT ke-39 IAGI, Senggigi, Lombok NTB, 22-25 November 2010 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
Re: Bls: [Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM]
Pak Oki, setahu saya air buangan CBM itu tidak sangat asam dan korosif, mungkin Pak Oki punya data yang menunjukan hal tersebut dan bisa dishare ke kita...setahu saya sih asin saja.. dan CBM juga banyak alternatif selain ke LNG..misalnya PLN, IPP, konsumsi lokal dan lain-lain.. jadi bila menurut saya, keekonomian CBM lebih banyak bergantung pada konsumsi lokal...nanti tergantung bagaimana perspektif pihak investor salam, taufik On 7/16/2010 1:23 PM, oki musakti wrote: Dua/tiga tahun yang lalu Don Voelte, bos besar Woodside (waktu ditanya kenapa tidak mengikuti jejak Santos, Petronas dan Shell ) mempertanyakan keekonomian CBM. Dia bilang projek CBM seperti di Queensland akan banyak memerlukan statiun transmisi/pompakarena tekanan gas yang keluar sangat rendah (saya gak punya angka) hingga tidak bisa mengalir natural ke LNG plant. Banyaknya stasiun pompa jelas menambah beban biaya yang kudu di recover Mungkin saat itu dia membandingkan dengan project2 LNG milik Woodside di Northwest Shelf yang memang raksasa. Entah kalau hitung-hitungan ini diterapkan di projek CBM delta Mahakam atau Sumatra Selatan misalnya. Selain itu saya juga punya pertanyaan terhadap treatment air buangan. Setahu saya di Australia, air hanya ditampund dalam evaporation pond (tentunya dibuat kedap hingga tidak mencemari ground water). Teknologi evaporation pond ini mungkin sesuai dengan iklim Australia yang kering gersang. Tapi kalau mesti diterapkan di Indonesia yang basah dan bercurah hujan tinggi, tentu ceritanya bisa lain. Begitu pond bocor atau bobol, Bisa-bisa air buangan CBM yang kita semua tahu sangat asam dan korosif masuk kedalam sistem air permukaan daerah tersebut dan mengakibatkan bencana lingkungan yang tidak kecil. Rakyat lagi yang susah SalamOki --- On Fri, 16/7/10, Awang Satyanaawangsaty...@yahoo.com wrote: From: Awang Satyanaawangsaty...@yahoo.com Subject: Bls: [Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM] To: iagi-net@iagi.or.id Received: Friday, 16 July, 2010, 2:15 PM Abah, Sumur2 CBM dan shale gas per satu sumurnya produksinya biasanya di bawah 1 MMCFGPD, seperti juga ditunjukkan sumur2 pilot punya Pemerintah di Lapangan Rambutan yang mengerjakan CBM di Muara Enim coal seams. Sumur2 CBM dangkal, rata2 di bawah 3000 ft. Sementara sumur2 shale gas dalam karena mengerjakan kitchen. Dari sini saja bisa dilihat bahwa sumur2 CBM mungkin akan lebih ekonomis. Tetapi melihatnya lebih detail harus dilakukan sebab sumur2 CBM harus dewatering, sementara sumur2 shale gas tidak, tetapi harus ada hydrolic fract. Belum ada insentif khusus untuk K3S existing bila mau eksplorasi dan produksi shale gas. Di Tim Migas untuk pengelolaan shale gas ini pernah juga ada usulan itu, tetapi belum ada lanjutannya. Beberapa K3S pernah mengusulkan testing shale gas dan kami di BPMIGAS menyetujuinya untuk sama2 belajar. Regulasi shale gas mungkin hanya akan dibuat untuk wilayah yang sekarang masih terbuka, tetapi punya potensi shale gas. Belum ada hitungan2 cost recovery. Sementara ini Pemerintah (Ditjen Migas) masih sibuk dengan permintaan WK2 migas dan CBM. Shale gas dan hydrate gas masih menunggu. Tetapi bila ada existing WK yang mau eksplorasi shale gas boleh2 saja, beberapa sudah disetujui studi shale gasnya, dan beberapa sudah melakukan pilot test-nya. salam, Awang --- Pada Jum, 16/7/10, yanto R.Sumantriyrs...@rad.net.id menulis: Dari: yanto R.Sumantriyrs...@rad.net.id Judul: [Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM] Kepada: iagi-netiagi-net@iagi.or.id Tanggal: Jumat, 16 Juli, 2010, 10:56 AM Pak Awang Dari pengalaman negara negara yang sudah memilki CBM maupun shale gas , sebenarnya mana yang lebih ekonomis dari keduanya ? Untuk Indonesia , bagaimana secara kontraktual , eksplorasi shale gas itu dilaksanakan ? Apakah bagi KKS berproduksi , diberikan insentif tertentu kalau mereka mau melakukan eksplorasi shale gas ? Bgaiamana menghitung cost ecovery nya ? Si Abah Original Message Subject: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM From:Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date:Fri, July 16, 2010 10:37 am To: iagi-net@iagi.or.id -- Mbak Yuriza, Kontraktor2 CBM di Kutei Basin mengerjakan coal seams yang relatif tipis (5-20 ft) di deposit Delta Mahakam, termasuk VICO. Bukti efisiensinya kita belum tahu sebab tahapnya masih core hole drilling dan sebentar lagi akan dewatering. Tetapi mereka telah melakukan berbagai studi berdasarkan analog-analog dengan coal seams proven CBM yang relatif tipis. Indonesia punya potensi shale gas seperti yang Pak Wikan jelaskan. Beberapa company sudah mengetesnya sekedar ingin tahu seperti Kondur atau Pertamina. Memang hasilnya belum signifikan sebab mereka juga tak mengerjakan secara khusus objektif shale gas. Kebetulan saja shale-nya punya gas reading tinggi. Kontrak shale gas pun belum ada
Re: Bls: [Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM]
Empat tahun bergelut didunia CBM, merasakan bagaimana tidak mudah mengimplementasikan kegiatan CBM ini di tataran praktis, saat ini sudah 20 PSC CBM yang di TT, namun cuma segelintir saja yang benar-benar serius menjalankan tahap eksplorasinya (data lengkap mungkin dapat disampaikan BPMIgas melalui Pak Awang). Lapangan Rambutan (KKS Migas Medco ) bekerjasama dengan Lemigas sebagai area studi dengan 4 sumur test telah menghasilkan gas dari lapisan batubara ini, tapi hingga saat ini belumlah disebut layak untuk dikembangkan secara komersial. Berdasar keekonomian memang pengembangan Gas CBM ini Marginal dibandingkan Gas Konvesional dengan rata2 IRR 15-25% dan POT 10 tahun (Hasil valuasi yang kami lakukan untuk beberapa area diSumatera dan Kalimantan dengan beberapa skenario berbeda mengikuti terms dan Condition yang ditetapkan Pemerintah). Untuk Market/Pemanfaatan memang telah pula dibahas diberbagi kesempatan Joint Evaluasi bersma Tim CBM Pemerintah (Ditjen Migas dan BP MIGAS) yang melibatkan Perguruan Tinggi (ITB, UGM, UPN, UNPAD, TRISAKTI) juga di berbagi kesempatan seminar IndoCBM, IATMI, IAGI dll. tapi sekali lagi tentu itu baru berupa kajian, termasuk untuk IPP, LNG, CNG, DME dsbnya Untuk termsconditon CBM usulan ke Pemerintah, disaat kami bersama Tim (Lemigas, Medco, Pertamina, PGN) kemudian mendapt masukan dari berbagai Pihak perguruan Tinggi dan KPS lain telah pula memberikan kajian masukan sebelum dikeluarkan Permen ESDM 33-2006, dengan 2 masukan Model PSC dan Tax-Royalti dimana sekarang bertaaabh pula dengan wacana GROSS PSC. sejarah telah membuktikan model PSC ini yang tetap digunakan oleh Pemerintah. Apakah dengan model ini industri CBM ini akan 'running well' di Indonesia kita lihat saja. Setidaknya di Australia, Amerika sebagai produsen utama CBM Komersiall saat ini menggunakan Model Tax Royalti, India dulunya memakai model PSC saat ini ikut Regim Tax Royalti, China dan Vietnam yaang memaki model campuran.begitu juga Kanada dengan Tax Royaltinya Setidaknya, di Quesland State Australia telah menggunakan 20% dari kebutuhan Energinya dari CBM. Bahkan Petronas telah membeli proyek LNG Santos dari CBM lebih dari 1 Milyar dolar 2 tahun lalu. Amerika sebagai Pionir yang dimotori BP, telah menggunakan 10% dari CBM untuk kebutuhan Energi Nasional mereka. Dua Negara itu telah membuktikan CBM KOmersial untuk diproduksikan, Kasus CBM di INdonesia saat ini sama dengan Kasus Geothermal 20 tahun lalu, yang masih dianaktirikan, terbukti sekarang menjadi jargon 'Green Energi'. CBM, mudah-mudahan akan menemukan jati dirinya juga. Tantangan terbesar insan per CBM an saat ini adalah bagaimana agar Gas dari CBM itu dapat diproduksikan dan dimanfaatkan segera secara ekonomis, semoga Dedi Yusmen From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Fri, 16 July, 2010 13:39:05 Subject: Re: Bls: [Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM] 2010/7/16 oki musakti geo_musa...@yahoo.com: Dua/tiga tahun yang lalu Don Voelte, bos besar Woodside (waktu ditanya kenapa tidak mengikuti jejak Santos, Petronas dan Shell ) mempertanyakan keekonomian CBM. Dia bilang projek CBM seperti di Queensland akan banyak memerlukan statiun transmisi/pompakarena tekanan gas yang keluar sangat rendah (saya gak punya angka) hingga tidak bisa mengalir natural ke LNG plant. Banyaknya stasiun pompa jelas menambah beban biaya yang kudu di recover Dengan fakta yang diungkap Oki diatas (low pressure gas) itulah saya berpikiran kenapa proyek CBM tidak dibuat seperti kontrak geothermal. Full Project dari hulu (eksplorasi) hingga hilir (produksi LISTRIK). Listrik didistribusikan tidak dengan tenaga (energi) yang besar. Cukup dengan travo dan akan sedikit energi yang hilang selama distribusi (kecuali listriknya dicuri tentunya). Jadi saya rasa lebih pas kalau CBM dibuat kontrak full project dari hulu ke hilir. Dengan demikian perusahaan akan menghasilkan listrik bukan gas lagi. Dimana secara fisika jelas tidak ada tegana yang hilang, juga akan lebih berkonsentrasi terhadap kebutuhan energi dalam negeri. Btw, saya cenderung memilih piping gas dan cenderung menentang LNG, karena pada dasarnya tehnologi LNG adalah metode khusus dalam menyedot energi suatu negara supaya bisa di transfer ke negeri lain. RDP PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro... Ayo siapkan diri! Hadirilah PIT ke-39 IAGI, Senggigi, Lombok NTB, 22-25 November 2010 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe
[Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM]
Pak Awang Dari pengalaman negara negara yang sudah memilki CBM maupun shale gas , sebenarnya mana yang lebih ekonomis dari keduanya ? Untuk Indonesia , bagaimana secara kontraktual , eksplorasi shale gas itu dilaksanakan ? Apakah bagi KKS berproduksi , diberikan insentif tertentu kalau mereka mau melakukan eksplorasi shale gas ? Bgaiamana menghitung cost ecovery nya ? Si Abah Original Message Subject: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM From:Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date:Fri, July 16, 2010 10:37 am To: iagi-net@iagi.or.id -- Mbak Yuriza, Kontraktor2 CBM di Kutei Basin mengerjakan coal seams yang relatif tipis (5-20 ft) di deposit Delta Mahakam, termasuk VICO. Bukti efisiensinya kita belum tahu sebab tahapnya masih core hole drilling dan sebentar lagi akan dewatering. Tetapi mereka telah melakukan berbagai studi berdasarkan analog-analog dengan coal seams proven CBM yang relatif tipis. Indonesia punya potensi shale gas seperti yang Pak Wikan jelaskan. Beberapa company sudah mengetesnya sekedar ingin tahu seperti Kondur atau Pertamina. Memang hasilnya belum signifikan sebab mereka juga tak mengerjakan secara khusus objektif shale gas. Kebetulan saja shale-nya punya gas reading tinggi. Kontrak shale gas pun belum ada, regulasinya juga belum ada (pernah didiskusikan di milis ini). Regulasinya kelihatannya tak akan berjudul shale gas, tetapi shale reservoir. Kalau yang tight reservoir itu menggunakan kontrak dan regulasi yang sudah ada. Kontrak yang sudah ada pun mungkin bisa digunakan untuk eksplorasi shale gas bila memang potensial. Regulasi kelihatannya hanya akan diperuntukkan buat open area yang akan mengerjakan shale gas. Coal liquefaction, sebenarnya Indonesia sangat potensial sebab dari 86,3 milyar ton batubara kita 85,2 %-nya low rank. Low rank coal baik untuk dicairkan jadi minyak. BPPT pernah melakukan kajian teknis dengan Jepang untuk hal ini, dan Februari lalu PT BA (Bukit Asam) merintis kerja sama dengan Sasol (South Africa's Synthetic Oil Ltd) untuk membangun fasilitas coal liquefaction di Indoneesia dengan investasi 10 milyar USD.. Pemerintah (Ditjen Migas) dalam beberapa kesempatan mempresentasikan energi alternatif ini sebagai sumberdaya yang lain, jadi protokolnya pasti kondusif. salam, Awang --- Pada Kam, 15/7/10, yuriza.n...@ep.total.no yuriza.n...@ep.total.no menulis: Dari: yuriza.n...@ep.total.no yuriza.n...@ep.total.no Judul: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Kamis, 15 Juli, 2010, 10:19 PM Kalau boleh nambah pertanyaan pak Awang. Terus apakah multilayer coal akan efisien ? Coal kita rata rata kan cuma tipis tipis aja di Kaltim (sekitar 5-40an meter) tapi dibanyak lapisan, sejauh ini apa yang dilakukan orang biar efisien ? Melihat perkembangan gas shale di eropa dan amerika, apakah Indonesia punya potensi ?. Selain itu bagaimana dengan coal liquifaction ?, katanya ada perusahaan di Indonesia yang sudah kearah sana, apakah protokolnya sudah jelas ?.. Makasih salam y Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com 15.07.2010 17:02 Please respond to iagi-net@iagi.or.id To iagi-net@iagi.or.id cc Subject Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM Mbak Yuriza, Status pengerjaan CBM saat ini menggembirakan, ada banyak kontrak CBM yang telah ditandatangani, sekitar 25 WK CBM status Juni 2010; sedang ditawarkan ada sekitar 10 WK, yang sedang joint study dalam rangka direct offer ada sekitar 5 WK. Beberapa operator WK CBM di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur telah mengebor core holes-nya dan ada yang hampir dewatering process. Belum ada yang produksi kecuali pilot hole CBM di Ranbutan Field di Sumatera Selatan (proyek percobaan Pemerintah). Airnya memang harus dikeluarkan dulu (dewatering) baru gas yang tertekan dan masuk ke retakan2 (cleats) CBM atau matriksnya itu bisa keluar. Yang generik dari hasil simulasi biasanya dewatering akan mencapai sisa sekitar 30 % setelah 4-5 tahun dewatering,saat itu gasnya sudah mencapai peak production-nya. Tetapi dari awal2 dewatering pun gas sudah keluar hanya masih kecil lalu bertambah banyak semakin tahun berjalan sebab air hasil dewatering akan semakin sedikit semakin berjalan waktu. salam, Awang --- Pada Kam, 15/7/10, yuriza.n...@ep.total.no yuriza.n...@ep.total.no menulis: Dari: yuriza.n...@ep.total.no yuriza.n...@ep.total.no Judul: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Kamis, 15 Juli, 2010, 4:44 PM Pak Awang, Boleh cerita bagaimana statusnya CBM di Indonesia saat ini ?. Aku dengar dengar katanya 'pengairan' nya bisa sampai dua tahun dulu baru bisa 'panen'. Apakah sudah ada yang produksi (bukan pilot) saat ini ?. Terima kasih atas informasinya. salam y This e-mail message is intended only for the use of the named recipient. Information contained in this
Bls: [Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM]
Abah, Sumur2 CBM dan shale gas per satu sumurnya produksinya biasanya di bawah 1 MMCFGPD, seperti juga ditunjukkan sumur2 pilot punya Pemerintah di Lapangan Rambutan yang mengerjakan CBM di Muara Enim coal seams. Sumur2 CBM dangkal, rata2 di bawah 3000 ft. Sementara sumur2 shale gas dalam karena mengerjakan kitchen. Dari sini saja bisa dilihat bahwa sumur2 CBM mungkin akan lebih ekonomis. Tetapi melihatnya lebih detail harus dilakukan sebab sumur2 CBM harus dewatering, sementara sumur2 shale gas tidak, tetapi harus ada hydrolic fract. Belum ada insentif khusus untuk K3S existing bila mau eksplorasi dan produksi shale gas. Di Tim Migas untuk pengelolaan shale gas ini pernah juga ada usulan itu, tetapi belum ada lanjutannya. Beberapa K3S pernah mengusulkan testing shale gas dan kami di BPMIGAS menyetujuinya untuk sama2 belajar. Regulasi shale gas mungkin hanya akan dibuat untuk wilayah yang sekarang masih terbuka, tetapi punya potensi shale gas. Belum ada hitungan2 cost recovery. Sementara ini Pemerintah (Ditjen Migas) masih sibuk dengan permintaan WK2 migas dan CBM. Shale gas dan hydrate gas masih menunggu. Tetapi bila ada existing WK yang mau eksplorasi shale gas boleh2 saja, beberapa sudah disetujui studi shale gasnya, dan beberapa sudah melakukan pilot test-nya. salam, Awang --- Pada Jum, 16/7/10, yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id menulis: Dari: yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id Judul: [Fwd: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM] Kepada: iagi-net iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Jumat, 16 Juli, 2010, 10:56 AM Pak Awang Dari pengalaman negara negara yang sudah memilki CBM maupun shale gas , sebenarnya mana yang lebih ekonomis dari keduanya ? Untuk Indonesia , bagaimana secara kontraktual , eksplorasi shale gas itu dilaksanakan ? Apakah bagi KKS berproduksi , diberikan insentif tertentu kalau mereka mau melakukan eksplorasi shale gas ? Bgaiamana menghitung cost ecovery nya ? Si Abah Original Message Subject: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Fri, July 16, 2010 10:37 am To: iagi-net@iagi.or.id -- Mbak Yuriza, Kontraktor2 CBM di Kutei Basin mengerjakan coal seams yang relatif tipis (5-20 ft) di deposit Delta Mahakam, termasuk VICO. Bukti efisiensinya kita belum tahu sebab tahapnya masih core hole drilling dan sebentar lagi akan dewatering. Tetapi mereka telah melakukan berbagai studi berdasarkan analog-analog dengan coal seams proven CBM yang relatif tipis. Indonesia punya potensi shale gas seperti yang Pak Wikan jelaskan. Beberapa company sudah mengetesnya sekedar ingin tahu seperti Kondur atau Pertamina. Memang hasilnya belum signifikan sebab mereka juga tak mengerjakan secara khusus objektif shale gas. Kebetulan saja shale-nya punya gas reading tinggi. Kontrak shale gas pun belum ada, regulasinya juga belum ada (pernah didiskusikan di milis ini). Regulasinya kelihatannya tak akan berjudul shale gas, tetapi shale reservoir. Kalau yang tight reservoir itu menggunakan kontrak dan regulasi yang sudah ada. Kontrak yang sudah ada pun mungkin bisa digunakan untuk eksplorasi shale gas bila memang potensial. Regulasi kelihatannya hanya akan diperuntukkan buat open area yang akan mengerjakan shale gas. Coal liquefaction, sebenarnya Indonesia sangat potensial sebab dari 86,3 milyar ton batubara kita 85,2 %-nya low rank. Low rank coal baik untuk dicairkan jadi minyak. BPPT pernah melakukan kajian teknis dengan Jepang untuk hal ini, dan Februari lalu PT BA (Bukit Asam) merintis kerja sama dengan Sasol (South Africa's Synthetic Oil Ltd) untuk membangun fasilitas coal liquefaction di Indoneesia dengan investasi 10 milyar USD.. Pemerintah (Ditjen Migas) dalam beberapa kesempatan mempresentasikan energi alternatif ini sebagai sumberdaya yang lain, jadi protokolnya pasti kondusif. salam, Awang --- Pada Kam, 15/7/10, yuriza.n...@ep.total.no yuriza.n...@ep.total.no menulis: Dari: yuriza.n...@ep.total.no yuriza.n...@ep.total.no Judul: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Kamis, 15 Juli, 2010, 10:19 PM Kalau boleh nambah pertanyaan pak Awang. Terus apakah multilayer coal akan efisien ? Coal kita rata rata kan cuma tipis tipis aja di Kaltim (sekitar 5-40an meter) tapi dibanyak lapisan, sejauh ini apa yang dilakukan orang biar efisien ? Melihat perkembangan gas shale di eropa dan amerika, apakah Indonesia punya potensi ?. Selain itu bagaimana dengan coal liquifaction ?, katanya ada perusahaan di Indonesia yang sudah kearah sana, apakah protokolnya sudah jelas ?.. Makasih salam y Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com 15.07.2010 17:02 Please respond to iagi-net@iagi.or.id To iagi-net@iagi.or.id cc Subject Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM Mbak Yuriza, Status pengerjaan CBM saat ini menggembirakan, ada banyak