ditunggu deskripsi dan foto2 dari kekar kolom nya habis field trip. sayang ngak bisa ikutan. jadi ingat diberitahu dulu waktu hari pertama kerja di ARCO, 1 geologist satu interpretasi, dua geologist dapat dua interpretasi. kalau geologistnya diskusi maka ada 3 interpretasi. ini 50 an geologist ke lapangan berapa interpretasinya?
selama ber ekskursi. fbs ________________________________ From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com> To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Monday, May 6, 2013 8:44 AM Subject: [iagi-net] Ekskursi sebagai step penting dalam evaluasi geologi --> was: Kekar kolom 2013/5/6 Franciscus B Sinartio <fbsinar...@yahoo.com> > > Pak Danny dan Mang Okim, > bagi di milis ini dong foto kekar kolom nya Gn. Padang. supaya kita bisa > lihat2 juga dan ikutan diskusi. > terima kasih sebelumnya. Franc, dan rekan-rekan IAGI Satu basic scientific step dalam geologi sering terlewatkan yaitu peninjauan ke lapangan. Atau melihat primary data yg berupa outcrop. Sehingga banyak yang akhir berspekulasi dari gambar 2D berupa foto yg itupun akan memiliki distorsi akibat lensa. Nah saya melihat hal-hal yg sangat mendasar seperti ini sering dilewatkan begitu saja oleh kawan-kawan geologist. Sehingga ketika ikut berdiskusi memberikan pendapat menjadi tambah mbulet. Sekali lagi karena tidak meninjau ke lapangan. PP IAGI sejak awal selalu meminta kepada kawan2 yg ingin ikut berdiskusi, untuk ikutan menengok dulu ke lapangan. Karena untuk issue G Padang ini bisa dilihat di lapangan. Apalagi ini lokasinya dapat dijangkau dengan relatif mudah. Kalau memang datanya seismic atau log sumur tentunya kita bisa memaklumi karena memang tidak ada "hand specimen". Pak Koesoema sudah mengingatkanpentingnya ekskursi dalam email yang panjang, lebar dan dalam. Beliapun juga meninjau ke lokasi sebelum memberikan komentar, suatu teladan yang memang harus diikuti. PP IAGI-pun telah melakukan peninjauan lapangan tahun lalu. Bahkan akhir pekan ini akan ada lagi peninjauan lapangan yang dikoordinir oleh FGMI. Tentunya kesempatan ini jangan dilewatkan begitu saja. Diskusi yang baik dalam "mainstream science" semestinya data yang diamati sama, kalau ingin menolak interpretasi "semen purba" ya mestinya melihat sayatan batuannya (thin section), atau bahkan membuat studi tandingan dengan uji karbon dating sendiri, serta GPR sendiri. Memang ada kalanya ketika sebuah publikasi akan disanggah datanya semestinya dilampirkan secara terbuka. Namun sayangnya hingga kini Tim Mandiri inipun belum membuat publikasi untuk kebutuhan ilmiahnya akademis. Permintaan data ke Tim Mandiri inipun malah menjadi rancu. Mungkin ini masuk kategori Science Journalism yang disinggung pak ADB sebagai cara baru mengkomunikasikan sebuah penemuan. Sehingga, kalau kita lihat dalam "mainstream" keilmuan, sangah-menyanggah yg terjadi saat ini juga sebenernya bukan sebuah sanggahan saintifik akademis. (mohon saya dikoreksi kalau keliru). Disini berbeda statusnya dengan kontroversi yg sampai tahap lanjut dalam kasus Lusi yang sudah menghasilkan berpuluh-puluh naskah akademis (paper ilmiah) yg dipublikasikan secara terbuka. Saya dengar peserta eksursi FGMI akhir pekan besok sudah cukup banyak bahkan harus pesan satu bus tambahan. Ini menunjukkan animo geolog pada masalah ini memang sangat tinggi. Lihat data primer yang paling memungkinkan sebelum berdiskusi Salam nyaintifik. RDP