---------------------------- Original Message ---------------------------- Subject: [anggota] Re: [anggota]Renungan ... [Fwd: Re: [iagi-net-l] Cepu lagi .. siapa yang tanda tangan WK Cepu?] From: "Priyo Pribadi Soemarno" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Tue, June 28, 2005 4:24 am To: [EMAIL PROTECTED] --------------------------------------------------------------------------
On Mon, 27 Jun 2005 08:48:06 +0700 (WIT) Mas Yanto Sumantri menulis sbb.: Subject: [anggota] Re: [anggota]Renungan ... [Fwd: Re: [iagi-net-l] Cepu lagi .. siapa yang tanda tangan WK Cepu?] > > Dik Priyo > > Terima kasih , bahwa Anda memberikan tanggapan akan "keluh kesah" dan kehawatiran teman teman IAGI, rupanya di millis ini masih ada yang perduli dengan problema pemanfaatna SDA untuk kepentingan nasional. Sedikit catatan mengenai komentar Anda mengenai "nyusu". > Agak kurang tepat kalau dikatakan dalam persoalan BBM Pertamina "nyusu" sama ibunya. > Sebab dengan diberlakukan UU No. 22 / 2001 mengenai Migas , maka Pertamina sebagai perusahaan tidak mempunyai kewajiban untuk pengadaan BBM. Pengadaan BBm akan berpindah menjadi kewajiban Pemerintah (ingat dalam era UU No 8/1971 memang itu menjadi kewajiban Pertamina sehingga Pertamina mendapatkan retensi dari hasil migas PSC). > Jadi pembelian crude , BBM maupun penyulingan crude dalam negri untuk penyediaan BBM seharusnya berada dalam koridor bisnis). > Nah disinilah Pemerintah bersifat ambivalent (walaupun dapat dimaklumi) dalam memposisikan Pertamina yaitu disisi atu meyuruh Pertamina menjadi perusahaan disisi alin tetap digandoli PSO (public Service Obligation) yang menjadikan cash flow-nya berdarah - darah. > Dus, komenta MenKeu bahwa Pertamina tidak "profesional" dalam mengelola pengadaan BBM itu hanyalah ungkapan yang sama sekali tidak berdasar dan menggambarkan ketidak tahuan - nya mengenai bisnis minyak internasional. > > Jadi , yang harus di"kasihani" adalah Pertamina yang menanggung beban begitu berat , dimaki maki lagi !!! > Saat ini Pertamina sangat kesulitan untuk melaksanakn operasinya , antara lain program program pemboranm eksplorasi , eksploitasi , pemeliharaan produksi dsb , diakibatkan oleh berkurangnya dana Pertamina akibat tersedot oleh biaya pengadaan BBM. > Hal ini dapat dibaca di media. (PPS) Mas Yanto dan Rekans CORPS , saya minta maaf kalau terdapat kata yang kurang mengena dan terlalu ekstreem dalam tulisan saya terdahulu . Kemungkinan besar perubahan posisi PERTAMINA sehubungan dengan pemberlakuan UU 22 tahun 2001 tidak tersosialisasi dengan baik atau tidak begitu jelas ruang lingkupnya bagi orang2 awam termasuk saya . Logika berfikir yang saya anut adalah sederhana , yaitu 1) Hapus subsidi BBM ,.....karena subsidi BBM adalah memberatkan keuangan negara dan mnegakibatkan "nilai semu" pada perhitungan ekonomi , maka subsidi BBM harus dihapuskan dan harus bertahap agar keadaan ekonomi tidak goncang . Masalah ini memang merupakan tugas Pemerintah RI 2) Upaya lain adalah kurangi impor BBM , karena jumlah BBM yang diimpor juga merefleksikan besaran subsidi yang harus disiapkan . Kurangi impor ini dapat diatasi dengan penghematan penggunaan BBM dan menaikkan produksi minyak dalam negeri . Menaikkan produksi minyak jelas tugas PERTAMINA Kampanye penghematan penggunaan BBM nampaknya belum terasa , karena malahan sejak krisis tahun 1997 , konsumsi BBM naik terus , PLN malah banyak membeli pembangkit diesel untuk mengatasi kelangkaan listrik dan kita tahu berapa besar biaya produksi listrik yang menggunakan diesel . 3) Penyediaan BBM dengan pembelian jangka panjang (future trading) . Nampaknya kemampuan PERTAMINA dalam merencanakan penyediaan BBM dalam jangka panjang banyak mengalami masalah . Sejak tahun 2001 , dimana diberlakukannya UU no.22 tersebut , semestinya PERTAMINA sudah mengambil ancang2 untuk membeli BBM dengan kontrak jangka panjang , misalnya 5 tahun-an . Kontrak jangka panjang akan menghindarkan kita dari dampak kenaikan harga minyak yang meroket sejak 2 tahun yang lalu . Masalahnya , kontrak jangka panjang memerlukan jaminan pembayaran yang besar , bahkan mestinya sudah bayar dimuka , tetapi nampaknya dana tidak tersedia atau tidak cukup atau tidak ter"manage" dengan baik . Akibatnya seperti yang kita alami saat ini , BBM naik terus dan PERTAMINA kejar2an dengan harga pasaran , padahal subsidi yang harus disediakan oleh Pemerintah juga semakin besar dan harus ditanggung pembayarannya pada saat yang sama . Kejar2an seperti ini sangat melelahkan dan sangat mengkhawatirkan . Mengapa pihak pembeli2 crude oil Indonesia bisa membeli minyak Indonesia dengan pola pembayaran dimuka , mengapa kita tidak bisa beli BBM dengan pola yang sama ?? Kemungkinan besar , penerimaan uang dari penjualan minyak Indonesia diterima oleh Rekening Departemen Keuangan RI , sedangkan pembelian BBM dilakukan oleh PERTAMINA dan dana nya harus menunggu pencairan dari Departemen Keuangan RI . Apakah tidak mungkin dicari pola pembelian dengan cara lain , seperti system "swap" misalnya ,..dimana pembelian BBM oleh PERTAMINA dikaitkan dengan rencana produksi minyak PERTAMINA dan dijamin oleh crude oil Indonesia tersebut . Dengan demikian kemungkinan besar kita bisa beli minyak sekarang untuk jangka waktu sampai 3-4 tahun kedepan . Jadi ,...guarranty payment .... bukan beli cash di pasar spot ...yang mahal. Pola yang kita dengar saat ini , PERTAMINA membeli BBM untuk 3 bulan kedepan , sekarang sisa tinggal 18 hari ,..... wuuuuaaaaaah , selain terkesan kedodoran , ternyata PERTAMINA nekad juga. Selain upaya kita dalam menyiasati pembelian jangka panjang dengan jaminan crude oil kita , juga perlu dilakukan GERAKAN HEMAT BBM . Gerakan ini harus dipelopori oleh Pemerintah , untuk jangka pendek , misalnya mengurangi jumlah kendaraan operasional dan mewajibkan para pegawai untuk menggunakan kendaraan secara bersama-sama (kalau searah) , kurangi penggunaan Genset di kantor2 , dlsbnya . Untuk jangka panjang , industri dan PLN agar diversifikasi BBM dengan sumber energi lain . Kereta api listrik diperbanyak , locomative diesel dikurangi , dlsbnya . Jadi , kalau perbincangan kita sudah agak menyimpang dari persoalan kontrak Cepu , hal ini dikarenakan salah satu sisi lemah PERTAMINA atau Wakil Pemerintah dalam negosiasi tersebut adalah masalah keuangan . Kita nampak sekali tidak punya kemampuan finansial dan juga tidak (atau kurang) kreatif dalam menyiasati masalah keuangan ini . Coba kalau PERTAMINA menggandeng MEDCO ,.....situasinya akan sangat berbeda . Turut prihatin , Salam hangat, PPS -- ---[Anggota YON-1 ITB]------------------------------------- Diluar anggota dilarang masuk! Anggota dilarang keluar, hanya boleh cuti :-) Donasi untuk Corps Menwa bisa disampaikan ke rekening Bank : BCA KCP Jl. Banda, Bandung Rekening # : 4491215857 a/n Awal Nugraheni --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) ---------------------------------------------------------------------