pemanfaatan geothermal (total potensi RI = 20.000MW ~ 40% potensi dunia,
tetapi kapasitas terpasang baru sekitar 5% ~ 800MW - sumber Kompas/2004)
seharusnya menjadi fokus kebijakan energi. Pemain di RI masih sangat
terbatas dan iklim investasi masih belum kondusif, apakah karena
government takes terlalu besar ?
=======================================
Bisnis geothermal ini meskipun mirip dg migas ( ada WKP, ada eksplorasi & eksploitasi ) tidak mengenal Cost Recovery di bisnis geothermal, Bagian pemerintah yg harus disetor oleh si Investor diatur oleh Keppres ( saya kagak tahu kalau di migas aturan main dalam berinvestasi ada aturan Keppresnya nggak ya ) sebelum adanya UU Geothermal 2003, dimana bagian pemerintah / setoran ke pemerintah sebesar 34 % dari Net Operating Income (NOI), dimana ini sudah termasuk pajak pajak ( pph.ppn,pbb,bea masuk,bea materei,dan pungutan lain sesuai dg aturan perundang undangan).Dengan adanya UU Geothermal maka bagian yang hrs didetor ke negara/pemerintah meliputi pajak,iuran,restribusi daerah,bonus diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP ), jadi lebih kuat lagi dibandingkan Keppres. Sebetulnya dg aturan yang lama tadi cukup kondosif untuk iklim investasi ( terbukti banyak masuk investasi di sektor ini) , namun karena bisnis ini tidak lepas dari industri hilirnya ( listrik) maka aturan / permasalahan di sektor hilir ini yang menjadikan kendalanya, terutama dg nilai tukar dollar yang tinggi, karena ujung ujungnya harga produk akhirnya ( listrik) dibayar oleh konsumen dg harga Rupiah dan tidak bisa sembarangan mematok harga, karena sudah ada aturannya dalam TDL nya ( Tarif Dasar Listrik), ini berbeda dg Migas dimana produknya di beli dg dollar dan bisa langsung dijual setelah dieksploitasi tanpa harus mengkonversikan kebentuk energi lain.( dijual sebagai minyak mentah). Dengan adanya "era otonomi" ini ada semacam euforia didaerah dimana disitu ada investasi geothermal untuk segera menerima bagian dari bisnis tsb, padahal semua setoran tadi dimasukan ke rekening Dept Keu pusat, dan selama ini tidak di kucurkan ke daerah, akibatnya yang jadi sasaran didaerah siapa lagi kalau bukan si Investornya, Nah hal semacam in i salah satu sebab keengganan para investor, belum lagi dg masalah masalah reimburs untuk pajak pajak yang telah dibayarkan kedepan sebelum memperoleh NOI tsb.Serta permasalahan adanya tumpang tindih peruntukan lahan dg Kehutanan. Kalau kita bicara masalah energi, ujung ujungnya kita bicara masalah komoditi, kalau kita bicara komoditi kita bicara cost produksi, Jadi meskipun Potensi berbagai sumber energi berlimpah, namun untuk menjadi bentuk energi yang dapat dimanfaatkan harus di proses / dikonversikan kedalam bentuk lain ( Listrik , Bahan Bakar, Mekanik ) . Nah dalam pemrosesan / pengkonversian ini timbul cost produksi. Karena selama ini kita "ternina bubukan" dg energi BBM , maka semua harga energi di konvert ke harga minyak, begitu harga minyak tinggi dan sudah mulai berkurang produksinya maka barulah sumber sumber energi yg lain "ditengok". Sumber sumber energi ini (energi alternatif) mempunyai kendala masing masing, oleh karena itu penganannya dalam segi bisnis / investasi harus sendiri sendri, dimana insentif insentif dalam bidang fiscal mutlak diperlukan, bila ingin dapat dikembangkan.karena itu tadi ujung ujungnya energi ini merupakan suatu komoditi.

Ism


<[EMAIL PROTECTED]>
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Sent: Wednesday, October 19, 2005 7:46 AM
Subject: RE: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI



Di GATRA edisi terakhir dicantumkan data perputaran supply dan demand
BBM di RI :

- Produksi minyak sekitar 1000 MBO per day
- dari volume tersebut diekspor (sebagai minyak mentah - bagian KPS ??)
sekitar 400 MBO, dan sebagai supply ke kilang Pertamina sekitar 600 MBO.
- Kapasitas total kilang Pertamina 900 MBO, jadi perlu impor minyak
mentah sekitar 400 MBO.
- Kebutuhan BBM dalam negeri 1300 MBO, jadi perlu impor BBM lagi sekitar
300 MBO

Supplay BBM sendiri sekitar 20% diserap oleh PLN (kemungkinan akan
meningkat sesuai peningkatan kebutuhan listrik). Bagian terbesar untuk
sektor transportasi (?%) dan industri (?%); dan sedikit rumah tangga.

Opini yang dibangun sejak ORBA adalah lebih bernilai ekonomis (katanya
minyak mentah Indonesia harganya tinggi di pasaran), sekaligus politis
(sebagai anggota OPEC), apabila 400 MBO minyak mentah tersebut tetap
diekspor, daripada diserap semua oleh kilang Pertamina.

Apakah nilai ekspor tersebut lebih tinggi dari nilai impor ? Mungkin
status quo sebagai anggota OPEC lebih penting.

Celah terbesar untuk meredam laju penggunaan BBM saya pikir adalah
sektor PLN. Diversifikasi sumber daya energi listrik, misalnya
pemanfaatan geothermal (total potensi RI = 20.000MW ~ 40% potensi dunia,
tetapi kapasitas terpasang baru sekitar 5% ~ 800MW - sumber Kompas/2004)
seharusnya menjadi fokus kebijakan energi. Pemain di RI masih sangat
terbatas dan iklim investasi masih belum kondusif, apakah karena
government takes terlalu besar ?

Untuk sektor industri mungkin lebih sulit, tetapi penggunaan batubara
sebagai alternatif bahan bakar mungkin bisa menjadi solusi. Sedangkan
sektor transportasi, alternatif terbaik tentunya penggunaan gas.

Wikan


-----Original Message-----
From: ismail [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: 18 Oktober 2005 21:40
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI

Untuk mengurangi dosa , apa isu ini dijadikan isu dalam pembentukan
program kabinet iagi kedepan, jadi ada komisi Energi ( Sumberdaya Energi
khususnya SDE yang berhubungan /bersinggungan dg Kegeologian seperti
hidro , migas, batubara dan geothermal). bagaimana iagi memberikan
kontribusi ( masukan ) thd pengelolaan sumber sumber energi tsb, dimana
kelihatannya permasalahan energi akan  merupakan isu nasional kedepan.

Ism

----- Original Message -----
From: "Batara Sakti Simanjuntak" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <iagi-net@iagi.or.id>; <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Tuesday, October 18, 2005 4:02 PM
Subject: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI


Gara-gara pertanyaan meditatif dari Abah, 2 minggu lalu saya bertanya
kepada
seorang ekonom ttg apa sebabnya harga BBM di republik ini naik. Minggu

lalu
saya masih meneruskan memikirkan pertanyaan tsb, sekali ini melalui
diskusi
dengan seorang pengusaha Pakistan yang saya jumpai di kereta Argo
sepulang
dari kuliah di Bdg.

Sang ekonom bilang:

1. Dari sisi kebutuhan, jumlah penduduk kita naik, sehingga kebutuhan
energy
(termasuk bbm) naik.
2. Kita mengusahakan industri semakin maju, maka kebutuhan energy
(termasuk
bbm) melonjak lebih lagi.
3. Kedua hal kebutuhan diatas adalah terukur dan dapat di prediksi.
Jadi
mestinya tingkat kebutuhan tinggi tsb sudah dapat diantisipasi.
4. Tapi nyatanya tidak ada peningkatan supply yang menonjol dalam 5
thn
terakhir; ia berjalan apa adanya saja, seperti tanpa perencanaan.
5. Jadi, kita pandai membincangkan sesuatu hal atau membuat rencana
besar
ini itu, tetapi tidak mau bersusah payah mempersiapkan segala
penunjang
dst.


Ini mirip dengan pembagian uang utk rakyat sekarang. Uang diguyur,
tetapi
pendataan belum beres, jadinya orang berkelahi rebutan hak atau
menguntit
hak orang lain.

Si Pengusaha Pakistan bilang:
1. Saya heran betul melihat orang di Indonesia (dia banyak travel
keberbagai
tempat di Indo), kog pada tidur semua, padahal keadaan sudah tak
betul-betul
tak beres.
2. Negeri ini kaya minyak, tetapi orang mesti antri beli bensin &
minyak
tanah. Bodoh sekali penduduk negeri ini, minyak mentah disedot orang /
perusahaan asing, dijual. Lalu kita membeli hasil olahan minyak mentah
utk
kebutuhan dalam negeri...aneh..aneh..
3. Bagaimana mungkin negeri ini tidak punya kilang yang besar-besar
????
4. Orang demo soal BBM naik, tapi tak ada yang bicara menuntut
pembangunan
kilang ?.

Omongan si ekonom, sang pengusaha Pakistan, dan tulisan Abah dibawah
adalah
sambung menyambung. Lain waktu kita tengok benang merahnya...siapa
tahu
nanti nampak apa yang mesti dilakukan IAGI, supaya jangan ikut
menanggung
dosa terus menerus...Bukankah malu rasanya jika berdosa tak
putus-putus ?.
Tak terasa diskusi kita akan masuk dalam ruang etik tentang peran si
ahli
geol di negeri tercinta. Semoga gayung bersambut terus.

bat


-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Tue, 18 Oct 2005 15:24:06 +0700 (WIT)
Subject: RE: [iagi-net-l]  Horas Bah!

>
  Batara

  "Dosa" IAGI ?
  Secara profesional paling tidak ada dua yaitu :

  1. Tidak berhasil mengubah sumberdaya migas menjadi cadangan
terbukti
     pada waktu yang tepat , dan mengakibatkan apa yang terjadi saat
ini.
  2. Tidak berhasil meyakinkan seluruh komponen bangsa mengenai
devirsi-
     fikasi energi. Padahal issu "net oil importir" sudah bergulir
sejak
     akhir thn 1980-an.

   Memang bukan kesalahan IAGI sendiri , tapi kalau mau jujur yang
tahu
   isi perut bumi Nusantara tercinta itu memangnya bukan ahli
geologi.
   Yaaach paling tidak , kalau si Abah suka sedih , sekarang saja
energi
   sudah begitu sulit , bagaimana incu si Abah ?

   Nah , masa kalau memikirkan itu dan berkaca kemasa lalu , kita
tidak
   merasa berdosa , walaupun tidak kita sendiri yang bersalah.
   Yaaach Dosa berjamaah lah.

   Si Abah.






---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
---------------------------------------------------------------------



---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke