RE: [iagi-net-l] Gunung Bromo dan sekitarnya

2009-09-16 Terurut Topik Sugeng Hartono
Pak Awang Yth,
 
Wah, penjelasannya sangat lengkap dan informatif. Selain untuk menikmati 
keindahannya Bromo, kami pun dapat mengetahui hubungannya dengan teori geologi. 
Trimakasih. 
Lain kali kalau berkunjung lagi ke Bromo dapat memahami dengan lebih baik.
Tgl 6 Sept yll, sebelum ke sumur Madura, saya mampir dulu ke Denpasar. Seperti 
biasanya, saya minta kursi paling kanan supaya dapat menikmati keindahan 
gunung-2 di Jawa, mulai dari Ciremai, Prahu-Dieng, 
Sumbing-Sindoro-Merapi-Merbabu, Lawu, Wilis, Kelud sampai Bromo dan Semeru 
yang menawan itu. Saya sudah siapkan peta dan kamera (penumpang di samping saya 
pun ikut tertarik), dan kali ini Garuda terbang cukup dekat dengan kaldera, 
sehingga kawah gunung Batok (?) terlihat jelas. Ketika Pilot mengumumkan bahwa 
di sebelah kanan pesawat adalah gunung Bromo, banyak penumpang yang menengok 
dan mengamati cukup lama dengan wajah takjub...
Ketika pulang, saya terbujuk naik bus bagus, berangkat pagi (dapat menikmati 
pemandangan) dari Tabanan-Negara-Gilimanuk, menyeberang Selat Bali yang ramai. 
Dari Gilimanuk di ujung barat Bali, saya sudah dapat menyaksikan gunung-2 di 
utara Banyuwangi Dari 
Ketapang-Bajulmati-Situbondo-Pasirputih-Paiton-Probolinggo-Pasuruan-Surabaya 
lancar. Di ujung timur pulau Jawa semua pepohonan di hutan sepanjang jalan 
mulai meranggas, kering... Di kiri-kanan jalan nampak bongkah-2 batu hitam 
kecoklatan. Ini hasil erupsi gunung apa dan kira-2 kapan yha?
 
Esok paginya, ketika melintas di atas jembatan Suramadu, tiba-2 saya merasa 
bahagia dan bangga menyaksikan karya putra-2 bangsa. Dari ujung ke ujung 
jembatan semuanya nampak seragam, harmonis, simetris... rasanya mirip dengan 
jembatan-2 di luar negeri dalam film-2 itu. Kapan yha, jembatan sejenis dapat 
melintasi Selat Sunda?
Ketika masuk pulau Madura (ini pengalaman yang kedua) nampak pepohonan mulai 
kering, khususnya yang tumbuh di atas daerah bebatuan (nampaknya batu gamping, 
ini masuk formasi apa yha?). Sampai di Blega sedang hari pasaran. Seperti 
biasanya, saya pun masuk ke pasar untuk melihat the real life... Saya melihat 
sangat banyak warga masyarakat kita yang sangat mandiri, ulet, pekerja keras, 
tidak mau bergantung dengan (maaf) pemerintah. Mereka, biasanya ibu-ibu 
(seperti almarhum ibu saya) adalah pelaku ekonomi yang handal. Untuk keperluan 
di rig, saya beli sandal. Ibu yang berjualan berwajah manis, khas Jawa-Melayu, 
berjilbab, dan tetap ber-make up tipis. Sangat ramah. Untuk itu saya pun 
berani mengeluarkan kamera. Heboh... Rupanya Ibu ini juga suka difoto. 
Ternyata ibu-2 yang berjualan di sebelahnya juga ikutan foto bersama. Ketika ke 
los kain, saya sempat beli sarung. Ibu yang berjualan nampak lebih intelek, 
selain berjilbab yang serasi, di lengan tangannya ada bbrp gelang emas yang 
ukurannya kecil-2. Walaupun di tengah pasar yang padat dan panas, seorang ibu, 
atau wanita tetap sangat menjaga keindahan dan estetika... Sukurlah, Ibu ini 
juga senang-2 saja difoto, berpose diantara kain-2 dagangannya. Ketika mata 
saya tertuju ke deretan kain batik yang agak aneh, Ibu ini menjelaskan bahwa 
ini kain batik buatan Madura. Berbeda dengan batik Solo-Yogya, promosinya. 
Bukan karena promosinya, tetapi demi menggerakkan industri rakyat (he-he) dan 
untuk oleh-2 ibunya Adit dan Wardhani (saat ini sedang menjelajah dari Hanoi di 
utara sampai ke Ho Chi Minh City/Saigon di Vietnam selatan) saya membeli satu 
kain bermotif bunga kecil-2. Tibalah kami di los penjual pisau. Ini penting lho 
kalau di rig. Tadinya Ibu penjual tersipu-sipu sambil menutup wajahnya ketika 
saya jepret, tetapi yang pada jepretan yang kedua dia mulai tersenyum sambil 
membungkus pisau. Saya sudah berjanji untuk menyerahkan foto-2 kepada mereka. 
Di luar pasar terhampar buah semangka mulai ukuran kecil sampai ukuran jumbo. 
Saya pun memilih yg terbesar. Sayang sekali Ibu penjual selalu memalingkan 
wajah ketika akan dijepret, walaupun tetap tersenyum dan sambil menimbang 
semangka. Karena terlalu berat, lebih dari 3 kilo,  maka dia menambahkan 
sebongkah semen (katanya beratanya 1,5 kg). Di kios kecil pasar Blega, saya 
dapat menemukan kurma selezat yang dijual di Carefoure Lebakbulus. Ini oleh-2 
untuk kawan-2 mudloggers dll. Tengah hari, kami tiba di lokasi sumur dengan 
selamat.
Mohon maaf, ceritanya berbelok dari judul semula.
 
Salam hangat dari Madura!
Sugeng
 
(Kemarin sore kami diguyur hujan cukup lebat).
 
 
 
 



From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com]
Sent: Tue 9/15/2009 11:18 PM
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
Cc: Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Bromo dan sekitarnya



Pak Franc,

van Bemmelen (1949) menarik garis volcano-tectonic yang besar dari Selat Madura 
sampai hampir pantai selatan Jawa Timur berarah utara-selatan. Menurutnya, 
inilah sebuah transverse fault yang besar yang memotong tegak lurus trend 
struktur Jawa yang barat-timur. Transverse

Re: [iagi-net-l] Gunung Bromo dan sekitarnya

2009-09-16 Terurut Topik nyoto - ke-el
-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
 Cc: Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
 Subject: Re: [iagi-net-l] Gunung Bromo dan sekitarnya



 Pak Franc,

 van Bemmelen (1949) menarik garis volcano-tectonic yang besar dari Selat
 Madura sampai hampir pantai selatan Jawa Timur berarah utara-selatan.
 Menurutnya, inilah sebuah transverse fault yang besar yang memotong tegak
 lurus trend struktur Jawa yang barat-timur. Transverse fault ini menjadi
 lokasi semua gunungapi aktif maupun mati di wilayah ini, sehingga lineament
 gunungapi ini menyimpang dari lineament gunungapi Jawa pada umumnya
 (barat-timur). Di sini, kompleks Tengger-Semeru berarah utara-selatan.
 Bahkan, wilayah Grati dan Semokrong di tepi pantai utara eastern spur Jawa
 Timur ini, atau di sebelah selatan Selat Madura, menurut van Bemmelen (1949)
 masih merupakan bukit-bukit yang terjadi oleh aktivitas volcano-tectonic
 akibat runtuhnya kaldera Tengger.

 Collapse kaldera di puncak yang menyebabkan gravity sliding di kaki
 gunungapi membentuk ridges, adalah teori khas van Bemmelen. Ia pun
 menerangkan asal Gendol highs di Menoreh, Jawa Tengah dengan mekanisme yang
 sama sebagai akibat gravity sliding oleh runtuhnya kaldera Merapi. Van
 Bemmelen pun menerangkan asal Antiklinorium Samarinda di Kalimantan Timur
 sebagai akibat gravity sliding saat Kuching High terangkat -teorinya
 kemudian dikembangkan oleh Rose dan Hartono (1976) dan Hank Ott (1987).
 Sebuah teori yang sangat menarik dan saya cukup meyakininya. Kini, di sistem
 deepwater perkembangan toe thrusting juga erat kaitannya dengan gravity
 sliding di shelf areanya. Contoh2 di Kutei, Tarakan, dan Sarawak deepwater
 sangat khas membuktikan ini.

 Saya meminjam transverse fault Tengger-Semeru van Bemmelen ini untuk
 menerangkan terjadinya Depresi Lumajang ke sebelah timurnya, dengan
 menggunakan juga transverse fault pasangannya di wilayah Jember, yaitu Iyang
 (Yang)-Argopuro Fault (dalam paper terbaru saya tentang hilangnya Pegunungan
 Selatan Jawa di beberapa tempat -Satyana, 2009 : Disappearance of the Java's
 Southern Mountains - Roles of Java's Transverse Faults- Simposium
 Internasional Pegunungan Selatan Jawa -UGM). Kedua transverse fault ini
 mengapit wilayah Lumajang yang tenggelam, sehingga bisa disimpulkan bahwa
 kedua transverse fault tersebut merupakan block faulting yang besar dengan
 block terbannya (downblock) ditempati oleh Depresi Lumajang. Bahwa Lumajang
 tenggelam bisa dengan segera dilihat apabila kita mengamati garis pantai
 selatan Lumajang yang terindentasi ke dalam dan Pegunungan Selatannya yang
 hilang.

 Kembali ke Bromo, betul, ia merupakan salah satu gunungapi cinder cone yang
 muncul dari kaldera lautan pasir Tengger yang terkenal itu. Di kaldera
 Tengger yang berdiameter 10 km itu muncul beberapa gunungapi kecil. Walaupun
 kini kita hanya bisa temukan tiga gunungapi di kaldera ini
 (Batok-Bromo-Kursi yang berjajar utara-selatan mengikuti transverse fault
 itu), vulkanoloog Belanda Neumann van Padang (195i - catalogue of the active
 volcanoes of the world, p. 146-147) menyebutkan bahwa ada tujuh buah pusat
 letusan di kaldera Tengger ini.

 Gunungapi aktif di kaldera Tengger tinggal Bromo saja dengan kepundan
 ditutupi danau sejak 1838. Menurut Hadian dan Kusumadinata (1979 : Data
 Dasar Gunungapi Indonesia), undak-undak di Gunung Bromo menunjukkan bahwa
 pusat letusannya bergerak ke arah utara. Nah, ini bisa dihubungkan dengan
 hasil penelitian Pak Seno ITS alm. (murid2 Pak Seno : Dicky dan Adji, yang
 pernah bersama Pak Seno meneliti ini, sekarang di BPMIGAS -silakan Dicky dan
 Adji berbagi cerita untuk Pak Franc dan rekan2 milis lainnya.

 Transverse Fault Tengger-Semeru (saya sebut namanya begitu) dari van
 Bemmelen (1949) mungkin ada betulnya sebab semua gunungapi mati dan giat di
 wilayah ini membentuk kelurusan utara-selatan : mulai dari sebelah utara ke
 selatan : Gunung Pananjakan, Batok, Bromo, Kursi, Ranu Pani, Ranu Kumbolo
 (ini bekas2 kawah gunungapi) dan paling selatan adalah gunung Semeru -puncak
 tertinggi di Jawa (3676 m).

 Demikian Pak Franc sedikit cerita regional tentang Bromo yang sangat indah
 itu, saya mengunjungi kaldera Tengger dan semua gunungapi di dalamnya pada
 Desember 2005 bersama tim fieldtrip BPMIGAS dan bapak2 dosen serta
 mahasiswa2 UGM (Bromo saat itu merupakan tujuan akhir kami setelah selama
 tiga hari sebelumnya kami mempelajari deepwater sediments di Jalur Kendeng
 dan mengunjungi situs Meganthropus di Perning, Mojokerto).

 salam dari Indonesia,
 Awang

 --- On Sat, 9/12/09, Franciscus B Sinartio fbsinar...@yahoo.com wrote:

  From: Franciscus B Sinartio fbsinar...@yahoo.com
  Subject: [iagi-net-l] Gunung Bromo dan sekitarnya
  To: iagi-net@iagi.or.id, Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia 
 fo...@hagi.or.id
  Date: Saturday, September 12, 2009, 1:57 PM
  Hallo semuanya,
  mudah2an akhir pekan ini menjadi akhir pekan yang sangat
  indah ...
 
  hari ini saya tiba2 ingat  Alm. Pak Seno  dan
  diskusi kami

Re: [iagi-net-l] Gunung Bromo dan sekitarnya

2009-09-15 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Franc,

van Bemmelen (1949) menarik garis volcano-tectonic yang besar dari Selat Madura 
sampai hampir pantai selatan Jawa Timur berarah utara-selatan. Menurutnya, 
inilah sebuah transverse fault yang besar yang memotong tegak lurus trend 
struktur Jawa yang barat-timur. Transverse fault ini menjadi lokasi semua 
gunungapi aktif maupun mati di wilayah ini, sehingga lineament gunungapi ini 
menyimpang dari lineament gunungapi Jawa pada umumnya (barat-timur). Di sini, 
kompleks Tengger-Semeru berarah utara-selatan. Bahkan, wilayah Grati dan 
Semokrong di tepi pantai utara eastern spur Jawa Timur ini, atau di sebelah 
selatan Selat Madura, menurut van Bemmelen (1949) masih merupakan bukit-bukit 
yang terjadi oleh aktivitas volcano-tectonic akibat runtuhnya kaldera Tengger. 

Collapse kaldera di puncak yang menyebabkan gravity sliding di kaki gunungapi 
membentuk ridges, adalah teori khas van Bemmelen. Ia pun menerangkan asal 
Gendol highs di Menoreh, Jawa Tengah dengan mekanisme yang sama sebagai akibat 
gravity sliding oleh runtuhnya kaldera Merapi. Van Bemmelen pun menerangkan 
asal Antiklinorium Samarinda di Kalimantan Timur sebagai akibat gravity sliding 
saat Kuching High terangkat -teorinya kemudian dikembangkan oleh Rose dan 
Hartono (1976) dan Hank Ott (1987). Sebuah teori yang sangat menarik dan saya 
cukup meyakininya. Kini, di sistem deepwater perkembangan toe thrusting juga 
erat kaitannya dengan gravity sliding di shelf areanya. Contoh2 di Kutei, 
Tarakan, dan Sarawak deepwater sangat khas membuktikan ini.

Saya meminjam transverse fault Tengger-Semeru van Bemmelen ini untuk 
menerangkan terjadinya Depresi Lumajang ke sebelah timurnya, dengan menggunakan 
juga transverse fault pasangannya di wilayah Jember, yaitu Iyang 
(Yang)-Argopuro Fault (dalam paper terbaru saya tentang hilangnya Pegunungan 
Selatan Jawa di beberapa tempat -Satyana, 2009 : Disappearance of the Java's 
Southern Mountains - Roles of Java's Transverse Faults- Simposium Internasional 
Pegunungan Selatan Jawa -UGM). Kedua transverse fault ini mengapit wilayah 
Lumajang yang tenggelam, sehingga bisa disimpulkan bahwa kedua transverse fault 
tersebut merupakan block faulting yang besar dengan block terbannya (downblock) 
ditempati oleh Depresi Lumajang. Bahwa Lumajang tenggelam bisa dengan segera 
dilihat apabila kita mengamati garis pantai selatan Lumajang yang terindentasi 
ke dalam dan Pegunungan Selatannya yang hilang.

Kembali ke Bromo, betul, ia merupakan salah satu gunungapi cinder cone yang 
muncul dari kaldera lautan pasir Tengger yang terkenal itu. Di kaldera Tengger 
yang berdiameter 10 km itu muncul beberapa gunungapi kecil. Walaupun kini kita 
hanya bisa temukan tiga gunungapi di kaldera ini (Batok-Bromo-Kursi yang 
berjajar utara-selatan mengikuti transverse fault itu), vulkanoloog Belanda 
Neumann van Padang (195i - catalogue of the active volcanoes of the world, p. 
146-147) menyebutkan bahwa ada tujuh buah pusat letusan di kaldera Tengger ini.

Gunungapi aktif di kaldera Tengger tinggal Bromo saja dengan kepundan ditutupi 
danau sejak 1838. Menurut Hadian dan Kusumadinata (1979 : Data Dasar Gunungapi 
Indonesia), undak-undak di Gunung Bromo menunjukkan bahwa pusat letusannya 
bergerak ke arah utara. Nah, ini bisa dihubungkan dengan hasil penelitian Pak 
Seno ITS alm. (murid2 Pak Seno : Dicky dan Adji, yang pernah bersama Pak Seno 
meneliti ini, sekarang di BPMIGAS -silakan Dicky dan Adji berbagi cerita untuk 
Pak Franc dan rekan2 milis lainnya.

Transverse Fault Tengger-Semeru (saya sebut namanya begitu) dari van Bemmelen 
(1949) mungkin ada betulnya sebab semua gunungapi mati dan giat di wilayah ini 
membentuk kelurusan utara-selatan : mulai dari sebelah utara ke selatan : 
Gunung Pananjakan, Batok, Bromo, Kursi, Ranu Pani, Ranu Kumbolo (ini bekas2 
kawah gunungapi) dan paling selatan adalah gunung Semeru -puncak tertinggi di 
Jawa (3676 m).

Demikian Pak Franc sedikit cerita regional tentang Bromo yang sangat indah itu, 
saya mengunjungi kaldera Tengger dan semua gunungapi di dalamnya pada Desember 
2005 bersama tim fieldtrip BPMIGAS dan bapak2 dosen serta mahasiswa2 UGM (Bromo 
saat itu merupakan tujuan akhir kami setelah selama tiga hari sebelumnya kami 
mempelajari deepwater sediments di Jalur Kendeng dan mengunjungi situs 
Meganthropus di Perning, Mojokerto).

salam dari Indonesia,
Awang
 
--- On Sat, 9/12/09, Franciscus B Sinartio fbsinar...@yahoo.com wrote:

 From: Franciscus B Sinartio fbsinar...@yahoo.com
 Subject: [iagi-net-l] Gunung Bromo dan sekitarnya
 To: iagi-net@iagi.or.id, Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia 
 fo...@hagi.or.id
 Date: Saturday, September 12, 2009, 1:57 PM
 Hallo semuanya,
 mudah2an akhir pekan ini menjadi akhir pekan yang sangat
 indah ...
 
 hari ini saya tiba2 ingat  Alm. Pak Seno  dan
 diskusi kami tentang Gunung Bromo dan sekitarnya, waktu HAGI
 mengadakan post convention field trip ke gunung Bromo.
 
 awal diskusi dimulai  setelah kami melihat serigala
 putih dalam

[iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Gunung Bromo dan sekitarnya

2009-09-15 Terurut Topik Franciscus B Sinartio
Terima kasih Pak Awang atas info regional geologynya.
sangat informatif.  mungkin sekarang lah saatnya hasil pengamatan/penelitian 
Van Bemellen ditambahkan dengan hasil survey geofisika yang telah dilaksanakan 
disana.  dan bisa juga ditambahkan lagi survey yang lain.

Kita tunggu info dari Adjie, Dicky dll.

Mungkin teman2 dari Unibraw juga bisa menambahkan karena seingat saya Pak 
Yuwono dkk juga pernah survey geofisika kesana.
saya ingat pernah diskusi santai di saat break di PIT HAGI di Malang mengenai 
potensi mempelajari gunung api dengan lab lapangan di Gn. Bromo dan sekitarnya 
(Kaldera Tengger).  

salam,
fraank






From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia 
fo...@hagi.or.id
Cc: Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com; Geo Unpad 
geo_un...@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, September 15, 2009 5:18:53 PM
Subject: Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] Gunung Bromo dan sekitarnya

Pak Franc,

van Bemmelen (1949) menarik garis volcano-tectonic yang besar dari Selat Madura 
sampai hampir pantai selatan Jawa Timur berarah utara-selatan. Menurutnya, 
inilah sebuah transverse fault yang besar yang memotong tegak lurus trend 
struktur Jawa yang barat-timur. Transverse fault ini menjadi lokasi semua 
gunungapi aktif maupun mati di wilayah ini, sehingga lineament gunungapi ini 
menyimpang dari lineament gunungapi Jawa pada umumnya (barat-timur). Di sini, 
kompleks Tengger-Semeru berarah utara-selatan. Bahkan, wilayah Grati dan 
Semokrong di tepi pantai utara eastern spur Jawa Timur ini, atau di sebelah 
selatan Selat Madura, menurut van Bemmelen (1949) masih merupakan bukit-bukit 
yang terjadi oleh aktivitas volcano-tectonic akibat runtuhnya kaldera Tengger. 

Collapse kaldera di puncak yang menyebabkan gravity sliding di kaki gunungapi 
membentuk ridges, adalah teori khas van Bemmelen. Ia pun menerangkan asal 
Gendol highs di Menoreh, Jawa Tengah dengan mekanisme yang sama sebagai akibat 
gravity sliding oleh runtuhnya kaldera Merapi. Van Bemmelen pun menerangkan 
asal Antiklinorium Samarinda di Kalimantan Timur sebagai akibat gravity sliding 
saat Kuching High terangkat -teorinya kemudian dikembangkan oleh Rose dan 
Hartono (1976) dan Hank Ott (1987). Sebuah teori yang sangat menarik dan saya 
cukup meyakininya. Kini, di sistem deepwater perkembangan toe thrusting juga 
erat kaitannya dengan gravity sliding di shelf areanya. Contoh2 di Kutei, 
Tarakan, dan Sarawak deepwater sangat khas membuktikan ini.

Saya meminjam transverse fault Tengger-Semeru van Bemmelen ini untuk 
menerangkan terjadinya Depresi Lumajang ke sebelah timurnya, dengan menggunakan 
juga transverse fault pasangannya di wilayah Jember, yaitu Iyang 
(Yang)-Argopuro Fault (dalam paper terbaru saya tentang hilangnya Pegunungan 
Selatan Jawa di beberapa tempat -Satyana, 2009 : Disappearance of the Java's 
Southern Mountains - Roles of Java's Transverse Faults- Simposium Internasional 
Pegunungan Selatan Jawa -UGM). Kedua transverse fault ini mengapit wilayah 
Lumajang yang tenggelam, sehingga bisa disimpulkan bahwa kedua transverse fault 
tersebut merupakan block faulting yang besar dengan block terbannya (downblock) 
ditempati oleh Depresi Lumajang. Bahwa Lumajang tenggelam bisa dengan segera 
dilihat apabila kita mengamati garis pantai selatan Lumajang yang terindentasi 
ke dalam dan Pegunungan Selatannya yang hilang.

Kembali ke Bromo, betul, ia merupakan salah satu gunungapi cinder cone yang 
muncul dari kaldera lautan pasir Tengger yang terkenal itu. Di kaldera Tengger 
yang berdiameter 10 km itu muncul beberapa gunungapi kecil. Walaupun kini kita 
hanya bisa temukan tiga gunungapi di kaldera ini (Batok-Bromo-Kursi yang 
berjajar utara-selatan mengikuti transverse fault itu), vulkanoloog Belanda 
Neumann van Padang (195i - catalogue of the active volcanoes of the world, p. 
146-147) menyebutkan bahwa ada tujuh buah pusat letusan di kaldera Tengger ini.

Gunungapi aktif di kaldera Tengger tinggal Bromo saja dengan kepundan ditutupi 
danau sejak 1838. Menurut Hadian dan Kusumadinata (1979 : Data Dasar Gunungapi 
Indonesia), undak-undak di Gunung Bromo menunjukkan bahwa pusat letusannya 
bergerak ke arah utara. Nah, ini bisa dihubungkan dengan hasil penelitian Pak 
Seno ITS alm. (murid2 Pak Seno : Dicky dan Adji, yang pernah bersama Pak Seno 
meneliti ini, sekarang di BPMIGAS -silakan Dicky dan Adji berbagi cerita untuk 
Pak Franc dan rekan2 milis lainnya.

Transverse Fault Tengger-Semeru (saya sebut namanya begitu) dari van Bemmelen 
(1949) mungkin ada betulnya sebab semua gunungapi mati dan giat di wilayah ini 
membentuk kelurusan utara-selatan : mulai dari sebelah utara ke selatan : 
Gunung Pananjakan, Batok, Bromo, Kursi, Ranu Pani, Ranu Kumbolo (ini bekas2 
kawah gunungapi) dan paling selatan adalah gunung Semeru -puncak tertinggi di 
Jawa (3676 m).

Demikian Pak Franc sedikit cerita regional tentang Bromo yang sangat indah itu

[iagi-net-l] Gunung Bromo dan sekitarnya

2009-09-12 Terurut Topik Franciscus B Sinartio
Hallo semuanya,
mudah2an akhir pekan ini menjadi akhir pekan yang sangat indah ...

hari ini saya tiba2 ingat  Alm. Pak Seno  dan diskusi kami tentang Gunung Bromo 
dan sekitarnya, waktu HAGI mengadakan post convention field trip ke gunung 
Bromo.

awal diskusi dimulai  setelah kami melihat serigala putih dalam perjalanan ke 
gunung Bromo.

tetapi saya tdk mau cerita serigala putihnya, tetapi tentang geology gunung 
Bromo.


pertanyaan pertama saya waktu lagi makan siang di lembah yang indah dari 
pegunungan sekitar Bromo adalah apakah mungkin lembah ini adalah caldera gunung 
api yang lebih besar.  Gunung Bromo hanya salah satu kawah tempat keluarnya 
magma (sekarang hanya uap).

Pak Seno tidak terlalu serius menanggapi saat itu, tetapi setelah beberapa 
bulan, beliau menginformasikan bahwa team ITS akan mengadakan pengukuran 
geofisika di daerah gn Bromo dan sekitarnya untuk mencoba mendeteksi jalur 
magma.
saya tdk tahu lagi cerita selanjutnya.  saya tahu Adjie, Dicky dan teman2 yang 
lain yang di bimbing Pak Seno ikut dalam penelitian tsb.
malahan ada yang bikin skripsi hasil pengukuran2 tsb.

Pertanyaan saya adalah sampai sejauh mana penelitian itu ? apakah hasil 
pengukurannya masih ada?  saya kira pengukuran yang dilakukan waktu itu adalah 
gravity, magnetic, metode listrik (DC dan EM?) dan yang lainnya.
Pak Adhi dari ITS mungkin tahu lebih jauh tentang hasil penelitian ini.  Pak 
Rovicky juga mungkin bisa cerita tentang hal ini, karena dia adalah dosen 
terbang geology saat dilakukan penelitian ini.

Tentu saja kita bisa mendapatkan cerita regional geology juga dari expert2 kita 
seperti Pak Awang, Pak Andang dan yang lainnya.

Ini bukan superstituous kawan,  hanya koq saya tiba2 ingat Pak Seno alm.

selamat berakhir pekan,

salam dari afrika,
frank