Salah satu bentuk insentif yang jarang sekali dibicarakan, terutama oleh
kawan-kawan G&G -walaupun sebenarnya itu adalah domain utama kompetensi
kita-, adalah "merawat, mengembangkan, melatih, mendidik, dan mendandani"
BAYI-BAYI CANTIK kita, baik yang terselip di lapangan2 "tua" di 16
cekungan
yang sudah dianggap matang di Indonesia, maupun (terutama) di 50 cekungan
lain di Indonesia.
Selama ini, pembicaraan tentang "insentif" didominasi oleh hal-hal yang
bersifat economic, finance, bisnis, pajak, dsbnya. Hal itu tidak
mengherankan, karena sebagian besar pengambil kebijakan dan pembuat opini
di
industri migas hulu kita adalah para birokrat professional yang fasih,
faham, dan terdidik dengan masalah economics terutama dengan paradigma
"reserves-economy" bukan "resources-economy". Mungkin Pak Purnomo, Pak
Iin,
Pak Rahmat Sudibyo, Pak Kardaya, Pak Martiono, Pak Widya, Pak Kurtubi, Pak
Hutapea memang betul-betul ahli tentang masalah tersebut, tetapi pada
umumnya, karena latar belakang mereka adalah engineering, economy,
management, dimana pemahaman dan penghayatan tentang faktor "seni" dan
"resiko" dalam eksplorasi sumberdaya mereka tidak se"intensive"
kawan-kawan
praktisi G&G eksplorasionis, maka yang mereka kutak-kutik selama ini
cenderung lebih berat ke kebijakan untuk "komoditi" yang sudah jadi
"reserves". Tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan-kebijakan untuk membuat
resources menjadi reserves-pun sudah pula digariskan dan
diimplementasikan;
tetapi -ya itu tadi- titik beratnya selalu pengaturan masalah split,
pajak,
investment credit, dan hal2 yang berbau economics. Sementara itu
"BARANG"nya
sendiri alias komoditinya: jarang sekali diutak-utik, didandani,
disegarkan,
dicarikan konsep-konsep baru, dan yang terutama: DITAMBAHi DATAnya.
Sub Direktorat Penyiapan Lahan dibawah Direktorat Eksplorasi Ditjen Migas
setiap tahun bertugas untuk mendadani bayi-bayi cantik kita berupa
open-block/area untuk ditawarkan ke investor berupa kontrak kerjasama
(PSC).
Mungkin tidak lebih dari 2 Juta Dollar dianggarkan untuk penyiapan lahan
tersebut. Tahun 2005 ada 14 open area yang ditawarkan, studi penyiapan
lahan
setiap blok menelan biaya +/- USD100K, ditambah administrasi, data,
hardware(?) dll, sehingga angka 2 Juta Dollar untuk penyiapan lahan tsb
bisa
saja cukup realistis (kalau ada kawan2 yang tahu silakan koreksi).
Signature
bonus untuk tiap blok minimal 500K USD (disyaratkan mutlak dalam bid
2005),
dan firm-commitment 3 tahun tiap blok bisa bervariasi antara 5 - 25 Juta
Dollar, ambil saja rata2 15 Juta Dollar. Jadi, untuk mendapatkan pemasukan
negara bukan pajak yang PASTI minimum 7 Juta USD dan investasi 230 Juta
USD,
Pemerintah hanya perlu mengeluarkan 28,5% dari pendapatan langsung
signature-bonus atau 0.87% dari potensi investasinya. Memang kalau
ditinjau
secara ekonomi (negara) hal ini sangat menguntungkan, tetapi seharusnya
Pemerintah lebih memperhatikan aspek "mendadani" bayi-bayi cantik
berikutnya
sehingga akan makin banyak investasi masuk, dengan cara memakai semua
signature bonus tersebut (7M USD) untuk kepentingan studi open area baru
atau mengakuisisi data-data baru, sedemikian rupa sehingga investor jadi
lebih tertarik.
Terobosan-terobosan peraturan tentang spec-survey yang disampirkan pada
bentuk Joint Study maupun (rencananya) pada KKS khusus tanpa komitmen
pemboran nampaknya sudah mulai diinisiasi oleh Pemerin tah (Ditjen
Migas-BPMigas). Hal ini terungkap juga pada pidato Pak Purnomo dan juga
Pak
kardaya pada waktu membuka JCS2003 di Surabaya. Usaha2 deregulasi tersebut
perlu kita dukung bersama lewat monitoring maupun urun rembug, terutama di
masalah2 krusial penentuan term spec surveynya, sedemikian rupa sehingga
Pemerintah mendapatkan masukan yang professional dari kita semua terutama
para praktisi G&G explorationist Indonesia. Tentu saja dengan syarat
Pemerintah juga tidak sungkan-sungkan untuk membuka diri terhadap dialog
dengan kalangan Asosiasi Profesional seperti IAGI-HAGI maupun IATMI. Usaha
komunikasi Pemerintah dengan asosiasi selama ini OK-OK saja, hanya perlu
ditingkatkan ke arah yang lebih menggigit, terutama jangan hanya
memprioritaskan mendengar hanya dari Asosiasi Perusahaan (IPA, IMA,
Assosiasi Pengeboran Minyak Indonesia, Apjaggi?, dsb), tapi juga
berdiskusi
dg IAGI-HAGI-Perhapi-IATMI dan sejenisnya.
Jadi, kembali lagi ke masalah insentif,... mari kita pikirkan sama-sama
insentif konsep-konsep baru, data-data baru, pemikiran-pemikiran baru
tentang lapangan, blok, maupun cekungan-cekungan di Indonesia. Kita
galakkan
elan RISET (baca:eksplorasi) baik di diri kita sendiri maupun lingkungan
kerja kita, sehingga selalu ada yang baru dan menarik untuk
di-investasi-in.
Salam
Andang Bachtiar
Exploration Think Tank Indonesia
Tangki Pikir Eksplorasi Indonesia
----- Original Message -----
From: <[EMAIL PROTECTED]>
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Sent: Monday, December 19, 2005 10:09 AM
Subject: [iagi-net-l] Incentives needed in Indonesia oil and gas search
Kenapa yang kita diskusiin justru malah memperketat PSC dan cost
recovery,
memperbesar revenue negara dlsb. Sementara investor masih belum mau
menoleh
sedikit pun ke negara ini. Untung saja petinggi migas di Indonesia kayak
pak Kardaya ini masih sangat realistis soal hal ini. Mudah-mudahan beliau
tidak harus dipaksa SBY untuk berbuat sebaliknya karena usulan kita2 ini.
Kita itu ibarat orang tua yang masih merasa punya gadis perawan cantik
dan
seksi berumur 1000 bulan yang banyak dikejar laki-laki sehingga harus
bikin
persyaratan ketat untuk menseleksinya. Padahal gadis tersebut mungkin
sekarang udah berumur 30 tahun, mungkin udah gak perawan, dan gembrot.
Tetapi kita masih terus berkutat bikin persyaratan ketat untuk menseleksi
laki-laki....
Regards -
Incentives needed in Indonesia oil and gas search
Date: 19/12/2005
--------------------------------------------------------------------------
------
Indonesia must find new ways to attract foreign investors to search for
oil
and gas and reverse a slide in production, the nation's energy regulator
said on Sunday.
Indonesia needs new finds to replace ageing fields with falling output
but
a row between Exxon Mobil and Indonesia's state oil firm, Pertamina, over
the operation of a new US$2 billion field, Cepu, has worried other
investors.
"The government has to give more incentive to attract foreign investors
because Indonesia's oil production is declining. There is no significant
discovery so far," BPMIGAS chief Kardaya Warnika told reporters in West
Java city of Bandung.
He said crude and condensate production was expected to reach 1.06
million
barrel per day (bpd) in 2005, just short of a budget target of 1.07
million
bpd.
Warnika said he hoped for a breakthrough soon in the dispute over who
will
operate the Cepu field, Warnika said.
The field on Java island, which has the potential to raise Indonesia's
output by 20 percent, is one of Exxon's biggest undeveloped fields with
estimated recoverable reserves of 600 million barrels of oil.
In June, Indonesia offered 27 new exploration areas with sweetened terms
for foreign oil firms but so far contracts for only eight exploration
areas
have been signed.
"Indonesia should give more share to investors in the remote and frontier
areas that have not been explored," Warnika said.
Indonesia's standard oil production sharing contract is 85:15 in favour
of
the government and 70:30 for gas, levels that foreign investors have said
are too low to be attractive.
In 20 of the new exploration areas, the government has offered investors
25
to 35 percent of production.
Warnika said another way to lure investors would be to allow an operating
unit in one area to use its revenues in the operation of other
exploration
areas.
Indonesia expects spending in oil and gas exploration by foreign firms to
almost double to US$1.1 billion this year from US$590 million in 2004,
but
exploration drilling looks set to fall to 62 wells from 64 last year.
A mines and energy official said the government planned to sign
exploration
contracts this month with several major oil companies. Other oil
companies
that operate in Indonesia include U.S. firm Chevron Corp , French energy
giant Total and oil major BP Plc.
Source : REUTERS 19 Dec 2005
---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
---------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
---------------------------------------------------------------------