Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Rekan rekan Secara legal , saya kira dapat dikatakan bahwa ini adalah risiko bisis , akan tetap kalai kita melihatnya dari segi profesional maka diperlukan langkah berikut : 1. Apakah ahli yang melakukan studi dan memberikan rekomendasi adalah seorang profesional yang memiliki dan memang merupakan praktisi dibidang ini (dalam makahal ini CBM). 2. Apakah laporan atau feasibility study yang disdorkan kepada investor memenuhi kaidah ilmu yang umum diterima dalan kalangan praktisi . 3. Apakah antara data dan rekomendasi yang diajukan secara teknis wajar ??? Sebenarnya apabila yang melakukan studi tb adalah anggota IAGI ,"pelanggaran" yang dilakukannya sudah dapat "diadili" oleh Dewan Kehormatan IAGI berdasarkan Kode Etik IAGI. Apabila ternyata ybs melakukan hal hal yang tidak sesuai dengan kaidah teknis , maka IAGI dapat memberikan hukuman umpamanya pemecatan , pengumuman ybs dikhalayak profesioanal dsb. Rekomendasi IAGI dapat dipakai oleh Perusahaan yang merasa dirugikan untuk melakukan tuntutan perdata kepengadilan. Saya kira itulah hadirnya Kode Etik IAGI sebagai salah satu pelaksanaan fungsi IAGI sebagai mana ditulis dalam AD /ART IAGI. si Abah From noor syarifuddin To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, November 11, 2012 9:48 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi Indeed, seharusnyalah IAGI dan anggotanya cukup kritis terhadap angka2 perkiraan resources maupun cadangan... Saya melihat bukan di CBM saja, waktu diskusi Mahakam ada juga yg omong samgat bombastis ttg residual mahakam post 2017 Salam, From: abacht...@cbn.net.id ; To: ; Subject: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi Sent: Sun, Nov 11, 2012 1:30:15 AM nDang, I need your opinion. Perusahaan asing yg minta pendapat saya sbg konsultan independen ttg potentiality & risk blok CBM-nya itu (yg pernah saya ingatkan daerah situ ga ada batubaranya, kalupun ada pasti gak komersial): skrg malah nanya: kalau mau nuntut ("sue") siapa ya yg bisa kita tuntut? Krn mrk merasa "ditipu" oleh perguruan tinggi pertama yg mengusulkan blok CBM ke mrk, kemudian merasa "ditipu" juga oleh pemerintah yg memverifikasi hasil joint-study yg mrk biayai yg dilakukan oleh perguruan tinggi kedua, dan yg terakhir merasa wakil2 pemerintah yg ngawasi rencana dan pelaksanaan pemboran eksplorasi sumur2 CBM-nyapun kayaknya membiarkan saja mrk meresikokan uang sampai 15juta dollar u/ngebor dsb, pdhl harusnya mrk ngerti juga-lah bhw daerah itu tdk prospek. Selain bingung mau nuntut siapa, mrk juga bingung mau ngapain lagi dg blok yg mrk punya. Lha wong sdh gak ada apa2nya. Wah, kalau nuntut secara hukum ya nggak bisalah, pak. Harusnya pengusaha asing itu juga sdh mengerti: begitulah resiko eksplorasi. Bisa ilang samasekali duit 15juta dollar plus plus gak kembali. Meskipun itu menyangkut CBM yg bukan konvensional oil-gas yg lebih beresiko lagi. Mestinya khan mrk juga punya explorationist sendiri yg mempertimbangkan semua resiko venture-nya secara lebih hati2, bukan sekedar modal duit dan menganggap ini semua spt dagang sapi - sapinya ada tinggal dibeli, disembelih dan dijual lagi dpt untung rejeki. Tapi bagaimanapun juga, nDang, sangat disayangkan kenapa koq dengan data yg sama2 menunjukkan batubara di atas dan di bawah tanah-nya itu hanya beberapa seam tipis: para pengusul, para pen-studi dan panel pem-verifikasi koq menyimpulkan CBM-nya cadangannya besarnya luar biasa sekali? Malah dg terang2an mrk memakai density 1.8 s/d 2.0 untuk menghitung volume batubara yg mana menurut saya itu sudah keterlaluan gak professional-nya: membesar-besarkan angka potensi. Khan harusnya pakai 1.3-an lah density. Belum lagi ketebalan yg direkayasa jauh lebih besar dr data yg ada tanpa alasan yg jelas sama sekali. Wah, kalau masalah yg spt itu, pak: ini yg ke-4 yg saya temui. Jangan heran kalau sejak bbrp tahun terakhir ini banyak berkeliaran professional (kadang dg label akademisi) yg membuat analisis blok2 u/oil&gas dan juga CBM (dan sebentar lagi shale gas) untuk kemudian ditawarkan - dijual ke calon2 investor yg termakan oleh iming2 jumlah "cadangan" yg dibikin besar sekali (bahkan tdk tahu beda sumberdaya dg cadangan dan berbagai skenario penamaannya yg tdk pasti). Kemudian stlah sang investor yg umumnya tdk berlatarbelakang oilgas E&P itu yakin diajaklah mrk melakukan - membiayai joint study, dst dst sampai akhirnya nanti diverifikasi - disetujui oleh pemerintah u/jadi blok yg ditawarkan dg skema "direct-offer" bukan "open tender". Padahal blok2 yg ditawarkan itu juga nggak nambah data apapun selain pembaruan peta2 lead-prospek dr kumpeni2 terdahulu atau bahkan dibikin lead-prospek baru dg data baru yg didapat dr "pasar gelap" yg pemerintah juga gak punya inventori. Bagi sebagian pihak di pemerintahan: performance mrk dinilai dr berapa
Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Ya secra teori harusnya ada proses itu sblm bidding, karena isi bid khan terserah masing2 perusahaan sesuai dgn pemahaman mereka masing2.. Tapi memang soal JS ini tiga kategori: - perusahaan yg gak nganggep hasil jS dan melakukan study sdr, jd JS hanya formalitas - perusahaan yg mencoba terlibat dlm proses JS tapi juga melakukan study pembanding - perusahaan yg pasrah bongkokan dan percaya hsl JS sbg acuan bisnis... Saya kira kasus yg terakhir banyak terjadi di prshaan pemula yg tdk paham bisnis migas... Salam
Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Ikutan nimbrung thd Resiko Ekplorasi ini , Kalau di Ekplorasi Geothermal sekarang ada mekanisme mitigasi Resiko Ekplorasi ini termasuk Penyediaan dananya ( dana pinjaman lunak ). Lha anehnya justru pengelolaanya bukan di ESDM ( padahal masalah eklporasi itu domainya ESDM to sakjane...) tapi di Departemen Keuangan. baru baru ini ada Peraturan Menteri Keuangan N0.03/PMK.011/2012 tentang penyediaan Dana Geothermal untuk memitigasi Resiko ekplorasi , Dana ini bisa dipakai oleh Pemda ( yg akan menyiapkan WKP ) atau Perusahaan yg sdh punya IUP ( memenangkan tender WKP ) untuk melakukan ekplorasi.Disini sudah diatur kegiatan ekplorasi apa saja yg didanai dg dana ini yaitu : Survai rici G&G , survai MT , pengeboran dangkal/landaian suhu dan pengeboran ekplorasi.Disini juga diatur siapa yang boleh melakukan pekerjaan ekplorasi tsb ( tidak sembarangan konsultan / PT dapat melakukan ekplorasi tsb ), perusahaan/institusi yg ditunjuk untuk melakukan ekplorasi tsb sdh mempunyai reputasi ( ini akan ditentukan oleh Dept Keuangan ) shg nantinya hasilnya ( data ekplorasi ) dapat dipertanggung jawabkan, Dana yg disediakan kira kira 30 juta USD per WK. Sebetulnya di Migas dan Geothermal ini hampir sama ( semua diatur dalam UU nya ) , Pemerintah menyiapkan Wilayah Kerja /WK ( karena pemerintah tentunya dananya disediakan oleh APBN ), Untuk Menyiapkan WK tsb dilakukan Survai Umum ( Migas ) atau Studi Pendahuluan ( Geothermal ), ini bisa dilakuan sendiri ( oleh pemerintah ) atau diberikan Ijin/penugasan kpd pihak lain ( Perusahaan yg berminat), karena ada Dana sdh tersedia ( APBN ) dan Ada Kewenangan untuk melaksanakan Survai Umum/ studi pendahuluan ( ada di UU nya , lha kan pemerintah itu pelaksana UU ) maka ya yg penting jalankan dulu shg banyak WK yg ditetapkan , apakah WK ini "layak" untuk diteruskan ( ditawarkan ) , itu soal lain ISM > Selain soal tehnis, kita juga mesti mengrti soal hukum. > Kalau saja akan ada tuntut menuntut. > Itulah sebabnya didalam setiap survey logging atau survey > apapun selalu > ada "disclaimers". Sebagai sebuah klaisul escape yg selalu > saja > dilakukaoleh perusahaan-2 asing yg selama ini juga sudah > diakui oleh kontraktor2 itu sendiri. > Dari kacamata professionalism, bukan hasil akan ada atau > tidak adanya setelah dilakukan uji pengeboran, tetapi yg > lebih penting apakah kesimpulan yg diambil sudah menggunakan > kaidah keilmuan yg diakui. Diketahuinya sebuah prospek itu > dry atau discovery selalu saja setelah dilakukan uji > pengeboran dan pengetesan. Namun jelas tidak bisa (belum > bisa) menggunakan hasil pengeboran utk melakukan tuntutan. > Kalau kegagalan eksplorasi trus dianggep pelanggaran hukum > wharakadah > Kecuali penipuan data, data manipulation, seperti yg terjadi > di busang dsb saya kira tidak dapat serta merta menyatakan > bahwa usulan yg salah atau kesimpulan yg keliru dari sebuah > penelitian dipakai sebagai tuduhan tindakan penipuan. > > Just my 2c > > Rdp > > On Sunday, November 11, 2012, wrote: > >> nDang, I need your opinion. Perusahaan asing yg minta >> pendapat saya sbg konsultan independen ttg potentiality & >> risk blok CBM-nya itu (yg pernah saya ingatkan daerah situ >> ga ada batubaranya, kalupun ada pasti gak komersial): skrg >> malah nanya: kalau mau nuntut ("sue") siapa ya yg bisa kita >> tuntut? Krn mrk merasa "ditipu" oleh perguruan tinggi >> pertama yg mengusulkan blok CBM ke mrk, kemudian merasa >> "ditipu" juga oleh pemerintah yg memverifikasi hasil >> joint-study yg mrk biayai yg dilakukan oleh perguruan >> tinggi kedua, dan yg terakhir merasa wakil2 pemerintah yg >> ngawasi rencana dan pelaksanaan pemboran eksplorasi sumur2 >> CBM-nyapun kayaknya membiarkan saja mrk meresikokan uang >> sampai 15juta dollar u/ngebor dsb, pdhl harusnya mrk ngerti >> juga-lah bhw daerah itu tdk prospek. Selain bingung mau >> nuntut siapa, mrk juga bingung mau ngapain lagi dg blok yg >> mrk punya. Lha wong sdh gak ada apa2nya. >> >> Wah, kalau nuntut secara hukum ya nggak bisalah, pak. >> Harusnya pengusaha asing itu juga sdh mengerti: begitulah >> resiko eksplorasi. Bisa ilang samasekali duit 15juta dollar >> plus plus gak kembali. Meskipun itu menyangkut CBM yg bukan >> konvensional oil-gas yg lebih beresiko lagi. Mestinya khan >> mrk juga punya explorationist sendiri yg mempertimbangkan >> semua resiko venture-nya secara lebih hati2, bukan sekedar >> modal duit dan menganggap ini semua spt dagang sapi - >> sapinya ada tinggal dibeli, disembelih dan dijual lagi dpt >> untung rejeki. >> >> Tapi bagaimanapun juga, nDang, sangat disayangkan kenapa >> koq dengan data yg sama2 menunjukkan batubara di atas dan >> di bawah tanah-nya itu hanya beberapa seam tipis: para >> pengusul, para pen-studi dan panel pem-verifikasi koq >> menyimpulkan CBM-nya cadangannya besarnya luar biasa >> sekali? Malah dg terang2an mrk memakai density 1.8 s/d 2.0 >> untuk menghitung volume batubara yg mana menurut saya itu >> sudah keterlaluan gak professional-nya: membesar-besarkan
Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Iya betul. Lebih pas dianalogikan dengan sewa mobil... Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Date: Sun, 11 Nov 2012 20:13:05 To: Reply-To: Subject: Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi Mungkin lebih pasnya bukan jual beli mobil tapi sewa menyewa/kontrak mobil.Kebetulan mobilnya Plat merah yg disewakan supaya menghasilkan uang, dalam sewa menyewa ini ada aturan yaitu penyewa menanggung semua resiko kalau terjadi sesuatu termasuk tidak ada penumpang shg tdk ada penghasilan, baru kalau ada untung dibagi dua penyewa dan pemilik mobil.Disisi lain Pemilik mobil ini diharuskan menyiapkan mobil tsb supaya "layak" sewa , tapi kalau ternyata mobil tsb tidak laik jalan bahkan mencelakaan penyewa ( boro boro dapat untung ), si pemilik ini tidak menaggung apapun( enek juga ya pemilik mobil ini, shg si pemilik bisa semaunya cari montir atau bengkel untuk menyiapkan mobil sewaan tsb tanpa dilihat kualifikasinya ).Disini seharusnya Penyewa sudah sadar/tahu betul sejak awal bagaimana aturan di sewa menyewa / kontrak mobil plat merah tsb,karena resiko ada dipenyewa.shg jangan percaya 100% kalau mobil tsb telah dinyatakan layak/laik jalan oleh pemiliknya ISM > Sekedar mencoba memahami permasalah ini, dengan analogi jual > beli mobil bekas (??) > Membeli mobil bekas tentu resikonya lebih tinggi dari mobil > baru. Khususnya mobil bekas dari wilayah yg pemakaiannya > dikenal secara umum sering overload, service tidak teratur > oleh pemakai, bekas taxi, dll. Itu semua sudah harus > diperhitungkan resikonya oleh pembeli (investor). > Tapi yg dipermasalahkan bukan resiko yg itu. Yg > dipermasalahkan adalah Resiko akibat manipulasi atas > informasi mobil bekas itu, misal kilometer diturunkan supaya > kelihatan belum lama dipakai, buku service dihilangkan > supaya tdk dapat dilacak riwayatnya, dll) > Praktek semacam itu, di negara lain bisa dipidana... Sebagai > bentuk perlindungan pemerintah atas konsumen (investor). > Mungkin itu ya yg dipermasalahkan... Kenapa disini praktek > spt itu "sepertinya" dibiarkan terjadi (oleh pemerintah)? > Tidak ada aturan yg jelas, tidak ada sangsi... > Itu mungkin membuat investor merasa tertipu... > > Note: Disclaimer bisa dilakukan untuk menghindari dari > tuntutan hukum, sepanjang tidak ada (kesengajaan) manipulasi > informasi didalamnya. > Atau jangan2, kita mesti kasih tahu investor bahwa Resiko2 > (teknis dan non teknis = resiko eksplorasi dan resiko > bisnis) itu sudah harus diperhitungkan/siap ditanggung > investor kalo usaha disini? > (Termasuk dalam resiko bisnis adalah ketidakakuratan > informasi entah disengaja atau tidak, meskipun sudah > diverifikasi oleh siapapun lembaganya). > Entahlah apakah analoginya tepat utk menggambarkannya... > > > Powered by Telkomsel BlackBerry® > > -Original Message----- > From: Rovicky Dwi Putrohari > Date: Sun, 11 Nov 2012 16:05:17 > To: iagi-net@iagi.or.id > Reply-To: > Subject: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi > Selain soal tehnis, kita juga mesti mengrti soal hukum. > Kalau saja akan ada tuntut menuntut. > Itulah sebabnya didalam setiap survey logging atau survey > apapun selalu > ada "disclaimers". Sebagai sebuah klaisul escape yg selalu > saja > dilakukaoleh perusahaan-2 asing yg selama ini juga sudah > diakui oleh kontraktor2 itu sendiri. > Dari kacamata professionalism, bukan hasil akan ada atau > tidak adanya setelah dilakukan uji pengeboran, tetapi yg > lebih penting apakah kesimpulan yg diambil sudah > menggunakan kaidah keilmuan yg diakui. Diketahuinya sebuah > prospek itu dry atau discovery selalu saja setelah dilakukan > uji pengeboran dan pengetesan. Namun jelas tidak bisa > (belum bisa) menggunakan hasil pengeboran utk melakukan > tuntutan. Kalau kegagalan eksplorasi trus dianggep > pelanggaran hukum wharakadah > Kecuali penipuan data, data manipulation, seperti yg terjadi > di busang dsb saya kira tidak dapat serta merta menyatakan > bahwa usulan yg salah atau kesimpulan yg keliru dari sebuah > penelitian dipakai sebagai tuduhan tindakan penipuan. > > Just my 2c > > Rdp > > On Sunday, November 11, 2012, wrote: > >> nDang, I need your opinion. Perusahaan asing yg minta >> pendapat saya sbg konsultan independen ttg potentiality & >> risk blok CBM-nya itu (yg pernah saya ingatkan daerah situ >> ga ada batubaranya, kalupun ada pasti gak komersial): skrg >> malah nanya: kalau mau nuntut ("sue") siapa ya yg bisa >> kita tuntut? Krn mrk merasa "ditipu" oleh perguruan tinggi >> pertama yg mengusulkan blok CBM ke mrk, kemudian merasa >> "ditipu" juga oleh pemerintah yg memverifikasi hasil >> joint-study yg mrk biayai yg dilakukan oleh perguruan >>
Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Mungkin lebih pasnya bukan jual beli mobil tapi sewa menyewa/kontrak mobil.Kebetulan mobilnya Plat merah yg disewakan supaya menghasilkan uang, dalam sewa menyewa ini ada aturan yaitu penyewa menanggung semua resiko kalau terjadi sesuatu termasuk tidak ada penumpang shg tdk ada penghasilan, baru kalau ada untung dibagi dua penyewa dan pemilik mobil.Disisi lain Pemilik mobil ini diharuskan menyiapkan mobil tsb supaya "layak" sewa , tapi kalau ternyata mobil tsb tidak laik jalan bahkan mencelakaan penyewa ( boro boro dapat untung ), si pemilik ini tidak menaggung apapun( enek juga ya pemilik mobil ini, shg si pemilik bisa semaunya cari montir atau bengkel untuk menyiapkan mobil sewaan tsb tanpa dilihat kualifikasinya ).Disini seharusnya Penyewa sudah sadar/tahu betul sejak awal bagaimana aturan di sewa menyewa / kontrak mobil plat merah tsb,karena resiko ada dipenyewa.shg jangan percaya 100% kalau mobil tsb telah dinyatakan layak/laik jalan oleh pemiliknya ISM > Sekedar mencoba memahami permasalah ini, dengan analogi jual > beli mobil bekas (??) > Membeli mobil bekas tentu resikonya lebih tinggi dari mobil > baru. Khususnya mobil bekas dari wilayah yg pemakaiannya > dikenal secara umum sering overload, service tidak teratur > oleh pemakai, bekas taxi, dll. Itu semua sudah harus > diperhitungkan resikonya oleh pembeli (investor). > Tapi yg dipermasalahkan bukan resiko yg itu. Yg > dipermasalahkan adalah Resiko akibat manipulasi atas > informasi mobil bekas itu, misal kilometer diturunkan supaya > kelihatan belum lama dipakai, buku service dihilangkan > supaya tdk dapat dilacak riwayatnya, dll) > Praktek semacam itu, di negara lain bisa dipidana... Sebagai > bentuk perlindungan pemerintah atas konsumen (investor). > Mungkin itu ya yg dipermasalahkan... Kenapa disini praktek > spt itu "sepertinya" dibiarkan terjadi (oleh pemerintah)? > Tidak ada aturan yg jelas, tidak ada sangsi... > Itu mungkin membuat investor merasa tertipu... > > Note: Disclaimer bisa dilakukan untuk menghindari dari > tuntutan hukum, sepanjang tidak ada (kesengajaan) manipulasi > informasi didalamnya. > Atau jangan2, kita mesti kasih tahu investor bahwa Resiko2 > (teknis dan non teknis = resiko eksplorasi dan resiko > bisnis) itu sudah harus diperhitungkan/siap ditanggung > investor kalo usaha disini? > (Termasuk dalam resiko bisnis adalah ketidakakuratan > informasi entah disengaja atau tidak, meskipun sudah > diverifikasi oleh siapapun lembaganya). > Entahlah apakah analoginya tepat utk menggambarkannya... > > > Powered by Telkomsel BlackBerry® > > -Original Message----- > From: Rovicky Dwi Putrohari > Date: Sun, 11 Nov 2012 16:05:17 > To: iagi-net@iagi.or.id > Reply-To: > Subject: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi > Selain soal tehnis, kita juga mesti mengrti soal hukum. > Kalau saja akan ada tuntut menuntut. > Itulah sebabnya didalam setiap survey logging atau survey > apapun selalu > ada "disclaimers". Sebagai sebuah klaisul escape yg selalu > saja > dilakukaoleh perusahaan-2 asing yg selama ini juga sudah > diakui oleh kontraktor2 itu sendiri. > Dari kacamata professionalism, bukan hasil akan ada atau > tidak adanya setelah dilakukan uji pengeboran, tetapi yg > lebih penting apakah kesimpulan yg diambil sudah > menggunakan kaidah keilmuan yg diakui. Diketahuinya sebuah > prospek itu dry atau discovery selalu saja setelah dilakukan > uji pengeboran dan pengetesan. Namun jelas tidak bisa > (belum bisa) menggunakan hasil pengeboran utk melakukan > tuntutan. Kalau kegagalan eksplorasi trus dianggep > pelanggaran hukum wharakadah > Kecuali penipuan data, data manipulation, seperti yg terjadi > di busang dsb saya kira tidak dapat serta merta menyatakan > bahwa usulan yg salah atau kesimpulan yg keliru dari sebuah > penelitian dipakai sebagai tuduhan tindakan penipuan. > > Just my 2c > > Rdp > > On Sunday, November 11, 2012, wrote: > >> nDang, I need your opinion. Perusahaan asing yg minta >> pendapat saya sbg konsultan independen ttg potentiality & >> risk blok CBM-nya itu (yg pernah saya ingatkan daerah situ >> ga ada batubaranya, kalupun ada pasti gak komersial): skrg >> malah nanya: kalau mau nuntut ("sue") siapa ya yg bisa >> kita tuntut? Krn mrk merasa "ditipu" oleh perguruan tinggi >> pertama yg mengusulkan blok CBM ke mrk, kemudian merasa >> "ditipu" juga oleh pemerintah yg memverifikasi hasil >> joint-study yg mrk biayai yg dilakukan oleh perguruan >> tinggi kedua, dan yg terakhir merasa wakil2 pemerintah yg >> ngawasi rencana dan pelaksanaan pemboran eksplorasi sumur2 >> CBM-nyapun kayaknya membiarkan saja mrk meresikokan uang >> sampai 15juta
Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Sekedar mencoba memahami permasalah ini, dengan analogi jual beli mobil bekas (??) Membeli mobil bekas tentu resikonya lebih tinggi dari mobil baru. Khususnya mobil bekas dari wilayah yg pemakaiannya dikenal secara umum sering overload, service tidak teratur oleh pemakai, bekas taxi, dll. Itu semua sudah harus diperhitungkan resikonya oleh pembeli (investor). Tapi yg dipermasalahkan bukan resiko yg itu. Yg dipermasalahkan adalah Resiko akibat manipulasi atas informasi mobil bekas itu, misal kilometer diturunkan supaya kelihatan belum lama dipakai, buku service dihilangkan supaya tdk dapat dilacak riwayatnya, dll) Praktek semacam itu, di negara lain bisa dipidana... Sebagai bentuk perlindungan pemerintah atas konsumen (investor). Mungkin itu ya yg dipermasalahkan... Kenapa disini praktek spt itu "sepertinya" dibiarkan terjadi (oleh pemerintah)? Tidak ada aturan yg jelas, tidak ada sangsi... Itu mungkin membuat investor merasa tertipu... Note: Disclaimer bisa dilakukan untuk menghindari dari tuntutan hukum, sepanjang tidak ada (kesengajaan) manipulasi informasi didalamnya. Atau jangan2, kita mesti kasih tahu investor bahwa Resiko2 (teknis dan non teknis = resiko eksplorasi dan resiko bisnis) itu sudah harus diperhitungkan/siap ditanggung investor kalo usaha disini? (Termasuk dalam resiko bisnis adalah ketidakakuratan informasi entah disengaja atau tidak, meskipun sudah diverifikasi oleh siapapun lembaganya). Entahlah apakah analoginya tepat utk menggambarkannya... Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari Date: Sun, 11 Nov 2012 16:05:17 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: Subject: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi Selain soal tehnis, kita juga mesti mengrti soal hukum. Kalau saja akan ada tuntut menuntut. Itulah sebabnya didalam setiap survey logging atau survey apapun selalu ada "disclaimers". Sebagai sebuah klaisul escape yg selalu saja dilakukaoleh perusahaan-2 asing yg selama ini juga sudah diakui oleh kontraktor2 itu sendiri. Dari kacamata professionalism, bukan hasil akan ada atau tidak adanya setelah dilakukan uji pengeboran, tetapi yg lebih penting apakah kesimpulan yg diambil sudah menggunakan kaidah keilmuan yg diakui. Diketahuinya sebuah prospek itu dry atau discovery selalu saja setelah dilakukan uji pengeboran dan pengetesan. Namun jelas tidak bisa (belum bisa) menggunakan hasil pengeboran utk melakukan tuntutan. Kalau kegagalan eksplorasi trus dianggep pelanggaran hukum wharakadah Kecuali penipuan data, data manipulation, seperti yg terjadi di busang dsb saya kira tidak dapat serta merta menyatakan bahwa usulan yg salah atau kesimpulan yg keliru dari sebuah penelitian dipakai sebagai tuduhan tindakan penipuan. Just my 2c Rdp On Sunday, November 11, 2012, wrote: > nDang, I need your opinion. Perusahaan asing yg minta pendapat saya sbg > konsultan independen ttg potentiality & risk blok CBM-nya itu (yg pernah > saya ingatkan daerah situ ga ada batubaranya, kalupun ada pasti gak > komersial): skrg malah nanya: kalau mau nuntut ("sue") siapa ya yg bisa > kita tuntut? Krn mrk merasa "ditipu" oleh perguruan tinggi pertama yg > mengusulkan blok CBM ke mrk, kemudian merasa "ditipu" juga oleh pemerintah > yg memverifikasi hasil joint-study yg mrk biayai yg dilakukan oleh > perguruan tinggi kedua, dan yg terakhir merasa wakil2 pemerintah yg ngawasi > rencana dan pelaksanaan pemboran eksplorasi sumur2 CBM-nyapun kayaknya > membiarkan saja mrk meresikokan uang sampai 15juta dollar u/ngebor dsb, > pdhl harusnya mrk ngerti juga-lah bhw daerah itu tdk prospek. Selain > bingung mau nuntut siapa, mrk juga bingung mau ngapain lagi dg blok yg mrk > punya. Lha wong sdh gak ada apa2nya. > > Wah, kalau nuntut secara hukum ya nggak bisalah, pak. Harusnya pengusaha > asing itu juga sdh mengerti: begitulah resiko eksplorasi. Bisa ilang > samasekali duit 15juta dollar plus plus gak kembali. Meskipun itu > menyangkut CBM yg bukan konvensional oil-gas yg lebih beresiko lagi. > Mestinya khan mrk juga punya explorationist sendiri yg mempertimbangkan > semua resiko venture-nya secara lebih hati2, bukan sekedar modal duit dan > menganggap ini semua spt dagang sapi - sapinya ada tinggal dibeli, > disembelih dan dijual lagi dpt untung rejeki. > > Tapi bagaimanapun juga, nDang, sangat disayangkan kenapa koq dengan data > yg sama2 menunjukkan batubara di atas dan di bawah tanah-nya itu hanya > beberapa seam tipis: para pengusul, para pen-studi dan panel pem-verifikasi > koq menyimpulkan CBM-nya cadangannya besarnya luar biasa sekali? Malah dg > terang2an mrk memakai density 1.8 s/d 2.0 untuk menghitung volume batubara > yg mana menurut saya itu sudah keterlaluan gak professional-nya: > membesar-besarkan angka potensi. Khan harusnya pakai 1.3-an lah density. > Belum lagi ketebalan yg direkayasa jauh lebi
Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Pengalaman saya: banyak calon investor energy (beginer) bernafsu memenangkan new block,ttp tdk memiliki geoscientist permanen akhirnya menyewa konsultan.mental konsultan ada profesional ada yg penting dpt fee. Yg terakhir ini yg menentukan bernafsu dpt fee konsultan + success fee. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari Date: Sun, 11 Nov 2012 16:05:17 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: Subject: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi Selain soal tehnis, kita juga mesti mengrti soal hukum. Kalau saja akan ada tuntut menuntut. Itulah sebabnya didalam setiap survey logging atau survey apapun selalu ada "disclaimers". Sebagai sebuah klaisul escape yg selalu saja dilakukaoleh perusahaan-2 asing yg selama ini juga sudah diakui oleh kontraktor2 itu sendiri. Dari kacamata professionalism, bukan hasil akan ada atau tidak adanya setelah dilakukan uji pengeboran, tetapi yg lebih penting apakah kesimpulan yg diambil sudah menggunakan kaidah keilmuan yg diakui. Diketahuinya sebuah prospek itu dry atau discovery selalu saja setelah dilakukan uji pengeboran dan pengetesan. Namun jelas tidak bisa (belum bisa) menggunakan hasil pengeboran utk melakukan tuntutan. Kalau kegagalan eksplorasi trus dianggep pelanggaran hukum wharakadah Kecuali penipuan data, data manipulation, seperti yg terjadi di busang dsb saya kira tidak dapat serta merta menyatakan bahwa usulan yg salah atau kesimpulan yg keliru dari sebuah penelitian dipakai sebagai tuduhan tindakan penipuan. Just my 2c Rdp On Sunday, November 11, 2012, wrote: > nDang, I need your opinion. Perusahaan asing yg minta pendapat saya sbg > konsultan independen ttg potentiality & risk blok CBM-nya itu (yg pernah > saya ingatkan daerah situ ga ada batubaranya, kalupun ada pasti gak > komersial): skrg malah nanya: kalau mau nuntut ("sue") siapa ya yg bisa > kita tuntut? Krn mrk merasa "ditipu" oleh perguruan tinggi pertama yg > mengusulkan blok CBM ke mrk, kemudian merasa "ditipu" juga oleh pemerintah > yg memverifikasi hasil joint-study yg mrk biayai yg dilakukan oleh > perguruan tinggi kedua, dan yg terakhir merasa wakil2 pemerintah yg ngawasi > rencana dan pelaksanaan pemboran eksplorasi sumur2 CBM-nyapun kayaknya > membiarkan saja mrk meresikokan uang sampai 15juta dollar u/ngebor dsb, > pdhl harusnya mrk ngerti juga-lah bhw daerah itu tdk prospek. Selain > bingung mau nuntut siapa, mrk juga bingung mau ngapain lagi dg blok yg mrk > punya. Lha wong sdh gak ada apa2nya. > > Wah, kalau nuntut secara hukum ya nggak bisalah, pak. Harusnya pengusaha > asing itu juga sdh mengerti: begitulah resiko eksplorasi. Bisa ilang > samasekali duit 15juta dollar plus plus gak kembali. Meskipun itu > menyangkut CBM yg bukan konvensional oil-gas yg lebih beresiko lagi. > Mestinya khan mrk juga punya explorationist sendiri yg mempertimbangkan > semua resiko venture-nya secara lebih hati2, bukan sekedar modal duit dan > menganggap ini semua spt dagang sapi - sapinya ada tinggal dibeli, > disembelih dan dijual lagi dpt untung rejeki. > > Tapi bagaimanapun juga, nDang, sangat disayangkan kenapa koq dengan data > yg sama2 menunjukkan batubara di atas dan di bawah tanah-nya itu hanya > beberapa seam tipis: para pengusul, para pen-studi dan panel pem-verifikasi > koq menyimpulkan CBM-nya cadangannya besarnya luar biasa sekali? Malah dg > terang2an mrk memakai density 1.8 s/d 2.0 untuk menghitung volume batubara > yg mana menurut saya itu sudah keterlaluan gak professional-nya: > membesar-besarkan angka potensi. Khan harusnya pakai 1.3-an lah density. > Belum lagi ketebalan yg direkayasa jauh lebih besar dr data yg ada tanpa > alasan yg jelas sama sekali. > > Wah, kalau masalah yg spt itu, pak: ini yg ke-4 yg saya temui. Jangan > heran kalau sejak bbrp tahun terakhir ini banyak berkeliaran professional > (kadang dg label akademisi) yg membuat analisis blok2 u/oil&gas dan juga > CBM (dan sebentar lagi shale gas) untuk kemudian ditawarkan - dijual ke > calon2 investor yg termakan oleh iming2 jumlah "cadangan" yg dibikin besar > sekali (bahkan tdk tahu beda sumberdaya dg cadangan dan berbagai skenario > penamaannya yg tdk pasti). Kemudian stlah sang investor yg umumnya tdk > berlatarbelakang oilgas E&P itu yakin diajaklah mrk melakukan - membiayai > joint study, dst dst sampai akhirnya nanti diverifikasi - disetujui oleh > pemerintah u/jadi blok yg ditawarkan dg skema "direct-offer" bukan "open > tender". Padahal blok2 yg ditawarkan itu juga nggak nambah data apapun > selain pembaruan peta2 lead-prospek dr kumpeni2 terdahulu atau bahkan > dibikin lead-prospek baru dg data baru yg didapat dr "pasar gelap" yg > pemerintah juga gak punya inventori. > > Bagi sebagian pihak di pemerintahan:
Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Memangnya klu pakai sistem langsung tunjuk, kumpeni gak boleh mengadakan due dilligence sebelum sign kontrak ?
[iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Selain soal tehnis, kita juga mesti mengrti soal hukum. Kalau saja akan ada tuntut menuntut. Itulah sebabnya didalam setiap survey logging atau survey apapun selalu ada "disclaimers". Sebagai sebuah klaisul escape yg selalu saja dilakukaoleh perusahaan-2 asing yg selama ini juga sudah diakui oleh kontraktor2 itu sendiri. Dari kacamata professionalism, bukan hasil akan ada atau tidak adanya setelah dilakukan uji pengeboran, tetapi yg lebih penting apakah kesimpulan yg diambil sudah menggunakan kaidah keilmuan yg diakui. Diketahuinya sebuah prospek itu dry atau discovery selalu saja setelah dilakukan uji pengeboran dan pengetesan. Namun jelas tidak bisa (belum bisa) menggunakan hasil pengeboran utk melakukan tuntutan. Kalau kegagalan eksplorasi trus dianggep pelanggaran hukum wharakadah Kecuali penipuan data, data manipulation, seperti yg terjadi di busang dsb saya kira tidak dapat serta merta menyatakan bahwa usulan yg salah atau kesimpulan yg keliru dari sebuah penelitian dipakai sebagai tuduhan tindakan penipuan. Just my 2c Rdp On Sunday, November 11, 2012, wrote: > nDang, I need your opinion. Perusahaan asing yg minta pendapat saya sbg > konsultan independen ttg potentiality & risk blok CBM-nya itu (yg pernah > saya ingatkan daerah situ ga ada batubaranya, kalupun ada pasti gak > komersial): skrg malah nanya: kalau mau nuntut ("sue") siapa ya yg bisa > kita tuntut? Krn mrk merasa "ditipu" oleh perguruan tinggi pertama yg > mengusulkan blok CBM ke mrk, kemudian merasa "ditipu" juga oleh pemerintah > yg memverifikasi hasil joint-study yg mrk biayai yg dilakukan oleh > perguruan tinggi kedua, dan yg terakhir merasa wakil2 pemerintah yg ngawasi > rencana dan pelaksanaan pemboran eksplorasi sumur2 CBM-nyapun kayaknya > membiarkan saja mrk meresikokan uang sampai 15juta dollar u/ngebor dsb, > pdhl harusnya mrk ngerti juga-lah bhw daerah itu tdk prospek. Selain > bingung mau nuntut siapa, mrk juga bingung mau ngapain lagi dg blok yg mrk > punya. Lha wong sdh gak ada apa2nya. > > Wah, kalau nuntut secara hukum ya nggak bisalah, pak. Harusnya pengusaha > asing itu juga sdh mengerti: begitulah resiko eksplorasi. Bisa ilang > samasekali duit 15juta dollar plus plus gak kembali. Meskipun itu > menyangkut CBM yg bukan konvensional oil-gas yg lebih beresiko lagi. > Mestinya khan mrk juga punya explorationist sendiri yg mempertimbangkan > semua resiko venture-nya secara lebih hati2, bukan sekedar modal duit dan > menganggap ini semua spt dagang sapi - sapinya ada tinggal dibeli, > disembelih dan dijual lagi dpt untung rejeki. > > Tapi bagaimanapun juga, nDang, sangat disayangkan kenapa koq dengan data > yg sama2 menunjukkan batubara di atas dan di bawah tanah-nya itu hanya > beberapa seam tipis: para pengusul, para pen-studi dan panel pem-verifikasi > koq menyimpulkan CBM-nya cadangannya besarnya luar biasa sekali? Malah dg > terang2an mrk memakai density 1.8 s/d 2.0 untuk menghitung volume batubara > yg mana menurut saya itu sudah keterlaluan gak professional-nya: > membesar-besarkan angka potensi. Khan harusnya pakai 1.3-an lah density. > Belum lagi ketebalan yg direkayasa jauh lebih besar dr data yg ada tanpa > alasan yg jelas sama sekali. > > Wah, kalau masalah yg spt itu, pak: ini yg ke-4 yg saya temui. Jangan > heran kalau sejak bbrp tahun terakhir ini banyak berkeliaran professional > (kadang dg label akademisi) yg membuat analisis blok2 u/oil&gas dan juga > CBM (dan sebentar lagi shale gas) untuk kemudian ditawarkan - dijual ke > calon2 investor yg termakan oleh iming2 jumlah "cadangan" yg dibikin besar > sekali (bahkan tdk tahu beda sumberdaya dg cadangan dan berbagai skenario > penamaannya yg tdk pasti). Kemudian stlah sang investor yg umumnya tdk > berlatarbelakang oilgas E&P itu yakin diajaklah mrk melakukan - membiayai > joint study, dst dst sampai akhirnya nanti diverifikasi - disetujui oleh > pemerintah u/jadi blok yg ditawarkan dg skema "direct-offer" bukan "open > tender". Padahal blok2 yg ditawarkan itu juga nggak nambah data apapun > selain pembaruan peta2 lead-prospek dr kumpeni2 terdahulu atau bahkan > dibikin lead-prospek baru dg data baru yg didapat dr "pasar gelap" yg > pemerintah juga gak punya inventori. > > Bagi sebagian pihak di pemerintahan: performance mrk dinilai dr berapa > banyak bisa jualan blok migas/cbm/shalegas tanpa peduli apakah blok2 itu > punya potensi yg bener2 sdh terevaluasi. Bagi sebagian pihak petualang > eksplorasi hal tsb menjadi peluang untuk terus menerus melakukan "studi" - > apapun kwalitas studinya - dg alasan ikut membantu pemerintah menggalakkan > eksplorasi. Bagi kalangan investor yg tdk punya latar belakang new > venturing eksplorasi: hati-hati > > Sayang banget ya, nDang. Saya koq malah kuatir: secara professional kita2 > ini di akademisi maupun di industri jadi kena imbasnya: gak dipercaya lagi > oleh publik krn mempermainkan ketidak tahuan publik atas ketidak-pastian / > resiko eksplorasi untuk alasan2 komersial sempit dan tujuan pemenuhan > kine
Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Waktu joint evaluasi/srudi utk ngambil blok Cbm yg terlibat adalah perusahaan yg akan nawar, perguruan tinggi+Dit.migas/pemerintah, lha waktu studi berjalan kan sdh tahu semua bgmn potensi blok tsb, berarti sipihak pemerintah juga sdh tahu prospek area tsb. Fz Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: abacht...@cbn.net.id Date: Sun, 11 Nov 2012 01:30:15 To: Reply-To: Subject: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi nDang, I need your opinion. Perusahaan asing yg minta pendapat saya sbg konsultan independen ttg potentiality & risk blok CBM-nya itu (yg pernah saya ingatkan daerah situ ga ada batubaranya, kalupun ada pasti gak komersial): skrg malah nanya: kalau mau nuntut ("sue") siapa ya yg bisa kita tuntut? Krn mrk merasa "ditipu" oleh perguruan tinggi pertama yg mengusulkan blok CBM ke mrk, kemudian merasa "ditipu" juga oleh pemerintah yg memverifikasi hasil joint-study yg mrk biayai yg dilakukan oleh perguruan tinggi kedua, dan yg terakhir merasa wakil2 pemerintah yg ngawasi rencana dan pelaksanaan pemboran eksplorasi sumur2 CBM-nyapun kayaknya membiarkan saja mrk meresikokan uang sampai 15juta dollar u/ngebor dsb, pdhl harusnya mrk ngerti juga-lah bhw daerah itu tdk prospek. Selain bingung mau nuntut siapa, mrk juga bingung mau ngapain lagi dg blok yg mrk punya. Lha wong sdh gak ada apa2nya. Wah, kalau nuntut secara hukum ya nggak bisalah, pak. Harusnya pengusaha asing itu juga sdh mengerti: begitulah resiko eksplorasi. Bisa ilang samasekali duit 15juta dollar plus plus gak kembali. Meskipun itu menyangkut CBM yg bukan konvensional oil-gas yg lebih beresiko lagi. Mestinya khan mrk juga punya explorationist sendiri yg mempertimbangkan semua resiko venture-nya secara lebih hati2, bukan sekedar modal duit dan menganggap ini semua spt dagang sapi - sapinya ada tinggal dibeli, disembelih dan dijual lagi dpt untung rejeki. Tapi bagaimanapun juga, nDang, sangat disayangkan kenapa koq dengan data yg sama2 menunjukkan batubara di atas dan di bawah tanah-nya itu hanya beberapa seam tipis: para pengusul, para pen-studi dan panel pem-verifikasi koq menyimpulkan CBM-nya cadangannya besarnya luar biasa sekali? Malah dg terang2an mrk memakai density 1.8 s/d 2.0 untuk menghitung volume batubara yg mana menurut saya itu sudah keterlaluan gak professional-nya: membesar-besarkan angka potensi. Khan harusnya pakai 1.3-an lah density. Belum lagi ketebalan yg direkayasa jauh lebih besar dr data yg ada tanpa alasan yg jelas sama sekali. Wah, kalau masalah yg spt itu, pak: ini yg ke-4 yg saya temui. Jangan heran kalau sejak bbrp tahun terakhir ini banyak berkeliaran professional (kadang dg label akademisi) yg membuat analisis blok2 u/oil&gas dan juga CBM (dan sebentar lagi shale gas) untuk kemudian ditawarkan - dijual ke calon2 investor yg termakan oleh iming2 jumlah "cadangan" yg dibikin besar sekali (bahkan tdk tahu beda sumberdaya dg cadangan dan berbagai skenario penamaannya yg tdk pasti). Kemudian stlah sang investor yg umumnya tdk berlatarbelakang oilgas E&P itu yakin diajaklah mrk melakukan - membiayai joint study, dst dst sampai akhirnya nanti diverifikasi - disetujui oleh pemerintah u/jadi blok yg ditawarkan dg skema "direct-offer" bukan "open tender". Padahal blok2 yg ditawarkan itu juga nggak nambah data apapun selain pembaruan peta2 lead-prospek dr kumpeni2 terdahulu atau bahkan dibikin lead-prospek baru dg data baru yg didapat dr "pasar gelap" yg pemerintah juga gak punya inventori. Bagi sebagian pihak di pemerintahan: performance mrk dinilai dr berapa banyak bisa jualan blok migas/cbm/shalegas tanpa peduli apakah blok2 itu punya potensi yg bener2 sdh terevaluasi. Bagi sebagian pihak petualang eksplorasi hal tsb menjadi peluang untuk terus menerus melakukan "studi" - apapun kwalitas studinya - dg alasan ikut membantu pemerintah menggalakkan eksplorasi. Bagi kalangan investor yg tdk punya latar belakang new venturing eksplorasi: hati-hati Sayang banget ya, nDang. Saya koq malah kuatir: secara professional kita2 ini di akademisi maupun di industri jadi kena imbasnya: gak dipercaya lagi oleh publik krn mempermainkan ketidak tahuan publik atas ketidak-pastian / resiko eksplorasi untuk alasan2 komersial sempit dan tujuan pemenuhan kinerja aparat. Jangan2 mrk nanti - terutama orang2 luar negeri - jadi sinis melihat IAGI atau HAGI yg membiarkan saja kasus2 un-ethical itu terjadi. Kalau begitu mari kita bicarakan di forum organisasi, pak. Saya akan sampaikan nanti insyaallah ke kawan2 G&G spy bisa jadi bahan untuk ditindaklanjuti. Salam Minggu yg mengendap ADB - IAGI 0800 Jkt-Bandung : sepanjang jalan tol Powered by Telkomsel BlackBerry®
Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Mas 'nDang', Ibarat kata, orang menang judi. Uang judi dimakan hantu, uang hantu dimakan setan, gak jelas pula akhirnya. Mas 'nDang', aku jadi ingt juga tatkala heboh explorasi emas dan bahan galian lain era 80an, pernah kenal geologist philippines berbuat "ngawur" demi pesanan investor dengan menambah serbuk emas kedalam bulk sample. Kita pasti bisa duga itu adalah "tipu" walau sempat Busang diexpose punya emas terbesar didunia "edan". Nah sekarang pun juga gak beda, bahkan lbh lihai utk urusan "tipu" ini didunia minyak. Dongengmu memang benar, buktinya selama aku "melu" drilling explorasi dari Irian sampai Aceh ya sukses rationya "sial melulu" alias "dry", kok bisa?.lantas bisa laku dijual lagi, lantas dst..sperti benang kusut. Kalaupun ada discovery, dianggap orang "lucky factor" kayak Genting oil, Premier oil (yg kabarnya, awalnya cuma dikompori oleh broker2). Itulah judi tipsani. Salam "bengong dihari Minggu -nun ditengah lautan" Rendra -" k3ra ngalam" Powered by Randy. com@2012 -----Original Message- From: abacht...@cbn.net.id Date: Sun, 11 Nov 2012 01:30:15 To: Reply-To: Subject: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi nDang, I need your opinion. Perusahaan asing yg minta pendapat saya sbg konsultan independen ttg potentiality & risk blok CBM-nya itu (yg pernah saya ingatkan daerah situ ga ada batubaranya, kalupun ada pasti gak komersial): skrg malah nanya: kalau mau nuntut ("sue") siapa ya yg bisa kita tuntut? Krn mrk merasa "ditipu" oleh perguruan tinggi pertama yg mengusulkan blok CBM ke mrk, kemudian merasa "ditipu" juga oleh pemerintah yg memverifikasi hasil joint-study yg mrk biayai yg dilakukan oleh perguruan tinggi kedua, dan yg terakhir merasa wakil2 pemerintah yg ngawasi rencana dan pelaksanaan pemboran eksplorasi sumur2 CBM-nyapun kayaknya membiarkan saja mrk meresikokan uang sampai 15juta dollar u/ngebor dsb, pdhl harusnya mrk ngerti juga-lah bhw daerah itu tdk prospek. Selain bingung mau nuntut siapa, mrk juga bingung mau ngapain lagi dg blok yg mrk punya. Lha wong sdh gak ada apa2nya. Wah, kalau nuntut secara hukum ya nggak bisalah, pak. Harusnya pengusaha asing itu juga sdh mengerti: begitulah resiko eksplorasi. Bisa ilang samasekali duit 15juta dollar plus plus gak kembali. Meskipun itu menyangkut CBM yg bukan konvensional oil-gas yg lebih beresiko lagi. Mestinya khan mrk juga punya explorationist sendiri yg mempertimbangkan semua resiko venture-nya secara lebih hati2, bukan sekedar modal duit dan menganggap ini semua spt dagang sapi - sapinya ada tinggal dibeli, disembelih dan dijual lagi dpt untung rejeki. Tapi bagaimanapun juga, nDang, sangat disayangkan kenapa koq dengan data yg sama2 menunjukkan batubara di atas dan di bawah tanah-nya itu hanya beberapa seam tipis: para pengusul, para pen-studi dan panel pem-verifikasi koq menyimpulkan CBM-nya cadangannya besarnya luar biasa sekali? Malah dg terang2an mrk memakai density 1.8 s/d 2.0 untuk menghitung volume batubara yg mana menurut saya itu sudah keterlaluan gak professional-nya: membesar-besarkan angka potensi. Khan harusnya pakai 1.3-an lah density. Belum lagi ketebalan yg direkayasa jauh lebih besar dr data yg ada tanpa alasan yg jelas sama sekali. Wah, kalau masalah yg spt itu, pak: ini yg ke-4 yg saya temui. Jangan heran kalau sejak bbrp tahun terakhir ini banyak berkeliaran professional (kadang dg label akademisi) yg membuat analisis blok2 u/oil&gas dan juga CBM (dan sebentar lagi shale gas) untuk kemudian ditawarkan - dijual ke calon2 investor yg termakan oleh iming2 jumlah "cadangan" yg dibikin besar sekali (bahkan tdk tahu beda sumberdaya dg cadangan dan berbagai skenario penamaannya yg tdk pasti). Kemudian stlah sang investor yg umumnya tdk berlatarbelakang oilgas E&P itu yakin diajaklah mrk melakukan - membiayai joint study, dst dst sampai akhirnya nanti diverifikasi - disetujui oleh pemerintah u/jadi blok yg ditawarkan dg skema "direct-offer" bukan "open tender". Padahal blok2 yg ditawarkan itu juga nggak nambah data apapun selain pembaruan peta2 lead-prospek dr kumpeni2 terdahulu atau bahkan dibikin lead-prospek baru dg data baru yg didapat dr "pasar gelap" yg pemerintah juga gak punya inventori. Bagi sebagian pihak di pemerintahan: performance mrk dinilai dr berapa banyak bisa jualan blok migas/cbm/shalegas tanpa peduli apakah blok2 itu punya potensi yg bener2 sdh terevaluasi. Bagi sebagian pihak petualang eksplorasi hal tsb menjadi peluang untuk terus menerus melakukan "studi" - apapun kwalitas studinya - dg alasan ikut membantu pemerintah menggalakkan eksplorasi. Bagi kalangan investor yg tdk punya latar belakang new venturing eksplorasi: hati-hati Sayang banget ya, nDang. Saya koq malah kuatir: secara professional kita2 ini di akademisi
Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Jualan dari manapun, seharusnya diimbangi oleh yang membeli dengan proses quality control yang bagus, sehingga pihak yang menjual tidak seperti sedang menjual "kecap nomor satu". Setiap penjual selalu menjual "high expectation", sehingga yang membeli harus teliti benar. Salam LL Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: abacht...@cbn.net.id Date: Sun, 11 Nov 2012 01:30:15 To: Reply-To: Subject: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi nDang, I need your opinion. Perusahaan asing yg minta pendapat saya sbg konsultan independen ttg potentiality & risk blok CBM-nya itu (yg pernah saya ingatkan daerah situ ga ada batubaranya, kalupun ada pasti gak komersial): skrg malah nanya: kalau mau nuntut ("sue") siapa ya yg bisa kita tuntut? Krn mrk merasa "ditipu" oleh perguruan tinggi pertama yg mengusulkan blok CBM ke mrk, kemudian merasa "ditipu" juga oleh pemerintah yg memverifikasi hasil joint-study yg mrk biayai yg dilakukan oleh perguruan tinggi kedua, dan yg terakhir merasa wakil2 pemerintah yg ngawasi rencana dan pelaksanaan pemboran eksplorasi sumur2 CBM-nyapun kayaknya membiarkan saja mrk meresikokan uang sampai 15juta dollar u/ngebor dsb, pdhl harusnya mrk ngerti juga-lah bhw daerah itu tdk prospek. Selain bingung mau nuntut siapa, mrk juga bingung mau ngapain lagi dg blok yg mrk punya. Lha wong sdh gak ada apa2nya. Wah, kalau nuntut secara hukum ya nggak bisalah, pak. Harusnya pengusaha asing itu juga sdh mengerti: begitulah resiko eksplorasi. Bisa ilang samasekali duit 15juta dollar plus plus gak kembali. Meskipun itu menyangkut CBM yg bukan konvensional oil-gas yg lebih beresiko lagi. Mestinya khan mrk juga punya explorationist sendiri yg mempertimbangkan semua resiko venture-nya secara lebih hati2, bukan sekedar modal duit dan menganggap ini semua spt dagang sapi - sapinya ada tinggal dibeli, disembelih dan dijual lagi dpt untung rejeki. Tapi bagaimanapun juga, nDang, sangat disayangkan kenapa koq dengan data yg sama2 menunjukkan batubara di atas dan di bawah tanah-nya itu hanya beberapa seam tipis: para pengusul, para pen-studi dan panel pem-verifikasi koq menyimpulkan CBM-nya cadangannya besarnya luar biasa sekali? Malah dg terang2an mrk memakai density 1.8 s/d 2.0 untuk menghitung volume batubara yg mana menurut saya itu sudah keterlaluan gak professional-nya: membesar-besarkan angka potensi. Khan harusnya pakai 1.3-an lah density. Belum lagi ketebalan yg direkayasa jauh lebih besar dr data yg ada tanpa alasan yg jelas sama sekali. Wah, kalau masalah yg spt itu, pak: ini yg ke-4 yg saya temui. Jangan heran kalau sejak bbrp tahun terakhir ini banyak berkeliaran professional (kadang dg label akademisi) yg membuat analisis blok2 u/oil&gas dan juga CBM (dan sebentar lagi shale gas) untuk kemudian ditawarkan - dijual ke calon2 investor yg termakan oleh iming2 jumlah "cadangan" yg dibikin besar sekali (bahkan tdk tahu beda sumberdaya dg cadangan dan berbagai skenario penamaannya yg tdk pasti). Kemudian stlah sang investor yg umumnya tdk berlatarbelakang oilgas E&P itu yakin diajaklah mrk melakukan - membiayai joint study, dst dst sampai akhirnya nanti diverifikasi - disetujui oleh pemerintah u/jadi blok yg ditawarkan dg skema "direct-offer" bukan "open tender". Padahal blok2 yg ditawarkan itu juga nggak nambah data apapun selain pembaruan peta2 lead-prospek dr kumpeni2 terdahulu atau bahkan dibikin lead-prospek baru dg data baru yg didapat dr "pasar gelap" yg pemerintah juga gak punya inventori. Bagi sebagian pihak di pemerintahan: performance mrk dinilai dr berapa banyak bisa jualan blok migas/cbm/shalegas tanpa peduli apakah blok2 itu punya potensi yg bener2 sdh terevaluasi. Bagi sebagian pihak petualang eksplorasi hal tsb menjadi peluang untuk terus menerus melakukan "studi" - apapun kwalitas studinya - dg alasan ikut membantu pemerintah menggalakkan eksplorasi. Bagi kalangan investor yg tdk punya latar belakang new venturing eksplorasi: hati-hati Sayang banget ya, nDang. Saya koq malah kuatir: secara professional kita2 ini di akademisi maupun di industri jadi kena imbasnya: gak dipercaya lagi oleh publik krn mempermainkan ketidak tahuan publik atas ketidak-pastian / resiko eksplorasi untuk alasan2 komersial sempit dan tujuan pemenuhan kinerja aparat. Jangan2 mrk nanti - terutama orang2 luar negeri - jadi sinis melihat IAGI atau HAGI yg membiarkan saja kasus2 un-ethical itu terjadi. Kalau begitu mari kita bicarakan di forum organisasi, pak. Saya akan sampaikan nanti insyaallah ke kawan2 G&G spy bisa jadi bahan untuk ditindaklanjuti. Salam Minggu yg mengendap ADB - IAGI 0800 Jkt-Bandung : sepanjang jalan tol Powered by Telkomsel BlackBerry®
Re: [iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
Indeed, seharusnyalah IAGI dan anggotanya cukup kritis terhadap angka2 perkiraan resources maupun cadangan... Saya melihat bukan di CBM saja, waktu diskusi Mahakam ada juga yg omong samgat bombastis ttg residual mahakam post 2017 Salam,
[iagi-net-l] Resiko Eksplorasi
nDang, I need your opinion. Perusahaan asing yg minta pendapat saya sbg konsultan independen ttg potentiality & risk blok CBM-nya itu (yg pernah saya ingatkan daerah situ ga ada batubaranya, kalupun ada pasti gak komersial): skrg malah nanya: kalau mau nuntut ("sue") siapa ya yg bisa kita tuntut? Krn mrk merasa "ditipu" oleh perguruan tinggi pertama yg mengusulkan blok CBM ke mrk, kemudian merasa "ditipu" juga oleh pemerintah yg memverifikasi hasil joint-study yg mrk biayai yg dilakukan oleh perguruan tinggi kedua, dan yg terakhir merasa wakil2 pemerintah yg ngawasi rencana dan pelaksanaan pemboran eksplorasi sumur2 CBM-nyapun kayaknya membiarkan saja mrk meresikokan uang sampai 15juta dollar u/ngebor dsb, pdhl harusnya mrk ngerti juga-lah bhw daerah itu tdk prospek. Selain bingung mau nuntut siapa, mrk juga bingung mau ngapain lagi dg blok yg mrk punya. Lha wong sdh gak ada apa2nya. Wah, kalau nuntut secara hukum ya nggak bisalah, pak. Harusnya pengusaha asing itu juga sdh mengerti: begitulah resiko eksplorasi. Bisa ilang samasekali duit 15juta dollar plus plus gak kembali. Meskipun itu menyangkut CBM yg bukan konvensional oil-gas yg lebih beresiko lagi. Mestinya khan mrk juga punya explorationist sendiri yg mempertimbangkan semua resiko venture-nya secara lebih hati2, bukan sekedar modal duit dan menganggap ini semua spt dagang sapi - sapinya ada tinggal dibeli, disembelih dan dijual lagi dpt untung rejeki. Tapi bagaimanapun juga, nDang, sangat disayangkan kenapa koq dengan data yg sama2 menunjukkan batubara di atas dan di bawah tanah-nya itu hanya beberapa seam tipis: para pengusul, para pen-studi dan panel pem-verifikasi koq menyimpulkan CBM-nya cadangannya besarnya luar biasa sekali? Malah dg terang2an mrk memakai density 1.8 s/d 2.0 untuk menghitung volume batubara yg mana menurut saya itu sudah keterlaluan gak professional-nya: membesar-besarkan angka potensi. Khan harusnya pakai 1.3-an lah density. Belum lagi ketebalan yg direkayasa jauh lebih besar dr data yg ada tanpa alasan yg jelas sama sekali. Wah, kalau masalah yg spt itu, pak: ini yg ke-4 yg saya temui. Jangan heran kalau sejak bbrp tahun terakhir ini banyak berkeliaran professional (kadang dg label akademisi) yg membuat analisis blok2 u/oil&gas dan juga CBM (dan sebentar lagi shale gas) untuk kemudian ditawarkan - dijual ke calon2 investor yg termakan oleh iming2 jumlah "cadangan" yg dibikin besar sekali (bahkan tdk tahu beda sumberdaya dg cadangan dan berbagai skenario penamaannya yg tdk pasti). Kemudian stlah sang investor yg umumnya tdk berlatarbelakang oilgas E&P itu yakin diajaklah mrk melakukan - membiayai joint study, dst dst sampai akhirnya nanti diverifikasi - disetujui oleh pemerintah u/jadi blok yg ditawarkan dg skema "direct-offer" bukan "open tender". Padahal blok2 yg ditawarkan itu juga nggak nambah data apapun selain pembaruan peta2 lead-prospek dr kumpeni2 terdahulu atau bahkan dibikin lead-prospek baru dg data baru yg didapat dr "pasar gelap" yg pemerintah juga gak punya inventori. Bagi sebagian pihak di pemerintahan: performance mrk dinilai dr berapa banyak bisa jualan blok migas/cbm/shalegas tanpa peduli apakah blok2 itu punya potensi yg bener2 sdh terevaluasi. Bagi sebagian pihak petualang eksplorasi hal tsb menjadi peluang untuk terus menerus melakukan "studi" - apapun kwalitas studinya - dg alasan ikut membantu pemerintah menggalakkan eksplorasi. Bagi kalangan investor yg tdk punya latar belakang new venturing eksplorasi: hati-hati Sayang banget ya, nDang. Saya koq malah kuatir: secara professional kita2 ini di akademisi maupun di industri jadi kena imbasnya: gak dipercaya lagi oleh publik krn mempermainkan ketidak tahuan publik atas ketidak-pastian / resiko eksplorasi untuk alasan2 komersial sempit dan tujuan pemenuhan kinerja aparat. Jangan2 mrk nanti - terutama orang2 luar negeri - jadi sinis melihat IAGI atau HAGI yg membiarkan saja kasus2 un-ethical itu terjadi. Kalau begitu mari kita bicarakan di forum organisasi, pak. Saya akan sampaikan nanti insyaallah ke kawan2 G&G spy bisa jadi bahan untuk ditindaklanjuti. Salam Minggu yg mengendap ADB - IAGI 0800 Jkt-Bandung : sepanjang jalan tol Powered by Telkomsel BlackBerry®