RE: [iagi-net-l] undeveloped fields

2005-06-27 Thread Bambang Murti
Pak Awang,
Lha disini pokok pangkal permasalahannya. Duit US$ 1 buat kita (Insya
Allah), ndak akan membuat kita "tergoda", tapi (maaf), buat tukang
becak, mungkin bakalan dibelain mati-matian, ini in the bloody word-nya
ya.
Mungkin ndak ya dalam satu system PSC, katakanlah si operator ybs enggan
untuk melakukan proper petroleum extraction, bisa karena portfolio yang
kurang menarik atau juga karena ybs bermental "asli pedagang", terus ada
PT Angin Ribut yang menawarkan ke operator ybs, "OK dah, gue kelola ente
punya  lapangan, ente ndak perlu keluar fulus, ane bayarin itu semua,
ente bayar ke ane satu tahun belakangan".
Kira-kira model bisnis seperti ini bisa ndak ya ? Jadi si PT Angin Ribut
ndak perlu dapat equity, strict business to business, dia hanya
"nalangi" (apa ya ini bahsa indonesianya yang baik dan benar?)
expenditure si KPS buat sementara waktu. Kalau ada tambahan production,
ya kedua belah pihak win-win, kalau ndak ada tambahan produksi, celaka
tuh agen asuransi-nya he he he.
Ini misalnya, bias membantu KPS-KPS yang sedang "senin-kemis" dalam
mengurus-i cashflownya ataupun juga kesulitan dalam memenangkan "global
rangking".

BSM


-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, June 27, 2005 4:25 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] undeveloped fields (was Re: [iagi-net-l]
Kontrak Cepu-Exxon Ditandatangani 90 hari lagi

Kalau undeveloped  discoveries itu punya Pertamina atau Medco atau
Kondur atau Lapindo atau EMP Kangean atau lain2nya perusahaan nasional
atau sahamnya dominan nasional, atau juga PetroChina yakin akan
dikembangkan dengan cepat sebelum tiga tahun pun. Penemuan2 yang
bersifat satelit terhadap existing fields pun akan langsung diikat
produksinya ke fasilitas lapangan yang ada. BPMIGAS akan mempercepat
persetujuan POD selama datanya lengkap dan valid secara teknis dan
budget.
 
Nah, kalau penemuan2 itu milik perusahaan2 multi-nasional yang areal
operasinya tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia, maka
bersainglah penemuan2 di Indonesia itu dengan penemuan2 lain di seluruh
dunia; kalau kalah bersaing maka tak heran penemuan > 10 MMBO pun tetap
undeveloped bertahun2. Kalau itu bisa jadi proyek bergengsi untuk
dikembangkan, maka ia akan segera dikembangkan, misalnya deepwater
fields yang > 3.5 TCFG. Kalau tidak, yah yang 50 MMBO pun mungkin
dibiarkan saja dulu.
 
Maka mungkin Pemerintah kitalah yang harus bikin aturan2 yang
menguntungkan Negara kita, sebab hanya kitalah yang bisa menentukan
jatuh bangunnya nasib kita. Betul, angin globalisasi mau tak mau akan
mempengaruhi kita, tetapi kita tak mesti selalu mengikutinya kan, kalau
menjatuhkan, apa mau diikuti juga ?
 
salam,
awang
[EMAIL PROTECTED] wrote:

Agak menyimpang dari diskusi, tapi rasanya kemampuan masyarakat
Indonesia
untuk mengembangkan lapangan sendiri jangan hanya ditujukan untuk Cepu
saja, soalnya masih banyak lapangan2 (>10MMBO) yang belum tersentuh.
Memang secara politis, menarik untuk mengikuti perkembangan Cepu.

Untuk Pertamina sendiri, ada 5 lapangan (>10MMBO) yang belum
dikembangkan,
total recoverable oil-nya sudah sekitar 128 MMBO. Ini sudah kira-kira
separuh dari cadangan lapangan Cepu (yang pesimistik).

Ini list lainnya:
- BP ONWJ - 82 MMBO (4 fields).
- Conocophilips - 80 MMBO (3 fields)
- Santos - 65 MMBO (1 field)
- Petronas RIMS - 44 MMBO (1 field)
- Eni - 40 MMBO (1 field)
- Unocal - 340 MMBO (mostly deepwater)
dll

Total jendral jumlah semua undeveloped field (>10MMBO) ada sekitar 1000
MMBO (diluar Cepu). Kalau semua pihak bisa bahu membahu me-monetize
lapangan2 tersebut akan lumayan hasilnya. Bagaimana caranya?

Regards -





Ariadi Subandrio 
, migas indonesia 

27/06/2005 12:05 cc: 
PM Subject: Re: [iagi-net-l] Kontrak Cepu-Exxon 
Please respond Ditandatangani 90 hari lagi 
to iagi-net 





hasil paling penting (prinsip) kesepakatan dari ngobrol-ngobrolnya orang
pemerintah dan ExxonMobil itu adalah :
1. ExxonMobil difasilitasi untuk mengelola blok Cepu (semua mengatakan
sampai 30 tahun, bukan hingga tahun 2030, yg bener yg mana neh). Artinya
:
kontrak ExxonMobil di Cepu akan diperpanjang.
==> secara prinsip apa yang pernah disampaikan Kwik Kian Gie (+ acuan
dari
Boeng Hatta & Boeng Karno) telah "kalah". Persis seperti yang pernah
disampaikan Bang Hilman di milis ini "jangan main2 dengan AS" adalah
benar
adanya.

2. Moda untuk pengelolaanya belum jelas : Joint Venture (JV) Company
kah,
apakah entitas baru dengan label Pertamina-ExxonMobil-Bojonegoro Oil
Company yang akan menjadi operatorship blok ini (yang pasti
masing-masing
party kudu setor saham pada proporsi 45:45:10 jika juga ingin bagian
yang
sesuai dengan split-nya)
==> Kalau Pertamina dan Bojonegoro gak mampu bayar setoran participating
interest? -- ya akan ditomboki oleh EM, biasanya dibayar pake minyak
yang
keangkat dengan uplift (bunga) 50%. Tinggal anda hitung aja kapan 

Re: [iagi-net-l] undeveloped fields

2005-06-27 Thread Rovicky Dwi Putrohari
Nah, Ini bedanya sistem "crafting" PSC Indonesia dengan Negeri Jiran
yg saya pernah crita kemaren.
Undeveloped fields are belong to the host country. Sampai batas waktu
exploration period habis maka Operator hanya "mengkakangi"
(mengoperasikan) lapangan-lapangan yg berproduksi saja. (mengurangi
"lahan tidur").
Bahkan kumpeni saya (maksudku tempat saya kerja :), memiliki kontrak
PSC yang punya benefit khusus (special split) untuk lapangan seukuran
<30MMBO Recoverable. Kalau ternyata nantinya reservesnya lebih dari
thresh hold itu maka splitnya normal lagi.

Jadi PT Angin Ribut-nya mas Bambang bisa beroperasi dengan kalem lagi
menjadi PT Angin Semilir. Walo produksi puluhan barel saja sudah
kipas-kipas. Lah wong operator besar maunya pakai AC, ngga mau kipas
angin sih ...

Ini tantangan besar buat Migas utk merubah PSC term and schedule.

RDP
"PSC is not just about split"

On 6/28/05, Bambang Murti <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Pak Awang,
> Lha disini pokok pangkal permasalahannya. Duit US$ 1 buat kita (Insya
> Allah), ndak akan membuat kita "tergoda", tapi (maaf), buat tukang
> becak, mungkin bakalan dibelain mati-matian, ini in the bloody word-nya
> ya.
> Mungkin ndak ya dalam satu system PSC, katakanlah si operator ybs enggan
> untuk melakukan proper petroleum extraction, bisa karena portfolio yang
> kurang menarik atau juga karena ybs bermental "asli pedagang", terus ada
> PT Angin Ribut yang menawarkan ke operator ybs, "OK dah, gue kelola ente
> punya  lapangan, ente ndak perlu keluar fulus, ane bayarin itu semua,
> ente bayar ke ane satu tahun belakangan".
> Kira-kira model bisnis seperti ini bisa ndak ya ? Jadi si PT Angin Ribut
> ndak perlu dapat equity, strict business to business, dia hanya
> "nalangi" (apa ya ini bahsa indonesianya yang baik dan benar?)
> expenditure si KPS buat sementara waktu. Kalau ada tambahan production,
> ya kedua belah pihak win-win, kalau ndak ada tambahan produksi, celaka
> tuh agen asuransi-nya he he he.
> Ini misalnya, bias membantu KPS-KPS yang sedang "senin-kemis" dalam
> mengurus-i cashflownya ataupun juga kesulitan dalam memenangkan "global
> rangking".
> 
> BSM
> 
> 
> -Original Message-
> From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Sent: Monday, June 27, 2005 4:25 PM
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Subject: Re: [iagi-net-l] undeveloped fields (was Re: [iagi-net-l]
> Kontrak Cepu-Exxon Ditandatangani 90 hari lagi
> 
> Kalau undeveloped  discoveries itu punya Pertamina atau Medco atau
> Kondur atau Lapindo atau EMP Kangean atau lain2nya perusahaan nasional
> atau sahamnya dominan nasional, atau juga PetroChina yakin akan
> dikembangkan dengan cepat sebelum tiga tahun pun. Penemuan2 yang
> bersifat satelit terhadap existing fields pun akan langsung diikat
> produksinya ke fasilitas lapangan yang ada. BPMIGAS akan mempercepat
> persetujuan POD selama datanya lengkap dan valid secara teknis dan
> budget.
> 
> Nah, kalau penemuan2 itu milik perusahaan2 multi-nasional yang areal
> operasinya tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia, maka
> bersainglah penemuan2 di Indonesia itu dengan penemuan2 lain di seluruh
> dunia; kalau kalah bersaing maka tak heran penemuan > 10 MMBO pun tetap
> undeveloped bertahun2. Kalau itu bisa jadi proyek bergengsi untuk
> dikembangkan, maka ia akan segera dikembangkan, misalnya deepwater
> fields yang > 3.5 TCFG. Kalau tidak, yah yang 50 MMBO pun mungkin
> dibiarkan saja dulu.
> 
> Maka mungkin Pemerintah kitalah yang harus bikin aturan2 yang
> menguntungkan Negara kita, sebab hanya kitalah yang bisa menentukan
> jatuh bangunnya nasib kita. Betul, angin globalisasi mau tak mau akan
> mempengaruhi kita, tetapi kita tak mesti selalu mengikutinya kan, kalau
> menjatuhkan, apa mau diikuti juga ?
> 
> salam,
> awang
> [EMAIL PROTECTED] wrote:
> 
> Agak menyimpang dari diskusi, tapi rasanya kemampuan masyarakat
> Indonesia
> untuk mengembangkan lapangan sendiri jangan hanya ditujukan untuk Cepu
> saja, soalnya masih banyak lapangan2 (>10MMBO) yang belum tersentuh.
> Memang secara politis, menarik untuk mengikuti perkembangan Cepu.
> 
> Untuk Pertamina sendiri, ada 5 lapangan (>10MMBO) yang belum
> dikembangkan,
> total recoverable oil-nya sudah sekitar 128 MMBO. Ini sudah kira-kira
> separuh dari cadangan lapangan Cepu (yang pesimistik).
> 
> Ini list lainnya:
> - BP ONWJ - 82 MMBO (4 fields).
> - Conocophilips - 80 MMBO (3 fields)
> - Santos - 65 MMBO (1 field)
> - Petronas RIMS - 44 MMBO (1 field)
> - Eni - 40 MMBO (1 field)
> - Unocal - 340 MMBO (mostly deepwater)
> dll
> 
> Total jendral jumlah semua undeveloped field (>10MMBO) ada sekitar 1000
> MMBO (diluar C

Re: [iagi-net-l] undeveloped fields

2005-06-27 Thread Awang Satyana
Bagusnya memang seperti ide Pak Bambang itu, tapi ini kelihatannya lebih ke 
business to business antara operator besar dan operator kecil, Pemerintah 
maunya melihat temuan2 itu tidak dibiarkan saja alias berproduksi. Jadi, 
mungkin tak perlu di-carved out undeveloped fields itu dari WKP si operator 
besar. Tetapi kalau terlalu lama dibiarkan tidur saja memang harus ada aturan2 
yang kondusif atau bahkan "mengancam" agar operator itu mau mengerjakan 
undeveloped fields. Kan, ironis rasanya, produksi minyak turun terus sementara 
banyak temuan eksplorasi dibiarkan tidur tak dikembang2kan. Pemerintah sudah 
mengamati masalah undeveloped fields ini terutama yang cadangannya marginal, 
maka dikeluarkannyalah aturan2 dan insentif yang kondusif tentang marginal 
fields.
 
salam,
awang

Rovicky Dwi Putrohari <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Nah, Ini bedanya sistem "crafting" PSC Indonesia dengan Negeri Jiran
yg saya pernah crita kemaren.
Undeveloped fields are belong to the host country. Sampai batas waktu
exploration period habis maka Operator hanya "mengkakangi"
(mengoperasikan) lapangan-lapangan yg berproduksi saja. (mengurangi
"lahan tidur").
Bahkan kumpeni saya (maksudku tempat saya kerja :), memiliki kontrak
PSC yang punya benefit khusus (special split) untuk lapangan seukuran
<30MMBO Recoverable. Kalau ternyata nantinya reservesnya lebih dari
thresh hold itu maka splitnya normal lagi.

Jadi PT Angin Ribut-nya mas Bambang bisa beroperasi dengan kalem lagi
menjadi PT Angin Semilir. Walo produksi puluhan barel saja sudah
kipas-kipas. Lah wong operator besar maunya pakai AC, ngga mau kipas
angin sih ...

Ini tantangan besar buat Migas utk merubah PSC term and schedule.

RDP
"PSC is not just about split"

On 6/28/05, Bambang Murti wrote:
> Pak Awang,
> Lha disini pokok pangkal permasalahannya. Duit US$ 1 buat kita (Insya
> Allah), ndak akan membuat kita "tergoda", tapi (maaf), buat tukang
> becak, mungkin bakalan dibelain mati-matian, ini in the bloody word-nya
> ya.
> Mungkin ndak ya dalam satu system PSC, katakanlah si operator ybs enggan
> untuk melakukan proper petroleum extraction, bisa karena portfolio yang
> kurang menarik atau juga karena ybs bermental "asli pedagang", terus ada
> PT Angin Ribut yang menawarkan ke operator ybs, "OK dah, gue kelola ente
> punya lapangan, ente ndak perlu keluar fulus, ane bayarin itu semua,
> ente bayar ke ane satu tahun belakangan".
> Kira-kira model bisnis seperti ini bisa ndak ya ? Jadi si PT Angin Ribut
> ndak perlu dapat equity, strict business to business, dia hanya
> "nalangi" (apa ya ini bahsa indonesianya yang baik dan benar?)
> expenditure si KPS buat sementara waktu. Kalau ada tambahan production,
> ya kedua belah pihak win-win, kalau ndak ada tambahan produksi, celaka
> tuh agen asuransi-nya he he he.
> Ini misalnya, bias membantu KPS-KPS yang sedang "senin-kemis" dalam
> mengurus-i cashflownya ataupun juga kesulitan dalam memenangkan "global
> rangking".
> 
> BSM
> 
> 

__
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

Re: [iagi-net-l] undeveloped fields

2005-06-27 Thread Rovicky Dwi Putrohari
Pak Awang,

Membuat peraturan yang "mengancam" ini tidak akan (belum) pernah
berjalan baik di negeri ini. Pengawasan, kebijakan, membuat aturan2
serta addendumnya (termasuk insentif), dll ini kelemahan kita sejak
dulu. Kemampuan negosiasi kita sudah terbukti selalu saja lemah, ini
diketahui pihak "lawan" (dl tanda kutip lo). Ancaman kita ini malah
seringkali berbalik ... dan kita lah yg justru akhirnya ketakutan.

Dibawah ini salah satu komentar temen di Kerteh ttg kehebatan EM yg
canggih dalam bernegosiasi, contract dll. Kerteh merupakan daerah
kerja Petronas Carigali yg mengambil alih operasi Esso didaerah
Peninsular Malaysia.

 quote dr milist IATMI-KL  ===

Dear all, 
Salam IATMI KL !!! (Salam HAGI ! dan IAGI ! jugo) 

Belajar dari real case contract dengan EM di negeri Jiran ini, semoga 
bangsa Indonesia tercinta, dalam kontrak untuk Cepu pada posisi yg 
baik/diuntungkan; atau setidaknya win-win situation. Bukan apa-apa, EM 
termasuk pintar dalam 'contract management' (setidaknya menurut pengamatan 
saya di lapangan). 

Dari sisi EM nggak salah, siapa yg mau rugi ? kalau boleh 'lebih untung' 
kenapa sekedar cari 'untung'? 


So semoga kita semua berkontribusi untuk membantu negeri Indonesia 
tercinta, setidaknya dengan berharap (baca berdoa), meski tergolong 
selemah-lemahnya iman. So, selamat untuk Mas Vicky yang telah berbuat 
dengan (setidaknya) berkata-kata (sebagai pembicara/nara sumber) dalam 
diskusi/seminar 1/2 hari di Jakarta yang lalu. Dan harapannya semua bisa 
berbuat dengan 'tangannya' untuk membangun negeri Indonesia tercinta. 
Semoga... 

Wassalam, 

Sriyanta Hadi 
===

RDP

On 6/28/05, Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Bagusnya memang seperti ide Pak Bambang itu, tapi ini kelihatannya lebih ke 
> business to business antara operator besar dan operator kecil, Pemerintah 
> maunya melihat temuan2 itu tidak dibiarkan saja alias berproduksi. Jadi, 
> mungkin tak perlu di-carved out undeveloped fields itu dari WKP si operator 
> besar. Tetapi kalau terlalu lama dibiarkan tidur saja memang harus ada 
> aturan2 yang kondusif atau bahkan "mengancam" agar operator itu mau 
> mengerjakan undeveloped fields. Kan, ironis rasanya, produksi minyak turun 
> terus sementara banyak temuan eksplorasi dibiarkan tidur tak dikembang2kan. 
> Pemerintah sudah mengamati masalah undeveloped fields ini terutama yang 
> cadangannya marginal, maka dikeluarkannyalah aturan2 dan insentif yang 
> kondusif tentang marginal fields.
> 
> salam,
> awang
> 
> Rovicky Dwi Putrohari <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Nah, Ini bedanya sistem "crafting" PSC Indonesia dengan Negeri Jiran
> yg saya pernah crita kemaren.
> Undeveloped fields are belong to the host country. Sampai batas waktu
> exploration period habis maka Operator hanya "mengkakangi"
> (mengoperasikan) lapangan-lapangan yg berproduksi saja. (mengurangi
> "lahan tidur").
> Bahkan kumpeni saya (maksudku tempat saya kerja :), memiliki kontrak
> PSC yang punya benefit khusus (special split) untuk lapangan seukuran
> <30MMBO Recoverable. Kalau ternyata nantinya reservesnya lebih dari
> thresh hold itu maka splitnya normal lagi.
> 
> Jadi PT Angin Ribut-nya mas Bambang bisa beroperasi dengan kalem lagi
> menjadi PT Angin Semilir. Walo produksi puluhan barel saja sudah
> kipas-kipas. Lah wong operator besar maunya pakai AC, ngga mau kipas
> angin sih ...
> 
> Ini tantangan besar buat Migas utk merubah PSC term and schedule.
> 
> RDP
> "PSC is not just about split"
> 
> On 6/28/05, Bambang Murti wrote:
> > Pak Awang,
> > Lha disini pokok pangkal permasalahannya. Duit US$ 1 buat kita (Insya
> > Allah), ndak akan membuat kita "tergoda", tapi (maaf), buat tukang
> > becak, mungkin bakalan dibelain mati-matian, ini in the bloody word-nya
> > ya.
> > Mungkin ndak ya dalam satu system PSC, katakanlah si operator ybs enggan
> > untuk melakukan proper petroleum extraction, bisa karena portfolio yang
> > kurang menarik atau juga karena ybs bermental "asli pedagang", terus ada
> > PT Angin Ribut yang menawarkan ke operator ybs, "OK dah, gue kelola ente
> > punya lapangan, ente ndak perlu keluar fulus, ane bayarin itu semua,
> > ente bayar ke ane satu tahun belakangan".
> > Kira-kira model bisnis seperti ini bisa ndak ya ? Jadi si PT Angin Ribut
> > ndak perlu dapat equity, strict business to business, dia hanya
> > "nalangi" (apa ya ini bahsa indonesianya yang baik dan benar?)
> > expenditure si KPS buat sementara waktu. Kalau ada tambahan production,
> > ya kedua belah pihak win-win, kalau ndak ada tambahan produksi, celaka
> > tuh agen asuransi-nya he he he.
> > Ini misalnya, bias membantu KPS-KPS yang sedang "senin-kemis" dalam
> > mengurus-i cashflownya ataupun juga kesulitan dalam memenangkan "global
> > rangking".
> >
> > BSM
> >
> >
> 
> __
> Do You Yahoo!?
> Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around
> http://mail.yahoo.com
> 


-- 
Education can't stop natural disasters from occurring, 
but it 

RE: [iagi-net-l] undeveloped fields

2005-06-27 Thread Bambang Murti
Pak Awang,

Atau lebih tepatnya, dibuat peraturan yang memungkinkan "business model"
seperti itu. Karena kalau tidak, ada 2 sisi yang harus dilihat kembali:

1.Kembali ke portfolio si operator besar, lha kalau lapangan
marginal diberi insentif katakanlah sampai 70-80% investment credit (lha
iya, ndak mungkin kan?), mungkin tetep belum menarik buat mereka
(kembali ke model "tukang becak" tadi).

2.Kalau itu sampai disepakati, lha kapan rekiblik ini dapat
bagiannya ? Rasanya saya pernah denger-denger salah satu lapangan yang
di South China Sea di produksi sampai hampir depleted oleh operatornya,
sampai jangka waktu lama, tetapi pemerintah belum dapat apa-apa (mungkin
karena model FTP belum diimplementasikan). Hiii, syereee :)

 

Lha kalau SME ("Small to Medium Enterprise") "boleh bermain" disana,
trus dapat kredit dari bank-bank nasional (modalnya ndak gede-gede kan),
dapet pinjaman teknologi dari provider (misalnya Landmark, gitu he he
he), kan yang dapat "berkah" lapangan kerja dan kecipratan rejeki jadi
banyak. Mungkin si operator besar akan menjadi semacam "Induk Semang".
Coba saja di listing lapangannya Caltex atau Pertamina yang tidur,
rasanya daftar-nya bisa dicari di Scout Report.

Jangan ke operator kecil-lah (ini model pesimis-nya lho), lha wong
mbayar signature bonus yang US$ 50,000 aja ndak bisa je, nanti malah
didagangin lagi :(

BSM

 

-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, June 28, 2005 10:15 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] undeveloped fields

 

Bagusnya memang seperti ide Pak Bambang itu, tapi ini kelihatannya lebih
ke business to business antara operator besar dan operator kecil,
Pemerintah maunya melihat temuan2 itu tidak dibiarkan saja alias
berproduksi. Jadi, mungkin tak perlu di-carved out undeveloped fields
itu dari WKP si operator besar. Tetapi kalau terlalu lama dibiarkan
tidur saja memang harus ada aturan2 yang kondusif atau bahkan
"mengancam" agar operator itu mau mengerjakan undeveloped fields. Kan,
ironis rasanya, produksi minyak turun terus sementara banyak temuan
eksplorasi dibiarkan tidur tak dikembang2kan. Pemerintah sudah mengamati
masalah undeveloped fields ini terutama yang cadangannya marginal, maka
dikeluarkannyalah aturan2 dan insentif yang kondusif tentang marginal
fields.

 

salam,

awang

 

Rovicky Dwi Putrohari <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Nah, Ini bedanya sistem "crafting" PSC Indonesia dengan Negeri Jiran

yg saya pernah crita kemaren.

Undeveloped fields are belong to the host country. Sampai batas waktu

exploration period habis maka Operator hanya "mengkakangi"

(mengoperasikan) lapangan-lapangan yg berproduksi saja. (mengurangi

"lahan tidur").

Bahkan kumpeni saya (maksudku tempat saya kerja :), memiliki kontrak

PSC yang punya benefit khusus (special split) untuk lapangan seukuran

<30MMBO Recoverable. Kalau ternyata nantinya reservesnya lebih dari

thresh hold itu maka splitnya normal lagi.

 

Jadi PT Angin Ribut-nya mas Bambang bisa beroperasi dengan kalem lagi

menjadi PT Angin Semilir. Walo produksi puluhan barel saja sudah

kipas-kipas. Lah wong operator besar maunya pakai AC, ngga mau kipas

angin sih ...

 

Ini tantangan besar buat Migas utk merubah PSC term and schedule.

 

RDP

"PSC is not just about split"

 

On 6/28/05, Bambang Murti wrote:

> Pak Awang,

> Lha disini pokok pangkal permasalahannya. Duit US$ 1 buat kita (Insya

> Allah), ndak akan membuat kita "tergoda", tapi (maaf), buat tukang

> becak, mungkin bakalan dibelain mati-matian, ini in the bloody
word-nya

> ya.

> Mungkin ndak ya dalam satu system PSC, katakanlah si operator ybs
enggan

> untuk melakukan proper petroleum extraction, bisa karena portfolio
yang

> kurang menarik atau juga karena ybs bermental "asli pedagang", terus
ada

> PT Angin Ribut yang menawarkan ke operator ybs, "OK dah, gue kelola
ente

> punya lapangan, ente ndak perlu keluar fulus, ane bayarin itu semua,

> ente bayar ke ane satu tahun belakangan".

> Kira-kira model bisnis seperti ini bisa ndak ya ? Jadi si PT Angin
Ribut

> ndak perlu dapat equity, strict business to business, dia hanya

> "nalangi" (apa ya ini bahsa indonesianya yang baik dan benar?)

> expenditure si KPS buat sementara waktu. Kalau ada tambahan
production,

> ya kedua belah pihak win-win, kalau ndak ada tambahan produksi, celaka

> tuh agen asuransi-nya he he he.

> Ini misalnya, bias membantu KPS-KPS yang sedang "senin-kemis" dalam

> mengurus-i cashflownya ataupun juga kesulitan dalam memenangkan
"global

> rangking".

> 

> BSM

> 

> 

 

__

Do You Yahoo!?

Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 

http://mail.yahoo.com 

-

RE: [iagi-net-l] undeveloped fields

2005-06-27 Thread abdoerrias

Ide Vicky, Pak Bambang, dan Pak Awang untuk meninjau kembali PSC term kita
di Indonesia adalah perlu segera direalisasikan. Terus terang saya belum
tahu berapa kali PSC term Indonesia dikaji ulang dan diperbaiki oleh
Pertamina/BKKA/BPPKA/BP-MIGAS.
Saya ingat sebuah kata bijak dari negeri Cina (yang pernah disampaikan
seorang guru) yang terjemahan bebasnya seperti berikut : "jika anda
melakukan sebuah pekerjaan dengan metode yang sama selama 10 tahun terus
menerus, maka berhati-hatilahkarena sesuatu yang buruk sedang terjadi".
Analogi dari proverb ini adalah, jika BP-MIGAS masih menjalankan psc term
yang sama seperti jaman-jamannya BKKA atau yang sebelumnya tanpa melakukan
peninjauan ulang, atau telaah ulang, maka akan banyak kemudharatan akan
terjadi.  Contoh yang buruk sudah banyak, dan temen-temen di BP-MIGAS sudah
punya cukup data base yang kalau dibuat sebuah katalog (knowledge
management), temen-temen di BP-MIGAS akan dengan mudah menyebutkannya.
Lapangan-lapangan yang dulunya ketika dimintakan approval POD-nya termasuk
sebagai marginal field (sehingga insentif diberikan), tapi sampai 10 masih
terus berproduksi dengan baik.

Temen-temen di BP-MIGAs sebenarnya sudah tahu dan sering ngeledekin
representative PSC company yang datang ke BP-MIGAS, jika mereka datang
presentasi atau minta approval. Tapi kedua pihak sama-sama mesem karena tak
ada aturan main yang bisa dipakai untuk mengatasi masalah tersebut. Belum
lagi isu megenai penguasaan lahan oleh sebuah perusahan yang mempunyai
kewajiban untuk mengebor exploratory well (tapi kewajiban itu gak pernah
dilaksanakan), tapi dia hanya memperdagangkan lahan tersebut kepada
perusahan lain.
Jadi yang bisa sarankan untuk dikerjakan saat ini (sebelum telat) adalah:
1. perlunya political-will dari pmerintah untuk menjadi lebih baik
2. (jika nomor satu sudah ada, maka...) Re-allign kemana kebijakan
pemerintah akan menuju dengan industri migasnya
3. (jika nomor dua sudah ada, maka...) Perlu adanya koreksi PSC term.
4. (jika nomor tiga sudah dibuat, maka.) yang keempat adalah law
enforcement
5. (jika nomor empat belum / akan dikerjakan, maka.) kita tunggu
hasilnya dan semoga akan membawa kebaikan semua raktyat Indonesia. Dasarnya
adalah UUD1945, bahwa tanah, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
adalah milik negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk rakyat. Atau
jangan-jangan banyak orang (baik birokrat atau teknokrat) terlupa ya
 naudzubillah.

Sebuah kerja yang berat, but we can do it. Hanya tinggal memanage resources
yang saat ini sepertinya gak dilihat oleh pemerintah (kecian deh kita)

Wallahu a'lam

rias




|-+--->
| |   "Bambang Murti" |
| |   <[EMAIL PROTECTED]>|
| |   |
| |   28/06/2005 12:18|
| |   PM  |
| |   Please respond  |
| |   to iagi-net |
| |   |
|-+--->
  
>---|
  | 
  |
  |To: 
  |
  |cc:  
          |
  |    Subject: RE: [iagi-net-l] undeveloped fields 
  |
  
>---|



Pak Awang,

Atau lebih tepatnya, dibuat peraturan yang memungkinkan "business model"
seperti itu. Karena kalau tidak, ada 2 sisi yang harus dilihat kembali:

1.Kembali ke portfolio si operator besar, lha kalau lapangan
marginal diberi insentif katakanlah sampai 70-80% investment credit (lha
iya, ndak mungkin kan?), mungkin tetep belum menarik buat mereka
(kembali ke model "tukang becak" tadi).

2.Kalau itu sampai disepakati, lha kapan rekiblik ini dapat
bagiannya ? Rasanya saya pernah denger-denger salah satu lapangan yang
di South China Sea di produksi sampai hampir depleted oleh operatornya,
sampai jangka waktu lama, tetapi pemerintah belum dapat apa-apa (mungkin
karena model FTP belum diimplementasikan). Hiii, syereee :)



Lha kalau SME ("Small to Medium Enterprise") "boleh bermain" disana,
trus dapat kredit dari bank-bank nasional (modalnya ndak gede-gede kan),
dapet pinjaman teknologi dari provider (misalnya Landmark, gitu he he
he), kan yang dapat "berkah" lapangan kerja dan kecipratan rejeki jadi
banyak. Mungkin si operator besar akan menjadi semacam "Induk Semang&q

Re: [iagi-net-l] undeveloped fields

2005-06-28 Thread Awang Satyana
Law enforcement kita memang lemah; tetapi kalau dari awal sebelum teken kontrak 
si kontraktor sudah tahu bahwa ada aturan ini yang sifatnya "mengancam" tentu 
ia akan tahu aturan. Kalau aturan itu tidak disukai memang akan gak laku 
jadinya. Ini jadi serba salah. Prinsipnya, tetap saja tarik-ulur; tak boleh 
terlalu ketat tak boleh terlalu bebas.
 
Soal Cepu, sudah salah dari awal, kenapa lahan dengan risiko rendah begitu 
diberikan ke kontraktor daripada dikerjakan sendiri (tapi kalau dipaksa harus 
diberikan bagaimana ??), dan kenapa kontrak TAC boleh eksplorasi (Kontraktor2 
TAC yang lain bisa minta hal yang sama lho !) Padahal, dulu ada rule of thumbs 
: lahan risiko rendah = own operation Pertamina, lahan risiko sedang = JOB 
Pertamina-Kontraktor (PSC), lahan risiko tinggi = Kontraktor PSC. Sekarang 
sudah ada EM di situ, dan susah lah menterminasinya, walaupun tak ada aturan 
bahwa kontrak itu harus diperpanjang. 
 
"Dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" tak berlaku (atau sukar 
diberlakukan) di Cepu. Kita tahu bisa memanfaatkannya untuk maksimal kemakmuran 
rakyat, tetapi kita tak bisa melakukannya, atau "gamang" melakukannya sebab 
masalah Cepu mungkin sudah G to G (Indonesia vs Amrik) , bukan sekedar antara 
EM dan Pertamina/Migas/BPMIGAS. Saya tak berani membayangkan sunk cost yang 
akan ditagihkan EM itu...
 
Maka kalau pilihan kontrak diperpanjang tak bisa dihindari lagi, yah, 
mainkanlah di terms of contract itu, Negara harus diuntungkan ! 

salam,
awang

Rovicky Dwi Putrohari <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Pak Awang,

Membuat peraturan yang "mengancam" ini tidak akan (belum) pernah
berjalan baik di negeri ini. Pengawasan, kebijakan, membuat aturan2
serta addendumnya (termasuk insentif), dll ini kelemahan kita sejak
dulu. Kemampuan negosiasi kita sudah terbukti selalu saja lemah, ini
diketahui pihak "lawan" (dl tanda kutip lo). Ancaman kita ini malah
seringkali berbalik ... dan kita lah yg justru akhirnya ketakutan.

Dibawah ini salah satu komentar temen di Kerteh ttg kehebatan EM yg
canggih dalam bernegosiasi, contract dll. Kerteh merupakan daerah
kerja Petronas Carigali yg mengambil alih operasi Esso didaerah
Peninsular Malaysia.

 quote dr milist IATMI-KL ===

Dear all, 
Salam IATMI KL !!! (Salam HAGI ! dan IAGI ! jugo) 

Belajar dari real case contract dengan EM di negeri Jiran ini, semoga 
bangsa Indonesia tercinta, dalam kontrak untuk Cepu pada posisi yg 
baik/diuntungkan; atau setidaknya win-win situation. Bukan apa-apa, EM 
termasuk pintar dalam 'contract management' (setidaknya menurut pengamatan 
saya di lapangan). 

Dari sisi EM nggak salah, siapa yg mau rugi ? kalau boleh 'lebih untung' 
kenapa sekedar cari 'untung'? 


So semoga kita semua berkontribusi untuk membantu negeri Indonesia 
tercinta, setidaknya dengan berharap (baca berdoa), meski tergolong 
selemah-lemahnya iman. So, selamat untuk Mas Vicky yang telah berbuat 
dengan (setidaknya) berkata-kata (sebagai pembicara/nara sumber) dalam 
diskusi/seminar 1/2 hari di Jakarta yang lalu. Dan harapannya semua bisa 
berbuat dengan 'tangannya' untuk membangun negeri Indonesia tercinta. 
Semoga... 

Wassalam, 

Sriyanta Hadi 
===

RDP

On 6/28/05, Awang Satyana wrote:
> Bagusnya memang seperti ide Pak Bambang itu, tapi ini kelihatannya lebih ke 
> business to business antara operator besar dan operator kecil, Pemerintah 
> maunya melihat temuan2 itu tidak dibiarkan saja alias berproduksi. Jadi, 
> mungkin tak perlu di-carved out undeveloped fields itu dari WKP si operator 
> besar. Tetapi kalau terlalu lama dibiarkan tidur saja memang harus ada 
> aturan2 yang kondusif atau bahkan "mengancam" agar operator itu mau 
> mengerjakan undeveloped fields. Kan, ironis rasanya, produksi minyak turun 
> terus sementara banyak temuan eksplorasi dibiarkan tidur tak dikembang2kan. 
> Pemerintah sudah mengamati masalah undeveloped fields ini terutama yang 
> cadangannya marginal, maka dikeluarkannyalah aturan2 dan insentif yang 
> kondusif tentang marginal fields.
> 
> salam,
> awang
> 
> Rovicky Dwi Putrohari wrote:
> Nah, Ini bedanya sistem "crafting" PSC Indonesia dengan Negeri Jiran
> yg saya pernah crita kemaren.
> Undeveloped fields are belong to the host country. Sampai batas waktu
> exploration period habis maka Operator hanya "mengkakangi"
> (mengoperasikan) lapangan-lapangan yg berproduksi saja. (mengurangi
> "lahan tidur").
> Bahkan kumpeni saya (maksudku tempat saya kerja :), memiliki kontrak
> PSC yang punya benefit khusus (special split) untuk lapangan seukuran
> <30MMBO Recoverable. Kalau ternyata nantinya reservesnya lebih dari
> thresh hold itu maka splitnya normal lagi.
> 
> Jadi PT Angin Ribut-nya mas Bambang bisa beroperasi dengan kalem lagi
> menjadi PT Angin Semilir. Walo produksi puluhan barel saja sudah
> kipas-kipas. Lah wong operator besar maunya pakai AC, ngga mau kipas
> angin sih ...
> 
> Ini tantangan besar buat Migas utk merubah PSC term and schedule.
> 
> RDP
> "PSC is not just about split"
> 
> O

RE: [iagi-net-l] undeveloped fields

2005-06-28 Thread Awang Satyana
Pak Rias,
 
Terms di kontrak adalah urusan Ditjen Migas bukan BPMIGAS, tetapi BPMIGAS 
memberikan input2 kepada Ditjen Migas tentang penyusunan regulasi itu. Dari 
pengalamannya mengawasi kontraktor, BPMIGAS belajar hal2 apa yang sering 
dilanggar, aturan2 yang lemah, atau hal2 yang menjadi kesulitan kontraktor. 
Masalah2 ini disampaikan ke Ditjen Migas agar kesalahan2 yang sama tak 
terulang-ulang. Dari tahun ke tahun, kalau ada perbaikan terms di kontrak, itu 
adalah hasil sinergi Ditjen Migas dan BPMIGAS. Kontrak2 secara bertahap terus 
diperbaiki kok.
 
salam
awang

[EMAIL PROTECTED] wrote:

Ide Vicky, Pak Bambang, dan Pak Awang untuk meninjau kembali PSC term kita
di Indonesia adalah perlu segera direalisasikan. Terus terang saya belum
tahu berapa kali PSC term Indonesia dikaji ulang dan diperbaiki oleh
Pertamina/BKKA/BPPKA/BP-MIGAS.
Saya ingat sebuah kata bijak dari negeri Cina (yang pernah disampaikan
seorang guru) yang terjemahan bebasnya seperti berikut : "jika anda
melakukan sebuah pekerjaan dengan metode yang sama selama 10 tahun terus
menerus, maka berhati-hatilahkarena sesuatu yang buruk sedang terjadi".
Analogi dari proverb ini adalah, jika BP-MIGAS masih menjalankan psc term
yang sama seperti jaman-jamannya BKKA atau yang sebelumnya tanpa melakukan
peninjauan ulang, atau telaah ulang, maka akan banyak kemudharatan akan
terjadi. Contoh yang buruk sudah banyak, dan temen-temen di BP-MIGAS sudah
punya cukup data base yang kalau dibuat sebuah katalog (knowledge
management), temen-temen di BP-MIGAS akan dengan mudah menyebutkannya.
Lapangan-lapangan yang dulunya ketika dimintakan approval POD-nya termasuk
sebagai marginal field (sehingga insentif diberikan), tapi sampai 10 masih
terus berproduksi dengan baik.

Temen-temen di BP-MIGAs sebenarnya sudah tahu dan sering ngeledekin
representative PSC company yang datang ke BP-MIGAS, jika mereka datang
presentasi atau minta approval. Tapi kedua pihak sama-sama mesem karena tak
ada aturan main yang bisa dipakai untuk mengatasi masalah tersebut. Belum
lagi isu megenai penguasaan lahan oleh sebuah perusahan yang mempunyai
kewajiban untuk mengebor exploratory well (tapi kewajiban itu gak pernah
dilaksanakan), tapi dia hanya memperdagangkan lahan tersebut kepada
perusahan lain.
Jadi yang bisa sarankan untuk dikerjakan saat ini (sebelum telat) adalah:
1. perlunya political-will dari pmerintah untuk menjadi lebih baik
2. (jika nomor satu sudah ada, maka...) Re-allign kemana kebijakan
pemerintah akan menuju dengan industri migasnya
3. (jika nomor dua sudah ada, maka...) Perlu adanya koreksi PSC term.
4. (jika nomor tiga sudah dibuat, maka.) yang keempat adalah law
enforcement
5. (jika nomor empat belum / akan dikerjakan, maka.) kita tunggu
hasilnya dan semoga akan membawa kebaikan semua raktyat Indonesia. Dasarnya
adalah UUD1945, bahwa tanah, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
adalah milik negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk rakyat. Atau
jangan-jangan banyak orang (baik birokrat atau teknokrat) terlupa ya
 naudzubillah.

Sebuah kerja yang berat, but we can do it. Hanya tinggal memanage resources
yang saat ini sepertinya gak dilihat oleh pemerintah (kecian deh kita)

Wallahu a'lam

rias






-
Yahoo! Sports
 Rekindle the Rivalries. Sign up for Fantasy Football

[iagi-net-l] undeveloped fields (was Re: [iagi-net-l] Kontrak Cepu-Exxon Ditandatangani 90 hari lagi

2005-06-27 Thread arissetiawan

Agak menyimpang dari diskusi, tapi rasanya kemampuan masyarakat Indonesia
untuk mengembangkan lapangan sendiri jangan hanya ditujukan untuk Cepu
saja, soalnya masih banyak lapangan2 (>10MMBO) yang belum tersentuh.
Memang secara politis, menarik untuk mengikuti perkembangan Cepu.

Untuk Pertamina sendiri, ada 5 lapangan (>10MMBO) yang belum dikembangkan,
total recoverable oil-nya sudah sekitar 128 MMBO. Ini sudah kira-kira
separuh dari cadangan lapangan Cepu (yang pesimistik).

Ini list lainnya:
- BP ONWJ -  82 MMBO (4 fields).
- Conocophilips - 80 MMBO (3 fields)
- Santos - 65 MMBO (1 field)
- Petronas RIMS - 44 MMBO (1 field)
- Eni - 40 MMBO (1 field)
- Unocal - 340 MMBO (mostly deepwater)
dll

Total jendral jumlah semua undeveloped field (>10MMBO) ada sekitar 1000
MMBO (diluar Cepu). Kalau semua pihak bisa bahu membahu me-monetize
lapangan2 tersebut akan lumayan hasilnya. Bagaimana caranya?

Regards -





  
  Ariadi Subandrio  
  
Indonesia (HAGI)" <[EMAIL 
PROTECTED]>, migas indonesia 
   <[EMAIL PROTECTED]>  

  27/06/2005 12:05 cc:  
  
  PM   Subject: Re: [iagi-net-l] 
Kontrak Cepu-Exxon   
  Please respond   Ditandatangani 90 hari lagi  
  
  to iagi-net   
  

  

  



hasil paling penting (prinsip) kesepakatan dari ngobrol-ngobrolnya orang
pemerintah dan ExxonMobil itu adalah :
1. ExxonMobil difasilitasi untuk mengelola blok Cepu (semua mengatakan
sampai 30 tahun, bukan hingga tahun 2030, yg bener yg mana neh). Artinya :
kontrak ExxonMobil di Cepu akan diperpanjang.
==> secara prinsip apa yang pernah disampaikan Kwik Kian Gie (+ acuan dari
Boeng Hatta & Boeng Karno) telah "kalah". Persis seperti yang pernah
disampaikan Bang Hilman di milis ini "jangan main2 dengan AS" adalah benar
adanya.

2. Moda untuk pengelolaanya belum jelas : Joint Venture (JV) Company kah,
apakah entitas baru dengan label Pertamina-ExxonMobil-Bojonegoro Oil
Company yang akan menjadi operatorship blok ini (yang pasti masing-masing
party kudu setor saham pada proporsi 45:45:10 jika juga ingin bagian yang
sesuai dengan split-nya)
==> Kalau Pertamina dan Bojonegoro gak mampu bayar setoran participating
interest? -- ya akan ditomboki oleh EM, biasanya dibayar pake minyak yang
keangkat dengan uplift (bunga) 50%. Tinggal anda hitung aja kapan atau
tahun berapa Pertamina & Bojonegoro dapat menikmati hasil Cepu. mungkin
saat tinggal ampas2nya nanti. Kalau JV, siapakah yang akan pegang sebagai
Presdir-nya, CFO-nya, COO-nya karena mereka2 yang akan menentukan pencarian
sumber pendanaan, besaran klaim biaya recovery, dll. Kalau itu semua yang
pegang adalah orang EM,  nikmati aja gigit jari.

3. Moda Kontrak jelas : PSC dengan adjusted split pada kisaran harga
tertentu. Ini mirip Paket Insentif III (?) tahun 1994an, paket yg banyak
dinilai kaum investor kala itu sebagai ketidakpastian. gak laku

4. Semua pemberitaan menyatakan keuntungan yang jauh lebih baik bagi
pemerintah/pertamina == lho kok, kalau begitu ada sisi kerugian yang sangat
banyak dong pada ExxonMobil. EM kok mau ya (win-win, win-lose ... atau
memang win-win?)

Betul Pak Rov, bahwa detil-detil menjadi sangat perlu agar negeri ini bisa
menunjukkan bahwa telah merdeka 60 tahun. cermati saja Investment
credit-nya berapa, sealing Cost recovery nya berapa, Cost per barel, DMO
feenya dan last but not least klaim sunk cost-nya.

ar-.







-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-

Re: [iagi-net-l] undeveloped fields (was Re: [iagi-net-l] Kontrak Cepu-Exxon Ditandatangani 90 hari lagi

2005-06-27 Thread Awang Satyana
Kalau undeveloped  discoveries itu punya Pertamina atau Medco atau Kondur atau 
Lapindo atau EMP Kangean atau lain2nya perusahaan nasional atau sahamnya 
dominan nasional, atau juga PetroChina yakin akan dikembangkan dengan cepat 
sebelum tiga tahun pun. Penemuan2 yang bersifat satelit terhadap existing 
fields pun akan langsung diikat produksinya ke fasilitas lapangan yang ada. 
BPMIGAS akan mempercepat persetujuan POD selama datanya lengkap dan valid 
secara teknis dan budget.
 
Nah, kalau penemuan2 itu milik perusahaan2 multi-nasional yang areal operasinya 
tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia, maka bersainglah penemuan2 
di Indonesia itu dengan penemuan2 lain di seluruh dunia; kalau kalah bersaing 
maka tak heran penemuan > 10 MMBO pun tetap undeveloped bertahun2. Kalau itu 
bisa jadi proyek bergengsi untuk dikembangkan, maka ia akan segera 
dikembangkan, misalnya deepwater fields yang > 3.5 TCFG. Kalau tidak, yah yang 
50 MMBO pun mungkin dibiarkan saja dulu.
 
Maka mungkin Pemerintah kitalah yang harus bikin aturan2 yang menguntungkan 
Negara kita, sebab hanya kitalah yang bisa menentukan jatuh bangunnya nasib 
kita. Betul, angin globalisasi mau tak mau akan mempengaruhi kita, tetapi kita 
tak mesti selalu mengikutinya kan, kalau menjatuhkan, apa mau diikuti juga ?
 
salam,
awang
[EMAIL PROTECTED] wrote:

Agak menyimpang dari diskusi, tapi rasanya kemampuan masyarakat Indonesia
untuk mengembangkan lapangan sendiri jangan hanya ditujukan untuk Cepu
saja, soalnya masih banyak lapangan2 (>10MMBO) yang belum tersentuh.
Memang secara politis, menarik untuk mengikuti perkembangan Cepu.

Untuk Pertamina sendiri, ada 5 lapangan (>10MMBO) yang belum dikembangkan,
total recoverable oil-nya sudah sekitar 128 MMBO. Ini sudah kira-kira
separuh dari cadangan lapangan Cepu (yang pesimistik).

Ini list lainnya:
- BP ONWJ - 82 MMBO (4 fields).
- Conocophilips - 80 MMBO (3 fields)
- Santos - 65 MMBO (1 field)
- Petronas RIMS - 44 MMBO (1 field)
- Eni - 40 MMBO (1 field)
- Unocal - 340 MMBO (mostly deepwater)
dll

Total jendral jumlah semua undeveloped field (>10MMBO) ada sekitar 1000
MMBO (diluar Cepu). Kalau semua pihak bisa bahu membahu me-monetize
lapangan2 tersebut akan lumayan hasilnya. Bagaimana caranya?

Regards -





Ariadi Subandrio 
, migas indonesia 

27/06/2005 12:05 cc: 
PM Subject: Re: [iagi-net-l] Kontrak Cepu-Exxon 
Please respond Ditandatangani 90 hari lagi 
to iagi-net 





hasil paling penting (prinsip) kesepakatan dari ngobrol-ngobrolnya orang
pemerintah dan ExxonMobil itu adalah :
1. ExxonMobil difasilitasi untuk mengelola blok Cepu (semua mengatakan
sampai 30 tahun, bukan hingga tahun 2030, yg bener yg mana neh). Artinya :
kontrak ExxonMobil di Cepu akan diperpanjang.
==> secara prinsip apa yang pernah disampaikan Kwik Kian Gie (+ acuan dari
Boeng Hatta & Boeng Karno) telah "kalah". Persis seperti yang pernah
disampaikan Bang Hilman di milis ini "jangan main2 dengan AS" adalah benar
adanya.

2. Moda untuk pengelolaanya belum jelas : Joint Venture (JV) Company kah,
apakah entitas baru dengan label Pertamina-ExxonMobil-Bojonegoro Oil
Company yang akan menjadi operatorship blok ini (yang pasti masing-masing
party kudu setor saham pada proporsi 45:45:10 jika juga ingin bagian yang
sesuai dengan split-nya)
==> Kalau Pertamina dan Bojonegoro gak mampu bayar setoran participating
interest? -- ya akan ditomboki oleh EM, biasanya dibayar pake minyak yang
keangkat dengan uplift (bunga) 50%. Tinggal anda hitung aja kapan atau
tahun berapa Pertamina & Bojonegoro dapat menikmati hasil Cepu. mungkin
saat tinggal ampas2nya nanti. Kalau JV, siapakah yang akan pegang sebagai
Presdir-nya, CFO-nya, COO-nya karena mereka2 yang akan menentukan pencarian
sumber pendanaan, besaran klaim biaya recovery, dll. Kalau itu semua yang
pegang adalah orang EM,  nikmati aja gigit jari.

3. Moda Kontrak jelas : PSC dengan adjusted split pada kisaran harga
tertentu. Ini mirip Paket Insentif III (?) tahun 1994an, paket yg banyak
dinilai kaum investor kala itu sebagai ketidakpastian. gak laku

4. Semua pemberitaan menyatakan keuntungan yang jauh lebih baik bagi
pemerintah/pertamina == lho kok, kalau begitu ada sisi kerugian yang sangat
banyak dong pada ExxonMobil. EM kok mau ya (win-win, win-lose ... atau
memang win-win?)

Betul Pak Rov, bahwa detil-detil menjadi sangat perlu agar negeri ini bisa
menunjukkan bahwa telah merdeka 60 tahun. cermati saja Investment
credit-nya berapa, sealing Cost recovery nya berapa, Cost per barel, DMO
feenya dan last but not least klaim sunk cost-nya.

ar-.







-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharin