Bls: [iagi-net-l] Teknologi Akuisisi Seismik (was: Gliding Tectonics dan Prospek HC)

2010-01-06 Terurut Topik Bambang Gumilar
Mengutip alenia terakhir dari tulisan pak Awang di bawah ini tentang teknologi 
akuisisi seismik, saya tertarik untuk membaca ulang arsip-arsip beberapa tahun 
terakhir tentang kisah sukses Chevron di Gulf of Mexico dan di Angola yang 
berhasil mendisain akuisisi seismik untuk Sub-Salt. Berangkat dari ide yang 
sama, teknologi ini diteliti lagi dan dicoba untuk Sub-Basalt (volcanic) di 
Laut Utara. Ternyata berhasil dengan ditemukannya 'Rosebank' dan sudah banyak 
publikasi tentang ini. 
http://www.chevron.com/news/press/Release/?id=2007-07-17 (Press Release ini 
adalah domain publik). Juga di website  
http://www.faroebusinessreport.com/content/view/271/39/

Pertanyaannya selanjutnya, seandainya kita bisa melakukan 'seismic imaging' di 
Jawa Tengah Utara, apakah HC yang masih ada tidak ter-'thermal-cracked'? 
Mengingat kedalaman dan gradien geothermal di kawasan tersebut. Jika target-nya 
gas, mungkin masih susah bagi teknologi ini untuk diapplikasikan secara 
ekonomis (cost effective).

Wassalam,

-bg
www.linkedin.com/in/bambanggumilar 
 


- Pesan Asli 
Dari: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com; Geo Unpad 
geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI fo...@hagi.or.id
Terkirim: Sel, 5 Januari, 2010 21:29:32
Judul: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : Geologic Transect 
...)

Pak Budi,
 
Setelah banyak mempelajari struktur dan tektonik di berbagai wilayah di 
Indonesia, saya melihat bahwa kompresi lateral dengan penggerak utama tektonik 
lempeng tidak selalu menjadi satu-satunya penyebab kinematika elemen struktur 
dan tektonik. Banyak hal yang menuntut penjelasan lebih dari sekadar kompresi. 
 
Bahkan dengan konsep exhumation, yaitu terangkatnya kembali kerak benua yang 
pernah tenggelam di bawah kerak berasosiasi oseanik, saya tak akan melihat lagi 
bahwa seluruh pengangkatan yang terkenal itu (Himalaya, Kuching High, Meratus, 
Central Ranges of Papua, dsb.) semuanya karena tektonik lempeng semata. Memang, 
tektonik lempeng penggerak utamanya sehingga banyak mikro-kontinen bertubrukan, 
tetapi exhumation tak memerlukan tektonik lempeng yang lateral, ia hanya 
memerlukan kompensasi gravity, sebab naiknya kembali kerak kontinen yang pernah 
tenggelam itu terjadi karena perbedaan density kerak dan gravity. Saat ini 
exhumation sedang terjadi di banyak tempat ex collision di Indonesia (Timor, 
Banggai, Meratus, dsb.).
 
Kemudian, apa yang sudah naik pun, wajar dan sering sekali diikuti oleh gerak 
runtuhan (collapse) di sebelahnya - ini hanya penyeimbangan isostasi, dan yang 
namanya isostasi selalu gravity-movement. Maka semua foredeep yang terbentuk di 
sebelah suatu zone collision harus dicurigai sebagai collapse gravity. Weber 
Deep, depresi laut paling dalam di Indonesia (7000 m) -lebih dari palung 
Sumatra dan Jawa, terjadi karena collapse gravity di depan jalur collision 
Tanimbar-Kei-Seram.
 
Gliding tectonics semula dipicu oleh differential gravity movement. Definisi 
yang Pak Budi kutipkan dari American Journal of Science (1954) itu memuaskan. 
Begitulah gliding tectonics atau tektonik longsoran/lengseran itu, ia 
membutuhkan topografi yang tinggi (uplifted) dan topografi yang rendah 
(subsided). Di kedua topografi yang beda tinggi ini akan bermain gravity 
movement dan kalau di antara keduanya dihubungkan oleh suatu lereng, maka 
berjalanlah gravity movement melalui gliding tectonics. Gliding tectonics pun 
fenomena tektonik juga, hanya penyebab lipatan dan sesar di sini bukan gaya 
kompresi, melainkan gaya berat (gravity) ditambah progradasi sedimen.
 
Gliding tectonics bisa bekerja dalam skala lokal maupun regional. Memang lebih 
banyak yang bekerja dalam skala regional sebab dalam skala regional perbedaan 
topografi tinggi rendah dan differential gravity movement-nya lebih nyata. Di 
wilayah alluvial fan, lebih banyak bekerja sistem runtuhan dalam bentuk 
molassic deposits yang disuplai dari tinggian sekitarnya ke rendahan yang 
ditempati kipas aluvial. Saya tak yakin gliding tectonics bekerja dengan baik 
di sini. Di wilayah delta mungkin saja, tetapi itu pun harus delta yang 
berprogradasi dalam jarak jauh dan ada tinggian regional di wilayah 
hinterland-nya. Syarat ini dipenuhi secara ideal oleh wilayah progradasi delta 
di Cekungan Kutei dengan tinggian hinterland-nya berupa Kuching High di sebelah 
utara Kalimantan Tengah. Bahwa gliding tectonics membentuk Samarinda 
Anticlinorium yang terkenal itu di wilayah ini pernah dibahas oleh van Bemmelen 
(1949), Rose dan Hartono (1976 -IPA), dan Ott (1987 -IPA).
Dalam pandangan saya, itu penjelasan yang lebih memuaskan bagi asal Samarinda 
Anticlinorium dibandingkan penjelasan2 sesudahnya (oleh John Chambers  Tim 
Daley, Ken McClay, dll.).
 
Di wilayah slope-lah (lebih dalam dari prodelta terutama di wilayah slope), 
gliding tectonics terutama bermain. Semua toe-thrusting di sini yang dipicu 
oleh decollement dalam kinematika thin-skinned 

Bls: [iagi-net-l] Teknologi Akuisisi Seismik (was: Gliding Tectonics dan Prospek HC)

2010-01-06 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Bambang,
 
Terima kasih atas infonya, nanti saya cek website-nya. Teman-teman 
geophysicists barangkali bisa berkomentar untuk masalah akuisisi seismik di 
onshore Jawa ini sebab saya melihat masih banyak sekali potensi migas terkubur 
di bawah volcanic cover Miosen-Kuarter ini, terutama di perbatasan antara Jawa 
Barat-Jawa Tengah dan Serayu Utara. Rembesan minyaknya, pada kedua area 
ini,paling kaya di Jawa.
 
Untuk Serayu Utara, kelihatannya lebih banyak rembesan minyak dibandingkan 
gas.Contoh minyak Cipluk yang saya peroleh kelihatannya light oil atau minyak 
dalam maximal maturity. Jadi masalah overmaturity mungkin tak perlu terlalu 
dikhawatirkan. Main-peak maturity untuk minyak kelihatannya masih terjadi di 
Serayu Utara.
 
salam,
Awang

--- Pada Rab, 6/1/10, Bambang Gumilar bgumilar_mail...@yahoo.co.id menulis:


Dari: Bambang Gumilar bgumilar_mail...@yahoo.co.id
Judul: Bls: [iagi-net-l] Teknologi Akuisisi Seismik (was: Gliding Tectonics dan 
Prospek HC)
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Rabu, 6 Januari, 2010, 11:13 PM


Mengutip alenia terakhir dari tulisan pak Awang di bawah ini tentang teknologi 
akuisisi seismik, saya tertarik untuk membaca ulang arsip-arsip beberapa tahun 
terakhir tentang kisah sukses Chevron di Gulf of Mexico dan di Angola yang 
berhasil mendisain akuisisi seismik untuk Sub-Salt. Berangkat dari ide yang 
sama, teknologi ini diteliti lagi dan dicoba untuk Sub-Basalt (volcanic) di 
Laut Utara. Ternyata berhasil dengan ditemukannya 'Rosebank' dan sudah banyak 
publikasi tentang ini. 
http://www.chevron.com/news/press/Release/?id=2007-07-17 (Press Release ini 
adalah domain publik). Juga di website  
http://www.faroebusinessreport.com/content/view/271/39/

Pertanyaannya selanjutnya, seandainya kita bisa melakukan 'seismic imaging' di 
Jawa Tengah Utara, apakah HC yang masih ada tidak ter-'thermal-cracked'? 
Mengingat kedalaman dan gradien geothermal di kawasan tersebut. Jika target-nya 
gas, mungkin masih susah bagi teknologi ini untuk diapplikasikan secara 
ekonomis (cost effective).

Wassalam,

-bg
www.linkedin.com/in/bambanggumilar 
 


- Pesan Asli 
Dari: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com; Geo Unpad 
geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI fo...@hagi.or.id
Terkirim: Sel, 5 Januari, 2010 21:29:32
Judul: [iagi-net-l] Gliding Tectonics dan Prospek HC (was : Geologic Transect 
...)

Pak Budi,
 
Setelah banyak mempelajari struktur dan tektonik di berbagai wilayah di 
Indonesia, saya melihat bahwa kompresi lateral dengan penggerak utama tektonik 
lempeng tidak selalu menjadi satu-satunya penyebab kinematika elemen struktur 
dan tektonik. Banyak hal yang menuntut penjelasan lebih dari sekadar kompresi. 
 
Bahkan dengan konsep exhumation, yaitu terangkatnya kembali kerak benua yang 
pernah tenggelam di bawah kerak berasosiasi oseanik, saya tak akan melihat lagi 
bahwa seluruh pengangkatan yang terkenal itu (Himalaya, Kuching High, Meratus, 
Central Ranges of Papua, dsb.) semuanya karena tektonik lempeng semata. Memang, 
tektonik lempeng penggerak utamanya sehingga banyak mikro-kontinen bertubrukan, 
tetapi exhumation tak memerlukan tektonik lempeng yang lateral, ia hanya 
memerlukan kompensasi gravity, sebab naiknya kembali kerak kontinen yang pernah 
tenggelam itu terjadi karena perbedaan density kerak dan gravity. Saat ini 
exhumation sedang terjadi di banyak tempat ex collision di Indonesia (Timor, 
Banggai, Meratus, dsb.).
 
Kemudian, apa yang sudah naik pun, wajar dan sering sekali diikuti oleh gerak 
runtuhan (collapse) di sebelahnya - ini hanya penyeimbangan isostasi, dan yang 
namanya isostasi selalu gravity-movement. Maka semua foredeep yang terbentuk di 
sebelah suatu zone collision harus dicurigai sebagai collapse gravity. Weber 
Deep, depresi laut paling dalam di Indonesia (7000 m) -lebih dari palung 
Sumatra dan Jawa, terjadi karena collapse gravity di depan jalur collision 
Tanimbar-Kei-Seram.
 
Gliding tectonics semula dipicu oleh differential gravity movement. Definisi 
yang Pak Budi kutipkan dari American Journal of Science (1954) itu memuaskan. 
Begitulah gliding tectonics atau tektonik longsoran/lengseran itu, ia 
membutuhkan topografi yang tinggi (uplifted) dan topografi yang rendah 
(subsided). Di kedua topografi yang beda tinggi ini akan bermain gravity 
movement dan kalau di antara keduanya dihubungkan oleh suatu lereng, maka 
berjalanlah gravity movement melalui gliding tectonics. Gliding tectonics pun 
fenomena tektonik juga, hanya penyebab lipatan dan sesar di sini bukan gaya 
kompresi, melainkan gaya berat (gravity) ditambah progradasi sedimen.
 
Gliding tectonics bisa bekerja dalam skala lokal maupun regional. Memang lebih 
banyak yang bekerja dalam skala regional sebab dalam skala regional perbedaan 
topografi tinggi rendah dan differential gravity movement-nya lebih nyata. Di 
wilayah alluvial fan, lebih banyak bekerja sistem runtuhan dalam bentuk