RE: [iagi-net] Pertemuan 'empat mata' Ketua IAGI dan IAAI seputar Gunung Padang.

2013-05-06 Terurut Topik Danny Hilman Natawidjaja
Tidak benar berita Kompas itu.  Koran Kompas  aneh, biasanya beritanya
teliti dan berimbang tapi untuk masalah ini kok sangat tendensius ya.  Ada
faktor X mungkin.  Tapi mudah-mudahan tidak pake "conspiracy theory"lah,
ngeri.

 

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of yustinus
yuwono
Sent: 07 Mei 2013 1:42
To: iagi-net
Subject: Re: [iagi-net] Pertemuan 'empat mata' Ketua IAGI dan IAAI seputar
Gunung Padang.

 

 

Good point Pak Ketum, jalan terus! OH ya Kompas hari ini memuat lagi berita
penelitian G Padang dihentikan sementara.

YSY

 

2013/5/6 

Bbrp hari lalu, aku ketemu prof YZaim, ternyata dia mengikuti milis Iagi ttg
gn padang.
Mnrt aku, beliau terbuka kok kalau diminta bicara ttg gn padang.
Salam.

Powered by Telkomsel BlackBerryR

  _  

From: Rovicky Dwi Putrohari  

Sender:  

Date: Mon, 6 May 2013 07:52:08 +0700

To: IAGI;
economicgeology;


ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 

Subject: [iagi-net] Pertemuan 'empat mata' Ketua IAGI dan IAAI seputar
Gunung Padang.

 

Dear All IAGI-ers,

Sabtu siang kemarin saya bertemu Pak Junus Ketua Umum IAAI di Chitos, saya
sendiri dan beliau juga sendiri saja, empat mata. Sehingga saya tidak dapat
hadir diacara FGMI MGEI di hari yg sama.

Kami ngobrol santai sampai hampir 2 jam tentang issue Gunung Padang. Dan
kami saling mengemukakan pandangan organisasi pada issue yang sedang
berkembang ini. Beliau mengemukakan kekhawatiran kalau issue ini berkembang
lanjut akan mempengaruhi profesi arkeologi secara umum. Saya mengerti
concern beliau tentang hal ini. Saya juga mengemukakan bahwa dalam
eksplorasi situs arkeologi ini, anggota IAGI atau geolog sebagai "supporting
science"nya. Penggalian situs Arkeologi bukan ranah utamanya ahli geologi.
Namun ilmu geologi sudah berinteraksi dengan arkeologi dalam hal ini.

Gunung Padang

Saya memberitahukan bahwa IAGI sebagai organisasi profesi sangat terbuka
kepada semua anggotanya untuk berkreasi dan berkiprah dalam bidang apapun
asalkan masih dalam koridor ilmiah akademis. Walaupun pada akhirnya ada
perbedaan dan bahkan kontradiksi dalam hal interpretasi atau opini, IAGI
tidak akan memihak salah satu. Justru dengan dua tiga hingga berapapun macam
hasil interpretasinya akan menambah wawasan dan perkembangan berpendapat,
dan IAGI tetap akan melindunginya sebagai hak mengemukakan pendapat, sekali
lagi, asalkan semuanya kaidah keilmuannya tidak dilanggar. Saya memberikan
contoh bagaimana IAGI saat ini berusaha tidak memberikan opini karena adanya
perbedaan pendapat tentang Lusi yang juga ada pro-kontra diantara anggota
IAGI.

Pak Junus mengerti pendapat IAGI diatas, beliau juga sama dalam hal hak dan
kebebasan berpendapat pada anggotanya ini. Tetapi beliau, sebagai arkeolog,
dan kawan-kawan lainnya, sangat konsen dengan masa depan profesinya (ahli
arkeologi) bila pengambilan kesimpulan yang menurut beliau sangat
terburu-buru ini masuk dalam keputusan kepemerintahan dan menjadi kebiasaan
yang berkelanjutan. Saya rasa ini hal yang wajar kalau beliau sangat konsen.

Beberapa aspek keilmuan dalam pengujian hipotesa arkeologi juga diceritakan
termasuk bagaimana menjelaskan aspek supporting socia (community, group,
kelopon state dll) ketika sebuah bangunan (konstruksi) yang sangat besar
dibangun pada satu masa saja. Seberapa besarnya aspek sosial ini. Dalam
pembangunan sebuah candi yg besar, memerlukan waktu, jumlah tenaga manusia
yang besar, food, shelter, dll dimana didalamnya ada sebuah manajemen sosial
yg tentunya juga masih harus dijawab sebelum memberikan sebuah kesimpulan
final adanya bangunan besar dibawah situs, apalagi untuk melakukan sebuah
excavasi atau penggalian penemuan yang baru. 

Salah satu diskusi lain yaitu tentang ijin, justifikasi serta otorita
excavasi situs purbakala juga mengemuka tadi siang. Kalau misalnya ada satu
penemuan situs candi di Jogja tentunya relatif mudah untuk melakukan
justifikasi serta ijin excavasi, apalagi diatasnya tidak ada situs yg harus
dilindungi. Namun untuk excavasi di G Padang tentunya harus ada banyak
"reasons based on researches"  yang perlu dilakukan sebelum melakukan
excavasi besar-besaran. Beliau mengingatkan juga bahwa situs G Padang
bukanlah satu-satunya situs megalith di Jawa Barat, namun merupakan situs
Megalith terbesar di Asia. Jadi perlu perlindungan khusus. Penggalian
dibawah situs purbakala ini memang sepertinya belum ada rujukan pastinya.
(catatan: ini PR untuk institusi kepurbakalaan)

Sebagai seorang PNS Penyidik, beliau mengkhawatirkan apabila nantinya
mengarah pada penyidikan. Salah satu kasus yang beliau lakukan pada kasus
pembongkaran Batutulis dahulu, yang merupakan salah satu dugaan
(kemungkinan) adanya pelanggaran aturan yang berlaku. Sepertinya memang team
mandiri ini harus bersabar sebelum melakukan pembuktian melalui excavasi
dibawah Gunung Padang. Dan saya pribadi beberapa kali menyingung dengan
menuliskan bahwa "sebuah penemuan besar itu sering tidak disadari oleh
pene

Re: [iagi-net] Pertemuan 'empat mata' Ketua IAGI dan IAAI seputar Gunung Padang.

2013-05-06 Terurut Topik yustinus yuwono
Good point Pak Ketum, jalan terus! OH ya Kompas hari ini memuat lagi berita
penelitian G Padang dihentikan sementara.
YSY


2013/5/6 

> **
> Bbrp hari lalu, aku ketemu prof YZaim, ternyata dia mengikuti milis Iagi
> ttg gn padang.
> Mnrt aku, beliau terbuka kok kalau diminta bicara ttg gn padang.
> Salam.
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> --
> *From: * Rovicky Dwi Putrohari 
> *Sender: * 
> *Date: *Mon, 6 May 2013 07:52:08 +0700
> *To: *IAGI; economicgeology<
> economicgeol...@yahoogroups.com>; 
> *ReplyTo: * iagi-net@iagi.or.id
> *Subject: *[iagi-net] Pertemuan 'empat mata' Ketua IAGI dan IAAI seputar
> Gunung Padang.
>
> Dear All IAGI-ers,
>
> Sabtu siang kemarin saya bertemu Pak Junus Ketua Umum IAAI di Chitos, saya
> sendiri dan beliau juga sendiri saja, empat mata. Sehingga saya tidak dapat
> hadir diacara FGMI MGEI di hari yg sama.
>
> Kami ngobrol santai sampai hampir 2 jam tentang issue Gunung Padang. Dan
> kami saling mengemukakan pandangan organisasi pada issue yang sedang
> berkembang ini. Beliau mengemukakan kekhawatiran kalau issue ini berkembang
> lanjut akan mempengaruhi profesi arkeologi secara umum. Saya mengerti
> concern beliau tentang hal ini. Saya juga mengemukakan bahwa dalam
> eksplorasi situs arkeologi ini, anggota IAGI atau geolog sebagai "*supporting
> science*"nya. Penggalian situs Arkeologi bukan ranah utamanya ahli
> geologi. Namun ilmu geologi sudah berinteraksi dengan arkeologi dalam hal
> ini.
> *
> Gunung Padang*
>
> Saya memberitahukan bahwa IAGI sebagai organisasi profesi sangat terbuka
> kepada semua anggotanya untuk berkreasi dan berkiprah dalam bidang apapun
> asalkan masih dalam koridor ilmiah akademis. Walaupun pada akhirnya ada
> perbedaan dan bahkan kontradiksi dalam hal interpretasi atau opini, IAGI
> tidak akan memihak salah satu. Justru dengan dua tiga hingga berapapun
> macam hasil interpretasinya akan menambah wawasan dan perkembangan
> berpendapat, dan IAGI tetap akan melindunginya sebagai hak mengemukakan
> pendapat, sekali lagi, asalkan semuanya kaidah keilmuannya tidak dilanggar.
> Saya memberikan contoh bagaimana IAGI saat ini berusaha tidak memberikan
> opini karena adanya perbedaan pendapat tentang Lusi yang juga ada
> pro-kontra diantara anggota IAGI.
>
> Pak Junus mengerti pendapat IAGI diatas, beliau juga sama dalam hal hak
> dan kebebasan berpendapat pada anggotanya ini. Tetapi beliau, sebagai
> arkeolog, dan kawan-kawan lainnya, sangat konsen dengan masa depan
> profesinya (ahli arkeologi) bila pengambilan kesimpulan yang menurut beliau
> sangat terburu-buru ini masuk dalam keputusan kepemerintahan dan menjadi
> kebiasaan yang berkelanjutan. Saya rasa ini hal yang wajar kalau beliau
> sangat konsen.
>
> Beberapa aspek keilmuan dalam pengujian hipotesa arkeologi juga
> diceritakan termasuk bagaimana menjelaskan aspek *supporting socia
> (community, group, kelopon state dll)* ketika sebuah bangunan
> (konstruksi) yang sangat besar dibangun pada satu masa saja. Seberapa
> besarnya aspek sosial ini. Dalam pembangunan sebuah candi yg besar,
> memerlukan waktu, jumlah tenaga manusia yang besar, *food*, *shelter*,
> dll dimana didalamnya ada sebuah manajemen sosial yg tentunya juga masih
> harus dijawab sebelum memberikan sebuah kesimpulan final adanya bangunan
> besar dibawah situs, apalagi untuk melakukan sebuah excavasi atau
> penggalian penemuan yang baru.
>
> Salah satu diskusi lain yaitu tentang ijin, justifikasi serta otorita
> excavasi situs purbakala juga mengemuka tadi siang. Kalau misalnya ada satu
> penemuan situs candi di Jogja tentunya relatif mudah untuk melakukan
> justifikasi serta ijin excavasi, apalagi diatasnya tidak ada situs yg harus
> dilindungi. Namun untuk excavasi di G Padang tentunya harus ada banyak 
> "*reasons
> based on researches*"  yang perlu dilakukan sebelum melakukan excavasi
> besar-besaran. Beliau mengingatkan juga bahwa situs G Padang bukanlah
> satu-satunya situs megalith di Jawa Barat, namun merupakan situs Megalith
> terbesar di Asia. Jadi perlu perlindungan khusus. Penggalian dibawah situs
> purbakala ini memang sepertinya belum ada rujukan pastinya. (catatan: ini
> PR untuk institusi kepurbakalaan)
>
> Sebagai seorang PNS Penyidik, beliau mengkhawatirkan apabila nantinya
> mengarah pada penyidikan. Salah satu kasus yang beliau lakukan pada kasus
> pembongkaran Batutulis dahulu, yang merupakan salah satu dugaan
> (kemungkinan) adanya pelanggaran aturan yang berlaku. Sepertinya memang
> team mandiri ini harus bersabar sebelum melakukan pembuktian melalui
> excavasi dibawah Gunung Padang. Dan saya pribadi beberapa kali menyingung
> dengan menuliskan bahwa "*sebuah penemuan besar itu sering tidak disadari
> oleh penemunya*". Jadi kalau ini nantinya menjadi sebuah penemuan besar
> ya waktulah yang membuktikan, seolah begitu. Yang penting ada* publikasi
> ilmiah yang akan menjadi catatan* dan rekaman sebuah penelitian ilmiah.
> Ini berkali-kali saya dorong ke semua Anggota IAGI yang raj

Re: [iagi-net] Pertemuan 'empat mata' Ketua IAGI dan IAAI seputar Gunung Padang.

2013-05-05 Terurut Topik bandono . s
Bbrp hari lalu, aku ketemu prof YZaim, ternyata dia mengikuti milis Iagi ttg gn 
padang.
Mnrt aku, beliau terbuka kok kalau diminta bicara ttg gn padang.
Salam.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari 
Sender: 
Date: Mon, 6 May 2013 07:52:08 
To: IAGI; 
economicgeology; 

Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net] Pertemuan 'empat mata' Ketua IAGI dan IAAI seputar Gunung 
Padang.
Dear All IAGI-ers,

Sabtu siang kemarin saya bertemu Pak Junus Ketua Umum IAAI di Chitos, saya
sendiri dan beliau juga sendiri saja, empat mata. Sehingga saya tidak dapat
hadir diacara FGMI MGEI di hari yg sama.

Kami ngobrol santai sampai hampir 2 jam tentang issue Gunung Padang. Dan
kami saling mengemukakan pandangan organisasi pada issue yang sedang
berkembang ini. Beliau mengemukakan kekhawatiran kalau issue ini berkembang
lanjut akan mempengaruhi profesi arkeologi secara umum. Saya mengerti
concern beliau tentang hal ini. Saya juga mengemukakan bahwa dalam
eksplorasi situs arkeologi ini, anggota IAGI atau geolog sebagai "*supporting
science*"nya. Penggalian situs Arkeologi bukan ranah utamanya ahli geologi.
Namun ilmu geologi sudah berinteraksi dengan arkeologi dalam hal ini.
*
Gunung Padang*

Saya memberitahukan bahwa IAGI sebagai organisasi profesi sangat terbuka
kepada semua anggotanya untuk berkreasi dan berkiprah dalam bidang apapun
asalkan masih dalam koridor ilmiah akademis. Walaupun pada akhirnya ada
perbedaan dan bahkan kontradiksi dalam hal interpretasi atau opini, IAGI
tidak akan memihak salah satu. Justru dengan dua tiga hingga berapapun
macam hasil interpretasinya akan menambah wawasan dan perkembangan
berpendapat, dan IAGI tetap akan melindunginya sebagai hak mengemukakan
pendapat, sekali lagi, asalkan semuanya kaidah keilmuannya tidak dilanggar.
Saya memberikan contoh bagaimana IAGI saat ini berusaha tidak memberikan
opini karena adanya perbedaan pendapat tentang Lusi yang juga ada
pro-kontra diantara anggota IAGI.

Pak Junus mengerti pendapat IAGI diatas, beliau juga sama dalam hal hak dan
kebebasan berpendapat pada anggotanya ini. Tetapi beliau, sebagai arkeolog,
dan kawan-kawan lainnya, sangat konsen dengan masa depan profesinya (ahli
arkeologi) bila pengambilan kesimpulan yang menurut beliau sangat
terburu-buru ini masuk dalam keputusan kepemerintahan dan menjadi kebiasaan
yang berkelanjutan. Saya rasa ini hal yang wajar kalau beliau sangat konsen.

Beberapa aspek keilmuan dalam pengujian hipotesa arkeologi juga diceritakan
termasuk bagaimana menjelaskan aspek *supporting socia (community, group,
kelopon state dll)* ketika sebuah bangunan (konstruksi) yang sangat besar
dibangun pada satu masa saja. Seberapa besarnya aspek sosial ini. Dalam
pembangunan sebuah candi yg besar, memerlukan waktu, jumlah tenaga manusia
yang besar, *food*, *shelter*, dll dimana didalamnya ada sebuah manajemen
sosial yg tentunya juga masih harus dijawab sebelum memberikan sebuah
kesimpulan final adanya bangunan besar dibawah situs, apalagi untuk
melakukan sebuah excavasi atau penggalian penemuan yang baru.

Salah satu diskusi lain yaitu tentang ijin, justifikasi serta otorita
excavasi situs purbakala juga mengemuka tadi siang. Kalau misalnya ada satu
penemuan situs candi di Jogja tentunya relatif mudah untuk melakukan
justifikasi serta ijin excavasi, apalagi diatasnya tidak ada situs yg harus
dilindungi. Namun untuk excavasi di G Padang tentunya harus ada banyak
"*reasons
based on researches*"  yang perlu dilakukan sebelum melakukan excavasi
besar-besaran. Beliau mengingatkan juga bahwa situs G Padang bukanlah
satu-satunya situs megalith di Jawa Barat, namun merupakan situs Megalith
terbesar di Asia. Jadi perlu perlindungan khusus. Penggalian dibawah situs
purbakala ini memang sepertinya belum ada rujukan pastinya. (catatan: ini
PR untuk institusi kepurbakalaan)

Sebagai seorang PNS Penyidik, beliau mengkhawatirkan apabila nantinya
mengarah pada penyidikan. Salah satu kasus yang beliau lakukan pada kasus
pembongkaran Batutulis dahulu, yang merupakan salah satu dugaan
(kemungkinan) adanya pelanggaran aturan yang berlaku. Sepertinya memang
team mandiri ini harus bersabar sebelum melakukan pembuktian melalui
excavasi dibawah Gunung Padang. Dan saya pribadi beberapa kali menyingung
dengan menuliskan bahwa "*sebuah penemuan besar itu sering tidak disadari
oleh penemunya*". Jadi kalau ini nantinya menjadi sebuah penemuan besar ya
waktulah yang membuktikan, seolah begitu. Yang penting ada* publikasi
ilmiah yang akan menjadi catatan* dan rekaman sebuah penelitian ilmiah. Ini
berkali-kali saya dorong ke semua Anggota IAGI yang rajin meneliti.

Akhirnya saya dan Pak Junus sepakat untuk mengadakan seminar bersama IAAI
dan IAGI tentang Gunung Padang ini. Nanti IAGI dan IAAI menghadirkan
pembicara-pembicara baik yang pro, kontra juga yang dianggap netral.
Walaupun ini diselenggarakan bersama, namun karena hal ini lebih dekat
dengan profesi Arkeologi, maka beliau (IAAI) yang akan menginisia