Re: [iagi-net-l] Cadangan Minyak, Statistik dan Strategi

2005-11-08 Terurut Topik Awang Satyana
Ada dua atau tiga perusahaaan nasional yang berani mengambil daerah frontier 
yang sulit di Indonesia Timur (yang perusahaan2 besar pun "takut"). Hanya, 
memang pemenuhan komitmennya tak berjalan mulus. Dan, ada yang mengambil blok 
di cekungan matang, tetapi daerah ini sulit. Pemenuhan komitmen perusahaan ini 
pun tak mulus. 
 
Apakah mereka memang berani atau tidak tahu risiko sebenarnya ? Atau, mereka 
mau menjadi pemilik sementara saja alias nanti dijual lagi ? Tidak tahu, yang 
jelas pengambilan blok2 risiko tinggi ini tiga tahun lalu cukup mengagetkan.
 
Eksplorasi lahan frontier harus didukung semua pihak, kalau tidak, kita akan 
berjalan di tempat dalam jumlah cekungan berproduksi. Tahun 1985, saat kita 
mencantumkan Indonesia punya 60 cekungan (IAGI, 1985), kita punya 14 cekungan 
berproduksi. Sekarang, angka itu masih sama juga walaupun kadang2 disebutkan 15 
cekungan berproduksi (plus Bone karena lapangan2 gas di Sengkang sudah 
berproduksi dari sejak akhir 1990-an).
 
salam,
awang
 
- Original Message -
From: "Bambang P. Istadi" 
To: 
Sent: Tuesday, November 01, 2005 4:48 AM
Subject: RE: [iagi-net-l] Cadangan Minyak, Statistik dan Strategi


Beberapa kata2 kunci yang dilontarkan Paulus sebenarnya menarik untuk
disimak, yaitu soal ke-"nekat"-an dan "agresif". Untuk kasus Indonesia,
kita sangat bergantung pada investor asing untuk bereksplorasi untuk
menemukan cadangan2 baru, padahal kita tahu jumlah mereka tidak banyak
dan semakin berkurang. Lihat saja OGJ200 yang me-ranking perusahaan
minyak berbasis di US yang publicly traded, berdasarkan asset, revenue,
net income, stockholder equity, CapEx dll perusahaan2 tersebut. Laporan
tahunan ini bermula dari OGJ400, lalu menjadi OGJ300 pada tahun 1991.
Ditahun 1996 namanya menjadi OGJ200, sesuai dengan jumlah perusahaan.
Ditahun 2001 listnya berkurang menjadi 197 perusahaan, sedangkan
perusahaan US sebenarnya hanya 154. Apa yang terjadi? Banyak diantara
perusahaan minyak tersebut saling merger dan saling akuisisi,... Exxon
dengan Mobil, Conoco dengan Phillips, Total dengan Fina dan Elf, Unocal
dicaplok, Lasmo hilang. Padahal perusahaan2 sedang dan kecil tersebut
sebelumnya betul2 explorer, eg. Unocal dengan program deep water
Mahakan-nya, sedangkan mungkin saja setelah diambil ChevronTexaco
strateginya beda. Yang jelas perusahaan2 besar sekarang LEBIH BANYAK
dan LEBIH SENANG MAIN PORTFOLIO dan kurang tertarik dengan frontier
exploration meskipun "size of the prize" bisa besar sekali. Mereka
lebih tertarik dengan metrics dan berbagai indikator statistik demi
me-maximize share holder value. Managemen dan komando perusahaan juga
lebih banyak dipegang accountants, laywers, MBA, engineers dll., dan
mungkin sedikit yang dipegang geologist dengan intuisi sebagai
explorationist.

Kalau kita hanya bertumpu pada investor perusahaan2 besar ini,
konsekuensinya yaa yang sudah dipaparkan Paulus, cadangan yang ditemukan
kecil, konsentrasinya pada didaerah mature dengan strategi step out
exploration atau exploration tail dari development program. Yang
dikejar sudah jelas, naikkan produksi selagi harga minyak tinggi, dan
bisa saja karena mereka berpegang pada statistik yang menunjukkan bahwa
reserve dunia masih cukup untuk 56 tahun lagi, tapi kapasitas produksi
yang kecil. Sehingga program explorasinya kurang "agresif".

Pertanyaannya adalah: bagaimana menyiasati agar ada yang mau melakukan
frontier exploration agar jumlah basin yang sudah berproduksi di
Indonesia bertambah?? IAGI sebenarnya punya kiat2 juga, karena kalau
hanya bertumpu pada memperbaiki fiscal terms, untuk daerah2 frontier
sebenarnya sudah cukup menarik,...

Wass.w.w.
Bambang Istadi,... Sekalian mau minta maaf lahir dan bathin, Selamat
hari Raya Idul Fitri 1426 H.





-
 Yahoo! FareChase - Search multiple travel sites in one click.  

RE: [iagi-net-l] Cadangan Minyak, Statistik dan Strategi

2005-10-31 Terurut Topik Achmad Luthfi
Para Sejawat,

Rame dan menarik diskusi cadangan migas kita spi kapan umur produksinya.
Kalo baca komentar2 terutama dari para senior bahwa sejak decade 60-an
sudah dilontarkan masalah migas akan habis setahun lagi. P' Benyamin it
goes without saying non-renewable resources akan habis pada saatnya.
Kajian yang ada memang mengkhawatirkan produksi minyak kita setelah 2010
dengan catatan kalo tidak ada penemuan baru yang signifikan alias para
geoscientist dan perusahaan migas do nothing utk eksplorasi. Para
pendahulu di IAGI telah men-declared bahwa kita punya 60 basin, dari
sejumlah basin ini hanya sekitar 22 basin yang telah di eksplorasi, 14
ato 15 diantaranya telah berproduksi. Sayangnya sebagaian besar lahan2
baru (Wilayah Kerja -WK- baru) berada di cekungan yg berproduksi, kalo
dilihat dari "fieldsize distribution" penemuan Banyu Urip di Cepu bisa
dikatakan anomaly karena disekitar lapangan produksi biasanya penemuan
berkuran kecil bahkan marginal, tetapi sebagai geologist kita harus ada
optimistic attitude walaupun di matured area. Kalo saja banyak blok
dibuka di frontier area maka kemungkinan menemukan big fish lebih besar
katimbang di matured area. Masalah lain adalah banyak muncul
operator/kontraktor baru yg lemah dlm financial, teknologi maupun
pengalaman sebagai operator, sehingga lebih banyak muncul broker bukan
operator, akibatnya aktivitas eksplorasi dalam beberapa tahun terakhir
tidak ada kecenderungan meningkat, yang meningkat adalah aktivitas
farm-in/farm-out. Lingkungan investasi di Indonesia (Kawasan Timur) yg
lebih frontier disbanding Kawasan Barat juga menurun ratingnya akibat
peristiwa yang berdarah-darah spt, kasus Ambon, Poso, Bomb Bali , etc.
Jadi lingkungan bisnis migas kita makin turbulen. Inilah yang mendasari
pesimisme para pengamat tentang industri perminyakan kita dimasa depan.
Yha tidak tahu apa yang akan dilakukan pemerintah dalam menarik investor
kelas bp, total, exxonmobile, dsb agar mereka tertarik berinvestasi ke
frontier areas. Cara inilah yang paling baik utk meningkatkan cadangan
migas kita, memang cara ini bukan perkara mudah. Sekali lagi "optimistic
attitude" tetap kita pelihara.

Salam,
LTH

-Original Message-
From: Bambang P. Istadi [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, November 01, 2005 10:49 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Cadangan Minyak, Statistik dan Strategi

Beberapa kata2 kunci yang dilontarkan Paulus sebenarnya menarik untuk
disimak, yaitu soal ke-"nekat"-an dan "agresif". Untuk kasus Indonesia,
kita sangat bergantung pada investor asing untuk bereksplorasi untuk
menemukan cadangan2 baru, padahal kita tahu jumlah mereka tidak banyak
dan semakin berkurang.  Lihat saja OGJ200 yang me-ranking perusahaan
minyak berbasis di US yang publicly traded, berdasarkan asset, revenue,
net income, stockholder equity, CapEx dll perusahaan2 tersebut.  Laporan
tahunan ini bermula dari OGJ400, lalu menjadi OGJ300 pada tahun 1991.
Ditahun 1996 namanya menjadi OGJ200, sesuai dengan jumlah perusahaan.
Ditahun 2001 listnya berkurang menjadi 197 perusahaan, sedangkan
perusahaan US sebenarnya hanya 154.  Apa yang terjadi?  Banyak diantara
perusahaan minyak tersebut saling merger dan saling akuisisi,... Exxon
dengan Mobil, Conoco dengan Phillips, Total dengan Fina dan Elf, Unocal
dicaplok, Lasmo hilang.  Padahal perusahaan2 sedang dan kecil tersebut
sebelumnya betul2 explorer, eg. Unocal dengan program deep water
Mahakan-nya, sedangkan mungkin saja setelah diambil ChevronTexaco
strateginya beda.  Yang jelas perusahaan2 besar sekarang LEBIH BANYAK
dan LEBIH SENANG MAIN PORTFOLIO dan kurang tertarik dengan frontier
exploration meskipun "size of the prize" bisa besar sekali.  Mereka
lebih tertarik dengan metrics dan berbagai indikator statistik demi
me-maximize share holder value.  Managemen dan komando perusahaan juga
lebih banyak dipegang accountants, laywers, MBA, engineers dll., dan
mungkin sedikit yang dipegang geologist dengan intuisi sebagai
explorationist.

Kalau kita hanya bertumpu pada investor perusahaan2 besar ini,
konsekuensinya yaa yang sudah dipaparkan Paulus, cadangan yang ditemukan
kecil, konsentrasinya pada didaerah mature dengan strategi step out
exploration atau exploration tail dari development program.  Yang
dikejar sudah jelas, naikkan produksi selagi harga minyak tinggi, dan
bisa saja karena mereka berpegang pada statistik yang menunjukkan bahwa
reserve dunia masih cukup untuk 56 tahun lagi, tapi kapasitas produksi
yang kecil. Sehingga program explorasinya kurang "agresif". 

Pertanyaannya adalah: bagaimana menyiasati agar ada yang mau melakukan
frontier exploration agar jumlah basin yang sudah berproduksi di
Indonesia bertambah??  IAGI sebenarnya punya kiat2 juga, karena kalau
hanya bertumpu pada memperbaiki fiscal terms, untuk daerah2 frontier
sebenarnya sudah cukup menarik,... 

Wass.w.w.
Bambang Istadi,... Sekalian mau minta maaf lahir dan bat

RE: [iagi-net-l] Cadangan Minyak, Statistik dan Strategi

2005-10-31 Terurut Topik Bambang P. Istadi
Beberapa kata2 kunci yang dilontarkan Paulus sebenarnya menarik untuk
disimak, yaitu soal ke-"nekat"-an dan "agresif". Untuk kasus Indonesia,
kita sangat bergantung pada investor asing untuk bereksplorasi untuk
menemukan cadangan2 baru, padahal kita tahu jumlah mereka tidak banyak
dan semakin berkurang.  Lihat saja OGJ200 yang me-ranking perusahaan
minyak berbasis di US yang publicly traded, berdasarkan asset, revenue,
net income, stockholder equity, CapEx dll perusahaan2 tersebut.  Laporan
tahunan ini bermula dari OGJ400, lalu menjadi OGJ300 pada tahun 1991.
Ditahun 1996 namanya menjadi OGJ200, sesuai dengan jumlah perusahaan.
Ditahun 2001 listnya berkurang menjadi 197 perusahaan, sedangkan
perusahaan US sebenarnya hanya 154.  Apa yang terjadi?  Banyak diantara
perusahaan minyak tersebut saling merger dan saling akuisisi,... Exxon
dengan Mobil, Conoco dengan Phillips, Total dengan Fina dan Elf, Unocal
dicaplok, Lasmo hilang.  Padahal perusahaan2 sedang dan kecil tersebut
sebelumnya betul2 explorer, eg. Unocal dengan program deep water
Mahakan-nya, sedangkan mungkin saja setelah diambil ChevronTexaco
strateginya beda.  Yang jelas perusahaan2 besar sekarang LEBIH BANYAK
dan LEBIH SENANG MAIN PORTFOLIO dan kurang tertarik dengan frontier
exploration meskipun "size of the prize" bisa besar sekali.  Mereka
lebih tertarik dengan metrics dan berbagai indikator statistik demi
me-maximize share holder value.  Managemen dan komando perusahaan juga
lebih banyak dipegang accountants, laywers, MBA, engineers dll., dan
mungkin sedikit yang dipegang geologist dengan intuisi sebagai
explorationist.

Kalau kita hanya bertumpu pada investor perusahaan2 besar ini,
konsekuensinya yaa yang sudah dipaparkan Paulus, cadangan yang ditemukan
kecil, konsentrasinya pada didaerah mature dengan strategi step out
exploration atau exploration tail dari development program.  Yang
dikejar sudah jelas, naikkan produksi selagi harga minyak tinggi, dan
bisa saja karena mereka berpegang pada statistik yang menunjukkan bahwa
reserve dunia masih cukup untuk 56 tahun lagi, tapi kapasitas produksi
yang kecil. Sehingga program explorasinya kurang "agresif". 

Pertanyaannya adalah: bagaimana menyiasati agar ada yang mau melakukan
frontier exploration agar jumlah basin yang sudah berproduksi di
Indonesia bertambah??  IAGI sebenarnya punya kiat2 juga, karena kalau
hanya bertumpu pada memperbaiki fiscal terms, untuk daerah2 frontier
sebenarnya sudah cukup menarik,... 

Wass.w.w.
Bambang Istadi,... Sekalian mau minta maaf lahir dan bathin, Selamat
hari Raya Idul Fitri 1426 H.


-Original Message-
From: Paulus Tangke Allo [mailto:[EMAIL PROTECTED] 

kalau melihat statistical energy review-nya BP,
rasio cadangan terbukti terhadap produksi (proved reserves/production
ratio)
di daerah Asia Pacific selama hampir 25 tahun terakhir (1980-2004)
cenderung menurun.
dari sekitar hampir 20 tahun (pada awal 80-an) kecenderungannya turun
menjadi 14 tahun (tahun 2004).

saya melihatnya,
eksplorasi yg dilakukan selama ini *plus* penemuan2 baru yg ada *plus*
teknologi2 GGRE terbaru ternyata tidak mampu utk menambah cadangan
terbukti secara signifikan. bahkan utk "melawan" laju produksi saja
sudah kewalahan.
padahal asia pacific terdiri dari negara2 (plus perusahaan2 yg berbeda
tingkat ke-"nekat"-annya) yg (mungkin) memiliki iklim investasi,
kebijakan pemerintah yg berbeda2.

bukan bermaksud ingin pesimis,
mungkin ada yg bisa memberikan pencerahan,
apakah ini diakibatkan karena negara2 di asia pacific memang tidak ada
yg "agresif" atau memang karena "isi"-nya sudah menipis atau karena
sebab lainnya?

thanks.

--pta

On 28/10/05, Awang Harun Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
...(deleted)...
> Maka, cadangan minyak berapa tahun lagi (15-20 tahun) adalah
> terminologi untuk existing fields, itu pun untuk yang proven
reserve-nya yang saat ini sekitar 4.5 BBO, tidak termasuk yang probable
dan possible-nya
> yang bisa menaikkan angka cadangan ke hampir 9.0 BBO. Dan, kita belum
> bicara potensi-potensi 46 basin yang lain, apalagi Paleozoic deposits.
>
> Jadi, seperti kata Pak Andang, kalau mau eksplorasi marilah kita
> melihat dengan optimisme-kreatif, jangan pesimisme-apatis.
Optimisme-kreatif
> dengan perhitungan teknis dan ekonomis yang baik, tepatnya.
>
> salam,
> awang



-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PRO