Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK
Di perpustakaan BPM/Shell/Pertamina Pladjoe dan Pangkalan Brandan sewaktu tahun 70-an saya baca tulisan almarhum diantaranya geologische undersoechk(?) van Boekit Mas, (laporan perusahaan). Kalau yang public dan ilmiah saya belum pernah baca. BTW gelar profesor beliau itu pemberian sipa kapan, sewaktu saya masuk geologi UGM tahun 1962 beliau sudah profesor. B. Puspoputro R.P. Koesoemadinata [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya sangat kagum atas prestasi Prof Suroso, dan pernah bertemu, namun tidak sempat berdiskusi dengan beliau mengenai geologi. Barangkali Pak Rovicki mengetahui keberadaan tulisan-tulisan beliau? Saya ingin mengkoleksinya, paling tidak fotocopy-nya. Terima kasih PLEASE DO NOT ATTACH FILE LARGER THAN 500 KB R.P.Koesoemadinata Jl. Sangkuriang G-1 Bandung 40135 Telp: 022-250-3995 Fax: 022-250-3995 (Please call before sending) e-mail: [EMAIL PROTECTED] - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari To: ; Sent: Friday, February 03, 2006 7:33 PM Subject: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK Setelah kemarin berdiskusi tentang sebutan profesor di IAGI-net ternyata dekat dengan kita (geologi) ada seorang profesor yg bukan sarjana. PROFESOR OTODIDAK Dikutip dari majalah Gelora Mahasiswa, no.8, thn 3, edisi Desember 1978. http://geologi_ugm.tripod.com/ Anakmuda harus punyakeberanian bereksperimen, ketangguhan ousdour atau ketahanan diri dalam menghadapi cobaan hidup. Percaya kepada kemampuan diri dan jangan hanya menggantungkan input dari pendidikan formil, tapi belajarlah otodidak, demikian petuah Profesor Soeroso Notohadiprawiro, 72 tahun, Gurubesar matakuliah Geologi di Fakultas Teknik UGM. Dia bukan sarjana, tidak punya diploma perguruan tinggi selain ijazah STM jaman Belanda Princees Yulianna School jurusan Sipil dan mengecap pendidikan arsitek 1,5 tahun. Namun bukan omong kosong bahwa mbah Roso - nama panggilan dari para mahasiswa, adalah orang Indonesia pertama yang punya reputasi di bidang ilmu geologi secara gemilang, lagipula tanpa lewat bangku kuliah. Kecemerlangan otaknya dibuktikan sejak kecil. Sekolah Dasar (Mulo) yang 7 tahun hanya diikuti kelas-kelas 1, 2, 4 dan 7, kemudian masuk STM PYS, 4 tahun. Sebenarnya rintisan pengalamannya di bidang bangunan sipilpun cukup cerah. Ketika usia 18 tahun - menurut Undang-Undang Perburuhan Belanda belum boleh bekerja, dia sudah menjadi pelaksana bangunan dari perusahaan pemborong Sitzen Lozauda Yogyakarta, yang mengerjakan gedung BNI 1946, kantor berita Antara, PLN Magelang dan rumah-rumah di Kotabaru. Tetapi kebosanan dan keinginannya untuk hidup berdikari mendorong dia meninggalkan pekerjaannya dan menerima anjuran bekas gurunya Van Der Houven mendaftarkan sebagai pegawai perusahaan minyak Inggris dan Belanda Shell dan BPM. Atas bantuan insinyur Houven pula, pemuda Soeroso merupakan satu-satunya orang pribumi dari 80 pemuda yang diterima. Waktu itu Belanda memang menutup kemungkinan orang pribumi belajar geologi dan pertambangan, sehingga pengembangan ilmu geologi disini agak lamban, ujar Profesor. Selama 3,5 tahun putra dokter jawa Soekardi mengikuti pendidikan pegawai perminyakan di Den Haag, sebelum diangkat jadi ajun geoloog. Kerja pertamanya di daerah Rantau, Aceh, mengawali prestasi-prestasi Soeroso sebagai ahli eksplorasi geologi dan minyak bumi. Dia berhasil menjatuhkan 17 orang penyelidik pendahulunya - termasuk beberapa sarjana, yang telah menyatakan Rantau sebagai daerah 'non minyak', tetapi ternyata merupakan sumber minyak yang menghasilkan jutaan gulden bagi BPM dan Shell. Kemudian berturut-turut dijelajahi hampir seluruh Sumatera untuk mencari ladang minyak baru atau eksplorasi ilmiah. Di Pangkalan Susu, Teluk Aru, ladang minyak yang saya temukan ketika di bor menyembur deras dengan debit 1 juta ton sehari telah menggenangi laut dan terbakar. Apinya menjulang dan kelihatan dari jarak 90 km di kota Medan, sebulan baru dapat dipadamkan dengan bantuan tenaga dari Amerika. Peristiwa itu membeawa beberapa korban jiwa manusia ..., nampak suara Profesor sendu menceritakan kisahnya kepada GEMA. Jaman perang memang mampu menyulam pengalaman orang dengan aneka cara hidup. Tatkala Jepang masuk, Soeroso yang masih punya gelar bangsawan : Raden, terpaksa sembunyi di Gunung Sawal, Jawa Barat, takut jika dipaksa jadi romusha oleh 'saudara tua'. Hampir dua tahun saya jadi petani karet dan kelapa serta mendirikan perusahaan dagang Banyu Asih, sebelum saya diminta menjadi Wakil Direktur STM Jakarta oleh kerabat saya Ki Hadjar Dewantara dan mulai saat itu saya melakukan profesi sebagai pendidik dan berkenalan dengan Pak Johannes Roeseno, Soewandi dari Bandung. Katili masih jadi mahasiswa, katanya. Tetapi kerja baru sebagai pendidikpun kiranya Soeroso tidak mengalami hambatan. Setelah ikut hijrah mendahului pindahnya pusat pemerintahan RI ke Yogya, bersama sejumlah Profesor dan bangsawan kraton, Soeroso ikut mendirikan Universitas Gadjah Mada serta menjadi dosen
Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK
Sayang sekali sayapun tidak memiliki tulisan alm mBah Roso, yang ada hanya tulisan tentang almarhum mBah Roso saja seperti yg dituliskan oleh Pak Wartono Rahardjo, 1989. RDP === Prof.Soeroso Notohadiprawiro (1904-1977) Oleh: Wartono Rahardjo (majalah Nebula, 1989). Tepat bagi kita semua untuk mengenang kembali seorang tokoh pendiri, Founding father dari Jurusan ini. Tokoh yang dulu oleh para mahasiswanya secara akrab dipanggil dengan sebutan Pak Roso atau bahkan Mbah Roso, adalah tokoh yang tidak dapat dipisahkan dengan Jurusan Teknik Geologi FT UGM. Memperingati ulang tahun berdirinya jurusan tanpa menyinggung nama, peran dan jasa beliau sama saja dengan secara sengaja melupakan sejarah. Prof Soeroso dilahirkan pada tanggal 24 April 1904 di Kutoardjo, Jawa Tengah. Beliau adalah putera ketiga dari keluarga dr.Sukadi. Selepas pendidikan dasar dan menengah pertama, beliau memasuki pendidikan keteknikan Prinses Yuliana School di Yogyakarta. Setelah lulus, atas rekomendasi penuh dari direktur sekolah tersebut, beliau diterima di pendidikan asisten geolog di Batavia (Jakarta) yang diselenggarakan oleh Bataafsche Petroleum Maatscapij (BPM) setelah mengalahkan 4 calon lain, yang semuanya bangsa Belanda. Dengan dasar pendidikan inilah kemudian beliau bertugas sebagai geolog lapangan untuk BPM menjelajah hutan di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan Prof Soeroso memberikan kuliah pengantar kepada mahasiswa baru, di kampus Jetis tahun 1973 Pada tahun 1929, beliau menikah dengan R.Ay.Sri Sutengsun. Dari perkawinan ini lahir dua orang putera. Salah seorang diantaranya, yaitu Prof. Dr. Ir.K.R.M.T. Tejoyuwono melanjutkan naluri kecintaan beliau terhadap bumi, namun tidak lewat geologi melainkan melalui ilmu tanah (pedologi), dan kini sebagai guru besar di Fakultas Pertanian UGM. Sedangkan dua dari 5 cucu beliau melanjutkan tradisi geologi ini. Mereka saat ini telah menyelesaikan pasca sarjananya dalam geologi di luar negeri. Kelihatannya tradisi ilmu kebumian telah mendarah daging pada keluarga Notohadiprawiro ini Ketekunan beliau dalam melakukan pekerjaan mengantar beliau ke jenjang karir yang lebih tinggi, Beberapa ladang minyak yang dioperasikan oleh BPM, proses penemuannya boleh dikatakan sebagai hasil langsung maupun tidak langsung dari interpretasi beliau. Pada beberapa kuliah yang sempat penulis ikuti, beliau pernah menceriterakan bagaimana suatu persoalan struktur sempat membuat beliau pusing. Beberapa hari beliau berfikir keras tentang persoalan tersebut. Dari hasil pemikiran keras tersebut akhirnya beliau menemukan suatu cara rekonstruksi struktur, yang merupakan modifikasi dari cara rekonstruksi yang dikembangkan oleh Dr.Molengraaf, seorang ahli geologi Belanda yang kenamaan. Hasil modifikasi tersebut beliau namakan sebagai metode SRS. Beliau tidak pernah menjelaskan apa arti singkatan SRS tersebut. Namun kita yang selalu melihat beliau begitu antusias kalau menerangkan metode SRS tersebut, menduga bahwa SRS adalah singkatan dari nama beliau Soeroso. Dengan menggunakan metode SRS tersebut beliau mencoba memecahkan problema struktur. Namun setelah beberapa hari bekerja, beliau masih memelukan data tambahan, yang merupakan suatu perlapisan kunci yang seharusnya ditemukan, tetapi sampai saat itu belum pernah ditemukan singkapannya. Namun akhirnya persoalan tersebut dapat dipecahkan melalui suatu peristiwa yang unik. Sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu bahwa bagi para geolog lapangan bahwa sungai merupakan sahabat yang baik. Lintasan pemetaan umumnya sangat efisien kalau dilakukan dengan menyusuri sungai. Demikian pula air untuk mandi dan mencucipun diambil dari sungai. Tak ketinggalan tentunya buang airpun di sungai. Nah pada suatu pagi, geolog muda Soeroso memisahkan diri dari kru pemetaan yang dipimpinnya untuk nongkrong buang air di tepi sungai. Benak beliau masih sarat terisi oleh problematik yang belum terselesaikan . Ketika buang air tersebut, beliau keras berfikir, sambil sekali-sekali memandang ke arah sungai untuk melihat barangkali ada buaya ganas yang sedang berjemur. Pada waktu mata beliau mengamati sungai, pandangannya tertumbuk pada sesuatu yang mencuat dari dalam air sungai, yang kebetulan tidak seberapa keruh. Semula beliau menganggap itu sebagai kayu hanyut yang mencuat dari dalam sungai saja. Namun naluri geologi beliau mengatakan tidak, barangkali suatu singkapan perlapisan batuan.Secara bergegas beliau membersihkan diri lalu menghampiri tempat yang mencurikgakan tersebut. Apa yang ditemui beliau? Tak lain adalah perlapisan kunci yang selama itu dicari-carinya. Dengan penuh kegirangan diukur dan dicatatnya singkapan yang sangat berharga ini. Selanjutnya rekonstruksi struktur dilakukan kembali dan akhirnya persoalan struktur di daerah tersebut dapat dipecahkan. Selesainya persoalan struktur itu kemudian secara langsung diikuti dengan ditemukannya ladang minyak di Sumatera Selatan. Dari contoh peristiwa tersebut jelas sekali
Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK
Pak Bas, Mungkin yang dimaksud Geologische Onderzoek van Boekit Mas ? (Penyelidikan Geologi Bukit Mas). Sebenarnya, tahun-tahun itu ada juga jurnal Ilmu Alam (Natuurkundige), untuk konsumsi umum, yang bisa memuat tulisan-tulisan botani, zoologi, astronomi, dan geologi di Indonesia. Arie Frederick Lasut, geologist Indonesia di zaman Belanda, Jepang, dan awal2 kemerdekaan beberapa tulisannya muncul di jurnal tsb. J.H.F. Umbgrove, geologist Belanda yang pernah bekerja di Indonesia, yang banyak menulis di situ, (buku populernya : Symphony of the Earth, yang digambari dengan sangat bagus). salam, awang basuki puspoputro [EMAIL PROTECTED] wrote: Di perpustakaan BPM/Shell/Pertamina Pladjoe dan Pangkalan Brandan sewaktu tahun 70-an saya baca tulisan almarhum diantaranya geologische undersoechk(?) van Boekit Mas, (laporan perusahaan). Kalau yang public dan ilmiah saya belum pernah baca. BTW gelar profesor beliau itu pemberian sipa kapan, sewaktu saya masuk geologi UGM tahun 1962 beliau sudah profesor. B. Puspoputro R.P. Koesoemadinata wrote: Saya sangat kagum atas prestasi Prof Suroso, dan pernah bertemu, namun tidak sempat berdiskusi dengan beliau mengenai geologi. Barangkali Pak Rovicki mengetahui keberadaan tulisan-tulisan beliau? Saya ingin mengkoleksinya, paling tidak fotocopy-nya. Terima kasih PLEASE DO NOT ATTACH FILE LARGER THAN 500 KB R.P.Koesoemadinata Jl. Sangkuriang G-1 Bandung 40135 Telp: 022-250-3995 Fax: 022-250-3995 (Please call before sending) e-mail: [EMAIL PROTECTED] - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari To: ; Sent: Friday, February 03, 2006 7:33 PM Subject: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK Setelah kemarin berdiskusi tentang sebutan profesor di IAGI-net ternyata dekat dengan kita (geologi) ada seorang profesor yg bukan sarjana. PROFESOR OTODIDAK Dikutip dari majalah Gelora Mahasiswa, no.8, thn 3, edisi Desember 1978. http://geologi_ugm.tripod.com/ Anakmuda harus punyakeberanian bereksperimen, ketangguhan ousdour atau ketahanan diri dalam menghadapi cobaan hidup. Percaya kepada kemampuan diri dan jangan hanya menggantungkan input dari pendidikan formil, tapi belajarlah otodidak, demikian petuah Profesor Soeroso Notohadiprawiro, 72 tahun, Gurubesar matakuliah Geologi di Fakultas Teknik UGM. Dia bukan sarjana, tidak punya diploma perguruan tinggi selain ijazah STM jaman Belanda Princees Yulianna School jurusan Sipil dan mengecap pendidikan arsitek 1,5 tahun. Namun bukan omong kosong bahwa mbah Roso - nama panggilan dari para mahasiswa, adalah orang Indonesia pertama yang punya reputasi di bidang ilmu geologi secara gemilang, lagipula tanpa lewat bangku kuliah. Kecemerlangan otaknya dibuktikan sejak kecil. Sekolah Dasar (Mulo) yang 7 tahun hanya diikuti kelas-kelas 1, 2, 4 dan 7, kemudian masuk STM PYS, 4 tahun. Sebenarnya rintisan pengalamannya di bidang bangunan sipilpun cukup cerah. Ketika usia 18 tahun - menurut Undang-Undang Perburuhan Belanda belum boleh bekerja, dia sudah menjadi pelaksana bangunan dari perusahaan pemborong Sitzen Lozauda Yogyakarta, yang mengerjakan gedung BNI 1946, kantor berita Antara, PLN Magelang dan rumah-rumah di Kotabaru. Tetapi kebosanan dan keinginannya untuk hidup berdikari mendorong dia meninggalkan pekerjaannya dan menerima anjuran bekas gurunya Van Der Houven mendaftarkan sebagai pegawai perusahaan minyak Inggris dan Belanda Shell dan BPM. Atas bantuan insinyur Houven pula, pemuda Soeroso merupakan satu-satunya orang pribumi dari 80 pemuda yang diterima. Waktu itu Belanda memang menutup kemungkinan orang pribumi belajar geologi dan pertambangan, sehingga pengembangan ilmu geologi disini agak lamban, ujar Profesor. Selama 3,5 tahun putra dokter jawa Soekardi mengikuti pendidikan pegawai perminyakan di Den Haag, sebelum diangkat jadi ajun geoloog. Kerja pertamanya di daerah Rantau, Aceh, mengawali prestasi-prestasi Soeroso sebagai ahli eksplorasi geologi dan minyak bumi. Dia berhasil menjatuhkan 17 orang penyelidik pendahulunya - termasuk beberapa sarjana, yang telah menyatakan Rantau sebagai daerah 'non minyak', tetapi ternyata merupakan sumber minyak yang menghasilkan jutaan gulden bagi BPM dan Shell. Kemudian berturut-turut dijelajahi hampir seluruh Sumatera untuk mencari ladang minyak baru atau eksplorasi ilmiah. Di Pangkalan Susu, Teluk Aru, ladang minyak yang saya temukan ketika di bor menyembur deras dengan debit 1 juta ton sehari telah menggenangi laut dan terbakar. Apinya menjulang dan kelihatan dari jarak 90 km di kota Medan, sebulan baru dapat dipadamkan dengan bantuan tenaga dari Amerika. Peristiwa itu membeawa beberapa korban jiwa manusia ..., nampak suara Profesor sendu menceritakan kisahnya kepada GEMA. Jaman perang memang mampu menyulam pengalaman orang dengan aneka cara hidup. Tatkala Jepang masuk, Soeroso yang masih punya gelar bangsawan : Raden, terpaksa sembunyi di Gunung Sawal, Jawa Barat, takut jika dipaksa jadi romusha oleh
Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK
Sungguh luar biasa karya Prof Soeroso (mbah Roso) ini. Sepertinya tidak akan terjadi di zaman yang serba ada seperti sekarang ini. Apakah IAGI dapat memuat riwayat hidup mbah Roso dalam majalah IAGI?. Saya kira ini perlu untuk memberikan motivasi kepada teman-teman muda dalam meniti kariernya. Apakah mungkin IAGI dapat memberi tanda penghargaan kepada mereka yang berjasa seperti mbah Roso ini? M. Untung - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Monday, February 06, 2006 7:49 AM Subject: Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK Sayang sekali sayapun tidak memiliki tulisan alm mBah Roso, yang ada hanya tulisan tentang almarhum mBah Roso saja seperti yg dituliskan oleh Pak Wartono Rahardjo, 1989. RDP === Prof.Soeroso Notohadiprawiro (1904-1977) Oleh: Wartono Rahardjo (majalah Nebula, 1989). Tepat bagi kita semua untuk mengenang kembali seorang tokoh pendiri, Founding father dari Jurusan ini. Tokoh yang dulu oleh para mahasiswanya secara akrab dipanggil dengan sebutan Pak Roso atau bahkan Mbah Roso, adalah tokoh yang tidak dapat dipisahkan dengan Jurusan Teknik Geologi FT UGM. Memperingati ulang tahun berdirinya jurusan tanpa menyinggung nama, peran dan jasa beliau sama saja dengan secara sengaja melupakan sejarah. Prof Soeroso dilahirkan pada tanggal 24 April 1904 di Kutoardjo, Jawa Tengah. Beliau adalah putera ketiga dari keluarga dr.Sukadi. Selepas pendidikan dasar dan menengah pertama, beliau memasuki pendidikan keteknikan Prinses Yuliana School di Yogyakarta. Setelah lulus, atas rekomendasi penuh dari direktur sekolah tersebut, beliau diterima di pendidikan asisten geolog di Batavia (Jakarta) yang diselenggarakan oleh Bataafsche Petroleum Maatscapij (BPM) setelah mengalahkan 4 calon lain, yang semuanya bangsa Belanda. Dengan dasar pendidikan inilah kemudian beliau bertugas sebagai geolog lapangan untuk BPM menjelajah hutan di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan Prof Soeroso memberikan kuliah pengantar kepada mahasiswa baru, di kampus Jetis tahun 1973 Pada tahun 1929, beliau menikah dengan R.Ay.Sri Sutengsun. Dari perkawinan ini lahir dua orang putera. Salah seorang diantaranya, yaitu Prof. Dr. Ir.K.R.M.T. Tejoyuwono melanjutkan naluri kecintaan beliau terhadap bumi, namun tidak lewat geologi melainkan melalui ilmu tanah (pedologi), dan kini sebagai guru besar di Fakultas Pertanian UGM. Sedangkan dua dari 5 cucu beliau melanjutkan tradisi geologi ini. Mereka saat ini telah menyelesaikan pasca sarjananya dalam geologi di luar negeri. Kelihatannya tradisi ilmu kebumian telah mendarah daging pada keluarga Notohadiprawiro ini Ketekunan beliau dalam melakukan pekerjaan mengantar beliau ke jenjang karir yang lebih tinggi, Beberapa ladang minyak yang dioperasikan oleh BPM, proses penemuannya boleh dikatakan sebagai hasil langsung maupun tidak langsung dari interpretasi beliau. Pada beberapa kuliah yang sempat penulis ikuti, beliau pernah menceriterakan bagaimana suatu persoalan struktur sempat membuat beliau pusing. Beberapa hari beliau berfikir keras tentang persoalan tersebut. Dari hasil pemikiran keras tersebut akhirnya beliau menemukan suatu cara rekonstruksi struktur, yang merupakan modifikasi dari cara rekonstruksi yang dikembangkan oleh Dr.Molengraaf, seorang ahli geologi Belanda yang kenamaan. Hasil modifikasi tersebut beliau namakan sebagai metode SRS. Beliau tidak pernah menjelaskan apa arti singkatan SRS tersebut. Namun kita yang selalu melihat beliau begitu antusias kalau menerangkan metode SRS tersebut, menduga bahwa SRS adalah singkatan dari nama beliau Soeroso. Dengan menggunakan metode SRS tersebut beliau mencoba memecahkan problema struktur. Namun setelah beberapa hari bekerja, beliau masih memelukan data tambahan, yang merupakan suatu perlapisan kunci yang seharusnya ditemukan, tetapi sampai saat itu belum pernah ditemukan singkapannya. Namun akhirnya persoalan tersebut dapat dipecahkan melalui suatu peristiwa yang unik. Sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu bahwa bagi para geolog lapangan bahwa sungai merupakan sahabat yang baik. Lintasan pemetaan umumnya sangat efisien kalau dilakukan dengan menyusuri sungai. Demikian pula air untuk mandi dan mencucipun diambil dari sungai. Tak ketinggalan tentunya buang airpun di sungai. Nah pada suatu pagi, geolog muda Soeroso memisahkan diri dari kru pemetaan yang dipimpinnya untuk nongkrong buang air di tepi sungai. Benak beliau masih sarat terisi oleh problematik yang belum terselesaikan . Ketika buang air tersebut, beliau keras berfikir, sambil sekali-sekali memandang ke arah sungai untuk melihat barangkali ada buaya ganas yang sedang berjemur. Pada waktu mata beliau mengamati sungai, pandangannya tertumbuk pada sesuatu yang mencuat dari dalam air sungai, yang kebetulan tidak seberapa keruh. Semula beliau menganggap itu sebagai kayu hanyut yang mencuat dari dalam sungai saja. Namun naluri geologi beliau
Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK
setahu saya, dulu, di shell indonesia, juga ada ahli geologi yg pada awalnya berkarir sbg seorang 'draftsman' saja. tidak punya latar-belakang pendidikan geologi, kerja sbg 'tukang gambar', mungkin sambil bantu2 ahli geologi yg beneran, terus katanya ikut beberapa kursus (ttg geologi tentunya). dan, akhirnya jadi ahli geologi beneran. mungkin pak herman yg sekarang di brunei dapat meng-konfirmasikan hal ini. salam, syaiful On 2/5/06, ismail [EMAIL PROTECTED] wrote: Mungkin masalah tulisan / karya tulis ini , merupakan perbedaan antara Profesor jaman itu dg jaman sekarang. jaman dulu mungkin tidak diukur seberapa banyak dia menulis , namun untuk ukuran sekarang menjadi sangat pokok / utama . paling tidak untuk Profesor yang di hasilkan dari APU dimana harus mengumpulkan tulisan tulisan ilmiah dan dipublikasikan untuk memperoleh angka kredit tertentu . dan juga menjadi sarat pokok tingkat pendidikan formalnya, (Jangan harap bisa jadi Profesor kalau hanya lulusan STM seperti Mbah Roso tsb untuk jaman sekarang) Saya sangat salut dengan Mbah Roso ini, bayangkan dg pendidikan formalnya hanyaSTM itupun bukan Geologi ( Sipil) bisa menjadi Ahli Geologi yang hebat. Dan saya sangat beruntung pernah merasakan kuliah dg Mbah Roso ini , Mungkin sebetulnya Geologi itu bisa juga kita pelajari tanpa harus menjalani pendidikan formal dan dapat menjadi Ahli Geologi. Ism -
RE: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK
Pul, Bukan draftsman, tapi dia pernah sekolah filosofi. Terus jadi sample man, akhirnya jadi geologist. Kita juga punya secretary dulu, background-nya S1-IT, akhirnya jadi geophysicist, karena dia in charge untuk semua data seismic. Herman -Original Message- From: mohammad syaiful [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: 06 February 2006 11:42 To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK setahu saya, dulu, di shell indonesia, juga ada ahli geologi yg pada awalnya berkarir sbg seorang 'draftsman' saja. tidak punya latar-belakang pendidikan geologi, kerja sbg 'tukang gambar', mungkin sambil bantu2 ahli geologi yg beneran, terus katanya ikut beberapa kursus (ttg geologi tentunya). dan, akhirnya jadi ahli geologi beneran. mungkin pak herman yg sekarang di brunei dapat meng-konfirmasikan hal ini. salam, syaiful On 2/5/06, ismail [EMAIL PROTECTED] wrote: Mungkin masalah tulisan / karya tulis ini , merupakan perbedaan antara Profesor jaman itu dg jaman sekarang. jaman dulu mungkin tidak diukur seberapa banyak dia menulis , namun untuk ukuran sekarang menjadi sangat pokok / utama . paling tidak untuk Profesor yang di hasilkan dari APU dimana harus mengumpulkan tulisan tulisan ilmiah dan dipublikasikan untuk memperoleh angka kredit tertentu . dan juga menjadi sarat pokok tingkat pendidikan formalnya, (Jangan harap bisa jadi Profesor kalau hanya lulusan STM seperti Mbah Roso tsb untuk jaman sekarang) Saya sangat salut dengan Mbah Roso ini, bayangkan dg pendidikan formalnya hanyaSTM itupun bukan Geologi ( Sipil) bisa menjadi Ahli Geologi yang hebat. Dan saya sangat beruntung pernah merasakan kuliah dg Mbah Roso ini , Mungkin sebetulnya Geologi itu bisa juga kita pelajari tanpa harus menjalani pendidikan formal dan dapat menjadi Ahli Geologi. Ism - - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) -
RE: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK
Profesor Soeroso adalah mantu GPH (Gusti Pangeran Haryo) Tedjo Koesoemo. GPH Tejo adalah anak bungsu Hamongku Buwono VII, raja Mataram. Profesor Indonesia di hasilkan banyak dari UGM (berdiri 1949, sekitar 300 prof ?), UI (1950), Unair (1954), ITB (1959 resmi nama ITB dari lahir THS 1920), IPB (1963), dst. Sejarah penyandang professor, memang menarik. Mestinya lebih banyak lagi profesor yang pendidikannya tak tinggi, atau hanya sarjana, atau hanya master, tak doktor. Jaman penjajahan Londo, yang bisa mengenyam pendidikan adalah orang tertentu saja, yang bisa disebut hanya keturunan kraton. Keturuan kraton tersebar di kadipaten, prabrik-pabrik gula, karet, dll. di waktu penjajahan Belanda itu. Karena humblenya, maka sering tak tonjolkan sebagai raden, nulis sebagai singkatan kadangpun tak ada, dan mungkin memudahkan membaur dlm sosialisasi. Karena kadang juga di perlukan, maka sering hanya sebut R saja. Hanya 70'an (guruku sebut 66 seingatku) sarjana di th 1945 Indonesia merdeka. Kalau bisa masuk web daftar profesor UGM, misalnya, tentu akan tahu tingkat pendidikan professor-profesor. Semakin tua/lama, semakin mudah mencari profesor pendidikan lebih awal. Merekalah sebabkan kita pintar kini. Kita mungkin tak pintar tanpa beliau-beliau. Wikepedia, sebut sbb. Jumlah mahasiswa tercatat hingga th. 1996/1997 adalah 1.924.763 orang, PTS (75.27%), 3 kali PTN (24.73%). Web lain pernah ku baca sebutkan : Di seluruh Indonesia saat (th 2005) ini terdapat 77 PTN (kalo' ada angka 7, ku mudah ingat) di bawah lingkungan Depdikbud, yang terdiri dari 2 Akademi, 26 Politeknik, 4 Sekolah Tinggi, 10 IKIP, 4 Institut, dan 31 Universitas. Ke 77 PTN ini menampung 475.988 mahasiswa (tahun 1996/1997). HB IX yang dirikan UGM, serahkan 300 hectar tuk pendidikan, cikal bakal perg. tinggi Indonesia, dan banyak orang kraton sebagai pendidik awal UGM. Ki Hajar Dewantoro (keturunan Pakualaman), K H A Dahlan (Mataram) cikal bakal pendidikan Indonesia. Prof. Ir.R. Mugiono, raden dari Kolopaking (Banyumas, adipati Mataram, banyak jendral-nya), adalah profesor lama yang tak master/doktor. Prof Dr. R.P. Koesoemadinada, raden dari Pejajaran ? P singkatan apa Pak ? Prof Dr. Ir. Herman Johannes lulusan THS (awal nama ITB), bapak fisika Indonesia, istrikan putri raja Rote. Mataram, Surakarto, Demak, Rote, Pejajaran, banyak raja yang keturunan (darah, gene) Arab, mungkin juga Mojopahit. Cirikan orangnya pintar (juga tinggi bila masih amat dominan gen Arabnya), termasuk Qurais dan Jahudi sebagai keturunan Nabi Ibrahim. India Pakistan dilaporkan suatu kedokteran, bahwa 99 % gene nya dari gene Arab. Orang India juga lahirkan orang bangsawan Bali (seperti yg nama Gedhe, Agung, dll). Apa yang bisa kita wariskan ? Salam, Maryanto. -Original Message- From: ismail [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Sunday, February 05, 2006 11:56 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK Mungkin masalah tulisan / karya tulis ini , merupakan perbedaan antara Profesor jaman itu dg jaman sekarang. jaman dulu mungkin tidak diukur seberapa banyak dia menulis , namun untuk ukuran sekarang menjadi sangat pokok / utama . paling tidak untuk Profesor yang di hasilkan dari APU dimana harus mengumpulkan tulisan tulisan ilmiah dan dipublikasikan untuk memperoleh angka kredit tertentu . dan juga menjadi sarat pokok tingkat pendidikan formalnya, (Jangan harap bisa jadi Profesor kalau hanya lulusan STM seperti Mbah Roso tsb untuk jaman sekarang) Saya sangat salut dengan Mbah Roso ini, bayangkan dg pendidikan formalnya hanyaSTM itupun bukan Geologi ( Sipil) bisa menjadi Ahli Geologi yang hebat. Dan saya sangat beruntung pernah merasakan kuliah dg Mbah Roso ini , Mungkin sebetulnya Geologi itu bisa juga kita pelajari tanpa harus menjalani pendidikan formal dan dapat menjadi Ahli Geologi. Ism - Original Message - From: R.P. Koesoemadinata [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Saturday, February 04, 2006 8:34 PM Subject: Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK Saya sangat kagum atas prestasi Prof Suroso, dan pernah bertemu, namun tidak sempat berdiskusi dengan beliau mengenai geologi. Barangkali Pak Rovicki mengetahui keberadaan tulisan-tulisan beliau? Saya ingin mengkoleksinya, paling tidak fotocopy-nya. Terima kasih PLEASE DO NOT ATTACH FILE LARGER THAN 500 KB R.P.Koesoemadinata Jl. Sangkuriang G-1 Bandung 40135 Telp: 022-250-3995 Fax: 022-250-3995 (Please call before sending) e-mail: [EMAIL PROTECTED] - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, February 03, 2006 7:33 PM Subject: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK Setelah kemarin berdiskusi tentang sebutan profesor di IAGI-net ternyata dekat dengan kita (geologi) ada seorang profesor yg bukan sarjana. PROFESOR OTODIDAK Dikutip dari majalah Gelora Mahasiswa, no.8, thn 3, edisi Desember 1978. http://geologi_ugm.tripod.com/ Anakmuda harus punyakeberanian
Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK
Saya sangat kagum atas prestasi Prof Suroso, dan pernah bertemu, namun tidak sempat berdiskusi dengan beliau mengenai geologi. Barangkali Pak Rovicki mengetahui keberadaan tulisan-tulisan beliau? Saya ingin mengkoleksinya, paling tidak fotocopy-nya. Terima kasih PLEASE DO NOT ATTACH FILE LARGER THAN 500 KB R.P.Koesoemadinata Jl. Sangkuriang G-1 Bandung 40135 Telp: 022-250-3995 Fax: 022-250-3995 (Please call before sending) e-mail: [EMAIL PROTECTED] - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, February 03, 2006 7:33 PM Subject: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK Setelah kemarin berdiskusi tentang sebutan profesor di IAGI-net ternyata dekat dengan kita (geologi) ada seorang profesor yg bukan sarjana. PROFESOR OTODIDAK Dikutip dari majalah Gelora Mahasiswa, no.8, thn 3, edisi Desember 1978. http://geologi_ugm.tripod.com/ Anakmuda harus punyakeberanian bereksperimen, ketangguhan ousdour atau ketahanan diri dalam menghadapi cobaan hidup. Percaya kepada kemampuan diri dan jangan hanya menggantungkan input dari pendidikan formil, tapi belajarlah otodidak, demikian petuah Profesor Soeroso Notohadiprawiro, 72 tahun, Gurubesar matakuliah Geologi di Fakultas Teknik UGM. Dia bukan sarjana, tidak punya diploma perguruan tinggi selain ijazah STM jaman Belanda Princees Yulianna School jurusan Sipil dan mengecap pendidikan arsitek 1,5 tahun. Namun bukan omong kosong bahwa mbah Roso - nama panggilan dari para mahasiswa, adalah orang Indonesia pertama yang punya reputasi di bidang ilmu geologi secara gemilang, lagipula tanpa lewat bangku kuliah. Kecemerlangan otaknya dibuktikan sejak kecil. Sekolah Dasar (Mulo) yang 7 tahun hanya diikuti kelas-kelas 1, 2, 4 dan 7, kemudian masuk STM PYS, 4 tahun. Sebenarnya rintisan pengalamannya di bidang bangunan sipilpun cukup cerah. Ketika usia 18 tahun - menurut Undang-Undang Perburuhan Belanda belum boleh bekerja, dia sudah menjadi pelaksana bangunan dari perusahaan pemborong Sitzen Lozauda Yogyakarta, yang mengerjakan gedung BNI 1946, kantor berita Antara, PLN Magelang dan rumah-rumah di Kotabaru. Tetapi kebosanan dan keinginannya untuk hidup berdikari mendorong dia meninggalkan pekerjaannya dan menerima anjuran bekas gurunya Van Der Houven mendaftarkan sebagai pegawai perusahaan minyak Inggris dan Belanda Shell dan BPM. Atas bantuan insinyur Houven pula, pemuda Soeroso merupakan satu-satunya orang pribumi dari 80 pemuda yang diterima. Waktu itu Belanda memang menutup kemungkinan orang pribumi belajar geologi dan pertambangan, sehingga pengembangan ilmu geologi disini agak lamban, ujar Profesor. Selama 3,5 tahun putra dokter jawa Soekardi mengikuti pendidikan pegawai perminyakan di Den Haag, sebelum diangkat jadi ajun geoloog. Kerja pertamanya di daerah Rantau, Aceh, mengawali prestasi-prestasi Soeroso sebagai ahli eksplorasi geologi dan minyak bumi. Dia berhasil menjatuhkan 17 orang penyelidik pendahulunya - termasuk beberapa sarjana, yang telah menyatakan Rantau sebagai daerah 'non minyak', tetapi ternyata merupakan sumber minyak yang menghasilkan jutaan gulden bagi BPM dan Shell. Kemudian berturut-turut dijelajahi hampir seluruh Sumatera untuk mencari ladang minyak baru atau eksplorasi ilmiah. Di Pangkalan Susu, Teluk Aru, ladang minyak yang saya temukan ketika di bor menyembur deras dengan debit 1 juta ton sehari telah menggenangi laut dan terbakar. Apinya menjulang dan kelihatan dari jarak 90 km di kota Medan, sebulan baru dapat dipadamkan dengan bantuan tenaga dari Amerika. Peristiwa itu membeawa beberapa korban jiwa manusia ..., nampak suara Profesor sendu menceritakan kisahnya kepada GEMA. Jaman perang memang mampu menyulam pengalaman orang dengan aneka cara hidup. Tatkala Jepang masuk, Soeroso yang masih punya gelar bangsawan : Raden, terpaksa sembunyi di Gunung Sawal, Jawa Barat, takut jika dipaksa jadi romusha oleh 'saudara tua'. Hampir dua tahun saya jadi petani karet dan kelapa serta mendirikan perusahaan dagang Banyu Asih, sebelum saya diminta menjadi Wakil Direktur STM Jakarta oleh kerabat saya Ki Hadjar Dewantara dan mulai saat itu saya melakukan profesi sebagai pendidik dan berkenalan dengan Pak Johannes Roeseno, Soewandi dari Bandung. Katili masih jadi mahasiswa, katanya. Tetapi kerja baru sebagai pendidikpun kiranya Soeroso tidak mengalami hambatan. Setelah ikut hijrah mendahului pindahnya pusat pemerintahan RI ke Yogya, bersama sejumlah Profesor dan bangsawan kraton, Soeroso ikut mendirikan Universitas Gadjah Mada serta menjadi dosen Geologi. Tahun 1960, resmi jabatan Gurubesar ilmu Geologi mulai dipangku, dan Soeroso adalah Professor yang bukan sarjana. Lulusan STM yang pernah ceramah di Utrech, California, Tokyo, Delft, Utah, Austria, Munchen serta mendapat penghargaan dari International Cooperation Administration, karena prestasinya di bidang pendidikan teknik plus Bintang Satya Lencana Pengabdian dari Pemerintah RI. = - Nama Prof Soeroso sekarang dipakai
Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK
Mungkin masalah tulisan / karya tulis ini , merupakan perbedaan antara Profesor jaman itu dg jaman sekarang. jaman dulu mungkin tidak diukur seberapa banyak dia menulis , namun untuk ukuran sekarang menjadi sangat pokok / utama . paling tidak untuk Profesor yang di hasilkan dari APU dimana harus mengumpulkan tulisan tulisan ilmiah dan dipublikasikan untuk memperoleh angka kredit tertentu . dan juga menjadi sarat pokok tingkat pendidikan formalnya, (Jangan harap bisa jadi Profesor kalau hanya lulusan STM seperti Mbah Roso tsb untuk jaman sekarang) Saya sangat salut dengan Mbah Roso ini, bayangkan dg pendidikan formalnya hanyaSTM itupun bukan Geologi ( Sipil) bisa menjadi Ahli Geologi yang hebat. Dan saya sangat beruntung pernah merasakan kuliah dg Mbah Roso ini , Mungkin sebetulnya Geologi itu bisa juga kita pelajari tanpa harus menjalani pendidikan formal dan dapat menjadi Ahli Geologi. Ism - Original Message - From: R.P. Koesoemadinata [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Saturday, February 04, 2006 8:34 PM Subject: Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK Saya sangat kagum atas prestasi Prof Suroso, dan pernah bertemu, namun tidak sempat berdiskusi dengan beliau mengenai geologi. Barangkali Pak Rovicki mengetahui keberadaan tulisan-tulisan beliau? Saya ingin mengkoleksinya, paling tidak fotocopy-nya. Terima kasih PLEASE DO NOT ATTACH FILE LARGER THAN 500 KB R.P.Koesoemadinata Jl. Sangkuriang G-1 Bandung 40135 Telp: 022-250-3995 Fax: 022-250-3995 (Please call before sending) e-mail: [EMAIL PROTECTED] - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, February 03, 2006 7:33 PM Subject: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK Setelah kemarin berdiskusi tentang sebutan profesor di IAGI-net ternyata dekat dengan kita (geologi) ada seorang profesor yg bukan sarjana. PROFESOR OTODIDAK Dikutip dari majalah Gelora Mahasiswa, no.8, thn 3, edisi Desember 1978. http://geologi_ugm.tripod.com/ Anakmuda harus punyakeberanian bereksperimen, ketangguhan ousdour atau ketahanan diri dalam menghadapi cobaan hidup. Percaya kepada kemampuan diri dan jangan hanya menggantungkan input dari pendidikan formil, tapi belajarlah otodidak, demikian petuah Profesor Soeroso Notohadiprawiro, 72 tahun, Gurubesar matakuliah Geologi di Fakultas Teknik UGM. Dia bukan sarjana, tidak punya diploma perguruan tinggi selain ijazah STM jaman Belanda Princees Yulianna School jurusan Sipil dan mengecap pendidikan arsitek 1,5 tahun. Namun bukan omong kosong bahwa mbah Roso - nama panggilan dari para mahasiswa, adalah orang Indonesia pertama yang punya reputasi di bidang ilmu geologi secara gemilang, lagipula tanpa lewat bangku kuliah. Kecemerlangan otaknya dibuktikan sejak kecil. Sekolah Dasar (Mulo) yang 7 tahun hanya diikuti kelas-kelas 1, 2, 4 dan 7, kemudian masuk STM PYS, 4 tahun. Sebenarnya rintisan pengalamannya di bidang bangunan sipilpun cukup cerah. Ketika usia 18 tahun - menurut Undang-Undang Perburuhan Belanda belum boleh bekerja, dia sudah menjadi pelaksana bangunan dari perusahaan pemborong Sitzen Lozauda Yogyakarta, yang mengerjakan gedung BNI 1946, kantor berita Antara, PLN Magelang dan rumah-rumah di Kotabaru. Tetapi kebosanan dan keinginannya untuk hidup berdikari mendorong dia meninggalkan pekerjaannya dan menerima anjuran bekas gurunya Van Der Houven mendaftarkan sebagai pegawai perusahaan minyak Inggris dan Belanda Shell dan BPM. Atas bantuan insinyur Houven pula, pemuda Soeroso merupakan satu-satunya orang pribumi dari 80 pemuda yang diterima. Waktu itu Belanda memang menutup kemungkinan orang pribumi belajar geologi dan pertambangan, sehingga pengembangan ilmu geologi disini agak lamban, ujar Profesor. Selama 3,5 tahun putra dokter jawa Soekardi mengikuti pendidikan pegawai perminyakan di Den Haag, sebelum diangkat jadi ajun geoloog. Kerja pertamanya di daerah Rantau, Aceh, mengawali prestasi-prestasi Soeroso sebagai ahli eksplorasi geologi dan minyak bumi. Dia berhasil menjatuhkan 17 orang penyelidik pendahulunya - termasuk beberapa sarjana, yang telah menyatakan Rantau sebagai daerah 'non minyak', tetapi ternyata merupakan sumber minyak yang menghasilkan jutaan gulden bagi BPM dan Shell. Kemudian berturut-turut dijelajahi hampir seluruh Sumatera untuk mencari ladang minyak baru atau eksplorasi ilmiah. Di Pangkalan Susu, Teluk Aru, ladang minyak yang saya temukan ketika di bor menyembur deras dengan debit 1 juta ton sehari telah menggenangi laut dan terbakar. Apinya menjulang dan kelihatan dari jarak 90 km di kota Medan, sebulan baru dapat dipadamkan dengan bantuan tenaga dari Amerika. Peristiwa itu membeawa beberapa korban jiwa manusia ..., nampak suara Profesor sendu menceritakan kisahnya kepada GEMA. Jaman perang memang mampu menyulam pengalaman orang dengan aneka cara hidup. Tatkala Jepang masuk, Soeroso yang masih punya gelar bangsawan : Raden, terpaksa sembunyi di Gunung Sawal, Jawa Barat, takut jika