Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK

2006-02-05 Terurut Topik basuki puspoputro
Di perpustakaan BPM/Shell/Pertamina Pladjoe dan Pangkalan Brandan sewaktu tahun 
70-an saya baca tulisan almarhum diantaranya geologische undersoechk(?) van 
Boekit Mas, (laporan perusahaan). Kalau yang public dan ilmiah saya belum 
pernah baca.
  BTW gelar profesor beliau itu pemberian sipa  kapan, sewaktu saya masuk 
geologi UGM tahun 1962 beliau sudah profesor.
   
  B. Puspoputro

R.P. Koesoemadinata [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Saya sangat kagum atas prestasi Prof Suroso, dan pernah bertemu, namun 
tidak sempat berdiskusi dengan beliau mengenai geologi.
Barangkali Pak Rovicki mengetahui keberadaan tulisan-tulisan beliau? Saya 
ingin mengkoleksinya, paling tidak fotocopy-nya.
Terima kasih
PLEASE DO NOT ATTACH FILE LARGER THAN 500 KB
R.P.Koesoemadinata
Jl. Sangkuriang G-1
Bandung 40135
Telp: 022-250-3995
Fax: 022-250-3995 (Please call before sending)
e-mail: [EMAIL PROTECTED]
- Original Message - 
From: Rovicky Dwi Putrohari 
To: ; 
Sent: Friday, February 03, 2006 7:33 PM
Subject: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK


 Setelah kemarin berdiskusi tentang sebutan profesor di IAGI-net
 ternyata dekat dengan kita (geologi) ada seorang profesor yg bukan
 sarjana.

 PROFESOR OTODIDAK

 Dikutip dari majalah Gelora Mahasiswa, no.8, thn 3, edisi Desember 1978.
 http://geologi_ugm.tripod.com/


 Anakmuda harus punyakeberanian bereksperimen, ketangguhan ousdour
 atau ketahanan diri dalam menghadapi cobaan hidup. Percaya kepada
 kemampuan diri dan jangan hanya menggantungkan input dari pendidikan
 formil, tapi belajarlah otodidak, demikian petuah Profesor Soeroso
 Notohadiprawiro, 72 tahun, Gurubesar matakuliah Geologi di Fakultas
 Teknik UGM. Dia bukan sarjana, tidak punya diploma perguruan tinggi
 selain ijazah STM jaman Belanda Princees Yulianna School jurusan
 Sipil dan mengecap pendidikan arsitek 1,5 tahun. Namun bukan omong
 kosong bahwa mbah Roso - nama panggilan dari para mahasiswa, adalah
 orang Indonesia pertama yang punya reputasi di bidang ilmu geologi
 secara gemilang, lagipula tanpa lewat bangku kuliah.

 Kecemerlangan otaknya dibuktikan sejak kecil. Sekolah Dasar (Mulo)
 yang 7 tahun hanya diikuti kelas-kelas 1, 2, 4 dan 7, kemudian masuk
 STM PYS, 4 tahun. Sebenarnya rintisan pengalamannya di bidang bangunan
 sipilpun cukup cerah. Ketika usia 18 tahun - menurut Undang-Undang
 Perburuhan Belanda belum boleh bekerja, dia sudah menjadi pelaksana
 bangunan dari perusahaan pemborong Sitzen  Lozauda Yogyakarta, yang
 mengerjakan gedung BNI 1946, kantor berita Antara, PLN Magelang dan
 rumah-rumah di Kotabaru. Tetapi kebosanan dan keinginannya untuk hidup
 berdikari mendorong dia meninggalkan pekerjaannya dan menerima anjuran
 bekas gurunya Van Der Houven mendaftarkan sebagai pegawai perusahaan
 minyak Inggris dan Belanda Shell dan BPM. Atas bantuan insinyur
 Houven pula, pemuda Soeroso merupakan satu-satunya orang pribumi dari
 80 pemuda yang diterima. Waktu itu Belanda memang menutup kemungkinan
 orang pribumi belajar geologi dan pertambangan, sehingga pengembangan
 ilmu geologi disini agak lamban, ujar Profesor.

 Selama 3,5 tahun putra dokter jawa Soekardi mengikuti pendidikan
 pegawai perminyakan di Den Haag, sebelum diangkat jadi ajun geoloog.
 Kerja pertamanya di daerah Rantau, Aceh, mengawali prestasi-prestasi
 Soeroso sebagai ahli eksplorasi geologi dan minyak bumi. Dia berhasil
 menjatuhkan 17 orang penyelidik pendahulunya - termasuk beberapa
 sarjana, yang telah menyatakan Rantau sebagai daerah 'non minyak',
 tetapi ternyata merupakan sumber minyak yang menghasilkan jutaan
 gulden bagi BPM dan Shell. Kemudian berturut-turut dijelajahi hampir
 seluruh Sumatera untuk mencari ladang minyak baru atau eksplorasi
 ilmiah. Di Pangkalan Susu, Teluk Aru, ladang minyak yang saya temukan
 ketika di bor menyembur deras dengan debit 1 juta ton sehari telah
 menggenangi laut dan terbakar. Apinya menjulang dan kelihatan dari
 jarak 90 km di kota Medan, sebulan baru dapat dipadamkan dengan
 bantuan tenaga dari Amerika. Peristiwa itu membeawa beberapa korban
 jiwa manusia ..., nampak suara Profesor sendu menceritakan kisahnya
 kepada GEMA.

 Jaman perang memang mampu menyulam pengalaman orang dengan aneka cara
 hidup. Tatkala Jepang masuk, Soeroso yang masih punya gelar bangsawan
 : Raden, terpaksa sembunyi di Gunung Sawal, Jawa Barat, takut jika
 dipaksa jadi romusha oleh 'saudara tua'. Hampir dua tahun saya jadi
 petani karet dan kelapa serta mendirikan perusahaan dagang Banyu
 Asih, sebelum saya diminta menjadi Wakil Direktur STM Jakarta oleh
 kerabat saya Ki Hadjar Dewantara dan mulai saat itu saya melakukan
 profesi sebagai pendidik dan berkenalan dengan Pak Johannes Roeseno,
 Soewandi dari Bandung. Katili masih jadi mahasiswa, katanya. Tetapi
 kerja baru sebagai pendidikpun kiranya Soeroso tidak mengalami
 hambatan. Setelah ikut hijrah mendahului pindahnya pusat pemerintahan
 RI ke Yogya, bersama sejumlah Profesor dan bangsawan kraton, Soeroso
 ikut mendirikan Universitas Gadjah Mada serta menjadi dosen 

Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK

2006-02-05 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Sayang sekali sayapun tidak memiliki tulisan alm mBah Roso, yang ada
hanya tulisan tentang almarhum mBah Roso saja seperti yg dituliskan
oleh Pak Wartono Rahardjo, 1989.

RDP
===
Prof.Soeroso Notohadiprawiro (1904-1977)
Oleh: Wartono Rahardjo (majalah Nebula, 1989).

  Tepat bagi kita semua untuk mengenang kembali seorang tokoh
pendiri, Founding father dari Jurusan ini. Tokoh yang dulu oleh para
mahasiswanya  secara akrab dipanggil dengan sebutan Pak Roso atau
bahkan Mbah Roso, adalah tokoh yang tidak dapat dipisahkan dengan
Jurusan Teknik Geologi FT UGM. Memperingati ulang tahun berdirinya
jurusan  tanpa menyinggung nama, peran dan jasa beliau sama saja
dengan secara sengaja melupakan sejarah. Prof Soeroso dilahirkan pada
tanggal 24 April 1904 di Kutoardjo, Jawa Tengah. Beliau adalah putera
ketiga dari keluarga dr.Sukadi. Selepas pendidikan dasar dan menengah
pertama, beliau memasuki pendidikan keteknikan Prinses Yuliana School
di Yogyakarta. Setelah lulus, atas rekomendasi penuh  dari direktur
sekolah tersebut, beliau diterima di pendidikan asisten geolog di
Batavia (Jakarta) yang diselenggarakan oleh  Bataafsche Petroleum
Maatscapij (BPM) setelah mengalahkan 4 calon lain, yang semuanya
bangsa Belanda. Dengan dasar pendidikan inilah kemudian beliau
bertugas sebagai geolog lapangan untuk BPM menjelajah hutan di
Sumatera Utara dan Sumatera Selatan

Prof Soeroso memberikan kuliah pengantar kepada mahasiswa baru, di
kampus Jetis tahun 1973

Pada tahun 1929, beliau menikah dengan R.Ay.Sri Sutengsun. Dari
perkawinan ini lahir dua orang putera. Salah seorang diantaranya,
yaitu Prof. Dr. Ir.K.R.M.T. Tejoyuwono melanjutkan naluri kecintaan
beliau terhadap bumi, namun tidak lewat geologi melainkan melalui ilmu
tanah (pedologi), dan kini sebagai guru besar di Fakultas Pertanian
UGM. Sedangkan  dua dari 5 cucu  beliau melanjutkan tradisi geologi
ini. Mereka saat ini telah menyelesaikan pasca sarjananya dalam
geologi di luar negeri. Kelihatannya tradisi  ilmu kebumian telah
mendarah daging pada keluarga Notohadiprawiro ini

Ketekunan beliau dalam melakukan pekerjaan mengantar beliau ke jenjang
karir yang lebih tinggi, Beberapa ladang minyak yang dioperasikan 
oleh BPM, proses penemuannya boleh dikatakan sebagai hasil langsung
maupun tidak langsung dari interpretasi beliau.

Pada beberapa kuliah yang sempat penulis ikuti, beliau pernah
menceriterakan bagaimana suatu persoalan struktur sempat membuat
beliau pusing. Beberapa hari beliau berfikir keras tentang persoalan
tersebut. Dari hasil pemikiran keras tersebut akhirnya  beliau
menemukan suatu cara rekonstruksi struktur, yang merupakan modifikasi
dari cara rekonstruksi yang dikembangkan  oleh Dr.Molengraaf, seorang
ahli geologi Belanda yang kenamaan. Hasil modifikasi tersebut beliau
namakan sebagai metode SRS. Beliau tidak pernah menjelaskan apa arti
singkatan SRS tersebut. Namun kita yang selalu melihat beliau begitu
antusias kalau menerangkan metode SRS tersebut, menduga bahwa  SRS
adalah singkatan dari nama beliau Soeroso.  Dengan menggunakan metode
SRS tersebut beliau mencoba memecahkan problema struktur. Namun
setelah beberapa hari bekerja, beliau masih memelukan data tambahan,
yang merupakan suatu perlapisan kunci yang seharusnya ditemukan,
tetapi sampai saat itu belum pernah ditemukan singkapannya. Namun
akhirnya persoalan tersebut dapat dipecahkan melalui suatu peristiwa
yang unik.

Sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu bahwa bagi para geolog lapangan
bahwa sungai merupakan sahabat yang baik. Lintasan pemetaan umumnya
sangat efisien kalau dilakukan dengan  menyusuri sungai. Demikian pula
air untuk mandi dan mencucipun diambil dari sungai. Tak ketinggalan
tentunya buang airpun di sungai. Nah pada suatu pagi, geolog muda
Soeroso memisahkan diri dari kru pemetaan yang dipimpinnya untuk
nongkrong buang air di tepi sungai. Benak beliau masih sarat terisi 
oleh problematik yang belum terselesaikan . Ketika buang air tersebut,
beliau keras berfikir, sambil sekali-sekali memandang ke arah sungai
untuk  melihat barangkali ada buaya ganas yang sedang berjemur. Pada
waktu mata beliau mengamati sungai, pandangannya tertumbuk  pada
sesuatu yang mencuat dari dalam air sungai, yang kebetulan tidak
seberapa keruh. Semula beliau menganggap itu sebagai kayu hanyut yang
mencuat dari dalam sungai saja. Namun naluri geologi beliau mengatakan
tidak, barangkali suatu singkapan perlapisan batuan.Secara bergegas
beliau membersihkan diri lalu menghampiri  tempat yang mencurikgakan
tersebut. Apa yang ditemui beliau? Tak lain adalah perlapisan kunci
yang selama itu dicari-carinya. Dengan penuh kegirangan diukur dan
dicatatnya singkapan yang sangat berharga ini. Selanjutnya
rekonstruksi struktur dilakukan kembali dan akhirnya persoalan
struktur di daerah tersebut dapat dipecahkan. Selesainya persoalan
struktur itu kemudian secara langsung diikuti dengan ditemukannya
ladang minyak di  Sumatera Selatan.

Dari contoh peristiwa tersebut jelas sekali 

Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK

2006-02-05 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Bas,
   
  Mungkin yang dimaksud Geologische Onderzoek van Boekit Mas ? (Penyelidikan 
Geologi Bukit Mas). Sebenarnya, tahun-tahun itu ada juga jurnal Ilmu Alam 
(Natuurkundige), untuk konsumsi umum, yang bisa memuat tulisan-tulisan botani, 
zoologi, astronomi, dan geologi di Indonesia. Arie Frederick Lasut, geologist 
Indonesia di zaman Belanda, Jepang, dan awal2 kemerdekaan beberapa tulisannya 
muncul di jurnal tsb. J.H.F. Umbgrove, geologist Belanda yang pernah bekerja di 
Indonesia,  yang banyak menulis di situ, (buku populernya : Symphony of the 
Earth, yang digambari dengan sangat bagus).
   
  salam,
  awang

basuki puspoputro [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Di perpustakaan BPM/Shell/Pertamina Pladjoe dan Pangkalan Brandan sewaktu 
tahun 70-an saya baca tulisan almarhum diantaranya geologische undersoechk(?) 
van Boekit Mas, (laporan perusahaan). Kalau yang public dan ilmiah saya 
belum pernah baca.
BTW gelar profesor beliau itu pemberian sipa  kapan, sewaktu saya masuk 
geologi UGM tahun 1962 beliau sudah profesor.

B. Puspoputro

R.P. Koesoemadinata wrote:
Saya sangat kagum atas prestasi Prof Suroso, dan pernah bertemu, namun 
tidak sempat berdiskusi dengan beliau mengenai geologi.
Barangkali Pak Rovicki mengetahui keberadaan tulisan-tulisan beliau? Saya 
ingin mengkoleksinya, paling tidak fotocopy-nya.
Terima kasih
PLEASE DO NOT ATTACH FILE LARGER THAN 500 KB
R.P.Koesoemadinata
Jl. Sangkuriang G-1
Bandung 40135
Telp: 022-250-3995
Fax: 022-250-3995 (Please call before sending)
e-mail: [EMAIL PROTECTED]
- Original Message - 
From: Rovicky Dwi Putrohari 
To: ; 
Sent: Friday, February 03, 2006 7:33 PM
Subject: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK


 Setelah kemarin berdiskusi tentang sebutan profesor di IAGI-net
 ternyata dekat dengan kita (geologi) ada seorang profesor yg bukan
 sarjana.

 PROFESOR OTODIDAK

 Dikutip dari majalah Gelora Mahasiswa, no.8, thn 3, edisi Desember 1978.
 http://geologi_ugm.tripod.com/


 Anakmuda harus punyakeberanian bereksperimen, ketangguhan ousdour
 atau ketahanan diri dalam menghadapi cobaan hidup. Percaya kepada
 kemampuan diri dan jangan hanya menggantungkan input dari pendidikan
 formil, tapi belajarlah otodidak, demikian petuah Profesor Soeroso
 Notohadiprawiro, 72 tahun, Gurubesar matakuliah Geologi di Fakultas
 Teknik UGM. Dia bukan sarjana, tidak punya diploma perguruan tinggi
 selain ijazah STM jaman Belanda Princees Yulianna School jurusan
 Sipil dan mengecap pendidikan arsitek 1,5 tahun. Namun bukan omong
 kosong bahwa mbah Roso - nama panggilan dari para mahasiswa, adalah
 orang Indonesia pertama yang punya reputasi di bidang ilmu geologi
 secara gemilang, lagipula tanpa lewat bangku kuliah.

 Kecemerlangan otaknya dibuktikan sejak kecil. Sekolah Dasar (Mulo)
 yang 7 tahun hanya diikuti kelas-kelas 1, 2, 4 dan 7, kemudian masuk
 STM PYS, 4 tahun. Sebenarnya rintisan pengalamannya di bidang bangunan
 sipilpun cukup cerah. Ketika usia 18 tahun - menurut Undang-Undang
 Perburuhan Belanda belum boleh bekerja, dia sudah menjadi pelaksana
 bangunan dari perusahaan pemborong Sitzen  Lozauda Yogyakarta, yang
 mengerjakan gedung BNI 1946, kantor berita Antara, PLN Magelang dan
 rumah-rumah di Kotabaru. Tetapi kebosanan dan keinginannya untuk hidup
 berdikari mendorong dia meninggalkan pekerjaannya dan menerima anjuran
 bekas gurunya Van Der Houven mendaftarkan sebagai pegawai perusahaan
 minyak Inggris dan Belanda Shell dan BPM. Atas bantuan insinyur
 Houven pula, pemuda Soeroso merupakan satu-satunya orang pribumi dari
 80 pemuda yang diterima. Waktu itu Belanda memang menutup kemungkinan
 orang pribumi belajar geologi dan pertambangan, sehingga pengembangan
 ilmu geologi disini agak lamban, ujar Profesor.

 Selama 3,5 tahun putra dokter jawa Soekardi mengikuti pendidikan
 pegawai perminyakan di Den Haag, sebelum diangkat jadi ajun geoloog.
 Kerja pertamanya di daerah Rantau, Aceh, mengawali prestasi-prestasi
 Soeroso sebagai ahli eksplorasi geologi dan minyak bumi. Dia berhasil
 menjatuhkan 17 orang penyelidik pendahulunya - termasuk beberapa
 sarjana, yang telah menyatakan Rantau sebagai daerah 'non minyak',
 tetapi ternyata merupakan sumber minyak yang menghasilkan jutaan
 gulden bagi BPM dan Shell. Kemudian berturut-turut dijelajahi hampir
 seluruh Sumatera untuk mencari ladang minyak baru atau eksplorasi
 ilmiah. Di Pangkalan Susu, Teluk Aru, ladang minyak yang saya temukan
 ketika di bor menyembur deras dengan debit 1 juta ton sehari telah
 menggenangi laut dan terbakar. Apinya menjulang dan kelihatan dari
 jarak 90 km di kota Medan, sebulan baru dapat dipadamkan dengan
 bantuan tenaga dari Amerika. Peristiwa itu membeawa beberapa korban
 jiwa manusia ..., nampak suara Profesor sendu menceritakan kisahnya
 kepada GEMA.

 Jaman perang memang mampu menyulam pengalaman orang dengan aneka cara
 hidup. Tatkala Jepang masuk, Soeroso yang masih punya gelar bangsawan
 : Raden, terpaksa sembunyi di Gunung Sawal, Jawa Barat, takut jika
 dipaksa jadi romusha oleh 

Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK

2006-02-05 Terurut Topik M Untung
Sungguh luar biasa karya Prof Soeroso (mbah Roso) ini. Sepertinya tidak
akan terjadi di zaman yang serba ada seperti sekarang ini. Apakah IAGI dapat
memuat riwayat hidup mbah Roso dalam majalah IAGI?. Saya kira ini perlu
untuk memberikan motivasi kepada teman-teman muda dalam meniti kariernya.
Apakah mungkin IAGI dapat memberi tanda penghargaan kepada mereka yang
berjasa seperti mbah Roso ini?
M. Untung
- Original Message -
From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, February 06, 2006 7:49 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK


 Sayang sekali sayapun tidak memiliki tulisan alm mBah Roso, yang ada
 hanya tulisan tentang almarhum mBah Roso saja seperti yg dituliskan
 oleh Pak Wartono Rahardjo, 1989.

 RDP
 ===
 Prof.Soeroso Notohadiprawiro (1904-1977)
 Oleh: Wartono Rahardjo (majalah Nebula, 1989).

   Tepat bagi kita semua untuk mengenang kembali seorang tokoh
 pendiri, Founding father dari Jurusan ini. Tokoh yang dulu oleh para
 mahasiswanya  secara akrab dipanggil dengan sebutan Pak Roso atau
 bahkan Mbah Roso, adalah tokoh yang tidak dapat dipisahkan dengan
 Jurusan Teknik Geologi FT UGM. Memperingati ulang tahun berdirinya
 jurusan  tanpa menyinggung nama, peran dan jasa beliau sama saja
 dengan secara sengaja melupakan sejarah. Prof Soeroso dilahirkan pada
 tanggal 24 April 1904 di Kutoardjo, Jawa Tengah. Beliau adalah putera
 ketiga dari keluarga dr.Sukadi. Selepas pendidikan dasar dan menengah
 pertama, beliau memasuki pendidikan keteknikan Prinses Yuliana School
 di Yogyakarta. Setelah lulus, atas rekomendasi penuh  dari direktur
 sekolah tersebut, beliau diterima di pendidikan asisten geolog di
 Batavia (Jakarta) yang diselenggarakan oleh  Bataafsche Petroleum
 Maatscapij (BPM) setelah mengalahkan 4 calon lain, yang semuanya
 bangsa Belanda. Dengan dasar pendidikan inilah kemudian beliau
 bertugas sebagai geolog lapangan untuk BPM menjelajah hutan di
 Sumatera Utara dan Sumatera Selatan

 Prof Soeroso memberikan kuliah pengantar kepada mahasiswa baru, di
 kampus Jetis tahun 1973

 Pada tahun 1929, beliau menikah dengan R.Ay.Sri Sutengsun. Dari
 perkawinan ini lahir dua orang putera. Salah seorang diantaranya,
 yaitu Prof. Dr. Ir.K.R.M.T. Tejoyuwono melanjutkan naluri kecintaan
 beliau terhadap bumi, namun tidak lewat geologi melainkan melalui ilmu
 tanah (pedologi), dan kini sebagai guru besar di Fakultas Pertanian
 UGM. Sedangkan  dua dari 5 cucu  beliau melanjutkan tradisi geologi
 ini. Mereka saat ini telah menyelesaikan pasca sarjananya dalam
 geologi di luar negeri. Kelihatannya tradisi  ilmu kebumian telah
 mendarah daging pada keluarga Notohadiprawiro ini

 Ketekunan beliau dalam melakukan pekerjaan mengantar beliau ke jenjang
 karir yang lebih tinggi, Beberapa ladang minyak yang dioperasikan
 oleh BPM, proses penemuannya boleh dikatakan sebagai hasil langsung
 maupun tidak langsung dari interpretasi beliau.

 Pada beberapa kuliah yang sempat penulis ikuti, beliau pernah
 menceriterakan bagaimana suatu persoalan struktur sempat membuat
 beliau pusing. Beberapa hari beliau berfikir keras tentang persoalan
 tersebut. Dari hasil pemikiran keras tersebut akhirnya  beliau
 menemukan suatu cara rekonstruksi struktur, yang merupakan modifikasi
 dari cara rekonstruksi yang dikembangkan  oleh Dr.Molengraaf, seorang
 ahli geologi Belanda yang kenamaan. Hasil modifikasi tersebut beliau
 namakan sebagai metode SRS. Beliau tidak pernah menjelaskan apa arti
 singkatan SRS tersebut. Namun kita yang selalu melihat beliau begitu
 antusias kalau menerangkan metode SRS tersebut, menduga bahwa  SRS
 adalah singkatan dari nama beliau Soeroso.  Dengan menggunakan metode
 SRS tersebut beliau mencoba memecahkan problema struktur. Namun
 setelah beberapa hari bekerja, beliau masih memelukan data tambahan,
 yang merupakan suatu perlapisan kunci yang seharusnya ditemukan,
 tetapi sampai saat itu belum pernah ditemukan singkapannya. Namun
 akhirnya persoalan tersebut dapat dipecahkan melalui suatu peristiwa
 yang unik.

 Sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu bahwa bagi para geolog lapangan
 bahwa sungai merupakan sahabat yang baik. Lintasan pemetaan umumnya
 sangat efisien kalau dilakukan dengan  menyusuri sungai. Demikian pula
 air untuk mandi dan mencucipun diambil dari sungai. Tak ketinggalan
 tentunya buang airpun di sungai. Nah pada suatu pagi, geolog muda
 Soeroso memisahkan diri dari kru pemetaan yang dipimpinnya untuk
 nongkrong buang air di tepi sungai. Benak beliau masih sarat terisi
 oleh problematik yang belum terselesaikan . Ketika buang air tersebut,
 beliau keras berfikir, sambil sekali-sekali memandang ke arah sungai
 untuk  melihat barangkali ada buaya ganas yang sedang berjemur. Pada
 waktu mata beliau mengamati sungai, pandangannya tertumbuk  pada
 sesuatu yang mencuat dari dalam air sungai, yang kebetulan tidak
 seberapa keruh. Semula beliau menganggap itu sebagai kayu hanyut yang
 mencuat dari dalam sungai saja. Namun naluri geologi beliau

Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK

2006-02-05 Terurut Topik mohammad syaiful
setahu saya, dulu, di shell indonesia, juga ada ahli geologi yg pada awalnya
berkarir sbg seorang 'draftsman' saja. tidak punya latar-belakang pendidikan
geologi, kerja sbg 'tukang gambar', mungkin sambil bantu2 ahli geologi yg
beneran, terus katanya ikut beberapa kursus (ttg geologi tentunya). dan,
akhirnya jadi ahli geologi beneran.

mungkin pak herman yg sekarang di brunei dapat meng-konfirmasikan hal ini.

salam,
syaiful


On 2/5/06, ismail [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Mungkin masalah tulisan / karya tulis  ini , merupakan perbedaan antara
 Profesor jaman itu dg jaman sekarang. jaman dulu mungkin tidak diukur
 seberapa banyak dia menulis , namun untuk ukuran sekarang menjadi sangat
 pokok / utama . paling tidak untuk Profesor yang di hasilkan dari APU
 dimana harus mengumpulkan tulisan tulisan ilmiah dan dipublikasikan untuk
 memperoleh angka kredit tertentu . dan juga menjadi sarat pokok tingkat
 pendidikan formalnya, (Jangan harap bisa jadi Profesor kalau hanya lulusan
 STM seperti Mbah Roso tsb untuk jaman sekarang)
 Saya sangat salut dengan Mbah Roso ini, bayangkan dg pendidikan formalnya
 hanyaSTM itupun bukan Geologi ( Sipil) bisa menjadi Ahli Geologi yang
 hebat. Dan saya sangat beruntung pernah merasakan kuliah dg Mbah Roso ini
 ,
 Mungkin sebetulnya Geologi itu bisa juga kita pelajari tanpa harus
 menjalani
 pendidikan formal dan dapat menjadi Ahli Geologi.

 Ism
 -




RE: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK

2006-02-05 Terurut Topik Darman, Herman H BSP-TSX/4
Pul,

Bukan draftsman, tapi dia pernah sekolah filosofi. Terus jadi sample man, 
akhirnya jadi geologist.
Kita juga punya secretary dulu, background-nya S1-IT, akhirnya jadi 
geophysicist, karena dia in charge untuk semua data seismic.

Herman

-Original Message-
From: mohammad syaiful [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: 06 February 2006 11:42
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK


setahu saya, dulu, di shell indonesia, juga ada ahli geologi yg pada awalnya
berkarir sbg seorang 'draftsman' saja. tidak punya latar-belakang pendidikan
geologi, kerja sbg 'tukang gambar', mungkin sambil bantu2 ahli geologi yg
beneran, terus katanya ikut beberapa kursus (ttg geologi tentunya). dan,
akhirnya jadi ahli geologi beneran.

mungkin pak herman yg sekarang di brunei dapat meng-konfirmasikan hal ini.

salam,
syaiful


On 2/5/06, ismail [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Mungkin masalah tulisan / karya tulis  ini , merupakan perbedaan antara
 Profesor jaman itu dg jaman sekarang. jaman dulu mungkin tidak diukur
 seberapa banyak dia menulis , namun untuk ukuran sekarang menjadi sangat
 pokok / utama . paling tidak untuk Profesor yang di hasilkan dari APU
 dimana harus mengumpulkan tulisan tulisan ilmiah dan dipublikasikan untuk
 memperoleh angka kredit tertentu . dan juga menjadi sarat pokok tingkat
 pendidikan formalnya, (Jangan harap bisa jadi Profesor kalau hanya lulusan
 STM seperti Mbah Roso tsb untuk jaman sekarang)
 Saya sangat salut dengan Mbah Roso ini, bayangkan dg pendidikan formalnya
 hanyaSTM itupun bukan Geologi ( Sipil) bisa menjadi Ahli Geologi yang
 hebat. Dan saya sangat beruntung pernah merasakan kuliah dg Mbah Roso ini
 ,
 Mungkin sebetulnya Geologi itu bisa juga kita pelajari tanpa harus
 menjalani
 pendidikan formal dan dapat menjadi Ahli Geologi.

 Ism
 -




-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-



RE: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK

2006-02-05 Terurut Topik Maryanto (Maryant)
 
Profesor Soeroso adalah mantu GPH (Gusti Pangeran Haryo) Tedjo Koesoemo.
GPH Tejo adalah anak bungsu Hamongku Buwono VII, raja Mataram. Profesor
Indonesia di hasilkan banyak dari UGM (berdiri 1949, sekitar 300 prof
?), UI (1950), Unair (1954), ITB (1959 resmi nama ITB dari lahir THS
1920), IPB (1963), dst.

Sejarah penyandang professor, memang menarik. Mestinya lebih banyak lagi
profesor yang pendidikannya tak tinggi, atau hanya sarjana, atau hanya
master, tak doktor. Jaman penjajahan Londo, yang bisa mengenyam
pendidikan adalah orang tertentu saja, yang bisa disebut hanya keturunan
kraton. Keturuan kraton tersebar di kadipaten, prabrik-pabrik gula,
karet, dll. di waktu penjajahan Belanda itu. Karena humblenya, maka
sering tak tonjolkan sebagai raden, nulis sebagai singkatan kadangpun
tak ada, dan mungkin memudahkan membaur dlm sosialisasi. Karena kadang
juga di perlukan, maka sering hanya sebut R saja. Hanya 70'an (guruku
sebut 66 seingatku) sarjana di th 1945 Indonesia merdeka.

Kalau bisa masuk web daftar profesor UGM, misalnya, tentu akan tahu
tingkat pendidikan professor-profesor. Semakin tua/lama, semakin mudah
mencari profesor pendidikan lebih awal. Merekalah sebabkan kita pintar
kini. Kita mungkin tak pintar tanpa beliau-beliau.  

Wikepedia, sebut sbb. Jumlah mahasiswa tercatat hingga th. 1996/1997
adalah 1.924.763 orang, PTS (75.27%), 3 kali PTN (24.73%). Web lain
pernah ku baca sebutkan : Di seluruh Indonesia saat (th 2005) ini
terdapat 77 PTN (kalo' ada angka 7, ku mudah ingat) di bawah lingkungan
Depdikbud, yang terdiri dari 2 Akademi, 26 Politeknik, 4 Sekolah Tinggi,
10 IKIP, 4 Institut, dan 31 Universitas. Ke 77 PTN ini menampung 475.988
mahasiswa (tahun 1996/1997). 

HB IX yang dirikan UGM, serahkan 300 hectar tuk pendidikan, cikal bakal
perg. tinggi Indonesia, dan banyak orang kraton sebagai pendidik awal
UGM. Ki Hajar Dewantoro (keturunan Pakualaman), K H A Dahlan (Mataram)
cikal bakal pendidikan Indonesia. Prof. Ir.R. Mugiono, raden dari
Kolopaking (Banyumas, adipati Mataram, banyak jendral-nya), adalah
profesor lama yang tak master/doktor.  Prof Dr. R.P. Koesoemadinada,
raden dari Pejajaran ? P singkatan apa Pak ? Prof Dr. Ir. Herman
Johannes lulusan THS (awal nama ITB), bapak fisika Indonesia, istrikan
putri raja Rote. 

Mataram, Surakarto, Demak, Rote, Pejajaran, banyak raja yang keturunan
(darah, gene) Arab, mungkin juga Mojopahit. Cirikan orangnya pintar
(juga tinggi bila masih amat dominan gen Arabnya), termasuk Qurais dan
Jahudi sebagai keturunan Nabi Ibrahim. India Pakistan dilaporkan suatu
kedokteran, bahwa 99 % gene nya dari gene Arab. Orang India juga
lahirkan orang bangsawan Bali (seperti yg nama Gedhe, Agung, dll).  

Apa yang bisa kita wariskan ?

Salam,
Maryanto.

-Original Message-
From: ismail [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Sunday, February 05, 2006 11:56 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK

Mungkin masalah tulisan / karya tulis  ini , merupakan perbedaan antara
Profesor jaman itu dg jaman sekarang. jaman dulu mungkin tidak diukur 
seberapa banyak dia menulis , namun untuk ukuran sekarang menjadi sangat
pokok / utama . paling tidak untuk Profesor yang di hasilkan dari APU
dimana harus mengumpulkan tulisan tulisan ilmiah dan dipublikasikan
untuk memperoleh angka kredit tertentu . dan juga menjadi sarat pokok
tingkat pendidikan formalnya, (Jangan harap bisa jadi Profesor kalau
hanya lulusan STM seperti Mbah Roso tsb untuk jaman sekarang) Saya
sangat salut dengan Mbah Roso ini, bayangkan dg pendidikan formalnya
hanyaSTM itupun bukan Geologi ( Sipil) bisa menjadi Ahli Geologi yang
hebat. Dan saya sangat beruntung pernah merasakan kuliah dg Mbah Roso
ini , Mungkin sebetulnya Geologi itu bisa juga kita pelajari tanpa harus
menjalani pendidikan formal dan dapat menjadi Ahli Geologi.

Ism

- Original Message -
From: R.P. Koesoemadinata [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Saturday, February 04, 2006 8:34 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK


 Saya sangat kagum atas prestasi  Prof Suroso, dan pernah bertemu,
namun 
 tidak sempat berdiskusi dengan beliau mengenai geologi.
 Barangkali Pak Rovicki mengetahui keberadaan tulisan-tulisan beliau?
Saya 
 ingin mengkoleksinya, paling tidak fotocopy-nya.
 Terima kasih
 PLEASE DO NOT ATTACH FILE LARGER THAN 500 KB
 R.P.Koesoemadinata
 Jl. Sangkuriang G-1
 Bandung 40135
 Telp: 022-250-3995
 Fax: 022-250-3995 (Please call before sending)
 e-mail: [EMAIL PROTECTED]
 - Original Message - 
 From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Friday, February 03, 2006 7:33 PM
 Subject: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK


 Setelah kemarin berdiskusi tentang sebutan profesor di IAGI-net
 ternyata dekat dengan kita (geologi) ada seorang profesor yg bukan
 sarjana.

 PROFESOR OTODIDAK

 Dikutip dari majalah Gelora Mahasiswa, no.8, thn 3, edisi Desember
1978.
 http://geologi_ugm.tripod.com/


 Anakmuda harus punyakeberanian

Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK

2006-02-04 Terurut Topik R.P. Koesoemadinata
Saya sangat kagum atas prestasi  Prof Suroso, dan pernah bertemu, namun 
tidak sempat berdiskusi dengan beliau mengenai geologi.
Barangkali Pak Rovicki mengetahui keberadaan tulisan-tulisan beliau? Saya 
ingin mengkoleksinya, paling tidak fotocopy-nya.

Terima kasih
PLEASE DO NOT ATTACH FILE LARGER THAN 500 KB
R.P.Koesoemadinata
Jl. Sangkuriang G-1
Bandung 40135
Telp: 022-250-3995
Fax: 022-250-3995 (Please call before sending)
e-mail: [EMAIL PROTECTED]
- Original Message - 
From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, February 03, 2006 7:33 PM
Subject: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK



Setelah kemarin berdiskusi tentang sebutan profesor di IAGI-net
ternyata dekat dengan kita (geologi) ada seorang profesor yg bukan
sarjana.

PROFESOR OTODIDAK

Dikutip dari majalah Gelora Mahasiswa, no.8, thn 3, edisi Desember 1978.
http://geologi_ugm.tripod.com/


Anakmuda harus punyakeberanian bereksperimen, ketangguhan ousdour
atau ketahanan diri dalam menghadapi cobaan hidup. Percaya kepada
kemampuan diri dan jangan hanya menggantungkan input dari pendidikan
formil, tapi belajarlah otodidak, demikian petuah Profesor Soeroso
Notohadiprawiro, 72 tahun, Gurubesar matakuliah Geologi di Fakultas
Teknik UGM. Dia bukan sarjana, tidak punya diploma perguruan tinggi
selain ijazah STM jaman Belanda Princees Yulianna School jurusan
Sipil dan mengecap pendidikan arsitek 1,5 tahun. Namun bukan omong
kosong bahwa mbah Roso - nama panggilan dari para mahasiswa, adalah
orang Indonesia pertama yang punya reputasi di bidang ilmu geologi
secara gemilang, lagipula tanpa lewat bangku kuliah.

Kecemerlangan otaknya dibuktikan sejak kecil. Sekolah Dasar (Mulo)
yang 7 tahun hanya diikuti kelas-kelas 1, 2, 4 dan 7, kemudian masuk
STM PYS, 4 tahun. Sebenarnya rintisan pengalamannya di bidang bangunan
sipilpun cukup cerah. Ketika usia 18 tahun - menurut Undang-Undang
Perburuhan Belanda belum boleh bekerja, dia sudah menjadi pelaksana
bangunan dari perusahaan pemborong Sitzen  Lozauda Yogyakarta, yang
mengerjakan gedung BNI 1946, kantor berita Antara, PLN Magelang dan
rumah-rumah di Kotabaru. Tetapi kebosanan dan keinginannya untuk hidup
berdikari mendorong dia meninggalkan pekerjaannya dan menerima anjuran
bekas gurunya Van Der Houven mendaftarkan sebagai pegawai perusahaan
minyak Inggris dan Belanda Shell dan BPM. Atas bantuan insinyur
Houven pula, pemuda Soeroso merupakan satu-satunya orang pribumi dari
80 pemuda yang diterima. Waktu itu Belanda memang menutup kemungkinan
orang pribumi belajar geologi dan pertambangan, sehingga pengembangan
ilmu geologi disini agak lamban, ujar Profesor.

Selama 3,5 tahun putra dokter jawa Soekardi mengikuti pendidikan
pegawai perminyakan di Den Haag, sebelum diangkat jadi ajun geoloog.
Kerja pertamanya di daerah Rantau, Aceh, mengawali prestasi-prestasi
Soeroso sebagai ahli eksplorasi geologi dan minyak bumi. Dia berhasil
menjatuhkan 17 orang penyelidik pendahulunya - termasuk beberapa
sarjana, yang telah menyatakan Rantau sebagai daerah 'non minyak',
tetapi ternyata merupakan sumber minyak yang menghasilkan jutaan
gulden bagi BPM dan Shell. Kemudian berturut-turut dijelajahi hampir
seluruh Sumatera untuk mencari ladang minyak baru atau eksplorasi
ilmiah. Di Pangkalan Susu, Teluk Aru, ladang minyak yang saya temukan
ketika di bor menyembur deras dengan debit 1 juta ton sehari telah
menggenangi laut dan terbakar. Apinya menjulang dan kelihatan dari
jarak 90 km di kota Medan, sebulan baru dapat dipadamkan dengan
bantuan tenaga dari Amerika. Peristiwa itu membeawa beberapa korban
jiwa manusia ..., nampak suara Profesor sendu menceritakan kisahnya
kepada GEMA.

Jaman perang memang mampu menyulam pengalaman orang dengan aneka cara
hidup. Tatkala Jepang masuk, Soeroso yang masih punya gelar bangsawan
: Raden, terpaksa sembunyi di Gunung Sawal, Jawa Barat, takut jika
dipaksa jadi romusha oleh 'saudara tua'. Hampir dua tahun saya jadi
petani karet dan kelapa serta mendirikan perusahaan dagang Banyu
Asih, sebelum saya diminta menjadi Wakil Direktur STM Jakarta oleh
kerabat saya Ki Hadjar Dewantara dan mulai saat itu saya melakukan
profesi sebagai pendidik dan berkenalan dengan Pak Johannes Roeseno,
Soewandi dari Bandung. Katili masih jadi mahasiswa, katanya. Tetapi
kerja baru sebagai pendidikpun kiranya Soeroso tidak mengalami
hambatan. Setelah ikut hijrah mendahului pindahnya pusat pemerintahan
RI ke Yogya, bersama sejumlah Profesor dan bangsawan kraton, Soeroso
ikut mendirikan Universitas Gadjah Mada serta menjadi dosen Geologi.

Tahun 1960, resmi jabatan Gurubesar ilmu Geologi mulai dipangku, dan
Soeroso adalah Professor yang bukan sarjana. Lulusan STM yang pernah
ceramah di Utrech, California, Tokyo, Delft, Utah, Austria, Munchen
serta mendapat penghargaan dari International Cooperation
Administration, karena prestasinya di bidang pendidikan teknik plus
Bintang Satya Lencana Pengabdian dari Pemerintah RI.

=

- Nama Prof Soeroso sekarang dipakai 

Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK

2006-02-04 Terurut Topik ismail
Mungkin masalah tulisan / karya tulis  ini , merupakan perbedaan antara 
Profesor jaman itu dg jaman sekarang. jaman dulu mungkin tidak diukur 
seberapa banyak dia menulis , namun untuk ukuran sekarang menjadi sangat 
pokok / utama . paling tidak untuk Profesor yang di hasilkan dari APU 
dimana harus mengumpulkan tulisan tulisan ilmiah dan dipublikasikan untuk 
memperoleh angka kredit tertentu . dan juga menjadi sarat pokok tingkat 
pendidikan formalnya, (Jangan harap bisa jadi Profesor kalau hanya lulusan 
STM seperti Mbah Roso tsb untuk jaman sekarang)
Saya sangat salut dengan Mbah Roso ini, bayangkan dg pendidikan formalnya 
hanyaSTM itupun bukan Geologi ( Sipil) bisa menjadi Ahli Geologi yang 
hebat. Dan saya sangat beruntung pernah merasakan kuliah dg Mbah Roso ini ,
Mungkin sebetulnya Geologi itu bisa juga kita pelajari tanpa harus menjalani 
pendidikan formal dan dapat menjadi Ahli Geologi.


Ism

- Original Message - 
From: R.P. Koesoemadinata [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Saturday, February 04, 2006 8:34 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK


Saya sangat kagum atas prestasi  Prof Suroso, dan pernah bertemu, namun 
tidak sempat berdiskusi dengan beliau mengenai geologi.
Barangkali Pak Rovicki mengetahui keberadaan tulisan-tulisan beliau? Saya 
ingin mengkoleksinya, paling tidak fotocopy-nya.

Terima kasih
PLEASE DO NOT ATTACH FILE LARGER THAN 500 KB
R.P.Koesoemadinata
Jl. Sangkuriang G-1
Bandung 40135
Telp: 022-250-3995
Fax: 022-250-3995 (Please call before sending)
e-mail: [EMAIL PROTECTED]
- Original Message - 
From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, February 03, 2006 7:33 PM
Subject: [iagi-net-l] PROFESOR OTODIDAK



Setelah kemarin berdiskusi tentang sebutan profesor di IAGI-net
ternyata dekat dengan kita (geologi) ada seorang profesor yg bukan
sarjana.

PROFESOR OTODIDAK

Dikutip dari majalah Gelora Mahasiswa, no.8, thn 3, edisi Desember 1978.
http://geologi_ugm.tripod.com/


Anakmuda harus punyakeberanian bereksperimen, ketangguhan ousdour
atau ketahanan diri dalam menghadapi cobaan hidup. Percaya kepada
kemampuan diri dan jangan hanya menggantungkan input dari pendidikan
formil, tapi belajarlah otodidak, demikian petuah Profesor Soeroso
Notohadiprawiro, 72 tahun, Gurubesar matakuliah Geologi di Fakultas
Teknik UGM. Dia bukan sarjana, tidak punya diploma perguruan tinggi
selain ijazah STM jaman Belanda Princees Yulianna School jurusan
Sipil dan mengecap pendidikan arsitek 1,5 tahun. Namun bukan omong
kosong bahwa mbah Roso - nama panggilan dari para mahasiswa, adalah
orang Indonesia pertama yang punya reputasi di bidang ilmu geologi
secara gemilang, lagipula tanpa lewat bangku kuliah.

Kecemerlangan otaknya dibuktikan sejak kecil. Sekolah Dasar (Mulo)
yang 7 tahun hanya diikuti kelas-kelas 1, 2, 4 dan 7, kemudian masuk
STM PYS, 4 tahun. Sebenarnya rintisan pengalamannya di bidang bangunan
sipilpun cukup cerah. Ketika usia 18 tahun - menurut Undang-Undang
Perburuhan Belanda belum boleh bekerja, dia sudah menjadi pelaksana
bangunan dari perusahaan pemborong Sitzen  Lozauda Yogyakarta, yang
mengerjakan gedung BNI 1946, kantor berita Antara, PLN Magelang dan
rumah-rumah di Kotabaru. Tetapi kebosanan dan keinginannya untuk hidup
berdikari mendorong dia meninggalkan pekerjaannya dan menerima anjuran
bekas gurunya Van Der Houven mendaftarkan sebagai pegawai perusahaan
minyak Inggris dan Belanda Shell dan BPM. Atas bantuan insinyur
Houven pula, pemuda Soeroso merupakan satu-satunya orang pribumi dari
80 pemuda yang diterima. Waktu itu Belanda memang menutup kemungkinan
orang pribumi belajar geologi dan pertambangan, sehingga pengembangan
ilmu geologi disini agak lamban, ujar Profesor.

Selama 3,5 tahun putra dokter jawa Soekardi mengikuti pendidikan
pegawai perminyakan di Den Haag, sebelum diangkat jadi ajun geoloog.
Kerja pertamanya di daerah Rantau, Aceh, mengawali prestasi-prestasi
Soeroso sebagai ahli eksplorasi geologi dan minyak bumi. Dia berhasil
menjatuhkan 17 orang penyelidik pendahulunya - termasuk beberapa
sarjana, yang telah menyatakan Rantau sebagai daerah 'non minyak',
tetapi ternyata merupakan sumber minyak yang menghasilkan jutaan
gulden bagi BPM dan Shell. Kemudian berturut-turut dijelajahi hampir
seluruh Sumatera untuk mencari ladang minyak baru atau eksplorasi
ilmiah. Di Pangkalan Susu, Teluk Aru, ladang minyak yang saya temukan
ketika di bor menyembur deras dengan debit 1 juta ton sehari telah
menggenangi laut dan terbakar. Apinya menjulang dan kelihatan dari
jarak 90 km di kota Medan, sebulan baru dapat dipadamkan dengan
bantuan tenaga dari Amerika. Peristiwa itu membeawa beberapa korban
jiwa manusia ..., nampak suara Profesor sendu menceritakan kisahnya
kepada GEMA.

Jaman perang memang mampu menyulam pengalaman orang dengan aneka cara
hidup. Tatkala Jepang masuk, Soeroso yang masih punya gelar bangsawan
: Raden, terpaksa sembunyi di Gunung Sawal, Jawa Barat, takut jika