Re: [iagi-net-l] Respon-1 Atas Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI-1

2007-03-12 Terurut Topik nyoto - ke-el

Sebetulnya instinc-nya pak Achmad Luthfi sendiri secara tidak langsung telah
"mengakui" bahwa lumpur tsb "lahirnya" / terjadinya adalah hasil
karya (kalau tidak boleh disebut gara2) LAPINDO.

Terbukti nalurinya menyebut lumpur tsb bukan LUSI (seperti yang selama ini
disebut didalam mailing list IAGI-NET kita ini).  LUSI adalah singkatan dari
Lumpur Sidoardjo artinya lumpur yang terjadinya di Sidoardjo, sedang LULA
singkatan dari Lumpur Lapindo, artinya Lumpur yang terjadinya diakibatkan
oleh projectnya LAPINDO (yang jelas bukan lumpur yang terjadinya di
LAPINDO).

Lho kenapa projectnya LAPINDO koq "memproduksi" lumpur yang buanyak sekali,
emang LAPINDO mau bikin pabrik semen atau pabrik lumpur untuk kecantikan
(untuk men-supply kebutuhan bahan dasar lumpur untuk kosmetika) ?

Jawabannya pasti bukan kan ?  Nah jadi kenapa koq LAPINDO "memproduksi"
lumpur sampai "sebanyak" itu ?  Jawabannya adalah, itu karena telah
terjadi "error" yang ditimbulkan oleh exekusi project LAPINDO yang paling
tidak, tidak sesuai dengan rencana project (dan semua orang tahu bahwa
rencana projectnya adalah untuk explorasi/cari minyak-gas bumi & diproduksi,
jadi yang mau diproduksi bukan lumpur, melainkan minyak-gas bumi, bukan
lumpur bumi).

"Error" tsb ternyata menimbulkan "bencana" bagi penduduk setempat & bahkan
menjadi malapetaka daerah Sidoardjo dsk, sampai2 menimbulkan masalah ekonomi
di Jatim (penutupan jalur2 perkembangan ekonomi di Jatim).

Kembali ke LUSI & LULA, apa mungkin pak Achmad Luthfi hanya bermaksud asal
lain  ("waton bedo") namanya, jadi tidak mau ngikutin nama2 yang telah umum
dipakai sebelumnya ? Hanya pak Achmad Luthfi sendiri yang tahu jawabannya ,
apa maksudnya dibalik penyebutan LULA tsb ...


Wassalam,
nyoto - TG'74









On 3/12/07, Achmad Luthfi <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


RESPON-1 ATAS SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI-1

Bapak Dr. R.P. Koesoemadinata yang sangat saya hormati dan sangat saya
banggakan. Seperti pernah saya katakan dalam milis ini bahwa sangat
nikmat membaca surat Bapak kepada saya sebagai Ketum IAGI, nikmat karena
saya membaca surat tersebut bukan sebagai kritik tetapi sebagai nasehat
sang begawan geologi perminyakan kepada muridnya yang telah terjun ke
hutan belantara yang penuh bahaya baik yang kasat mata maupun yg tak
Nampak ("un-foreseeable"). Dalam surat saya ini, ijinkanlah saya
menyampaikan berbagai ilustrasi yang tidak langsung terkait dengan LULA
(LUMPUR LAPINDO)tapi mendasari sikap saya dan cara saya berpikir,
sehingga surat ini menjadi panjang, mudah2-an tdk mengganggu waktu bagi
mereka yang membaca.

Saya sangat menghargai kepada semua guru walaupun diantara mereka belum
pernah mendidik saya, apaLAGI Guru Besar (emeritus) seperti P'
Koesoemadinata yang banyak memberikan bekal kepada saya terutama sewaktu
saya belajar geologi di ITB. Saya sangat menjunjung tinggi petuah2 semua
guru yang pernah mendidik saya baik di bangku sekolah dasar, sekolah
menengah maupun perguruan tinggi. Misalnya apa yang dikatakan P' Purbo
Hadiwidjojo "Ular tidak akan pernah menjadi naga kalau tidak pernah
makan ular (menurut beliau seseorang tidak akan pernah menjadi besar
kalau tidak pernah mengakomodasi/mencontoh karya orang lain -ini berarti
kita wajib banyak membaca dan mengamalkan kalau mau maju-). Sehubungan
dengan itu dalam merespon surat P' Koesoemadinata akan banyak kutipan
dari para pakar walaupun saya ambil dari buku non-geologi. Hormat saya
kepada guru makin jadi ketika syukuran wisuda di gedung Dept Teknik
Geologi ruang 7101, dalam ruangan ini ada spanduk bertuliskan "selamat
jalan putra-putra terbaik bangsa". Waktu itu P' Rubini Soerjaatmadja
(Almhm) diminta memberikan sambutan, beliau maju kedepan sambil melihat
tulisan di spanduk dan langsung berkomentar, kalau para lulusan ini
putra2 terbaik lha kita2 ini apaan. P' Rubini (Almhm) lanjut
bertutur"kalau ada seseorang berhasil dlm pendidikan, maka yang
pertama-tama berhasil adalah orang tua dan gurunya". Menurut hemat saya
banyak para alumni geologi itb yang berhasil dan salah satu professor
yang memberikan bekal ilmu adalah P' Koesoemadinata.

Dalam seminar geologi minggu ketiga Februari yang lalu tentu saya punya
tujuan terlepas tujuan itu sejalan dengan pihak lain atau tidak. Dalam
setiap tindakan saya selalu men-set up tujuan karena saya teringat
pernah ditegor oleh P' Sampurno sewaktu mengikuti kuliah geologi teknik,
karena keisengan saya maka P' Sampurno bertanya "apa tujuan saudara
berbuat itu?" saya jawab hanya iseng saja Pak, langsung beliau bertutur
"HANYA ORANG GILA DI DUNIA INI YANG BERBUAT SESUATU TIDAK PUNYA TUJUAN".
Apa tujuan diadakan seminar tsb akan saya sampaikan dalam epilog bukan
dalam prolog sedang dibaca sekarang ini. Dalam menyampaikan pesan perlu
memperhatikan momentum agar tidak kehilangan kesempatan/peluang. Kata
mentor saya pada waktu matrikulasi Mas Adi Dharma (EL'71) bertutur "ada
sesuatu yang kita tunggu2 tapi tak kunjung datang, begitu sedikit kita
lengah maka dia akan lewat begitu saja tanpa mafaat, s

RE: [iagi-net-l] Respon-1 Atas Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI-1

2007-03-12 Terurut Topik Achmad Luthfi
RESPON-1 ATAS SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI-1

Bapak Dr. R.P. Koesoemadinata yang sangat saya hormati dan sangat saya
banggakan. Seperti pernah saya katakan dalam milis ini bahwa sangat
nikmat membaca surat Bapak kepada saya sebagai Ketum IAGI, nikmat karena
saya membaca surat tersebut bukan sebagai kritik tetapi sebagai nasehat
sang begawan geologi perminyakan kepada muridnya yang telah terjun ke
hutan belantara yang penuh bahaya baik yang kasat mata maupun yg tak
Nampak ("un-foreseeable"). Dalam surat saya ini, ijinkanlah saya
menyampaikan berbagai ilustrasi yang tidak langsung terkait dengan LULA
(LUMPUR LAPINDO)tapi mendasari sikap saya dan cara saya berpikir,
sehingga surat ini menjadi panjang, mudah2-an tdk mengganggu waktu bagi
mereka yang membaca.

Saya sangat menghargai kepada semua guru walaupun diantara mereka belum
pernah mendidik saya, apaLAGI Guru Besar (emeritus) seperti P'
Koesoemadinata yang banyak memberikan bekal kepada saya terutama sewaktu
saya belajar geologi di ITB. Saya sangat menjunjung tinggi petuah2 semua
guru yang pernah mendidik saya baik di bangku sekolah dasar, sekolah
menengah maupun perguruan tinggi. Misalnya apa yang dikatakan P' Purbo
Hadiwidjojo "Ular tidak akan pernah menjadi naga kalau tidak pernah
makan ular (menurut beliau seseorang tidak akan pernah menjadi besar
kalau tidak pernah mengakomodasi/mencontoh karya orang lain -ini berarti
kita wajib banyak membaca dan mengamalkan kalau mau maju-). Sehubungan
dengan itu dalam merespon surat P' Koesoemadinata akan banyak kutipan
dari para pakar walaupun saya ambil dari buku non-geologi. Hormat saya
kepada guru makin jadi ketika syukuran wisuda di gedung Dept Teknik
Geologi ruang 7101, dalam ruangan ini ada spanduk bertuliskan "selamat
jalan putra-putra terbaik bangsa". Waktu itu P' Rubini Soerjaatmadja
(Almhm) diminta memberikan sambutan, beliau maju kedepan sambil melihat
tulisan di spanduk dan langsung berkomentar, kalau para lulusan ini
putra2 terbaik lha kita2 ini apaan. P' Rubini (Almhm) lanjut
bertutur"kalau ada seseorang berhasil dlm pendidikan, maka yang
pertama-tama berhasil adalah orang tua dan gurunya". Menurut hemat saya
banyak para alumni geologi itb yang berhasil dan salah satu professor
yang memberikan bekal ilmu adalah P' Koesoemadinata.

Dalam seminar geologi minggu ketiga Februari yang lalu tentu saya punya
tujuan terlepas tujuan itu sejalan dengan pihak lain atau tidak. Dalam
setiap tindakan saya selalu men-set up tujuan karena saya teringat
pernah ditegor oleh P' Sampurno sewaktu mengikuti kuliah geologi teknik,
karena keisengan saya maka P' Sampurno bertanya "apa tujuan saudara
berbuat itu?" saya jawab hanya iseng saja Pak, langsung beliau bertutur
"HANYA ORANG GILA DI DUNIA INI YANG BERBUAT SESUATU TIDAK PUNYA TUJUAN".
Apa tujuan diadakan seminar tsb akan saya sampaikan dalam epilog bukan
dalam prolog sedang dibaca sekarang ini. Dalam menyampaikan pesan perlu
memperhatikan momentum agar tidak kehilangan kesempatan/peluang. Kata
mentor saya pada waktu matrikulasi Mas Adi Dharma (EL'71) bertutur "ada
sesuatu yang kita tunggu2 tapi tak kunjung datang, begitu sedikit kita
lengah maka dia akan lewat begitu saja tanpa mafaat, siapakah dia? Dia
adalah kesempatan". Sebelum pertengahan tahun lalu IAGI pernah
mengeluarkan statement atas LULA bahwa: "Semburan lumpur panas (LULA)
tidak bisa dimatikan dalam waktu dekat, kalau berhasil dimatikan
disemburan ini akan muncul ditempat lain; Berdasarkan peneletian lab
atas contoh lumpur dari berbagai mudvolcano termasuk LULA tidak
ditemukan unsur yang membahayakan kehidupan, disarankan lumpur dibuang
ke laut; Perlu dilakukan evakuasi total karena potensi terjadi
subsidence sangat besar". Mungkin momentum-nya waktu itu kurang tepat
sehingga tidak ada yang mau mendengar, karena waktu itu semua pihak
sangat menaruh harapan akan keberhasilan relief well yang dijanjikan
akan bias mematikan LULA pada Agustus 2006. Karena itu IAGI ingin
berseru lagi dalam momentum yang pas, karena waktu itu kerja timnas akan
berakhir tanggal 8 Maret 2007, maka minggu ketiga Februari 2007 dinilai
waktu yang paling strategis untuk IAGI melakukan seruan tentang LULA
melalui suatu seminar, dan kebetulan menurut teman2 minggu ketiga ini
merupakan jadwal para ahli kebumian dari Jepang berkunjung ke Indonesia,
kenapa tidak kita synergikan saja. 

Mengapa IAGI mengajak LIPI, BPPT, dan BG (Badan Gelogi), mestinya
lembaga2 inilah yang seharusnya melakukan kajian dan berpendapat tentang
LULA karena lembaga2 ini hidupnya dibiayai lewat APBN dan pendapatan
Negara diantaranya dari pajak. Memang BG agak berat merespon ajakan
IAGI, mungkin punya pertimbangan lain. Lha kalau semua diam atau tidak
berpendapat terhadap LULA yang masalahnya sudah meluas mungkin sudah
menjadi masalah nasional, RASANYA KITA BAGAIKAN HIDUP DALAM REPUBLIK
TOGOG SEPERTI LAKON YANG DIBAWAKAN OLEH THEATER KOMA. Saya mengerti
kalau Pak Koesoema yang terhormat menyarankan agar IAGI tidak melibatkan
diri dalam suatu geological controver