Re: [iagi-net-l] Respon-1 Atas Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI-1
Sebetulnya instinc-nya pak Achmad Luthfi sendiri secara tidak langsung telah "mengakui" bahwa lumpur tsb "lahirnya" / terjadinya adalah hasil karya (kalau tidak boleh disebut gara2) LAPINDO. Terbukti nalurinya menyebut lumpur tsb bukan LUSI (seperti yang selama ini disebut didalam mailing list IAGI-NET kita ini). LUSI adalah singkatan dari Lumpur Sidoardjo artinya lumpur yang terjadinya di Sidoardjo, sedang LULA singkatan dari Lumpur Lapindo, artinya Lumpur yang terjadinya diakibatkan oleh projectnya LAPINDO (yang jelas bukan lumpur yang terjadinya di LAPINDO). Lho kenapa projectnya LAPINDO koq "memproduksi" lumpur yang buanyak sekali, emang LAPINDO mau bikin pabrik semen atau pabrik lumpur untuk kecantikan (untuk men-supply kebutuhan bahan dasar lumpur untuk kosmetika) ? Jawabannya pasti bukan kan ? Nah jadi kenapa koq LAPINDO "memproduksi" lumpur sampai "sebanyak" itu ? Jawabannya adalah, itu karena telah terjadi "error" yang ditimbulkan oleh exekusi project LAPINDO yang paling tidak, tidak sesuai dengan rencana project (dan semua orang tahu bahwa rencana projectnya adalah untuk explorasi/cari minyak-gas bumi & diproduksi, jadi yang mau diproduksi bukan lumpur, melainkan minyak-gas bumi, bukan lumpur bumi). "Error" tsb ternyata menimbulkan "bencana" bagi penduduk setempat & bahkan menjadi malapetaka daerah Sidoardjo dsk, sampai2 menimbulkan masalah ekonomi di Jatim (penutupan jalur2 perkembangan ekonomi di Jatim). Kembali ke LUSI & LULA, apa mungkin pak Achmad Luthfi hanya bermaksud asal lain ("waton bedo") namanya, jadi tidak mau ngikutin nama2 yang telah umum dipakai sebelumnya ? Hanya pak Achmad Luthfi sendiri yang tahu jawabannya , apa maksudnya dibalik penyebutan LULA tsb ... Wassalam, nyoto - TG'74 On 3/12/07, Achmad Luthfi <[EMAIL PROTECTED]> wrote: RESPON-1 ATAS SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI-1 Bapak Dr. R.P. Koesoemadinata yang sangat saya hormati dan sangat saya banggakan. Seperti pernah saya katakan dalam milis ini bahwa sangat nikmat membaca surat Bapak kepada saya sebagai Ketum IAGI, nikmat karena saya membaca surat tersebut bukan sebagai kritik tetapi sebagai nasehat sang begawan geologi perminyakan kepada muridnya yang telah terjun ke hutan belantara yang penuh bahaya baik yang kasat mata maupun yg tak Nampak ("un-foreseeable"). Dalam surat saya ini, ijinkanlah saya menyampaikan berbagai ilustrasi yang tidak langsung terkait dengan LULA (LUMPUR LAPINDO)tapi mendasari sikap saya dan cara saya berpikir, sehingga surat ini menjadi panjang, mudah2-an tdk mengganggu waktu bagi mereka yang membaca. Saya sangat menghargai kepada semua guru walaupun diantara mereka belum pernah mendidik saya, apaLAGI Guru Besar (emeritus) seperti P' Koesoemadinata yang banyak memberikan bekal kepada saya terutama sewaktu saya belajar geologi di ITB. Saya sangat menjunjung tinggi petuah2 semua guru yang pernah mendidik saya baik di bangku sekolah dasar, sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Misalnya apa yang dikatakan P' Purbo Hadiwidjojo "Ular tidak akan pernah menjadi naga kalau tidak pernah makan ular (menurut beliau seseorang tidak akan pernah menjadi besar kalau tidak pernah mengakomodasi/mencontoh karya orang lain -ini berarti kita wajib banyak membaca dan mengamalkan kalau mau maju-). Sehubungan dengan itu dalam merespon surat P' Koesoemadinata akan banyak kutipan dari para pakar walaupun saya ambil dari buku non-geologi. Hormat saya kepada guru makin jadi ketika syukuran wisuda di gedung Dept Teknik Geologi ruang 7101, dalam ruangan ini ada spanduk bertuliskan "selamat jalan putra-putra terbaik bangsa". Waktu itu P' Rubini Soerjaatmadja (Almhm) diminta memberikan sambutan, beliau maju kedepan sambil melihat tulisan di spanduk dan langsung berkomentar, kalau para lulusan ini putra2 terbaik lha kita2 ini apaan. P' Rubini (Almhm) lanjut bertutur"kalau ada seseorang berhasil dlm pendidikan, maka yang pertama-tama berhasil adalah orang tua dan gurunya". Menurut hemat saya banyak para alumni geologi itb yang berhasil dan salah satu professor yang memberikan bekal ilmu adalah P' Koesoemadinata. Dalam seminar geologi minggu ketiga Februari yang lalu tentu saya punya tujuan terlepas tujuan itu sejalan dengan pihak lain atau tidak. Dalam setiap tindakan saya selalu men-set up tujuan karena saya teringat pernah ditegor oleh P' Sampurno sewaktu mengikuti kuliah geologi teknik, karena keisengan saya maka P' Sampurno bertanya "apa tujuan saudara berbuat itu?" saya jawab hanya iseng saja Pak, langsung beliau bertutur "HANYA ORANG GILA DI DUNIA INI YANG BERBUAT SESUATU TIDAK PUNYA TUJUAN". Apa tujuan diadakan seminar tsb akan saya sampaikan dalam epilog bukan dalam prolog sedang dibaca sekarang ini. Dalam menyampaikan pesan perlu memperhatikan momentum agar tidak kehilangan kesempatan/peluang. Kata mentor saya pada waktu matrikulasi Mas Adi Dharma (EL'71) bertutur "ada sesuatu yang kita tunggu2 tapi tak kunjung datang, begitu sedikit kita lengah maka dia akan lewat begitu saja tanpa mafaat, s
RE: [iagi-net-l] Respon-1 Atas Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI-1
RESPON-1 ATAS SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI-1 Bapak Dr. R.P. Koesoemadinata yang sangat saya hormati dan sangat saya banggakan. Seperti pernah saya katakan dalam milis ini bahwa sangat nikmat membaca surat Bapak kepada saya sebagai Ketum IAGI, nikmat karena saya membaca surat tersebut bukan sebagai kritik tetapi sebagai nasehat sang begawan geologi perminyakan kepada muridnya yang telah terjun ke hutan belantara yang penuh bahaya baik yang kasat mata maupun yg tak Nampak ("un-foreseeable"). Dalam surat saya ini, ijinkanlah saya menyampaikan berbagai ilustrasi yang tidak langsung terkait dengan LULA (LUMPUR LAPINDO)tapi mendasari sikap saya dan cara saya berpikir, sehingga surat ini menjadi panjang, mudah2-an tdk mengganggu waktu bagi mereka yang membaca. Saya sangat menghargai kepada semua guru walaupun diantara mereka belum pernah mendidik saya, apaLAGI Guru Besar (emeritus) seperti P' Koesoemadinata yang banyak memberikan bekal kepada saya terutama sewaktu saya belajar geologi di ITB. Saya sangat menjunjung tinggi petuah2 semua guru yang pernah mendidik saya baik di bangku sekolah dasar, sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Misalnya apa yang dikatakan P' Purbo Hadiwidjojo "Ular tidak akan pernah menjadi naga kalau tidak pernah makan ular (menurut beliau seseorang tidak akan pernah menjadi besar kalau tidak pernah mengakomodasi/mencontoh karya orang lain -ini berarti kita wajib banyak membaca dan mengamalkan kalau mau maju-). Sehubungan dengan itu dalam merespon surat P' Koesoemadinata akan banyak kutipan dari para pakar walaupun saya ambil dari buku non-geologi. Hormat saya kepada guru makin jadi ketika syukuran wisuda di gedung Dept Teknik Geologi ruang 7101, dalam ruangan ini ada spanduk bertuliskan "selamat jalan putra-putra terbaik bangsa". Waktu itu P' Rubini Soerjaatmadja (Almhm) diminta memberikan sambutan, beliau maju kedepan sambil melihat tulisan di spanduk dan langsung berkomentar, kalau para lulusan ini putra2 terbaik lha kita2 ini apaan. P' Rubini (Almhm) lanjut bertutur"kalau ada seseorang berhasil dlm pendidikan, maka yang pertama-tama berhasil adalah orang tua dan gurunya". Menurut hemat saya banyak para alumni geologi itb yang berhasil dan salah satu professor yang memberikan bekal ilmu adalah P' Koesoemadinata. Dalam seminar geologi minggu ketiga Februari yang lalu tentu saya punya tujuan terlepas tujuan itu sejalan dengan pihak lain atau tidak. Dalam setiap tindakan saya selalu men-set up tujuan karena saya teringat pernah ditegor oleh P' Sampurno sewaktu mengikuti kuliah geologi teknik, karena keisengan saya maka P' Sampurno bertanya "apa tujuan saudara berbuat itu?" saya jawab hanya iseng saja Pak, langsung beliau bertutur "HANYA ORANG GILA DI DUNIA INI YANG BERBUAT SESUATU TIDAK PUNYA TUJUAN". Apa tujuan diadakan seminar tsb akan saya sampaikan dalam epilog bukan dalam prolog sedang dibaca sekarang ini. Dalam menyampaikan pesan perlu memperhatikan momentum agar tidak kehilangan kesempatan/peluang. Kata mentor saya pada waktu matrikulasi Mas Adi Dharma (EL'71) bertutur "ada sesuatu yang kita tunggu2 tapi tak kunjung datang, begitu sedikit kita lengah maka dia akan lewat begitu saja tanpa mafaat, siapakah dia? Dia adalah kesempatan". Sebelum pertengahan tahun lalu IAGI pernah mengeluarkan statement atas LULA bahwa: "Semburan lumpur panas (LULA) tidak bisa dimatikan dalam waktu dekat, kalau berhasil dimatikan disemburan ini akan muncul ditempat lain; Berdasarkan peneletian lab atas contoh lumpur dari berbagai mudvolcano termasuk LULA tidak ditemukan unsur yang membahayakan kehidupan, disarankan lumpur dibuang ke laut; Perlu dilakukan evakuasi total karena potensi terjadi subsidence sangat besar". Mungkin momentum-nya waktu itu kurang tepat sehingga tidak ada yang mau mendengar, karena waktu itu semua pihak sangat menaruh harapan akan keberhasilan relief well yang dijanjikan akan bias mematikan LULA pada Agustus 2006. Karena itu IAGI ingin berseru lagi dalam momentum yang pas, karena waktu itu kerja timnas akan berakhir tanggal 8 Maret 2007, maka minggu ketiga Februari 2007 dinilai waktu yang paling strategis untuk IAGI melakukan seruan tentang LULA melalui suatu seminar, dan kebetulan menurut teman2 minggu ketiga ini merupakan jadwal para ahli kebumian dari Jepang berkunjung ke Indonesia, kenapa tidak kita synergikan saja. Mengapa IAGI mengajak LIPI, BPPT, dan BG (Badan Gelogi), mestinya lembaga2 inilah yang seharusnya melakukan kajian dan berpendapat tentang LULA karena lembaga2 ini hidupnya dibiayai lewat APBN dan pendapatan Negara diantaranya dari pajak. Memang BG agak berat merespon ajakan IAGI, mungkin punya pertimbangan lain. Lha kalau semua diam atau tidak berpendapat terhadap LULA yang masalahnya sudah meluas mungkin sudah menjadi masalah nasional, RASANYA KITA BAGAIKAN HIDUP DALAM REPUBLIK TOGOG SEPERTI LAKON YANG DIBAWAKAN OLEH THEATER KOMA. Saya mengerti kalau Pak Koesoema yang terhormat menyarankan agar IAGI tidak melibatkan diri dalam suatu geological controver