RE: [iagi-net-l] Tsunamigenic Earthquake or Non-Tsunamigenic Eart hquake (Gempa Aceh vs. Palu)

2005-01-27 Terurut Topik Awang Satyana
Pertanyaan yang logis dan memang perlu dipikirkan ke depan untuk geological 
hazard semua danau pull-apart yang duduk persis di trace strike-slip fault yang 
aktif seperti Palu-Koro-Matano. Danau2 Lindu-Poso-Matano memang pull-apart 
lakes yang berhubungan dengan gerak transtension di Palu-Koro-Matano. Dimensi 
Matano yang panjang-sempit-dalam itu sangat khas pull-apart basin.
 
Danau kalau besar juga (seperti Danau Laut Kaspia) memang semua parameter 
oseanografik di laut akan berlaku di danau itu. Ada gelombang, ada pantainya. 
Pasang naik-pasang surut pun terjadi. Kelihatannya, harus ada dulu kasus apakah 
pernah terjadi suatu tsunami di danau2 kecil seperti Matano. Katakanlah sebuah 
episentrum ada di dasar Danau Matano, apakah akan terjadi tsunami ? Mungkin 
harus kembali dulu ke syarat2 tsunamigenic earthquake itu. Kalau mekanisme 
pematahan batuannya membuka stepping pull-apart (seperti kasus di Ngarai 
Sianok) kelihatannya air danau akan disedot masuk mengisi lembah2 retakan yang 
baru. Air surut, lalu dilontarkan kembali sebagai tsunami seperti di Aceh ? 
Kelihatannya, tidak seperti itu.
 
Tapi karena kita selalu tidak tahu apa yang sedang terjadi, kalau merasakan 
gempa di tepi danau, tindakan awal yang terbaik tetaplah lari menjauhi pantai 
danau. Dengan catatan : lari pun aman, tak ada risiko dijatuhi runtuhan 
bangunan, pohon, overhang cliff, dll.
 
Salam,
awang
[EMAIL PROTECTED] wrote:
Rekan-Rekan IAGI,
Mungkin ada yang bisa kasih tanggapan apa mungkin tsunami terjadi di daerah
sekitar danau? Seperti kita ketahui, ada sesar Matano di dalam sistem sesar
Palu-Koro. Sesar ini menyebabkan terjadinya sistem pull-apart yang
membentuk Danau Matano di Soroako dengan kedalaman mencapai 600 meter.
Sewaktu gempa Palu kemarin, kita yang tinggal di Soroako (di tepi Danau
Matano) merasakan sekali besarnya gempa tersebut. Pertanyaan yang muncul
jika pusat gempa tepat disekitar Danau Matano (Sesar Matano), apa bisa air
danau ini naik jadi semacam tsunami krn penurunan tiba-tiba di dasar danau
sehingga bisa menyapu perumahan penduduk di sekitar danau.
Sbg gambaran dimensi D. Matano sekitar 6km lebar x 25 km panjang.

Salam,
Agus Superiadi

-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, January 25, 2005 1:05 PM
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Subject: [iagi-net-l] Tsunamigenic Earthquake or Non-Tsunamigenic
Earthquake (Gempa Aceh vs. Palu)


Belum sebulan berlalu, dua bencana gempa melanda Indonesia : gempa dan
tsunami di Aceh - Sumatra Utara 26 Desember 2004 dan gempa Palu 24 Januari
2005. 

Yang di Aceh - Sumut begitu besar kekuatan (laporan yang banyak dikutip M =
8,9), cakupan wilayah (Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika Timur), dan
korban tewas dan korban2 ikutannya. Setahu saya, inilah bencana dengan
korban tewas terbesar yang pernah melanda Indonesia. Selama ini, kita selalu
pegang angka 36.000 korban tewas untuk erupsi dan tsunami Krakatau 1883 atau
91.000 korban tewas untuk erupsi Tambora 1815. Sekarang, angka korban tewas
itu dilampaui gempa-tsunami Aceh-Sumut yang sampai kemarin oleh MetroTV
dilaporkan telah dievakuasikan sebanyak 96.000 korban tewas, angka
sebenarnya pasti lebih dari itu...

Gempa di wilayah Palu kemarin merusak sekitar 100 rumah (detik.com hari
ini), gempa berkekuatan M = 6.2, tidak dilaporkan tsunami terjadi walau Palu
berada di ujung Teluk Palu yang sempit bagai lembah, tidak dilaporkan
terjadi korban tewas.

Dua kejadian ini barangkali membuat kita berpikir : bagaimana gempa yang
dapat membangkitkan tsunami (tsunamigenic earthquake) dan bagaimana gempa
yang tidak dapat membangkitkan tsunami (non-tsunamigenic earthquake).
Masyarakat di luar geologist pun sudah banyak yang bertanya. Dua bencana
geologi yang berturut2 terjadi di Indonesia ini sedikit banyak akan membuat
masyarakat terhubung ke geologi. Sesedih dan separah apapun bencana, ia
masih menyisakan pelajaran buat siapa pun.

Gempa Aceh dan Gempa Palu banyak berbeda dalam karakteristiknya. 

Yang Aceh terjadi berhubungan dengan zone subduksi antar lempeng, ini akan
memberikan mekanisme penyesaran (focal mechanism) thrusting atau normal
fault. Kalau terjadi di laut, dan kekuatannya besar, runtuhnya blok lapisan
batuan karena pematahan vertikal ini tentu akan menggerakkan kolom air laut
di atasnya. Hasil akhirnya adalah tsunami, sejauh parameter oseanografi dan
morfologi pantai di sekitarnya mengizinkan itu terjadi. 

Yang Palu terjadi berhubungan dengan Sesar Palu (Palu-Koro; Palu-Matano
Fault Zone), ini akan memberikan focal mechanism strike-slip, gerak lateral
tanpa gerak vertikal yang berarti. Episentrum di darat, 16-20 km tenggara
Palu, tidak menimbulkan tsunami di Teluk Palu, ia hanya membuka sedikit
celah di trace Palu-Koro, maka keluarlah mata air panas yang sekarang di
wilayah tenggara Palu tengah jadi objek wisata dadakan (ini menjadi bukti
juga bahwa gempa membuka migrasi subsurface fluid - suatu pelajaran buat
petroleum geology, sesar aktif bergerak 

RE: [iagi-net-l] Tsunamigenic Earthquake or Non-Tsunamigenic Eart hquake (Gempa Aceh vs. Palu)

2005-01-26 Terurut Topik superiadia
Rekan-Rekan IAGI,
Mungkin ada yang bisa kasih tanggapan apa mungkin tsunami terjadi di daerah
sekitar danau? Seperti kita ketahui, ada sesar Matano di dalam sistem sesar
Palu-Koro. Sesar ini menyebabkan terjadinya sistem pull-apart yang
membentuk Danau Matano di Soroako dengan kedalaman mencapai 600 meter.
Sewaktu gempa Palu kemarin, kita yang tinggal di Soroako (di tepi Danau
Matano) merasakan sekali besarnya gempa tersebut. Pertanyaan yang muncul
jika pusat gempa tepat disekitar Danau Matano (Sesar Matano), apa bisa air
danau ini naik jadi semacam tsunami krn penurunan tiba-tiba di dasar danau
sehingga bisa menyapu perumahan penduduk di sekitar danau.
Sbg gambaran dimensi D. Matano sekitar 6km lebar x 25 km panjang.

Salam,
Agus Superiadi

-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, January 25, 2005 1:05 PM
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Subject: [iagi-net-l] Tsunamigenic Earthquake or Non-Tsunamigenic
Earthquake (Gempa Aceh vs. Palu)


Belum sebulan berlalu, dua  bencana gempa melanda Indonesia : gempa dan
tsunami di Aceh - Sumatra Utara 26 Desember 2004 dan gempa Palu 24 Januari
2005. 
 
Yang di Aceh - Sumut begitu besar kekuatan (laporan yang banyak dikutip M =
8,9), cakupan wilayah (Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika Timur), dan
korban tewas dan korban2 ikutannya. Setahu saya, inilah bencana dengan
korban tewas terbesar yang pernah melanda Indonesia. Selama ini, kita selalu
pegang angka 36.000 korban tewas untuk erupsi dan tsunami Krakatau 1883 atau
91.000 korban tewas untuk erupsi Tambora 1815. Sekarang, angka korban tewas
itu dilampaui gempa-tsunami Aceh-Sumut yang sampai kemarin oleh MetroTV
dilaporkan telah dievakuasikan sebanyak 96.000 korban tewas, angka
sebenarnya pasti lebih dari itu...
 
Gempa di wilayah Palu kemarin merusak sekitar 100 rumah (detik.com hari
ini), gempa berkekuatan M = 6.2, tidak dilaporkan tsunami terjadi walau Palu
berada di ujung Teluk Palu yang sempit bagai lembah, tidak dilaporkan
terjadi korban tewas.
 
Dua kejadian ini barangkali membuat kita berpikir : bagaimana gempa yang
dapat membangkitkan tsunami (tsunamigenic earthquake) dan bagaimana gempa
yang tidak dapat membangkitkan tsunami (non-tsunamigenic earthquake).
Masyarakat di luar geologist pun sudah banyak yang bertanya.  Dua bencana
geologi yang berturut2 terjadi di Indonesia ini sedikit banyak akan membuat
masyarakat terhubung ke geologi. Sesedih dan separah apapun bencana, ia
masih menyisakan pelajaran buat siapa pun.
 
Gempa Aceh dan Gempa Palu banyak berbeda dalam karakteristiknya. 
 
Yang Aceh terjadi berhubungan dengan zone subduksi antar lempeng, ini akan
memberikan mekanisme penyesaran (focal mechanism) thrusting atau normal
fault. Kalau terjadi di laut, dan kekuatannya besar, runtuhnya blok lapisan
batuan karena pematahan vertikal ini tentu akan menggerakkan kolom air laut
di atasnya. Hasil akhirnya adalah tsunami, sejauh parameter oseanografi dan
morfologi pantai di sekitarnya mengizinkan itu terjadi. 
 
Yang Palu terjadi berhubungan dengan Sesar Palu (Palu-Koro; Palu-Matano
Fault Zone), ini akan memberikan focal mechanism strike-slip, gerak lateral
tanpa gerak vertikal yang berarti. Episentrum di darat, 16-20 km tenggara
Palu, tidak menimbulkan tsunami di Teluk Palu, ia hanya membuka sedikit
celah di trace Palu-Koro, maka keluarlah  mata air panas yang sekarang di
wilayah tenggara Palu tengah jadi objek wisata dadakan (ini menjadi bukti
juga bahwa gempa membuka migrasi subsurface fluid - suatu pelajaran buat
petroleum geology, sesar aktif bergerak menggerakkan fluida).
 
Jadi, bagaimanakah tsunamigenic earthquake itu ? Secara teoretis, adalah :
(1) pusat gempa di dasar laut, (2) gempa dangkal ( sekitar 40 km depth),
(3) bermagnitudo besar ( sekitar M 6,5), (4) mempunyai tipe pematahan
batuan (focal mechanism) sesar naik atau sesar turun. Statistik tsunami di
Indonesia (secara dominan) menunjukkan keempat parameter ini berlaku.
Penyimpangan terhadap teori ? Selalu bisa saja terjadi, alam tak pernah bisa
dimengerti 100 % bukan ? 
 
Yah..Indonesia memang nasibnya dipagari zone subduksi dan dikawal
strike-slip faults besar2. Melingkar dipagari subduksi Sunda, subduksi
Banda, subduksi Papua Utara, subduksi Halmahera, subduksi Sulawesi Utara;
dikawal Sumatra Fault, Rembang-Madura-Kangean-Sakala Fault,
Lupar-Adang-Walanae-Sumba Fault/Fracture, Sorong-Sula Fault, dan
Palu-Koro-Matano Fault. Di situlah : homes of earthquakes hypo/epicenters.
Wajar saja kalau setiap tahun di Indonesia rata-rata terjadi 460 gempa
dengan magnitudo rata-rata M  4,0 (data 1900-1990).
 
Indonesia is sleeping with earthquake !
 
Salam,
awang


-
Do you Yahoo!?
 Yahoo! Search presents - Jib Jab's 'Second Term'