saya juga bertanya-tanya, kalo imil pak chairul nas serasa bahwa
bledug kuwu baru muncul 20 tahun lalu. semoga penelusuran pak awang
dan pak dwi menemukan sejarah yg sebenarnya.
kalo sekedar penelitian tentang bledug kuwu, tentu sudah ada. paling
tidak, pada waktu saya ikut field trip ipa sekian tahun lalu (2004?)
yg bertajuk central - east java field trip, peter lunt sbg trip leader
(dan waktu itu kerja utk coparex) juga menuliskan data kimia lumpur
bledug kuwu, termasuk salinitasnya, kandungan air, dsb. mungkin mas
kuntadi, pak suryo, dll (waktu itu hanya diikuti oleh sekitar 20 orang
pejantan domestik dan bule).
salam,
syaiful
On 6/28/07, Awang Harun Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Wah Pak Chairul Nas masih mengingat tayangan TVRI 20 tahun silam tentang
"bledug kuwu", barangkali di tayangan acara tersebut ada penjelasan tentang
apa penyebabnya dan sejak kapan dimulai ? Saya dan Pak Dwiyanto Rumlan dari
PetroChina sedang mengumpulkan fakta maupun mitos tentang bledug kuwu.
Rakyat di sekitar situ punya legenda tentang bledug kuwu yang kalau
ditelusuri ternyata jauh ke masa Kerajaan Mataram Kuno (Hindu) masih ada di
Jawa (732-928 M). Artinya, bledug kuwu mulai sebelum 732 M. Ini beberapa
petikannya :
"Kuwu yang pada masa Kerajaan Sanjaya (Mataram Kuno, 732M - 928M) dalam
sejarah merupakan kota kecil tetapi penting pada masa itu. Letaknya masih
dalam wilayah Kabupaten Grobogan. Kuwu adalah bekas Ibukota Kawedanan
Kradenan. Pada jaman kerajaan Mataram pernah beribukota di Medangkamulan
(Medang I Bumi Mataram) yang berjarak 1,5 km dari Kuwu. Karena perkembangan
ilmu pengetahuan saat itu belum mengenal metodologi ilmiah untuk mencari
tahu tentang Bledug Kuwu, maka pendekatan yang paling kondusif saat itu
adalah melalui mitos, dan sebagian orang sampai sekarang masih mempercayai
mitos Bledug Kuwu tersebut. Menurut cerita turun temurun yang beredar di
kalangan masyarakat disitu, Bledug kuwu terjadi karena adanya lubang yang
menghubungkan tempat itu dengan laut Selatan. Entah kenapa setiap ada mitos
kelautan mesti dihubungkan dengan laut selatan, meskipun tempatnya lebih
dekat dengan laut utara pulau Jawa, seperti Bledug Kuwu yang sebenarnya
lebih dekat dengan Pantai Kartini di Rembang atau Pantai di Pati daripada ke
Parangtritis. Jauh sekali kan ?. Konon lubang itu adalah jalan pulang Joko
Linglung dari Laut Selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah
mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di
Laut Selatan. Joko Linglung konon bisa membuat lubang tersebut karena dia
bisa menjelma menjadi ular naga yang merupakan syarat agar dia diakui
sebagai anaknya."
Harus ada yang mau meneliti secara ilmiah bledug Kuwu, mengambil contoh
semburan lumpurnya, menganalisisnya, melakukan interpretasi bawah
permukaannya, dll. Ini akan bermanfaat untuk pemahaman gejala erupsi
gununglumpur secara keseluruhan di wilayah Depresi Kendeng. Dari data
seismik tahun 1989 dan 2004 di wilayah Purwodadi yang memotong Bledug Kuwu
nampak sangat jelas bahwa Bledug Kuwu benar2 merupakan gununglumpur yang
mengerucut di puncaknya. Titik bledug kuwu adalah puncak semburannya. Dan,
di wilayah ini bledug Kuwu tidak sendiri, masih ada beberapa kenampakan
gununglumpur/diapir yang mati di bawah permukaan (seperti blind fault)
maupun naik ke hampir permukaan.
Salam,
awang
From: Chairul Nas [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, June 27, 2007 8:19 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Balasan: Re: [iagi-net-l] Interpelasi Lapindo
Rekan-rekan anggota IAGI yg tercinta,
Pemerintah, dalam hal ini Dept ESDM, memang layak untuk diminta bertanggung
jawab atas tenggelamnya begitu banyak rumah dan lahan penduduk di Porong -
Sidoardjo; bukan atas terjadinya semburan lumpur panas itu. Karena
menyemburnya LUSI, menurut saya, adalah lebih berupa gejala geologis seperti
halnya "mud volcano" di Purwodadi yg pernah ditayangkan pd TVRI 20 tahun
silam. Masih segar pd ingatan saya, waktu saya menonton TVRI saat itu mereka
menyebutnya sebagai kejadian "bleduk kuwu". Kesalahan fatal karena kebodohan
dan kelambanan adalah: mengambil kesimpulan ttg kejadian semburan LUSI amat
sangat terlambat, sehingga waktu terlalu banyak dihabiskan untuk upaya
penghentian semburan. Dua pekan setelah semburan berlangsung, saya berdebat
keras dgn kolega saya yg ahli perminyakan di Trisakti; waktu itu saya
katakan "mau bor miring - bor hantu blau kek - semburan ini tidak akan bisa
dihentikan, karena ini adalah lebih berat ke gejala geologis atau gejala
alam - lebih baik simpulkan saja bhw tidak bisa dihentikan, lalu fokuskan
upaya kpd pembenahan lumpur yg keluar itu - mau disalurkan kemana ? - kita
berpacu dgn waktu - pemerintah harus berani dan tegas". Tapi hal itu tidak
dilakukan oleh ESDM, maka tanggunglah resikonya sekarang. Menurut pendapat
saya, bukan BP Migas yg hrs bertanggung jawab - yg harus bertanggung jawab
adalah sejumlah departemen terkait seperti ESDM, KLH, dan lain-lain.
Semoga bermanfaat, terutama