RE: [iagi-net-l] Balasan: Re: [iagi-net-l] Interpelasi Lapindo

2007-06-27 Terurut Topik Haris SaptoWIDYONO
Waa..hh...kalau semua aktifitas perusahaan swasta terus yang menanggung semua 
bentuk dampak adalah NEGARA...bisa bisa nanti seperti BLBI...(enak aja siapa yg 
utang siapa yg nanggung)
Mestinya ada bagian penanggung jawab yang jelas misalkan :
LAPINDO : 75%
BPMIGAS/ESDM/dll (NEGARA) : 25%
atau hitungan lainnya..((pp ..
 



From: Chairul Nas [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, June 27, 2007 8:19 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Balasan: Re: [iagi-net-l] Interpelasi Lapindo


Rekan-rekan anggota IAGI yg tercinta,
Pemerintah, dalam hal ini Dept ESDM, memang layak untuk diminta bertanggung 
jawab atas tenggelamnya begitu banyak rumah dan lahan penduduk di Porong - 
Sidoardjo; bukan atas  terjadinya semburan lumpur  panas itu. Karena 
menyemburnya LUSI, menurut saya, adalah lebih berupa gejala geologis seperti 
halnya "mud volcano" di Purwodadi yg pernah ditayangkan pd TVRI 20 tahun silam. 
Masih segar pd ingatan saya, waktu saya menonton TVRI saat itu mereka 
menyebutnya sebagai kejadian "bleduk kuwu". Kesalahan fatal karena kebodohan 
dan kelambanan adalah: mengambil kesimpulan ttg kejadian semburan LUSI amat 
sangat terlambat, sehingga waktu terlalu banyak dihabiskan untuk upaya 
penghentian semburan. Dua pekan setelah semburan berlangsung, saya berdebat 
keras dgn kolega saya yg ahli perminyakan di Trisakti; waktu itu saya katakan 
"mau bor miring - bor hantu blau kek - semburan ini tidak akan bisa dihentikan, 
karena ini adalah lebih berat ke gejala geologis atau gejala alam - lebih baik 
simpulkan saja bhw tidak bisa dihentikan, lalu fokuskan upaya kpd pembenahan 
lumpur yg keluar itu - mau disalurkan kemana ? - kita berpacu dgn waktu - 
pemerintah harus berani dan tegas". Tapi hal itu tidak dilakukan oleh ESDM, 
maka tanggunglah resikonya sekarang. Menurut pendapat saya, bukan BP Migas yg 
hrs bertanggung jawab - yg harus bertanggung jawab adalah sejumlah departemen 
terkait seperti ESDM, KLH, dan lain-lain.

Semoga bermanfaat, terutama bagi anggota DPR-RI yg kebetulan dapat membaca 
surat ini.

Wassalam,
Chairul Nas

[EMAIL PROTECTED] wrote: 

Presiden Harus Minta Pertangunjawaban BP Migas
Rabu, 27 Juni 2007 | 01:55 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Presiden seharusnya meminta
pertanggungjawaban Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak
dan Gas Bumi (BP Migas) atas semburan lumpur panas Lapindo di
Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Semburan lumpur dikarenakan BP
Migas tidak melakukan pengawasan dan peringatan pada saat
pengeboran.
Pengamat perminyakan Kurtubi menyatakan, seharusnya BP Migas
memberikan peringatan kepada Lapindo Brantas pada saat
pengeboran tidak memasang selubung (casing). Padahal pengawasan
kepada kontrak kerja sama minyak dan gas bumi, kata dia,
menurut Pasal 41 Ayat 2 dan Pasa 44 Ayat 22 Undang-Undang
Minyak dan Gas Bumi No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
bumi merupakan tugas dan tanggung Jawab BP Migas.
"Yang memberikan peringatan pada saat tidak memasang casing
adalah Medco sebagai patner di Lapindo Brantas dan bukan BP
Migas," kata Kurtubi kepada Tempo, Selasa (26/6).
Menurut Kurtubi, Presiden harus segera melakukan tindakan untuk
meminta pertanggungjawaban BP Migas. "Jika tidak, maka Presiden
bisa dituntut pertanggungjawaban sesuai Pasal 43 Ayat 3
Undang-Undang No. 22 Tahun 2001" ujarnya. Menurut pasal itu,
kata dia, BP Migas dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab
kepada presiden.
Wakil Kepala BP Migas Abdul Muin mengatakan, pengawasan yang
dilakukan pihaknya adalah pada saat pengajuan program kerja dan
anggaran, perencanaan proyek dan pelaksanaan pengadaan barang.
"BP Migas mengawasi apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku atau tidak," katanya kepada Tempo, Selasa (26/6).
Sedangkan pengawasan operasional harian, kata Muin, menjadi
tanggung jawab kontraktor kerja sama. Begitu juga dengan pada
saat pengeboran, apakah kontraktor memasang casing atau tidak
juga menjadi tanggung jawab kontraktor. "Kami mengawasi pada
saat tender casing, apakah sudah sesuai dengan ketentuan atau
tidak," ujarnya.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengeluarkan
hasil pemeriksaan atas semburan lumpur panas Lapindo.
Berdasarkan hasil audit BPK Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral dan BP Migas tidak melakukan pengawasan atas kegiatan
eksplorasi Sumur Banjarpanji-1 (BJP-1) sesuai dengan ketentuan.
ALI NUR YASIN




>> Nambahin dikit Mas Oki, ini sedikit OOT/bukan berhubungan
>> dgn geologi.
>>
>> Pagi hari ini di kantor, teman-teman rame pada nanya: " ...
>> kenapa Mr. Imam Augustino masih bisa menjawab sambil
 

Re: [iagi-net-l] Balasan: Re: [iagi-net-l] Interpelasi Lapindo

2007-06-27 Terurut Topik mohammad syaiful

saya juga bertanya-tanya, kalo imil pak chairul nas serasa bahwa
bledug kuwu baru muncul 20 tahun lalu. semoga penelusuran pak awang
dan pak dwi menemukan sejarah yg sebenarnya.

kalo sekedar penelitian tentang bledug kuwu, tentu sudah ada. paling
tidak, pada waktu saya ikut field trip ipa sekian tahun lalu (2004?)
yg bertajuk central - east java field trip, peter lunt sbg trip leader
(dan waktu itu kerja utk coparex) juga menuliskan data kimia lumpur
bledug kuwu, termasuk salinitasnya, kandungan air, dsb. mungkin mas
kuntadi, pak suryo, dll (waktu itu hanya diikuti oleh sekitar 20 orang
pejantan domestik dan bule).

salam,
syaiful

On 6/28/07, Awang Harun Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:




Wah Pak Chairul Nas masih mengingat tayangan TVRI 20 tahun silam tentang
"bledug kuwu", barangkali di tayangan acara tersebut ada penjelasan tentang
apa penyebabnya dan sejak kapan dimulai ? Saya dan Pak Dwiyanto Rumlan dari
PetroChina sedang mengumpulkan fakta maupun mitos tentang bledug kuwu.
Rakyat di sekitar situ punya legenda tentang bledug kuwu yang kalau
ditelusuri ternyata jauh ke masa Kerajaan Mataram Kuno (Hindu) masih ada di
Jawa (732-928 M). Artinya, bledug kuwu mulai sebelum 732 M. Ini beberapa
petikannya :



"Kuwu yang pada masa Kerajaan Sanjaya (Mataram Kuno, 732M - 928M) dalam
sejarah merupakan kota kecil tetapi penting pada masa itu. Letaknya masih
dalam wilayah Kabupaten Grobogan. Kuwu adalah bekas Ibukota Kawedanan
Kradenan. Pada jaman kerajaan Mataram pernah beribukota di Medangkamulan
(Medang I Bumi Mataram) yang berjarak 1,5 km dari Kuwu. Karena perkembangan
ilmu pengetahuan saat itu belum mengenal metodologi ilmiah untuk mencari
tahu tentang Bledug Kuwu, maka pendekatan yang paling kondusif saat itu
adalah melalui mitos, dan sebagian orang sampai sekarang masih mempercayai
mitos Bledug Kuwu tersebut. Menurut cerita turun temurun yang beredar di
kalangan masyarakat disitu, Bledug kuwu terjadi karena adanya lubang yang
menghubungkan tempat itu dengan laut Selatan. Entah kenapa setiap ada mitos
kelautan mesti dihubungkan dengan laut selatan, meskipun tempatnya lebih
dekat dengan laut utara pulau Jawa, seperti Bledug Kuwu yang sebenarnya
lebih dekat dengan Pantai Kartini di Rembang atau Pantai di Pati daripada ke
Parangtritis. Jauh sekali kan ?. Konon lubang itu adalah jalan pulang Joko
Linglung dari Laut Selatan menuju kerajaan Medang Kamulan setelah
mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di
Laut Selatan. Joko Linglung konon bisa membuat lubang tersebut karena dia
bisa menjelma menjadi ular naga yang merupakan syarat agar dia diakui
sebagai anaknya."



Harus ada yang mau meneliti secara ilmiah bledug Kuwu, mengambil contoh
semburan lumpurnya, menganalisisnya, melakukan interpretasi bawah
permukaannya, dll. Ini akan bermanfaat untuk pemahaman gejala erupsi
gununglumpur secara keseluruhan di wilayah Depresi Kendeng. Dari data
seismik tahun 1989 dan 2004 di wilayah Purwodadi yang memotong Bledug Kuwu
nampak sangat jelas bahwa Bledug Kuwu benar2 merupakan gununglumpur yang
mengerucut di puncaknya. Titik bledug kuwu adalah puncak semburannya. Dan,
di wilayah ini  bledug Kuwu tidak sendiri, masih ada beberapa kenampakan
gununglumpur/diapir yang mati di bawah permukaan (seperti blind fault)
maupun naik ke hampir permukaan.



Salam,

awang




From: Chairul Nas [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, June 27, 2007 8:19 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Balasan: Re: [iagi-net-l] Interpelasi Lapindo




Rekan-rekan anggota IAGI yg tercinta,
Pemerintah, dalam hal ini Dept ESDM, memang layak untuk diminta bertanggung
jawab atas tenggelamnya begitu banyak rumah dan lahan penduduk di Porong -
Sidoardjo; bukan atas  terjadinya semburan lumpur  panas itu. Karena
menyemburnya LUSI, menurut saya, adalah lebih berupa gejala geologis seperti
halnya "mud volcano" di Purwodadi yg pernah ditayangkan pd TVRI 20 tahun
silam. Masih segar pd ingatan saya, waktu saya menonton TVRI saat itu mereka
menyebutnya sebagai kejadian "bleduk kuwu". Kesalahan fatal karena kebodohan
dan kelambanan adalah: mengambil kesimpulan ttg kejadian semburan LUSI amat
sangat terlambat, sehingga waktu terlalu banyak dihabiskan untuk upaya
penghentian semburan. Dua pekan setelah semburan berlangsung, saya berdebat
keras dgn kolega saya yg ahli perminyakan di Trisakti; waktu itu saya
katakan "mau bor miring - bor hantu blau kek - semburan ini tidak akan bisa
dihentikan, karena ini adalah lebih berat ke gejala geologis atau gejala
alam - lebih baik simpulkan saja bhw tidak bisa dihentikan, lalu fokuskan
upaya kpd pembenahan lumpur yg keluar itu - mau disalurkan kemana ? - kita
berpacu dgn waktu - pemerintah harus berani dan tegas". Tapi hal itu tidak
dilakukan oleh ESDM, maka tanggunglah resikonya sekarang. Menurut pendapat
saya, bukan BP Migas yg hrs bertanggung jawab - yg harus bertanggung jawab
adalah sejumlah departemen terkait seperti ESDM, KLH, dan lain-lain.

Semoga bermanfaat, terutama