Re: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA
tetap tulis ah biarpun terlambat... apa yg dikatakan ketua dewan penasihat pp-iagi adalah benar adanya. perhimagi juga telah bergerak sejak kasus jebolnya situgintung, juga kasus longsor di bandung selatan. saat itu sudah koordinasi dg pp-iagi. memang sekjen iagi kurang tanggap dan kurang mampu mengaktifkan biro2 yg ada yg berkaitan dengan masalah mitigasi bencana geologi ini. semoga ke depan, kendala2 utk mengoptimalkan mahasiswa dapat dikurangi dan kita bisa bergerak lebih baik utk kejadian2 bencana geologi yg pasti akan muncul lagi. salam, syaiful 2010/11/1 Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id: MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA Dr Andang Bachtiar Ketua Dewan penasehat IAGI Ikatan Ahli Geologi Indonesia (ditulis pertama kali 8 April 2007, ditulis ulang barusan: 1 November 2010) Pada saat2 seperti ini, saat semua orang berkonsentrasi pada usaha ke-gawat-darurat-an penanganan langsung korban2 bencana (Wasior, Mentawai, Merapi), mungkin tidak terlalu banyak yg bisa dilakukan oleh kalangan saintis maupun praktisi ilmu kebumian yg sesuai dg jalur profesinya. Diantara kita ada yg ikut serta dalama arus besar kerja sukarela SAR (kalau mampu),penanganan pengungsi (kalau ada waktu), penyediaan air bersih sarana dan prasarana darurat (kalau memang ada di sector yg bersesuaian), atau mungkin ikutan meneliti aspek2 terbaru dr fenomena geologinya shg bisa dipakai langsung dlm usaha relokasi recovery (nantinya) atau mitigasi-prediksi untuk membuat gambaran proses bencana geologi ini lebih lengkap jadinya. Tentu saja dalam hal sumbang menyumbang bahan makananan, medis, pakaian dsb spt umumnya seluruh lapisan masyarakat lainnya, kita di komunitas professional kebumian bisa juga bergerak bersama. Tanpa mengurangi urgensi penanganan kedaruratan yg sdg beralangsung dan mumpung masih hangat, saya mencoba untuk mengingatkan kembali betapa jauh lebih pentingnya menggurangi resiko bencana daripada menghadapai bencana begitu saja tantang menantang tanpa persiapan apapun juga selain jor-jor-an dana penanggulangan di anggaran2 pemerintah. Dan yg paling dasar dari proses pengurangan resiko tersebut adalah membangun kapasitas internal masyarakat sendiri untuk bersiap menghadapi bencana lwt pendekatan tradisi, budaya, pembenahan infrastruktur penyelamatan dan tata ruang yg antisipatif thdp bencana serta latihan2 tanggap darurat (atau sering diistilah-kerenkan sbg simulasi simulasi). Sosialsisasi2 ttg masalah2 tersebut di atas harus terus menerus dilakukan terutama di daerah2 yg sdh jelas2 diidentifikasi oleh para ahli sbg daerah yang potensial menuai bencana dg siklus proses gempa-tsunami- letusan gn api yg tertentu. Soal sosialisasi mitigasi bencana pasca gempa Mentawai (untuk menghindari korban - ekses dalam kejadian2 pasca-gempa), saya sangat yakin Pak Ade (IAGI SumBar, Distam) dan Pak Badrul (HAGI Padang, Unand) sudah berusaha sekuat tenaga, mengorbankan waktu-pikiran (dan bahkan dana pribadi) untuk melakukannya. Juga untuk mitigasi bencana pasca Merapi atau gempa Yogja, kawan2 dr Bandung maupun Yogja sendiri baik secara kedinasan maupun inisiatif kelompok akademik, keprofesian maupun NGO, semuanya sudah berbondong2 turun lapangan. Tetapi kita semua juga tahu bahwa jumlah, tenaga, pikiran dan terutama waktu para ahli geologi-geofisik (baca: anggota IAGI maupun HAGI), sangat-sangatlah terbatas. Banyak diantara kita yang tidak bekerja di domain kebencanaan tersebut. Apa kata bozz di kumpeni/instansi kalau kita sering-sering voluneering jalan-jalan untuk nyambangi masyarakat yang perlu penjelasan, ketenangan psikis, dan keyakinan bahwa mereka harus pindah (walau untuk sementara) dari zona-zona rawan pasca gempa atau bahkan zona-zona rawan pre-syn-pasca gempa (rawan forever). Termasuk -mungkin- kawan-kawan IAGI-HAGI di SumBar, Yogja, Papua. Mereka pasti sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa daya: manajemen kerja / concern sosial kita masih belum terbentuk bagus. Tidak mungkinlah kita para ahli geologi-geofisik ini bisa bekerja full-time melakukan sosialisasi-sosialisasi tersebut. Apalagi kalau kita bicara soal volunteering dengan network kawan-kawan IAGI-HAGI dari daerah lain dan (terutama) dari pusat (JKT-BDG-YK). Selain komunikasi antar kita lewat dunia email seringkali hanya sebatas wacana, analisis, dan saling-tukar-pengalaman (belaka) == jarang yang pasti-pasti untuk mengorganisasikan suatu kerja nyata === , juga sistim tanggap-sosial organisasi keprofesian kita (IAGI-HAGI) nampaknya sedang tidak sigap. Dalam kaitan dg permasalahan tbs, saya mengusulkan kepada kawan-kawan PP-IAGI, PengDa2 IAGI, maupun Pengurus HAGI, untuk secara serius mengorganisasikan mobilisasi rekan-rekan mahasiswa kebumian (fisika, geofisika, geologi, geodesi, geografi) sebagai ujung-tombak sosialisasi-sosialisasi tersebut dalam arti yang sebenar-benarnya (bukan hanya wacana, diskusi, dan
RE: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA
Pak Sekjen.. karena disentil lagi, jadi ingat berita retakan di Gunung Pancar Bogor baru-baru ini. Bagaimana kalau IAGI mendorong/ kerja sama dengan Unpak utk bergerak (atau sudah ya?)untuk melakukan paling tidak pengecekan, pemetaan, rekomendasi dll. Seingat saya tahun 2006, Bu Tety (Unpak) dan teamnya bergerak juga saat ada longsor di Bojongkoneng. Salam - Daru -Original Message- From: mohammad syaiful [mailto:mohammadsyai...@gmail.com] Sent: Wednesday, December 15, 2010 3:02 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA tetap tulis ah biarpun terlambat... apa yg dikatakan ketua dewan penasihat pp-iagi adalah benar adanya. perhimagi juga telah bergerak sejak kasus jebolnya situgintung, juga kasus longsor di bandung selatan. saat itu sudah koordinasi dg pp-iagi. memang sekjen iagi kurang tanggap dan kurang mampu mengaktifkan biro2 yg ada yg berkaitan dengan masalah mitigasi bencana geologi ini. semoga ke depan, kendala2 utk mengoptimalkan mahasiswa dapat dikurangi dan kita bisa bergerak lebih baik utk kejadian2 bencana geologi yg pasti akan muncul lagi. salam, syaiful 2010/11/1 Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id: MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA Dr Andang Bachtiar Ketua Dewan penasehat IAGI Ikatan Ahli Geologi Indonesia (ditulis pertama kali 8 April 2007, ditulis ulang barusan: 1 November 2010) Pada saat2 seperti ini, saat semua orang berkonsentrasi pada usaha ke-gawat-darurat-an penanganan langsung korban2 bencana (Wasior, Mentawai, Merapi), mungkin tidak terlalu banyak yg bisa dilakukan oleh kalangan saintis maupun praktisi ilmu kebumian yg sesuai dg jalur profesinya. Diantara kita ada yg ikut serta dalama arus besar kerja sukarela SAR (kalau mampu),penanganan pengungsi (kalau ada waktu), penyediaan air bersih sarana dan prasarana darurat (kalau memang ada di sector yg bersesuaian), atau mungkin ikutan meneliti aspek2 terbaru dr fenomena geologinya shg bisa dipakai langsung dlm usaha relokasi recovery (nantinya) atau mitigasi-prediksi untuk membuat gambaran proses bencana geologi ini lebih lengkap jadinya. Tentu saja dalam hal sumbang menyumbang bahan makananan, medis, pakaian dsb spt umumnya seluruh lapisan masyarakat lainnya, kita di komunitas professional kebumian bisa juga bergerak bersama. Tanpa mengurangi urgensi penanganan kedaruratan yg sdg beralangsung dan mumpung masih hangat, saya mencoba untuk mengingatkan kembali betapa jauh lebih pentingnya menggurangi resiko bencana daripada menghadapai bencana begitu saja tantang menantang tanpa persiapan apapun juga selain jor-jor-an dana penanggulangan di anggaran2 pemerintah. Dan yg paling dasar dari proses pengurangan resiko tersebut adalah membangun kapasitas internal masyarakat sendiri untuk bersiap menghadapi bencana lwt pendekatan tradisi, budaya, pembenahan infrastruktur penyelamatan dan tata ruang yg antisipatif thdp bencana serta latihan2 tanggap darurat (atau sering diistilah-kerenkan sbg simulasi simulasi). Sosialsisasi2 ttg masalah2 tersebut di atas harus terus menerus dilakukan terutama di daerah2 yg sdh jelas2 diidentifikasi oleh para ahli sbg daerah yang potensial menuai bencana dg siklus proses gempa-tsunami- letusan gn api yg tertentu. Soal sosialisasi mitigasi bencana pasca gempa Mentawai (untuk menghindari korban - ekses dalam kejadian2 pasca-gempa), saya sangat yakin Pak Ade (IAGI SumBar, Distam) dan Pak Badrul (HAGI Padang, Unand) sudah berusaha sekuat tenaga, mengorbankan waktu-pikiran (dan bahkan dana pribadi) untuk melakukannya. Juga untuk mitigasi bencana pasca Merapi atau gempa Yogja, kawan2 dr Bandung maupun Yogja sendiri baik secara kedinasan maupun inisiatif kelompok akademik, keprofesian maupun NGO, semuanya sudah berbondong2 turun lapangan. Tetapi kita semua juga tahu bahwa jumlah, tenaga, pikiran dan terutama waktu para ahli geologi-geofisik (baca: anggota IAGI maupun HAGI), sangat-sangatlah terbatas. Banyak diantara kita yang tidak bekerja di domain kebencanaan tersebut. Apa kata bozz di kumpeni/instansi kalau kita sering-sering voluneering jalan-jalan untuk nyambangi masyarakat yang perlu penjelasan, ketenangan psikis, dan keyakinan bahwa mereka harus pindah (walau untuk sementara) dari zona-zona rawan pasca gempa atau bahkan zona-zona rawan pre-syn-pasca gempa (rawan forever). Termasuk -mungkin- kawan-kawan IAGI-HAGI di SumBar, Yogja, Papua. Mereka pasti sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa daya: manajemen kerja / concern sosial kita masih belum terbentuk bagus. Tidak mungkinlah kita para ahli geologi-geofisik ini bisa bekerja full-time melakukan sosialisasi-sosialisasi tersebut. Apalagi kalau kita bicara soal volunteering dengan network kawan-kawan IAGI-HAGI dari daerah lain dan (terutama) dari pusat (JKT-BDG-YK). Selain
Re: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA
pak daru, saya belum tahu. kebetulan hari ini juga beliau baru kontak saya, tapi utk urusan lain (biasa, bantuan mengajar). nanti saya kontak bu teti lagi utk kemungkinan melihat pancar tsb. salam, syaiful 2010/12/15 S. (Daru) Prihatmoko sd...@indo.net.id: Pak Sekjen.. karena disentil lagi, jadi ingat berita retakan di Gunung Pancar Bogor baru-baru ini. Bagaimana kalau IAGI mendorong/ kerja sama dengan Unpak utk bergerak (atau sudah ya?)untuk melakukan paling tidak pengecekan, pemetaan, rekomendasi dll. Seingat saya tahun 2006, Bu Tety (Unpak) dan teamnya bergerak juga saat ada longsor di Bojongkoneng. Salam - Daru -Original Message- From: mohammad syaiful [mailto:mohammadsyai...@gmail.com] Sent: Wednesday, December 15, 2010 3:02 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA tetap tulis ah biarpun terlambat... apa yg dikatakan ketua dewan penasihat pp-iagi adalah benar adanya. perhimagi juga telah bergerak sejak kasus jebolnya situgintung, juga kasus longsor di bandung selatan. saat itu sudah koordinasi dg pp-iagi. memang sekjen iagi kurang tanggap dan kurang mampu mengaktifkan biro2 yg ada yg berkaitan dengan masalah mitigasi bencana geologi ini. semoga ke depan, kendala2 utk mengoptimalkan mahasiswa dapat dikurangi dan kita bisa bergerak lebih baik utk kejadian2 bencana geologi yg pasti akan muncul lagi. salam, syaiful 2010/11/1 Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id: MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA Dr Andang Bachtiar Ketua Dewan penasehat IAGI Ikatan Ahli Geologi Indonesia (ditulis pertama kali 8 April 2007, ditulis ulang barusan: 1 November 2010) Pada saat2 seperti ini, saat semua orang berkonsentrasi pada usaha ke-gawat-darurat-an penanganan langsung korban2 bencana (Wasior, Mentawai, Merapi), mungkin tidak terlalu banyak yg bisa dilakukan oleh kalangan saintis maupun praktisi ilmu kebumian yg sesuai dg jalur profesinya. Diantara kita ada yg ikut serta dalama arus besar kerja sukarela SAR (kalau mampu),penanganan pengungsi (kalau ada waktu), penyediaan air bersih sarana dan prasarana darurat (kalau memang ada di sector yg bersesuaian), atau mungkin ikutan meneliti aspek2 terbaru dr fenomena geologinya shg bisa dipakai langsung dlm usaha relokasi recovery (nantinya) atau mitigasi-prediksi untuk membuat gambaran proses bencana geologi ini lebih lengkap jadinya. Tentu saja dalam hal sumbang menyumbang bahan makananan, medis, pakaian dsb spt umumnya seluruh lapisan masyarakat lainnya, kita di komunitas professional kebumian bisa juga bergerak bersama. Tanpa mengurangi urgensi penanganan kedaruratan yg sdg beralangsung dan mumpung masih hangat, saya mencoba untuk mengingatkan kembali betapa jauh lebih pentingnya menggurangi resiko bencana daripada menghadapai bencana begitu saja tantang menantang tanpa persiapan apapun juga selain jor-jor-an dana penanggulangan di anggaran2 pemerintah. Dan yg paling dasar dari proses pengurangan resiko tersebut adalah membangun kapasitas internal masyarakat sendiri untuk bersiap menghadapi bencana lwt pendekatan tradisi, budaya, pembenahan infrastruktur penyelamatan dan tata ruang yg antisipatif thdp bencana serta latihan2 tanggap darurat (atau sering diistilah-kerenkan sbg simulasi simulasi). Sosialsisasi2 ttg masalah2 tersebut di atas harus terus menerus dilakukan terutama di daerah2 yg sdh jelas2 diidentifikasi oleh para ahli sbg daerah yang potensial menuai bencana dg siklus proses gempa-tsunami- letusan gn api yg tertentu. Soal sosialisasi mitigasi bencana pasca gempa Mentawai (untuk menghindari korban - ekses dalam kejadian2 pasca-gempa), saya sangat yakin Pak Ade (IAGI SumBar, Distam) dan Pak Badrul (HAGI Padang, Unand) sudah berusaha sekuat tenaga, mengorbankan waktu-pikiran (dan bahkan dana pribadi) untuk melakukannya. Juga untuk mitigasi bencana pasca Merapi atau gempa Yogja, kawan2 dr Bandung maupun Yogja sendiri baik secara kedinasan maupun inisiatif kelompok akademik, keprofesian maupun NGO, semuanya sudah berbondong2 turun lapangan. Tetapi kita semua juga tahu bahwa jumlah, tenaga, pikiran dan terutama waktu para ahli geologi-geofisik (baca: anggota IAGI maupun HAGI), sangat-sangatlah terbatas. Banyak diantara kita yang tidak bekerja di domain kebencanaan tersebut. Apa kata bozz di kumpeni/instansi kalau kita sering-sering voluneering jalan-jalan untuk nyambangi masyarakat yang perlu penjelasan, ketenangan psikis, dan keyakinan bahwa mereka harus pindah (walau untuk sementara) dari zona-zona rawan pasca gempa atau bahkan zona-zona rawan pre-syn-pasca gempa (rawan forever). Termasuk -mungkin- kawan-kawan IAGI-HAGI di SumBar, Yogja, Papua. Mereka pasti sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa daya: manajemen kerja / concern sosial kita masih belum
Re: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA
Ditengah hiruk pikuk pada tanggap darurat baik di Mentawai, Merapi juga Wasior (yang sdh didukung dari berbagai pihak), saya ijin membawa nama IAGI ke Jayapura untuk membantu kawan-kawan di prodi Teknik Geologi USTJ dan Teknik Mineral UnCen Jayapura untuk membentuk komunitas yang punya peluang berinisiatif untuk melakukan sosialisasi mitigasi bencana alam di Papua (gempabumi, gerakan tanah, banjir bandang). Kebetulan ini perjalanan sosial (biaya sendiri) karena mau lihat sepak bola di kandang Persipura di Jayapura (8-9 November 2010), saya lalu kontak kawan di Uncen untuk mengumpulkan beberapa kawan dosen dan mhsw juga kawan-kawan di Pengda IAGI Papua untuk kumpulan ngaji dan dzikir tentang geologi dan teologi bencana alam. Ada yang mau bergabung? silahkan saja, materi sosialisasi saya siapkan. Sambil lihat sepak bola..., dongeng geologi di Jayapura.. Jangan-jangan setelah Indonesia Barat dihajar Musibah Geologi, gantian Indonesia Timur dihajar kembali setelah Wasior Guyon.., mohon maaf.. salam, gus hend.89 From: Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Mon, November 1, 2010 11:20:16 AM Subject: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA Dr Andang Bachtiar Ketua Dewan penasehat IAGI Ikatan Ahli Geologi Indonesia (ditulis pertama kali 8 April 2007, ditulis ulang barusan: 1 November 2010) Pada saat2 seperti ini, saat semua orang berkonsentrasi pada usaha ke-gawat-darurat-an penanganan langsung korban2 bencana (Wasior, Mentawai, Merapi), mungkin tidak terlalu banyak yg bisa dilakukan oleh kalangan saintis maupun praktisi ilmu kebumian yg sesuai dg jalur profesinya. Diantara kita ada yg ikut serta dalama arus besar kerja sukarela SAR (kalau mampu),penanganan pengungsi (kalau ada waktu), penyediaan air bersih sarana dan prasarana darurat (kalau memang ada di sector yg bersesuaian), atau mungkin ikutan meneliti aspek2 terbaru dr fenomena geologinya shg bisa dipakai langsung dlm usaha relokasi recovery (nantinya) atau mitigasi-prediksi untuk membuat gambaran proses bencana geologi ini lebih lengkap jadinya. Tentu saja dalam hal sumbang menyumbang bahan makananan, medis, pakaian dsb spt umumnya seluruh lapisan masyarakat lainnya, kita di komunitas professional kebumian bisa juga bergerak bersama. Tanpa mengurangi urgensi penanganan kedaruratan yg sdg beralangsung dan mumpung masih hangat, saya mencoba untuk mengingatkan kembali betapa jauh lebih pentingnya menggurangi resiko bencana daripada menghadapai bencana begitu saja tantang menantang tanpa persiapan apapun juga selain jor-jor-an dana penanggulangan di anggaran2 pemerintah. Dan yg paling dasar dari proses pengurangan resiko tersebut adalah membangun kapasitas internal masyarakat sendiri untuk bersiap menghadapi bencana lwt pendekatan tradisi, budaya, pembenahan infrastruktur penyelamatan dan tata ruang yg antisipatif thdp bencana serta latihan2 tanggap darurat (atau sering diistilah-kerenkan sbg simulasi simulasi). Sosialsisasi2 ttg masalah2 tersebut di atas harus terus menerus dilakukan terutama di daerah2 yg sdh jelas2 diidentifikasi oleh para ahli sbg daerah yang potensial menuai bencana dg siklus proses gempa-tsunami- letusan gn api yg tertentu. Soal sosialisasi mitigasi bencana pasca gempa Mentawai (untuk menghindari korban - ekses dalam kejadian2 pasca-gempa), saya sangat yakin Pak Ade (IAGI SumBar, Distam) dan Pak Badrul (HAGI Padang, Unand) sudah berusaha sekuat tenaga, mengorbankan waktu-pikiran (dan bahkan dana pribadi) untuk melakukannya. Juga untuk mitigasi bencana pasca Merapi atau gempa Yogja, kawan2 dr Bandung maupun Yogja sendiri baik secara kedinasan maupun inisiatif kelompok akademik, keprofesian maupun NGO, semuanya sudah berbondong2 turun lapangan. Tetapi kita semua juga tahu bahwa jumlah, tenaga, pikiran dan terutama waktu para ahli geologi-geofisik (baca: anggota IAGI maupun HAGI), sangat-sangatlah terbatas. Banyak diantara kita yang tidak bekerja di domain kebencanaan tersebut. Apa kata bozz di kumpeni/instansi kalau kita sering-sering voluneering jalan-jalan untuk nyambangi masyarakat yang perlu penjelasan, ketenangan psikis, dan keyakinan bahwa mereka harus pindah (walau untuk sementara) dari zona-zona rawan pasca gempa atau bahkan zona-zona rawan pre-syn-pasca gempa (rawan forever). Termasuk -mungkin- kawan-kawan IAGI-HAGI di SumBar, Yogja, Papua. Mereka pasti sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa daya: manajemen kerja / concern sosial kita masih belum terbentuk bagus. Tidak mungkinlah kita para ahli geologi-geofisik ini bisa bekerja full-time melakukan sosialisasi-sosialisasi tersebut. Apalagi kalau kita bicara soal volunteering dengan network kawan-kawan IAGI-HAGI dari daerah lain dan (terutama) dari