Re: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA

2010-12-15 Terurut Topik mohammad syaiful
tetap tulis ah biarpun terlambat...

apa yg dikatakan ketua dewan penasihat pp-iagi adalah benar adanya.
perhimagi juga telah bergerak sejak kasus jebolnya situgintung, juga
kasus longsor di bandung selatan. saat itu sudah koordinasi dg
pp-iagi.

memang sekjen iagi kurang tanggap dan kurang mampu mengaktifkan biro2
yg ada yg berkaitan dengan masalah mitigasi bencana geologi ini.
semoga ke depan, kendala2 utk mengoptimalkan mahasiswa dapat dikurangi
dan kita bisa bergerak lebih baik utk kejadian2 bencana geologi yg
pasti akan muncul lagi.

salam,
syaiful

2010/11/1 Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id:
 MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI
 dan GUNUNG API INDONESIA

 Dr Andang Bachtiar

 Ketua Dewan penasehat IAGI

 Ikatan Ahli Geologi Indonesia


 (ditulis pertama kali 8 April 2007, ditulis ulang barusan: 1 November 2010)





 Pada saat2 seperti ini, saat semua orang berkonsentrasi pada usaha
 ke-gawat-darurat-an penanganan langsung korban2 bencana (Wasior, Mentawai,
 Merapi), mungkin tidak terlalu banyak yg bisa dilakukan oleh kalangan
 saintis maupun praktisi ilmu kebumian yg sesuai dg jalur profesinya.
 Diantara kita ada yg ikut serta dalama arus besar kerja sukarela SAR (kalau
 mampu),penanganan pengungsi (kalau ada waktu), penyediaan air bersih sarana
 dan prasarana darurat (kalau memang ada di sector yg bersesuaian), atau
 mungkin ikutan meneliti aspek2 terbaru dr fenomena geologinya shg bisa
 dipakai langsung dlm usaha relokasi recovery (nantinya) atau
 mitigasi-prediksi untuk membuat gambaran proses bencana geologi ini lebih
 lengkap jadinya. Tentu saja dalam hal sumbang menyumbang bahan makananan,
 medis, pakaian dsb spt umumnya seluruh lapisan masyarakat lainnya, kita di
 komunitas professional kebumian bisa juga bergerak bersama.



 Tanpa mengurangi urgensi penanganan kedaruratan yg sdg beralangsung dan
 mumpung masih hangat, saya mencoba untuk mengingatkan kembali betapa jauh
 lebih pentingnya menggurangi resiko bencana daripada menghadapai bencana
 begitu saja tantang menantang tanpa persiapan apapun juga selain jor-jor-an
 dana penanggulangan di anggaran2 pemerintah. Dan yg paling dasar dari proses
 pengurangan resiko tersebut adalah membangun kapasitas internal masyarakat
 sendiri untuk bersiap menghadapi bencana lwt pendekatan tradisi, budaya,
 pembenahan infrastruktur penyelamatan dan tata ruang yg antisipatif thdp
 bencana serta latihan2 tanggap darurat (atau sering diistilah-kerenkan sbg
 simulasi simulasi). Sosialsisasi2 ttg masalah2 tersebut di atas harus terus
 menerus dilakukan terutama di daerah2 yg sdh jelas2 diidentifikasi oleh para
 ahli sbg daerah yang potensial menuai bencana dg siklus proses
 gempa-tsunami- letusan gn api yg tertentu.



 Soal sosialisasi mitigasi bencana pasca gempa Mentawai (untuk menghindari
 korban - ekses dalam kejadian2 pasca-gempa), saya sangat yakin Pak Ade (IAGI
 SumBar, Distam) dan Pak Badrul (HAGI Padang, Unand) sudah berusaha sekuat
 tenaga, mengorbankan waktu-pikiran (dan bahkan dana pribadi) untuk
 melakukannya. Juga untuk mitigasi bencana pasca Merapi atau gempa Yogja,
 kawan2 dr Bandung maupun Yogja sendiri baik secara kedinasan maupun
 inisiatif kelompok akademik, keprofesian maupun NGO, semuanya sudah
 berbondong2 turun lapangan. Tetapi kita semua juga tahu bahwa jumlah,
 tenaga, pikiran dan terutama waktu para ahli geologi-geofisik (baca:
 anggota IAGI maupun HAGI), sangat-sangatlah terbatas. Banyak diantara kita
 yang tidak bekerja di domain kebencanaan tersebut. Apa kata bozz di
 kumpeni/instansi kalau kita sering-sering voluneering jalan-jalan untuk
 nyambangi masyarakat yang perlu penjelasan, ketenangan psikis, dan keyakinan
 bahwa mereka harus pindah (walau untuk sementara) dari zona-zona rawan pasca
 gempa atau bahkan zona-zona rawan pre-syn-pasca gempa (rawan forever).
 Termasuk -mungkin- kawan-kawan IAGI-HAGI di SumBar, Yogja, Papua. Mereka
 pasti sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa daya: manajemen kerja /
 concern sosial kita masih belum terbentuk bagus. Tidak mungkinlah kita para
 ahli geologi-geofisik ini bisa bekerja full-time melakukan
 sosialisasi-sosialisasi tersebut. Apalagi kalau kita bicara soal
 volunteering dengan network kawan-kawan IAGI-HAGI dari daerah lain dan
 (terutama) dari pusat (JKT-BDG-YK). Selain komunikasi antar kita lewat dunia
 email seringkali hanya sebatas wacana, analisis, dan saling-tukar-pengalaman
 (belaka) == jarang yang pasti-pasti untuk mengorganisasikan suatu kerja
 nyata === , juga sistim tanggap-sosial organisasi keprofesian kita
 (IAGI-HAGI) nampaknya sedang tidak sigap.

 Dalam kaitan dg permasalahan tbs, saya mengusulkan kepada kawan-kawan
 PP-IAGI, PengDa2 IAGI, maupun Pengurus HAGI, untuk secara serius
 mengorganisasikan mobilisasi rekan-rekan mahasiswa kebumian (fisika,
 geofisika, geologi, geodesi, geografi) sebagai ujung-tombak
 sosialisasi-sosialisasi tersebut dalam arti yang sebenar-benarnya (bukan
 hanya wacana, diskusi, dan 

RE: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA

2010-12-15 Terurut Topik S. (Daru) Prihatmoko
Pak Sekjen.. karena disentil lagi, jadi ingat berita retakan di Gunung
Pancar Bogor baru-baru ini.

Bagaimana kalau IAGI mendorong/ kerja sama dengan Unpak utk bergerak (atau
sudah ya?)untuk melakukan paling tidak pengecekan, pemetaan, rekomendasi
dll. Seingat saya tahun 2006, Bu Tety (Unpak) dan teamnya bergerak juga saat
ada longsor di Bojongkoneng.

Salam - Daru  

-Original Message-
From: mohammad syaiful [mailto:mohammadsyai...@gmail.com] 
Sent: Wednesday, December 15, 2010 3:02 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI
MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA

tetap tulis ah biarpun terlambat...

apa yg dikatakan ketua dewan penasihat pp-iagi adalah benar adanya.
perhimagi juga telah bergerak sejak kasus jebolnya situgintung, juga
kasus longsor di bandung selatan. saat itu sudah koordinasi dg
pp-iagi.

memang sekjen iagi kurang tanggap dan kurang mampu mengaktifkan biro2
yg ada yg berkaitan dengan masalah mitigasi bencana geologi ini.
semoga ke depan, kendala2 utk mengoptimalkan mahasiswa dapat dikurangi
dan kita bisa bergerak lebih baik utk kejadian2 bencana geologi yg
pasti akan muncul lagi.

salam,
syaiful

2010/11/1 Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id:
 MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA,
TSUNAMI
 dan GUNUNG API INDONESIA

 Dr Andang Bachtiar

 Ketua Dewan penasehat IAGI

 Ikatan Ahli Geologi Indonesia


 (ditulis pertama kali 8 April 2007, ditulis ulang barusan: 1 November
2010)





 Pada saat2 seperti ini, saat semua orang berkonsentrasi pada usaha
 ke-gawat-darurat-an penanganan langsung korban2 bencana (Wasior, Mentawai,
 Merapi), mungkin tidak terlalu banyak yg bisa dilakukan oleh kalangan
 saintis maupun praktisi ilmu kebumian yg sesuai dg jalur profesinya.
 Diantara kita ada yg ikut serta dalama arus besar kerja sukarela SAR
(kalau
 mampu),penanganan pengungsi (kalau ada waktu), penyediaan air bersih
sarana
 dan prasarana darurat (kalau memang ada di sector yg bersesuaian), atau
 mungkin ikutan meneliti aspek2 terbaru dr fenomena geologinya shg bisa
 dipakai langsung dlm usaha relokasi recovery (nantinya) atau
 mitigasi-prediksi untuk membuat gambaran proses bencana geologi ini lebih
 lengkap jadinya. Tentu saja dalam hal sumbang menyumbang bahan makananan,
 medis, pakaian dsb spt umumnya seluruh lapisan masyarakat lainnya, kita di
 komunitas professional kebumian bisa juga bergerak bersama.



 Tanpa mengurangi urgensi penanganan kedaruratan yg sdg beralangsung dan
 mumpung masih hangat, saya mencoba untuk mengingatkan kembali betapa jauh
 lebih pentingnya menggurangi resiko bencana daripada menghadapai bencana
 begitu saja tantang menantang tanpa persiapan apapun juga selain
jor-jor-an
 dana penanggulangan di anggaran2 pemerintah. Dan yg paling dasar dari
proses
 pengurangan resiko tersebut adalah membangun kapasitas internal masyarakat
 sendiri untuk bersiap menghadapi bencana lwt pendekatan tradisi, budaya,
 pembenahan infrastruktur penyelamatan dan tata ruang yg antisipatif thdp
 bencana serta latihan2 tanggap darurat (atau sering diistilah-kerenkan sbg
 simulasi simulasi). Sosialsisasi2 ttg masalah2 tersebut di atas harus
terus
 menerus dilakukan terutama di daerah2 yg sdh jelas2 diidentifikasi oleh
para
 ahli sbg daerah yang potensial menuai bencana dg siklus proses
 gempa-tsunami- letusan gn api yg tertentu.



 Soal sosialisasi mitigasi bencana pasca gempa Mentawai (untuk menghindari
 korban - ekses dalam kejadian2 pasca-gempa), saya sangat yakin Pak Ade
(IAGI
 SumBar, Distam) dan Pak Badrul (HAGI Padang, Unand) sudah berusaha sekuat
 tenaga, mengorbankan waktu-pikiran (dan bahkan dana pribadi) untuk
 melakukannya. Juga untuk mitigasi bencana pasca Merapi atau gempa Yogja,
 kawan2 dr Bandung maupun Yogja sendiri baik secara kedinasan maupun
 inisiatif kelompok akademik, keprofesian maupun NGO, semuanya sudah
 berbondong2 turun lapangan. Tetapi kita semua juga tahu bahwa jumlah,
 tenaga, pikiran dan terutama waktu para ahli geologi-geofisik (baca:
 anggota IAGI maupun HAGI), sangat-sangatlah terbatas. Banyak diantara kita
 yang tidak bekerja di domain kebencanaan tersebut. Apa kata bozz di
 kumpeni/instansi kalau kita sering-sering voluneering jalan-jalan untuk
 nyambangi masyarakat yang perlu penjelasan, ketenangan psikis, dan
keyakinan
 bahwa mereka harus pindah (walau untuk sementara) dari zona-zona rawan
pasca
 gempa atau bahkan zona-zona rawan pre-syn-pasca gempa (rawan forever).
 Termasuk -mungkin- kawan-kawan IAGI-HAGI di SumBar, Yogja, Papua. Mereka
 pasti sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa daya: manajemen kerja /
 concern sosial kita masih belum terbentuk bagus. Tidak mungkinlah kita
para
 ahli geologi-geofisik ini bisa bekerja full-time melakukan
 sosialisasi-sosialisasi tersebut. Apalagi kalau kita bicara soal
 volunteering dengan network kawan-kawan IAGI-HAGI dari daerah lain dan
 (terutama) dari pusat (JKT-BDG-YK). Selain

Re: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA

2010-12-15 Terurut Topik mohammad syaiful
pak daru, saya belum tahu. kebetulan hari ini juga beliau baru kontak
saya, tapi utk urusan lain (biasa, bantuan mengajar). nanti saya
kontak bu teti lagi utk kemungkinan melihat pancar tsb.

salam,
syaiful

2010/12/15 S. (Daru) Prihatmoko sd...@indo.net.id:
 Pak Sekjen.. karena disentil lagi, jadi ingat berita retakan di Gunung
 Pancar Bogor baru-baru ini.

 Bagaimana kalau IAGI mendorong/ kerja sama dengan Unpak utk bergerak (atau
 sudah ya?)untuk melakukan paling tidak pengecekan, pemetaan, rekomendasi
 dll. Seingat saya tahun 2006, Bu Tety (Unpak) dan teamnya bergerak juga saat
 ada longsor di Bojongkoneng.

 Salam - Daru

 -Original Message-
 From: mohammad syaiful [mailto:mohammadsyai...@gmail.com]
 Sent: Wednesday, December 15, 2010 3:02 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI
 MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA

 tetap tulis ah biarpun terlambat...

 apa yg dikatakan ketua dewan penasihat pp-iagi adalah benar adanya.
 perhimagi juga telah bergerak sejak kasus jebolnya situgintung, juga
 kasus longsor di bandung selatan. saat itu sudah koordinasi dg
 pp-iagi.

 memang sekjen iagi kurang tanggap dan kurang mampu mengaktifkan biro2
 yg ada yg berkaitan dengan masalah mitigasi bencana geologi ini.
 semoga ke depan, kendala2 utk mengoptimalkan mahasiswa dapat dikurangi
 dan kita bisa bergerak lebih baik utk kejadian2 bencana geologi yg
 pasti akan muncul lagi.

 salam,
 syaiful

 2010/11/1 Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id:
 MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA,
 TSUNAMI
 dan GUNUNG API INDONESIA

 Dr Andang Bachtiar

 Ketua Dewan penasehat IAGI

 Ikatan Ahli Geologi Indonesia


 (ditulis pertama kali 8 April 2007, ditulis ulang barusan: 1 November
 2010)





 Pada saat2 seperti ini, saat semua orang berkonsentrasi pada usaha
 ke-gawat-darurat-an penanganan langsung korban2 bencana (Wasior, Mentawai,
 Merapi), mungkin tidak terlalu banyak yg bisa dilakukan oleh kalangan
 saintis maupun praktisi ilmu kebumian yg sesuai dg jalur profesinya.
 Diantara kita ada yg ikut serta dalama arus besar kerja sukarela SAR
 (kalau
 mampu),penanganan pengungsi (kalau ada waktu), penyediaan air bersih
 sarana
 dan prasarana darurat (kalau memang ada di sector yg bersesuaian), atau
 mungkin ikutan meneliti aspek2 terbaru dr fenomena geologinya shg bisa
 dipakai langsung dlm usaha relokasi recovery (nantinya) atau
 mitigasi-prediksi untuk membuat gambaran proses bencana geologi ini lebih
 lengkap jadinya. Tentu saja dalam hal sumbang menyumbang bahan makananan,
 medis, pakaian dsb spt umumnya seluruh lapisan masyarakat lainnya, kita di
 komunitas professional kebumian bisa juga bergerak bersama.



 Tanpa mengurangi urgensi penanganan kedaruratan yg sdg beralangsung dan
 mumpung masih hangat, saya mencoba untuk mengingatkan kembali betapa jauh
 lebih pentingnya menggurangi resiko bencana daripada menghadapai bencana
 begitu saja tantang menantang tanpa persiapan apapun juga selain
 jor-jor-an
 dana penanggulangan di anggaran2 pemerintah. Dan yg paling dasar dari
 proses
 pengurangan resiko tersebut adalah membangun kapasitas internal masyarakat
 sendiri untuk bersiap menghadapi bencana lwt pendekatan tradisi, budaya,
 pembenahan infrastruktur penyelamatan dan tata ruang yg antisipatif thdp
 bencana serta latihan2 tanggap darurat (atau sering diistilah-kerenkan sbg
 simulasi simulasi). Sosialsisasi2 ttg masalah2 tersebut di atas harus
 terus
 menerus dilakukan terutama di daerah2 yg sdh jelas2 diidentifikasi oleh
 para
 ahli sbg daerah yang potensial menuai bencana dg siklus proses
 gempa-tsunami- letusan gn api yg tertentu.



 Soal sosialisasi mitigasi bencana pasca gempa Mentawai (untuk menghindari
 korban - ekses dalam kejadian2 pasca-gempa), saya sangat yakin Pak Ade
 (IAGI
 SumBar, Distam) dan Pak Badrul (HAGI Padang, Unand) sudah berusaha sekuat
 tenaga, mengorbankan waktu-pikiran (dan bahkan dana pribadi) untuk
 melakukannya. Juga untuk mitigasi bencana pasca Merapi atau gempa Yogja,
 kawan2 dr Bandung maupun Yogja sendiri baik secara kedinasan maupun
 inisiatif kelompok akademik, keprofesian maupun NGO, semuanya sudah
 berbondong2 turun lapangan. Tetapi kita semua juga tahu bahwa jumlah,
 tenaga, pikiran dan terutama waktu para ahli geologi-geofisik (baca:
 anggota IAGI maupun HAGI), sangat-sangatlah terbatas. Banyak diantara kita
 yang tidak bekerja di domain kebencanaan tersebut. Apa kata bozz di
 kumpeni/instansi kalau kita sering-sering voluneering jalan-jalan untuk
 nyambangi masyarakat yang perlu penjelasan, ketenangan psikis, dan
 keyakinan
 bahwa mereka harus pindah (walau untuk sementara) dari zona-zona rawan
 pasca
 gempa atau bahkan zona-zona rawan pre-syn-pasca gempa (rawan forever).
 Termasuk -mungkin- kawan-kawan IAGI-HAGI di SumBar, Yogja, Papua. Mereka
 pasti sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa daya: manajemen kerja /
 concern sosial kita masih belum

Re: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA

2010-11-01 Terurut Topik Hendratno Agus
Ditengah hiruk pikuk pada tanggap darurat baik di Mentawai, Merapi juga Wasior 
(yang sdh didukung dari berbagai pihak), saya ijin membawa nama IAGI ke 
Jayapura 
untuk membantu kawan-kawan di prodi Teknik Geologi USTJ dan Teknik Mineral 
UnCen 
Jayapura untuk membentuk komunitas yang punya peluang berinisiatif untuk 
melakukan sosialisasi mitigasi bencana alam di Papua (gempabumi, gerakan tanah, 
banjir bandang). 

Kebetulan ini perjalanan sosial (biaya sendiri) karena mau lihat sepak bola di 
kandang Persipura di Jayapura (8-9 November 2010), saya lalu kontak kawan di 
Uncen untuk mengumpulkan beberapa kawan dosen dan mhsw juga kawan-kawan di 
Pengda IAGI Papua untuk kumpulan ngaji dan dzikir tentang geologi dan teologi 
bencana alam. Ada yang mau bergabung? silahkan saja, materi sosialisasi saya 
siapkan. Sambil lihat sepak bola..., dongeng geologi di Jayapura..
Jangan-jangan setelah Indonesia Barat dihajar Musibah Geologi, gantian 
Indonesia 
Timur dihajar kembali setelah Wasior Guyon.., mohon maaf..
salam, gus hend.89






From: Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Mon, November 1, 2010 11:20:16 AM
Subject: [iagi-net-l] MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI 
BENCANA GEMPA, TSUNAMI dan GUNUNG API INDONESIA

MAHASISWA KEBUMIAN: UJUNG TOMBAK SOSIALISASI MITIGASI BENCANA GEMPA, TSUNAMI 
dan 
GUNUNG API INDONESIA

Dr Andang Bachtiar

Ketua Dewan penasehat IAGI

Ikatan Ahli Geologi Indonesia


(ditulis pertama kali 8 April 2007, ditulis ulang barusan: 1 November 2010)





Pada saat2 seperti ini, saat semua orang berkonsentrasi pada usaha 
ke-gawat-darurat-an penanganan langsung korban2 bencana (Wasior, Mentawai, 
Merapi), mungkin tidak terlalu banyak yg bisa dilakukan oleh kalangan saintis 
maupun praktisi ilmu kebumian yg sesuai dg jalur profesinya. Diantara kita ada 
yg ikut serta dalama arus besar kerja sukarela SAR (kalau mampu),penanganan 
pengungsi (kalau ada waktu), penyediaan air bersih sarana dan prasarana darurat 
(kalau memang ada di sector yg bersesuaian), atau mungkin ikutan meneliti 
aspek2 
terbaru dr fenomena geologinya shg bisa dipakai langsung dlm usaha relokasi 
recovery (nantinya) atau mitigasi-prediksi untuk membuat gambaran proses 
bencana 
geologi ini lebih lengkap jadinya. Tentu saja dalam hal sumbang menyumbang 
bahan 
makananan, medis, pakaian dsb spt umumnya seluruh lapisan masyarakat lainnya, 
kita di komunitas professional kebumian bisa juga bergerak bersama.



Tanpa mengurangi urgensi penanganan kedaruratan yg sdg beralangsung dan mumpung 
masih hangat, saya mencoba untuk mengingatkan kembali betapa jauh lebih 
pentingnya menggurangi resiko bencana daripada menghadapai bencana begitu saja 
tantang menantang tanpa persiapan apapun juga selain jor-jor-an dana 
penanggulangan di anggaran2 pemerintah. Dan yg paling dasar dari proses 
pengurangan resiko tersebut adalah membangun kapasitas internal masyarakat 
sendiri untuk bersiap menghadapi bencana lwt pendekatan tradisi, budaya, 
pembenahan infrastruktur penyelamatan dan tata ruang yg antisipatif thdp 
bencana 
serta latihan2 tanggap darurat (atau sering diistilah-kerenkan sbg simulasi 
simulasi). Sosialsisasi2 ttg masalah2 tersebut di atas harus terus menerus 
dilakukan terutama di daerah2 yg sdh jelas2 diidentifikasi oleh para ahli sbg 
daerah yang potensial menuai bencana dg siklus proses gempa-tsunami- letusan gn 
api yg tertentu.



Soal sosialisasi mitigasi bencana pasca gempa Mentawai (untuk menghindari 
korban 
- ekses dalam kejadian2 pasca-gempa), saya sangat yakin Pak Ade (IAGI SumBar, 
Distam) dan Pak Badrul (HAGI Padang, Unand) sudah berusaha sekuat tenaga, 
mengorbankan waktu-pikiran (dan bahkan dana pribadi) untuk melakukannya. Juga 
untuk mitigasi bencana pasca Merapi atau gempa Yogja, kawan2 dr Bandung maupun 
Yogja sendiri baik secara kedinasan maupun inisiatif kelompok akademik, 
keprofesian maupun NGO, semuanya sudah berbondong2 turun lapangan. Tetapi kita 
semua juga tahu bahwa jumlah, tenaga, pikiran dan terutama waktu para ahli 
geologi-geofisik (baca: anggota IAGI maupun HAGI), sangat-sangatlah terbatas. 
Banyak diantara kita yang tidak bekerja di domain kebencanaan tersebut. Apa 
kata 
bozz di kumpeni/instansi kalau kita sering-sering voluneering jalan-jalan untuk 
nyambangi masyarakat yang perlu penjelasan, ketenangan psikis, dan keyakinan 
bahwa mereka harus pindah (walau untuk sementara) dari zona-zona rawan pasca 
gempa atau bahkan zona-zona rawan pre-syn-pasca gempa (rawan forever). Termasuk 
-mungkin- kawan-kawan IAGI-HAGI di SumBar, Yogja, Papua. Mereka pasti sudah 
berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa daya: manajemen kerja / concern sosial 
kita masih belum terbentuk bagus. Tidak mungkinlah kita para ahli 
geologi-geofisik ini bisa bekerja full-time melakukan sosialisasi-sosialisasi 
tersebut. Apalagi kalau kita bicara soal volunteering dengan network 
kawan-kawan 
IAGI-HAGI dari daerah lain dan (terutama) dari