Satu ini saya serius dan cerita ini saya hanya memforward dari apa
yang saya dapatkan email dinas saya, sedang file aslinya silahkan klik URL
dibawah ini.
http://rgardino.multiply.com/journal/item/28
Ada pembunuh lari dari penjara menggunakan tape uli
Terus terang, meski sudah beberapa kali mengadakan penelitian Kriminal di LP,
pengalaman kali ini adalah pengalaman pertama saya ngobrol langsung dengan
seseorang yang didakwa kasus pembunuhan berencana. Dengan jantung dag dig dug,
pikiran saya melayang-layang mengira-ngira gambaran orang yang akan saya temui.
Sudah terbayang muka keji hanibal lecter, juga penjahat-penjahat berjenggot
palsu ala sinetron, dan gambaran-gambaran pembunuh berdarah dingin lain yang
sering saya temui di cerita TV.
Well, akhirnya setelah menunggu sekian lama berharap-harap cemas, salah satu
sipir membawa seorang anak kehadapan saya.Yup, benar seorang anak berumur 8
tahun. Tingginya tidak lebih dari pinggang orang dewasa dengan wajah yang
diliputi senyum malu-malu. Matanya teduh dengan gerak-gerik yang sopan.
Saya pun membaca berkas kasusnya yang diserahkan oleh sipir itu. Sebelum
masuk penjara ternyata ia adalah juara kelas di sekolahnya, juara menggambar,
jago bermain suling, juara mengaji dan azan di tingkat kanak-kanak. Kemampuan
berhitungnya lumayan menonjol. Bahkan dari balik sekolah di dalam penjara pun
nilai sekolahnya tercatat kedua terbesar tingkat provinsi. Lantas kenapa ia
sampai membunuh? Dengan rencana pula?
Kasus ini terjadi ketika Arif sebut saja nama anak ini begitu, belum genap
berusia tujuh tahun. Ayahnya yang berdagang di sebuah pasar di daerah bekasi,
dihabisi kepala preman yang menguasai daerah itu. Latar belakangnya karena si
ayah enggan membayar uang ‘keamanan’ yang begitu tinggi. Berita ini rupanya
sampai di telinga Arif. Malam esok harinya setelah ayahnya dikebumikan ia
mendatangi tempat mangkal preman tersebut. Bermodalkan pisau dapur ia menantang
orang yang membunuh ayahnya.
“siapa yang bunuh ayah saya!” teriaknya kepada orang yang ada di tempat itu.
“Gue terus kenapa?” ujar kepala preman yang membunuh ayahnya sambil disambut
gelak tawa di belakangnya.
Tanpa banyak bicara anak kecil itu sambil melompat menghunuskan pisau ke
perut si preman. Dan tepat mengenai ulu hatinya, pria berbadan besar itu jatuh
tersungkur ke tanah. Arif pun langsung lari pulang ke rumah setelahnya.
Akhirnya selesai sholat subuh esok paginya ia digelandang ke kantor polisi.
“Arif nih sering bikin repot petugas di Lapas!” ujar kepala lapas yang ikut
menemani saya mewawancarai arif sambil tersenyum. Ternyata sejak di penjara
dua tahun lalu. Anak ini sudah tiga kali melarikan diri dari selnya. Dan
caranya pun menurut saya tergolong ajaib.
Pelarian pertama dilakukannya dengan cara yang tak terpikirkan siapapun.
Setiap pagi sampah-sampah dari Lapas itu di jemput oleh mobil kebersihan. Sadar
akan hal ini, diam-diam Arif menyelinap ke dalam salah satu kantung sampah.
Hasilnya 1-0 untuk Arif. Ia berhasil keluar dari penjara.
Pelarian kedua lebih kreatif lagi. Anak yang doyan baca ini pernah membaca
artikel tentang fermentasi makanan tape (ingat loh waktu wawancara usianya baru
8 tahun). Dari situ ia mendapat informasi bahwa tape mengandung hawa panas yang
bersifat destruktif terhadap benda keras. Kebetulan pula di Lapas anak ini
disediakan tape uli dua kali dalam seminggu. Setiap disediakan tape, arif
selalu berpuasa karena jatah tape itu dibalurkannya ke dinding tembok sel
tahanannya. Hasilnya setelah empat bulan, tembok penjara itu menjadi lunak
seperti tanah liat. Satu buah lubang berhasil dibuatnya. 2-0 untuk arif. Ia
keluar penjara ke dua kalinya.
Pelarian ke tiganya dilakukan ala Mission Imposible. Arif yang ditugasi
membersihkan kamar mandi melihat ember sebagai sebuah solusi. Besi yang
berfungsi sebagai pegangan ember itu di simpannya di dalam kamarnya. Tahu bahwa
dirinya sudah diawasi sangat ketat, Arif memilih tempat persembunyian paling
aman sebelum memutuskan untuk kabur. Ruang kepala Lapas menjadi pilihannya.
Alasannya jelas, karena tidak pernah satu pun penjaga berani memeriksa ruangan
ini. Ketika tengah malam ia menyelinap keluar dengan menggunakan besi pegangan
ember untuk membuka pintu dan gembok. Jangan tanya saya bagaimana caranya,
pokoknya tahu-tahu ia sudah di luar. 3-0 untuk Arif.
Lantas kenapa ia bisa tertangkap lagi? Rupanya kepintaran itu masih berada di
sebuah kepala bocah. Pelarian-pelarianny a didorong dari rasa kangennya
terhadap ibunya. Anak ini keluar dari penjara hanya untuk ke rumah sang ibunda
tercinta. Jadi dari Lapas tanggerang ia menumpang-numpang mobil omprengan dan
juga berjalan kaki sekian kilometer dengan satu tujuan, pulang!
Karena itu pula pada pelarian Arif yang ketiga, kepala Lapas yang juga
seorang ibu ini meminta anak buahnya untuk tidak segera menjemput Arif.
Hasilnya dua hari