Re: [Ida-Krisna Show] Fw: [asy_syifaa_bandung] Berita REPUBLIKA

2006-04-15 Terurut Topik lily purwati
Masalahnya : instansi yang berwenang (badan sensor, polisi, jaksa) di sini gak 
menjalankan fungsinya dengan benar. Nunggu udah heboh, nunggu pada demo, nunggu 
ada perusakan, masih cuma "akan coba dipikirkan, dicari jalan keluar terbaik".
   
  Itu juga yang mengakibatkan RUU APP jadi kontroversi. Malah ujung2nya jadi 
memecah belah masyarakat terutama antara yang Muslin dan Non Muslim.  Apa 
memang itu tujuannya??
   
  Kenapa koran/majalah/tabloid kuning, vcd porno, film panas, penampilan 
presenter di tv yang jelas2 mengumbar syahwat bisa dengan bebasnya beredar 
sampai ke pelosok2 kampung?  Kenapa demo ibu2 yang prihatin gak ditanggapi?  
Kenapa dari awal gak diberantas??  Anggota badan sensor, polisi, pejabat gak 
pernah lihat?  Atau karena memang suka juga yang begitu?  Atau upeti dulu, 
urusan dosa belakangan, gampang nego.
   
  Saya setuju yang begitu2 didemo rame2 aja.  Tapi yang kompak donk & bersatu. 
Jangan bawa2 SARA.  Jangan mau diadu domba oleh pemilik modal dan 
pejabat/pemuka masyarakat/agama yang terima upeti.

indosat.net.id> wrote:
  
Dari milis sebelah:



entahlah apa jadinya negri ini, manakala rasa malu sdh terbang..

rizal bandung <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
  Duh, andai pemerintah kita seperti pemerintah
  malaysia...


  
  Republika, Rabu, 12 April 2006

  Playboy dan Dunia yang Tercengang



  Sehari setelah Playboy Indonesia terbit, Sabtu (8/4)
  lalu Hugh Hefner, pendiri 'kerajaan' Playboy itu,
  berulang tahun ke-80. Bertelekan pada sofa berlapis
  bulu tebal, dikelilingi ratusan model yang hanya
  berbalut bikini, sementara sampanye dan kaviar tak
  henti mengaliri tenggorokan, Hefner terlihat sangat
  bungah di mansion bergaya Gothiknya di Los Angeles,
  Amerika Serikat.

  Tentu bukan karena seorang gadis pirang membantunya
  memotong kue dan menyuapinya sepotong demi sepotong.
  Prosesi itu pasti terlalu lumrah, bahkan membosankan,
  di usianya yang menginjak delapan dekade. Ada hal lain
  yang seharusnya membuat kakek berpiyama sutra itu
  bergirang hati.

  Benar atau tidak, yang pasti pada ulang tahun ke-80
  itu Hefner memperoleh 'kado istimewa', persembahan
  Erwin Arnada dan kawan-kawan dari Indonesia. Hefner
  sangat layak bergembira. Revolusi seks yang
  dipeloporinya sejak 1950-an, berhasil menaklukkan
  Indonesia, salah satu negeri Muslim terbesar di dunia.

  Bukankah kini Hefner, dalam usia yang secara logika
  telah di rembang petang, bisa menyatakan diri sukses
  membuat gaya hidupnya menjadi universal, merambah
  hingga pojok-pojok dunia yang tadinya dianggap paling
  musykil sekalipun? Siapa akan membantah, keberhasilan
  Playboy terbit di Indonesia -- meski dengan kemasan
  tak terlalu vulgar -- merupakan sukses besar bagi
  imperium bisnis Playboy.

  ''Ini merupakan momen spesial, karena ultah ke-80,''
  kata Hefner dalam sebuah wawancara televisi. Meski tak
  menyebut Indonesia, Hefner menambahkan, ''Saya tidak
  pernah merasa sebaik ini.''

  Wajar saja, karena mungkin 'Mr Playboy' merasa
  menemukan tempat untuk memulai eksperimen baru.
  Sebagaimana dikutip AFP yang meliput pesta semalam
  suntuk itu, Hefner memang telah menggerakkan perubahan
  baru di masyarakat Barat. Betapa permisivitas,
  keserbabolehan, telah dimulai ketika pemuda Hugh
  Hefner merancang majalah pertamanya itu pada 1953.
  Setelah itu, revolusi seks pun bergulir tak tertahan,
  bahkan tidak terduga oleh Hefner.

  ''Ada tiga penemuan besar dalam sejarah kemanusiaan,''
  kata Hefner, suatu kali. ''Penemuan api, roda, dan
  ...Playboy,'' katanya, setengah berkelakar.

  Di lain pihak, wajar pula jika dunia Islam -- bukan
  hanya Indonesia -- tercengang dengan lolosnya Playboy
  di negeri ini. ''Negara berpenduduk Muslim terbesar di
  dunia mulai mengedarkan Playboy, sebuah majalah porno
  asal Amerika,'' bunyi teras berita harian Al Rayah,
  Qatar, pekan lalu. Judul yang dipampangnya pun
  bombastis, ''Negeri Muslim Terbesar di Dunia Terbitkan
  Majalah Playboy.''

  Sementara, situs harian Arab Saudi, Al Watan, menulis
  dengan judul lain, ''Banyak Protes Atas Penerbitan
  Playboy Indonesia''. Tetapi, intinya tetap bernada
  cemas. Lihat saja mereka menulis, ''Dikhawatirkan
  majalah porno itu akan berkembang sebagaimana di
  negara asalnya, meski pada edisi pertama Indonesia itu
  tidak terdapat gambar telanjang,'' tulis Al Watan.
  Kekhawatiran itu juga tecermin di harian Jordania, Al
  Ra'yu. ''Edisi pertama itu memang tidak memuat gambar
  porno. Tetapi, semua tahu itu majalah porno. Langkah
  sengaja pada edisi pertama itu tampak merupakan
  kecerdikan penerbitnya,'' tulis Al Ra'yu.

  Kekhawatiran itu bahkan telah merebak ke negara
  tetangga, Malaysia. Hanya sehari setelah terbitnya
  Playboy di Indonesia, pihak Bea dan Cukai negara itu
  memberlakukan pemeriksaan ketat terhadap para
  pendatang dari Indonesia. Tidak hanya orang Indonesia,
  tetapi terutama warga Malaysia yang baru pulang dari
  Indonesia.

  ''Kita tidak akan menoleransi siapa pun yang me

[Ida-Krisna Show] Fw: [asy_syifaa_bandung] Berita REPUBLIKA

2006-04-14 Terurut Topik Nilda

Dari milis sebelah:



entahlah apa jadinya negri ini, manakala rasa malu sdh terbang..

rizal bandung <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
  Duh, andai pemerintah kita seperti pemerintah
  malaysia...


  
  Republika, Rabu, 12 April 2006

  Playboy dan Dunia yang Tercengang



  Sehari setelah Playboy Indonesia terbit, Sabtu (8/4)
  lalu Hugh Hefner, pendiri 'kerajaan' Playboy itu,
  berulang tahun ke-80. Bertelekan pada sofa berlapis
  bulu tebal, dikelilingi ratusan model yang hanya
  berbalut bikini, sementara sampanye dan kaviar tak
  henti mengaliri tenggorokan, Hefner terlihat sangat
  bungah di mansion bergaya Gothiknya di Los Angeles,
  Amerika Serikat.

  Tentu bukan karena seorang gadis pirang membantunya
  memotong kue dan menyuapinya sepotong demi sepotong.
  Prosesi itu pasti terlalu lumrah, bahkan membosankan,
  di usianya yang menginjak delapan dekade. Ada hal lain
  yang seharusnya membuat kakek berpiyama sutra itu
  bergirang hati.

  Benar atau tidak, yang pasti pada ulang tahun ke-80
  itu Hefner memperoleh 'kado istimewa', persembahan
  Erwin Arnada dan kawan-kawan dari Indonesia. Hefner
  sangat layak bergembira. Revolusi seks yang
  dipeloporinya sejak 1950-an, berhasil menaklukkan
  Indonesia, salah satu negeri Muslim terbesar di dunia.

  Bukankah kini Hefner, dalam usia yang secara logika
  telah di rembang petang, bisa menyatakan diri sukses
  membuat gaya hidupnya menjadi universal, merambah
  hingga pojok-pojok dunia yang tadinya dianggap paling
  musykil sekalipun? Siapa akan membantah, keberhasilan
  Playboy terbit di Indonesia -- meski dengan kemasan
  tak terlalu vulgar -- merupakan sukses besar bagi
  imperium bisnis Playboy.

  ''Ini merupakan momen spesial, karena ultah ke-80,''
  kata Hefner dalam sebuah wawancara televisi. Meski tak
  menyebut Indonesia, Hefner menambahkan, ''Saya tidak
  pernah merasa sebaik ini.''

  Wajar saja, karena mungkin 'Mr Playboy' merasa
  menemukan tempat untuk memulai eksperimen baru.
  Sebagaimana dikutip AFP yang meliput pesta semalam
  suntuk itu, Hefner memang telah menggerakkan perubahan
  baru di masyarakat Barat. Betapa permisivitas,
  keserbabolehan, telah dimulai ketika pemuda Hugh
  Hefner merancang majalah pertamanya itu pada 1953.
  Setelah itu, revolusi seks pun bergulir tak tertahan,
  bahkan tidak terduga oleh Hefner.

  ''Ada tiga penemuan besar dalam sejarah kemanusiaan,''
  kata Hefner, suatu kali. ''Penemuan api, roda, dan
  ...Playboy,'' katanya, setengah berkelakar.

  Di lain pihak, wajar pula jika dunia Islam -- bukan
  hanya Indonesia -- tercengang dengan lolosnya Playboy
  di negeri ini. ''Negara berpenduduk Muslim terbesar di
  dunia mulai mengedarkan Playboy, sebuah majalah porno
  asal Amerika,'' bunyi teras berita harian Al Rayah,
  Qatar, pekan lalu. Judul yang dipampangnya pun
  bombastis, ''Negeri Muslim Terbesar di Dunia Terbitkan
  Majalah Playboy.''

  Sementara, situs harian Arab Saudi, Al Watan, menulis
  dengan judul lain, ''Banyak Protes Atas Penerbitan
  Playboy Indonesia''. Tetapi, intinya tetap bernada
  cemas. Lihat saja mereka menulis, ''Dikhawatirkan
  majalah porno itu akan berkembang sebagaimana di
  negara asalnya, meski pada edisi pertama Indonesia itu
  tidak terdapat gambar telanjang,'' tulis Al Watan.
  Kekhawatiran itu juga tecermin di harian Jordania, Al
  Ra'yu. ''Edisi pertama itu memang tidak memuat gambar
  porno. Tetapi, semua tahu itu majalah porno. Langkah
  sengaja pada edisi pertama itu tampak merupakan
  kecerdikan penerbitnya,'' tulis Al Ra'yu.

  Kekhawatiran itu bahkan telah merebak ke negara
  tetangga, Malaysia. Hanya sehari setelah terbitnya
  Playboy di Indonesia, pihak Bea dan Cukai negara itu
  memberlakukan pemeriksaan ketat terhadap para
  pendatang dari Indonesia. Tidak hanya orang Indonesia,
  tetapi terutama warga Malaysia yang baru pulang dari
  Indonesia.

  ''Kita tidak akan menoleransi siapa pun yang mencoba
  menyelundupkan Playboy Indonesia ke sini,'' kata
  Dirjen Bea Cukai Malaysia (KDRM), Datuk Abdul Rahman
  Abdul Hamid. Abdul Rahman berjanji, pihaknya akan
  menerapkan hukuman berat, berupa denda maksimum 20
  ribu ringgit, dan atau hukuman maksimal tiga tahun
  untuk para penyelundup Playboy atau barang berbau
  pornografi lainnya.

  Ia juga menyatakan, pemeriksaan ketat itu diberlakukan
  pada setiap pintu masuk menuju Malaysia, antara lain,
  Bandara Internasional Kuala Lumpur, Bandara Bayan
  Lepas, Pulau Pinang, serta Bandara Sutan Ismail di
  Senai, Johor. Bagi pendatang lewat laut, mereka akan
  diperiksa di Pelabuhan Malaka, Pelabuhan Stulang,
  Johor, serta semua pelabuhan yang ada.

  Layakkah kekhawatiran itu? Di luar pemeriksaan ketat,
  praktisi media senior, Farid Gaban, menyepakati hal
  tersebut. Farid, yang gigih mempertahankan sikapnya
  bahwa Playboy tidak hanya sebuah majalah, melainkan
  gaya hidup, juga mempertanyakan keistimewaan yang
  diperoleh Playboy Indonesia untuk 'tampil lain'.

  ''Membeli franchise sebuah majalah a