Re: [Ida-Krisna Show] Fw: [asy_syifaa_bandung] Berita REPUBLIKA
Masalahnya : instansi yang berwenang (badan sensor, polisi, jaksa) di sini gak menjalankan fungsinya dengan benar. Nunggu udah heboh, nunggu pada demo, nunggu ada perusakan, masih cuma "akan coba dipikirkan, dicari jalan keluar terbaik". Itu juga yang mengakibatkan RUU APP jadi kontroversi. Malah ujung2nya jadi memecah belah masyarakat terutama antara yang Muslin dan Non Muslim. Apa memang itu tujuannya?? Kenapa koran/majalah/tabloid kuning, vcd porno, film panas, penampilan presenter di tv yang jelas2 mengumbar syahwat bisa dengan bebasnya beredar sampai ke pelosok2 kampung? Kenapa demo ibu2 yang prihatin gak ditanggapi? Kenapa dari awal gak diberantas?? Anggota badan sensor, polisi, pejabat gak pernah lihat? Atau karena memang suka juga yang begitu? Atau upeti dulu, urusan dosa belakangan, gampang nego. Saya setuju yang begitu2 didemo rame2 aja. Tapi yang kompak donk & bersatu. Jangan bawa2 SARA. Jangan mau diadu domba oleh pemilik modal dan pejabat/pemuka masyarakat/agama yang terima upeti. indosat.net.id> wrote: Dari milis sebelah: entahlah apa jadinya negri ini, manakala rasa malu sdh terbang.. rizal bandung <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Duh, andai pemerintah kita seperti pemerintah malaysia... Republika, Rabu, 12 April 2006 Playboy dan Dunia yang Tercengang Sehari setelah Playboy Indonesia terbit, Sabtu (8/4) lalu Hugh Hefner, pendiri 'kerajaan' Playboy itu, berulang tahun ke-80. Bertelekan pada sofa berlapis bulu tebal, dikelilingi ratusan model yang hanya berbalut bikini, sementara sampanye dan kaviar tak henti mengaliri tenggorokan, Hefner terlihat sangat bungah di mansion bergaya Gothiknya di Los Angeles, Amerika Serikat. Tentu bukan karena seorang gadis pirang membantunya memotong kue dan menyuapinya sepotong demi sepotong. Prosesi itu pasti terlalu lumrah, bahkan membosankan, di usianya yang menginjak delapan dekade. Ada hal lain yang seharusnya membuat kakek berpiyama sutra itu bergirang hati. Benar atau tidak, yang pasti pada ulang tahun ke-80 itu Hefner memperoleh 'kado istimewa', persembahan Erwin Arnada dan kawan-kawan dari Indonesia. Hefner sangat layak bergembira. Revolusi seks yang dipeloporinya sejak 1950-an, berhasil menaklukkan Indonesia, salah satu negeri Muslim terbesar di dunia. Bukankah kini Hefner, dalam usia yang secara logika telah di rembang petang, bisa menyatakan diri sukses membuat gaya hidupnya menjadi universal, merambah hingga pojok-pojok dunia yang tadinya dianggap paling musykil sekalipun? Siapa akan membantah, keberhasilan Playboy terbit di Indonesia -- meski dengan kemasan tak terlalu vulgar -- merupakan sukses besar bagi imperium bisnis Playboy. ''Ini merupakan momen spesial, karena ultah ke-80,'' kata Hefner dalam sebuah wawancara televisi. Meski tak menyebut Indonesia, Hefner menambahkan, ''Saya tidak pernah merasa sebaik ini.'' Wajar saja, karena mungkin 'Mr Playboy' merasa menemukan tempat untuk memulai eksperimen baru. Sebagaimana dikutip AFP yang meliput pesta semalam suntuk itu, Hefner memang telah menggerakkan perubahan baru di masyarakat Barat. Betapa permisivitas, keserbabolehan, telah dimulai ketika pemuda Hugh Hefner merancang majalah pertamanya itu pada 1953. Setelah itu, revolusi seks pun bergulir tak tertahan, bahkan tidak terduga oleh Hefner. ''Ada tiga penemuan besar dalam sejarah kemanusiaan,'' kata Hefner, suatu kali. ''Penemuan api, roda, dan ...Playboy,'' katanya, setengah berkelakar. Di lain pihak, wajar pula jika dunia Islam -- bukan hanya Indonesia -- tercengang dengan lolosnya Playboy di negeri ini. ''Negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia mulai mengedarkan Playboy, sebuah majalah porno asal Amerika,'' bunyi teras berita harian Al Rayah, Qatar, pekan lalu. Judul yang dipampangnya pun bombastis, ''Negeri Muslim Terbesar di Dunia Terbitkan Majalah Playboy.'' Sementara, situs harian Arab Saudi, Al Watan, menulis dengan judul lain, ''Banyak Protes Atas Penerbitan Playboy Indonesia''. Tetapi, intinya tetap bernada cemas. Lihat saja mereka menulis, ''Dikhawatirkan majalah porno itu akan berkembang sebagaimana di negara asalnya, meski pada edisi pertama Indonesia itu tidak terdapat gambar telanjang,'' tulis Al Watan. Kekhawatiran itu juga tecermin di harian Jordania, Al Ra'yu. ''Edisi pertama itu memang tidak memuat gambar porno. Tetapi, semua tahu itu majalah porno. Langkah sengaja pada edisi pertama itu tampak merupakan kecerdikan penerbitnya,'' tulis Al Ra'yu. Kekhawatiran itu bahkan telah merebak ke negara tetangga, Malaysia. Hanya sehari setelah terbitnya Playboy di Indonesia, pihak Bea dan Cukai negara itu memberlakukan pemeriksaan ketat terhadap para pendatang dari Indonesia. Tidak hanya orang Indonesia, tetapi terutama warga Malaysia yang baru pulang dari Indonesia. ''Kita tidak akan menoleransi siapa pun yang me
[Ida-Krisna Show] Fw: [asy_syifaa_bandung] Berita REPUBLIKA
Dari milis sebelah: entahlah apa jadinya negri ini, manakala rasa malu sdh terbang.. rizal bandung <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Duh, andai pemerintah kita seperti pemerintah malaysia... Republika, Rabu, 12 April 2006 Playboy dan Dunia yang Tercengang Sehari setelah Playboy Indonesia terbit, Sabtu (8/4) lalu Hugh Hefner, pendiri 'kerajaan' Playboy itu, berulang tahun ke-80. Bertelekan pada sofa berlapis bulu tebal, dikelilingi ratusan model yang hanya berbalut bikini, sementara sampanye dan kaviar tak henti mengaliri tenggorokan, Hefner terlihat sangat bungah di mansion bergaya Gothiknya di Los Angeles, Amerika Serikat. Tentu bukan karena seorang gadis pirang membantunya memotong kue dan menyuapinya sepotong demi sepotong. Prosesi itu pasti terlalu lumrah, bahkan membosankan, di usianya yang menginjak delapan dekade. Ada hal lain yang seharusnya membuat kakek berpiyama sutra itu bergirang hati. Benar atau tidak, yang pasti pada ulang tahun ke-80 itu Hefner memperoleh 'kado istimewa', persembahan Erwin Arnada dan kawan-kawan dari Indonesia. Hefner sangat layak bergembira. Revolusi seks yang dipeloporinya sejak 1950-an, berhasil menaklukkan Indonesia, salah satu negeri Muslim terbesar di dunia. Bukankah kini Hefner, dalam usia yang secara logika telah di rembang petang, bisa menyatakan diri sukses membuat gaya hidupnya menjadi universal, merambah hingga pojok-pojok dunia yang tadinya dianggap paling musykil sekalipun? Siapa akan membantah, keberhasilan Playboy terbit di Indonesia -- meski dengan kemasan tak terlalu vulgar -- merupakan sukses besar bagi imperium bisnis Playboy. ''Ini merupakan momen spesial, karena ultah ke-80,'' kata Hefner dalam sebuah wawancara televisi. Meski tak menyebut Indonesia, Hefner menambahkan, ''Saya tidak pernah merasa sebaik ini.'' Wajar saja, karena mungkin 'Mr Playboy' merasa menemukan tempat untuk memulai eksperimen baru. Sebagaimana dikutip AFP yang meliput pesta semalam suntuk itu, Hefner memang telah menggerakkan perubahan baru di masyarakat Barat. Betapa permisivitas, keserbabolehan, telah dimulai ketika pemuda Hugh Hefner merancang majalah pertamanya itu pada 1953. Setelah itu, revolusi seks pun bergulir tak tertahan, bahkan tidak terduga oleh Hefner. ''Ada tiga penemuan besar dalam sejarah kemanusiaan,'' kata Hefner, suatu kali. ''Penemuan api, roda, dan ...Playboy,'' katanya, setengah berkelakar. Di lain pihak, wajar pula jika dunia Islam -- bukan hanya Indonesia -- tercengang dengan lolosnya Playboy di negeri ini. ''Negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia mulai mengedarkan Playboy, sebuah majalah porno asal Amerika,'' bunyi teras berita harian Al Rayah, Qatar, pekan lalu. Judul yang dipampangnya pun bombastis, ''Negeri Muslim Terbesar di Dunia Terbitkan Majalah Playboy.'' Sementara, situs harian Arab Saudi, Al Watan, menulis dengan judul lain, ''Banyak Protes Atas Penerbitan Playboy Indonesia''. Tetapi, intinya tetap bernada cemas. Lihat saja mereka menulis, ''Dikhawatirkan majalah porno itu akan berkembang sebagaimana di negara asalnya, meski pada edisi pertama Indonesia itu tidak terdapat gambar telanjang,'' tulis Al Watan. Kekhawatiran itu juga tecermin di harian Jordania, Al Ra'yu. ''Edisi pertama itu memang tidak memuat gambar porno. Tetapi, semua tahu itu majalah porno. Langkah sengaja pada edisi pertama itu tampak merupakan kecerdikan penerbitnya,'' tulis Al Ra'yu. Kekhawatiran itu bahkan telah merebak ke negara tetangga, Malaysia. Hanya sehari setelah terbitnya Playboy di Indonesia, pihak Bea dan Cukai negara itu memberlakukan pemeriksaan ketat terhadap para pendatang dari Indonesia. Tidak hanya orang Indonesia, tetapi terutama warga Malaysia yang baru pulang dari Indonesia. ''Kita tidak akan menoleransi siapa pun yang mencoba menyelundupkan Playboy Indonesia ke sini,'' kata Dirjen Bea Cukai Malaysia (KDRM), Datuk Abdul Rahman Abdul Hamid. Abdul Rahman berjanji, pihaknya akan menerapkan hukuman berat, berupa denda maksimum 20 ribu ringgit, dan atau hukuman maksimal tiga tahun untuk para penyelundup Playboy atau barang berbau pornografi lainnya. Ia juga menyatakan, pemeriksaan ketat itu diberlakukan pada setiap pintu masuk menuju Malaysia, antara lain, Bandara Internasional Kuala Lumpur, Bandara Bayan Lepas, Pulau Pinang, serta Bandara Sutan Ismail di Senai, Johor. Bagi pendatang lewat laut, mereka akan diperiksa di Pelabuhan Malaka, Pelabuhan Stulang, Johor, serta semua pelabuhan yang ada. Layakkah kekhawatiran itu? Di luar pemeriksaan ketat, praktisi media senior, Farid Gaban, menyepakati hal tersebut. Farid, yang gigih mempertahankan sikapnya bahwa Playboy tidak hanya sebuah majalah, melainkan gaya hidup, juga mempertanyakan keistimewaan yang diperoleh Playboy Indonesia untuk 'tampil lain'. ''Membeli franchise sebuah majalah a