Gie Film Terbaik

Edna C Pattisina


Gie menjadi film terbaik dalam Festival Film Indonesia 2005. Film yang
bercerita tentang perjalanan hidup Soe Hok Gie, seorang aktivis mahasiswa,
ini meraih tiga dari 12 kategori yang dinilai.


Soe Hok Gie (1942-1969) merupakan figur pemuda yang dalam masa transisi
politik mampu melihat kekurangan Orde Lama tanpa menutup mata terhadap
tindakan rezim Soeharto yang baru mulai berkuasa. Pemuda yang berada pada
zaman di mana pertanyaan Ă¢?kamu kiri atau kananĂ¢? bisa berhubungan dengan
kelangsungan hidup seseorang ini meninggal dalam pendakian Gunung Semeru pada usia 27 tahun.


Dalam sebuah wawancara, produser Mira Lesmana menjelaskan alasannya
mengangkat tokoh ini dengan perkiraan biaya awalnya mencapai Rp 7 miliar.
Situasi politik belakangan ini masih sejajar seperti ketika Soe Hok Gie
masih menjadi aktivis pada tahun 1966. Kita mestinya belajar dari sejarah
ya..., kata Mira (Kompas 10/5/2003). Film yang menjadi buah bibir ini hingga
pekan lalu, menurut sutradara Riri Riza, telah ditonton 350.000 orang.
Terpilihnya Gie, menurut dewan juri, sekaligus menunjukkan bagaimana
generasi muda perfilman Indonesia telah berani mengangkat tema politik.


Demikian juga tema tentang realitas dan parodi sosial seperti yang
disampaikan film Virgin dan Detik Terakhir serta Ketika. Tema, yang dalam
periode lalu masih merupakan hal yang terlarang bisa diangkat ke layar
lebar, kami beri penghargaan kepada Lembaga Sensor Film dan penonton yang
bisa mengapresiasinya, kata Ketua Dewan Juri Festival Film Indonesia (FFI)
2005 Tanete Adrianus Pong Masak, Kamis (15/12).


Di tengah film-film yang mengangkat tema percintaan remaja, Gie memang
berupaya mengangkat tema politik. Namun, sebagai catatan Kompas, Gie hanya
sebatas mengangkat tema politik sebagai sebuah latar belakang. Tidak ada
pernyataan politik jelas yang hendak disampaikan lewat Gie. Hal ini
membedakan generasi muda perfilman Indonesia saat ini dengan generasi
sebelumnya, seperti Sjuman Djaya dalam film-filmnya. Si Doel Anak Betawi,
misalnya, jelas menunjukkan keberpihakan Sjuman terhadap masyarakat Betawi.
Bahkan, dalam filmnya, Kabut Sutra Ungu, yang mengangkat kisah cinta pun,
Sjuman memiliki apa yang disebut sebagai pernyataan atau keberpihakan
seorang sutradara.


Tanete mengatakan, dewan juri harus melakukan pemungutan suara untuk
memutuskan Gie sebagai film terbaik. Sebagian juri menganggap film ini
sebagai sebuah karya besar yang berusaha menginterpretasikan realitas
sejarah. Namun, ada juga juri yang mempertanyakan aspek politis dalam film
tersebut, seperti tidak adanya tentara dalam momen-momen yang paling kritis.
Masak Kopassus enggak kelihatan sama sekali, enggak bener ini..., kata
Tanete menirukan salah seorang juri.


Berhasilnya Gie menjadi sebuah film terbaik tidak disertai keunggulan
skenario dan penyutradaraan. Ini juga menjadi sebuah catatan bagi sutradara
Riri Riza yang selama ini dianggap sebagai sutradara papan atas di
Indonesia. Tahun lalu Eliana, Eliana pun tidak berhasil membawakan
Citra
bagi Riri walau film itu membuat Riri mendapat predikat Best Young Cinema
dalam Festival Film Singapura.


Dewan juri juga menyoroti akan semakin tampilnya bakat baru dalam
penyutradaraan, pemeranan, serta berbagai unsur seni dan teknis kreatif. Hal
ini bisa dilihat dari penganugerahan
Citra untuk aktor dan aktris terbaik.
Nicholas Saputra, misalnya, dianggap semakin meyakinkan, baik untuk film Gie
maupun Janji Joni. Berhasilnya Hanung Bramantyo meraih
Citra sebagai
sutradara terbaik juga menunjukkan kiprah dari generasi yang lebih muda.


Penghargaan
Citra relatif tersebar merata. Gie dan Brownies masing-masing
meraih tiga
Citra, Janji Joni dan Tentang Dia masing-masing dua Citra,
diikuti Ketika dan Virgin yang masing- masing meraih satu
Citra. Perlu
diingat, hasil perdebatan juri ini tidak absolut, tapi memang menjadi
patokan, kata Tanete.
Dewan juri FFI 2005 terdiri dari Sarlito Wirawan Sarwono, Sophan Sophiaan,
Marselli Sumarno, Angelina Sondakh, Eros Djarot, JB Kristanto, dan Tanete A
Pong. Dewan juri juga memberikan penghargaan khusus kepada pemain cilik
berbakat dan film bertema parodi sosial, yaitu Ketika.

 



=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=================================================================




SPONSORED LINKS
Radio station advertising Satellite radio stations Cb radio base station
Weather radio station Radio station promotion Christian radio station


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke