Re: [Ida-Krisna Show] Lagi-lagi Travel Warning...Huu
bukan takut kok mas tpi emang lagi tren nya, orang2 kita tuh lagi demen2 nya ngikutin hal2 yg berbau teror 32th orde baru, mana pernah kita di cekokin ama urusan ginian ... jdi bisa dibilang kita tuh telat ... org2 udah pada aman tentrem, kita malah baru memulai nya ... malah kalo di liat2 lgi, dgn kita nyebarin info2 prediksi terjadinya teror, kita tuh jadi spt me-neror bangsa kita sendiri khan . jujur aja sya sering sebel aja klo denger org yg "panic" krn nerima info2 teror itu ... info akan terjadinya teror, kita kantongin aja ... berbekal info tsb, kita waspada kiri kanan, jalan jangan meleng, liat kiri kanan ... apa yg gak yg spt biasanya, kita waspadai semuanya harus di sikapi dgn sabar, waspada, dan inget ama Yang Diatas ... InsyaAllah semua akan baik2 aja ... yg penting khan beresin nih negeri kita sendiri ini baca jga khan di kompas 2 hari ini sdm iptek kita nyungsep gara2 gak di benahin, yg disalah2in pemerintah lagi deh rapatkan barisan buat ngebangun negri kita tercinta ini ... bukan untuk gontok2an ... gitu lho pendapat saya nuwun ... Tawang Herdianto <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Takut kali Indonesia! Huuu...hari gini masih takut sama Amerika!!! BANCI.!! Mari RAPATKAN BARISAN, SATUKAN TUJUAN "Majulah wahai Mujahid Muda Indonesia"!!! DITO "INDAHNYA KEBERSAMAAN" Budi Handrianto <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Selasa, 04 April 2006 Lagi-lagi Travel Warning Oleh : Fauzan Al-Anshari (Ketua Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia) Travel warning! Lagi-lagi travel warning! Biasa, dari Amrik dan sekutu dekatnya, Aussie. Anehnya Kapolri Jenderal Sutanto mengaku belum menerima laporan akan ada aksi bom terhadap orang asing di Indonesia. Mengapa negara asing itu justru yang lebih tahu akan adanya serangan bom terhadap warganya? Mengapa mereka seenaknya mengekspose ke publik, bahwa warganya akan diserang teroris, sehingga perlu mengeluarkan travel warning agar warganya tidak ke Indonesia? Mengapa negara asing itu selalu membuat warning pada saat-saat tertentu yang sangat strategis? Saya kira banyak orang mengikuti perkembangan mutakhir. Secara kronologi singkat dapat diceritakan begini: Freeport digugat, tragedi Abepura meletus, ExxonMobil dimenangkan tapi diancam hak angket oleh DPR, 'juragan' Condi dan Tony datang untuk meningkatkan investasi dan kerja sama membasmi teroris, 42 warga Papua mendapat temporary protection visa (TPV) di Australia, RI marah, dubes RI dipanggil pulang, perang karikatur SBY-Howard, dan travel warning dilansir. Inilah saat yang terbilang strategis. Pada saat yang sama, secara 'kebetulan', Ustadz Abu Bakar Ba'asyir akan mengakhiri masa penahanannya pada awal Juni 2006. Jadi, hemat saya, warning ini hanya sebuah conditioning untuk menciptakan situasi yang kondusif agar bom itu pantas diledakkan. Adapun tujuan peledakan bom itu antara lain untuk mengalihkan isu intervensi AS dan Australia dalam sejumlah kasus di atas, dan untuk mendapatkan alasan yang dipaksakan demi memperpanjang penahanan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir. Kalau perlu sampai beliau wafat di penjara. Dengan demikian ada pembenaran terhadap tuduhan 'sarang teroris' sehingga dolar terus mengucur untuk meningkatkan kerja sama pembasmiannya. Konsisten Kalau kita mau mereview kembali sejumlah bom yang meledak di Indonesia sejak bom Bali I (12 Oktober 2002), semuanya selalu didahului dengan travel warning. Anehnya bom-bom itu bisa lolos begitu saja: Meledak, merusak kenyamanan tidur nyenyak bangsa kita. Lebih aneh lagi, pejabat berwenang dalam otoritas keamanan di Indonesia justru cenderung memanfaatkan bom-bom ini untuk lebih meningkatkan represivitasnya terhadap sejumlah aktivis Muslim. Bahkan juga digunakan untuk menciptakan kondisi yang akhirnya memaksa DPR melegislasi regulasi yang represif. Mengapa tidak pernah ada, misalnya, operasi keamanan ditujukan terhadap ribuan agen asing yang beroperasi di Indonesia. Saya masih ingat pernyataan Jenderal Ryamizard Ryacudu bahwa ada 60-an ribu agen asing bekerja di Indonesia, berpotensi besar menghancurkan bangsa ini. Lihat saja, misalnya, latihan pemberantasan teroris oleh AL kita baru-baru ini. Terorisnya berbaju gamis dan berkafiyeh. Padahal tidak pernah ada satu kali pun perompakan di laut, misalnya, dilakukan oleh santri. Mengapa operasi pemberantasan teroris tidak pernah di-setting, misalnya, menghadapi musuh dari Singapura yang sudah jelas mencuri pasir laut kita. Atau pasukan antiteror kita dipersiapkan untuk menghadapi musuh dari Selatan, seperti Australia yang sudah jelas sering menangkap dan menembaki para nelayan kita.
Re: [Ida-Krisna Show] Lagi-lagi Travel Warning...Huu
Takut kali Indonesia! Huuu...hari gini masih takut sama Amerika!!! BANCI.!! Mari RAPATKAN BARISAN, SATUKAN TUJUAN "Majulah wahai Mujahid Muda Indonesia"!!! DITO "INDAHNYA KEBERSAMAAN" Budi Handrianto <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Selasa, 04 April 2006 Lagi-lagi Travel Warning Oleh : Fauzan Al-Anshari (Ketua Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia) Travel warning! Lagi-lagi travel warning! Biasa, dari Amrik dan sekutu dekatnya, Aussie. Anehnya Kapolri Jenderal Sutanto mengaku belum menerima laporan akan ada aksi bom terhadap orang asing di Indonesia. Mengapa negara asing itu justru yang lebih tahu akan adanya serangan bom terhadap warganya? Mengapa mereka seenaknya mengekspose ke publik, bahwa warganya akan diserang teroris, sehingga perlu mengeluarkan travel warning agar warganya tidak ke Indonesia? Mengapa negara asing itu selalu membuat warning pada saat-saat tertentu yang sangat strategis? Saya kira banyak orang mengikuti perkembangan mutakhir. Secara kronologi singkat dapat diceritakan begini: Freeport digugat, tragedi Abepura meletus, ExxonMobil dimenangkan tapi diancam hak angket oleh DPR, 'juragan' Condi dan Tony datang untuk meningkatkan investasi dan kerja sama membasmi teroris, 42 warga Papua mendapat temporary protection visa (TPV) di Australia, RI marah, dubes RI dipanggil pulang, perang karikatur SBY-Howard, dan travel warning dilansir. Inilah saat yang terbilang strategis. Pada saat yang sama, secara 'kebetulan', Ustadz Abu Bakar Ba'asyir akan mengakhiri masa penahanannya pada awal Juni 2006. Jadi, hemat saya, warning ini hanya sebuah conditioning untuk menciptakan situasi yang kondusif agar bom itu pantas diledakkan. Adapun tujuan peledakan bom itu antara lain untuk mengalihkan isu intervensi AS dan Australia dalam sejumlah kasus di atas, dan untuk mendapatkan alasan yang dipaksakan demi memperpanjang penahanan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir. Kalau perlu sampai beliau wafat di penjara. Dengan demikian ada pembenaran terhadap tuduhan 'sarang teroris' sehingga dolar terus mengucur untuk meningkatkan kerja sama pembasmiannya. Konsisten Kalau kita mau mereview kembali sejumlah bom yang meledak di Indonesia sejak bom Bali I (12 Oktober 2002), semuanya selalu didahului dengan travel warning. Anehnya bom-bom itu bisa lolos begitu saja: Meledak, merusak kenyamanan tidur nyenyak bangsa kita. Lebih aneh lagi, pejabat berwenang dalam otoritas keamanan di Indonesia justru cenderung memanfaatkan bom-bom ini untuk lebih meningkatkan represivitasnya terhadap sejumlah aktivis Muslim. Bahkan juga digunakan untuk menciptakan kondisi yang akhirnya memaksa DPR melegislasi regulasi yang represif. Mengapa tidak pernah ada, misalnya, operasi keamanan ditujukan terhadap ribuan agen asing yang beroperasi di Indonesia. Saya masih ingat pernyataan Jenderal Ryamizard Ryacudu bahwa ada 60-an ribu agen asing bekerja di Indonesia, berpotensi besar menghancurkan bangsa ini. Lihat saja, misalnya, latihan pemberantasan teroris oleh AL kita baru-baru ini. Terorisnya berbaju gamis dan berkafiyeh. Padahal tidak pernah ada satu kali pun perompakan di laut, misalnya, dilakukan oleh santri. Mengapa operasi pemberantasan teroris tidak pernah di-setting, misalnya, menghadapi musuh dari Singapura yang sudah jelas mencuri pasir laut kita. Atau pasukan antiteror kita dipersiapkan untuk menghadapi musuh dari Selatan, seperti Australia yang sudah jelas sering menangkap dan menembaki para nelayan kita. Mengapa gambaran teroris itu diidentikkan dengan Muslim? Atau kita perlu terus terang saja: memang Muslim itu teroris, begitu? Sedangkan koruptor, pembalak liar, dan penjahat lainnya adalah sahabat yang harus diantar ke istana? Saya juga heran, mengapa sejumlah bom yang lolos dari kepungan aparat itu tidak disebut sebagai kegagalan mereka dalam bekerja. Sehingga Dai Bachtiar (kapolri saat itu) tetap aman memegang jabatannya sampai lima tahun. Padahal, hampir setiap tahun Indonesia diguncang bom. Mengapa tidak dibiasakan mundur sebagai bentuk pertanggungjawaban publik terhadap kegagalan kinerja para pejabat kita? Membingungkan Anda mungkin masih ingat pernyataan Kepala BIN, Syamsir Siregar, beberapa waktu lalu, bahwa modus operandi para teroris sudah berubah: tidak lagi pakai bom tapi penculikan atau pembunuhan pejabat publik. Seandainya sekarang para teroris itu balik lagi ke modus pengeboman, terus bagaimana nasib pernyataan Kepala BIN tersebut? Dicabut, dilupakan, atau dianggap angin lalu saja? Yang jelas, sampai sekarang tidak ada pejabat publik yang diculik atau dibunuh oleh teroris. Sebetulnya k