[Ida-Krisna Show] Pak Haji: Paling Ditakuti Anak Kecil

2005-11-14 Terurut Topik Ida arimurti










Pak Haji: Paling Ditakuti Anak
Kecil

 

Di salah satu kampung yang pernah saya kunjungi, saya
mengajukan 

pertanyaan kepada sekelompok anak-anak kecil yang
berhasil saya 

kumpulkan. "Siapa yang paling kalian takuti di
kampung ini?" Serempak 

suara-suara kecil itu nyaring berbunyi satu nada,
"Pak Haji….". 

Berkerenyit dahi ini mendengar jawaban polos dan
spontan dari anak-

anak itu. Entah ada apa gerangan dengan "Pak Haji"?
Saya tahu yang 

dimaksud mereka adalah benar-benar "Pak
Haji", salah satu orang yang 

paling tua sekaligus dituakan di kampung tersebut. 

 

Saya tak ingin menyalahkan anak-anak itu dengan
jawaban mereka, tidak 

pula serta merta membela "Pak Haji" yang menjadi
momok menakutkan 

bagi anak-anak itu. Beberapa saat setelah satu persatu
mulut mungil 

di hadapan saya bertutur tentang Pak Haji, barulah
saya mengerti 

mengapa "Pak Haji" begitu ditakuti. 

 

Suatu hari, sesaat setelah adzan maghrib berkumandang,
anak-anak 

bergerombol ke Masjid untuk ikut sholat berjamaah.
Dasar anak-anak, 

tak tahu yang semestinya mereka kerjakan sambil
menunggu jamaah 

lainnya datang, mereka justru saling ngobrol, membuat
kegaduhan. 

Beberapa lainnya malah berlarian di pelataran masjid.
Sontak, Pak 

Haji membentak dan mengusir anak-anak itu.
"Keluar! … kalau mau main 

jangan di masjid…" Kontan saja, bentakkan
itu menciutkan nyali anak-

anak, dan berhamburan lah mereka keluar masjid. Belum
sempat mereka 

mendengarkan kalimat lanjutan Pak Haji, "Kalau
mau ikut sholat, diam 

dan duduk tenang…" Dan yang pasti, belum
sempat juga mereka ikut 

sholat berjamaah. 

 

Kisah lainnya masih dialami anak-anak itu di hari
lain. Waktunya agak 

maju sedikit, yakni sekitar lima belas menit sebelum
adzan maghrib 

menggema. Anak-anak itu tak menghiraukan jeritan ibu
mereka agar 

menghentikan permainan dan segera bersiap ke masjid.
Mereka terus 

asyik bermain kelereng. Tiba-tiba, byuurrr …
seember air menyiram 

tanah lapang tempat mereka bermain. Menghempaskan
kelereng, debu pun 

berterbangan. Satu-dua anak basah kuyup. Siapa yang
mengguyur mereka? 

Ternyata, Pak Haji…

 

Jika salah satu anak-anak itu adalah saya, mungkin
saya akan jengkel 

kepada Pak Haji. Terlebih bila saat itu saya sedang
kalah bermain. 

Tentu saja saya semakin tak simpati dengan Pak Haji
itu, jangan harap 

saya mau mencium tangannya lagi secara ikhlas. Kesal,
sebal dan 

benci, mungkin yang saat itu saya dan teman-teman
rasakan. Maklum, 

anak kecil, belum bisa mencerna maksud dan tujuan dari
"guyuran" air 

dari Pak Haji. 

 

Sejak aksi pengguyuran itu, sosok Pak Haji semakin
menakutkan bagi 

anak-anak itu. Jangankan bertemu langsung, mendengar
bunyi terompah 

atau "dehem"nya pun, mereka sudah lari
terbirit-birit. 

 

Lalu, mereka membandingkan Pak Haji dengan salah
seorang warga 

kampung di situ. Seorang lelaki paruh baya yang bukan
tokoh 

masyarakat, dan tidak dituakan di kampung itu. Tapi
disukai anak-

anak. 

 

Ketika anak-anak kecil itu mendatangi masjid, lelaki
itu berdiri di 

pintu masjid, menyalami dan mencium keningnya satu
persatu. Lembut ia 

berujar singkat, "Duuh, anak pintar…
langsung duduk, dan jangan 

bercanda ya". Bedakan dengan bentakan yang biasa
diterima anak-anak 

itu sebelumnya. 

 

Atau ketika anak-anak itu tak kenal waktu, terus
bermain hingga waktu 

maghrib menjelang. Lelaki yang anaknya ikut bermain
kelereng itu 

justru melibatkan diri dalam permainan anak-anak itu.
"Boleh bapak 

ikut main?" Tentu saja, anak-anak justru senang
kalau ada orang 

dewasa yang melibatkan diri dalam permainan mereka.
Walau pun 

terkadang dengan syarat tertentu. "nyentilnya
pakai kelingking ya 

pak…" 

 

Selang lima menit bermain, "Wah, waktu maghrib
hampir tiba nih. Yuk 

kita bubar dan bersegera ke masjid. Bapak tunggu di
masjid ya," ajak 

lelaki itu santun. Tak ada yang menolak, pun
membantah. Serentak 

mereka "bubar grak" menuju rumah
masing-masing, mandi, berganti 

pakaian, kemudian beranjak ke masjid. 

 

***

 

Ini cuma cerita dari satu kampung, dan seorang
"Pak Haji". Tentu saya 

tidak bermaksud mendeskriditkan seseorang dengan titel
"haji". Toh, 

masih banyak kampung lain di negeri ini dengan jutaan
"Pak Haji" yang 

tidak ditakuti anak-anak. Masih banyak "Pak
Haji" yang dicintai anak-

anak, dan jamaahnya. Yang tangan wanginya selalu
menjadi rebutan 

untuk diciumi bolak-balik sebagai bentuk penghormatan
dan kecintaaan 

terhadapnya. 

 

Serulah mereka ke jalan Allah dengan cara yang baik
dan penuh hikmah…

 

Bayu Gawtama

http://gawtama.multiply.com

 









=
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=

RE: [Ida-Krisna Show] Pak Haji: Paling Ditakuti Anak Kecil

2005-11-10 Terurut Topik Sugiarto
Setuju Mas Bayu, semakin dimusuhi anak-anak akan semakin menjauh 

-Original Message-
From: idakrisnashow@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of bayugautama
Sent: Friday, November 11, 2005 1:36 PM
To: idakrisnashow@yahoogroups.com
Subject: [Ida-Krisna Show] Pak Haji: Paling Ditakuti Anak Kecil


Di salah satu kampung yang pernah saya kunjungi, saya mengajukan 
pertanyaan kepada sekelompok anak-anak kecil yang berhasil saya 
kumpulkan. "Siapa yang paling kalian takuti di kampung ini?" Serempak 
suara-suara kecil itu nyaring berbunyi satu nada, "Pak Haji". 
Berkerenyit dahi ini mendengar jawaban polos dan spontan dari anak- anak
itu. Entah ada apa gerangan dengan "Pak Haji"? Saya tahu yang 
dimaksud mereka adalah benar-benar "Pak Haji", salah satu orang yang 
paling tua sekaligus dituakan di kampung tersebut. 

Saya tak ingin menyalahkan anak-anak itu dengan jawaban mereka, tidak 
pula serta merta membela "Pak Haji" yang menjadi momok menakutkan 
bagi anak-anak itu. Beberapa saat setelah satu persatu mulut mungil 
di hadapan saya bertutur tentang Pak Haji, barulah saya mengerti 
mengapa "Pak Haji" begitu ditakuti. 

Suatu hari, sesaat setelah adzan maghrib berkumandang, anak-anak 
bergerombol ke Masjid untuk ikut sholat berjamaah. Dasar anak-anak, 
tak tahu yang semestinya mereka kerjakan sambil menunggu jamaah 
lainnya datang, mereka justru saling ngobrol, membuat kegaduhan. 
Beberapa lainnya malah berlarian di pelataran masjid. Sontak, Pak 
Haji membentak dan mengusir anak-anak itu. "Keluar! ... kalau mau main 
jangan di masjid..." Kontan saja, bentakkan itu menciutkan nyali anak-
anak, dan berhamburan lah mereka keluar masjid. Belum sempat mereka 
mendengarkan kalimat lanjutan Pak Haji, "Kalau mau ikut sholat, diam 
dan duduk tenang..." Dan yang pasti, belum sempat juga mereka ikut 
sholat berjamaah. 

Kisah lainnya masih dialami anak-anak itu di hari lain. Waktunya agak 
maju sedikit, yakni sekitar lima belas menit sebelum adzan maghrib 
menggema. Anak-anak itu tak menghiraukan jeritan ibu mereka agar 
menghentikan permainan dan segera bersiap ke masjid. Mereka terus 
asyik bermain kelereng. Tiba-tiba, byuurrr ... seember air menyiram 
tanah lapang tempat mereka bermain. Menghempaskan kelereng, debu pun 
berterbangan. Satu-dua anak basah kuyup. Siapa yang mengguyur mereka? 
Ternyata, Pak Haji...

Jika salah satu anak-anak itu adalah saya, mungkin saya akan jengkel 
kepada Pak Haji. Terlebih bila saat itu saya sedang kalah bermain. 
Tentu saja saya semakin tak simpati dengan Pak Haji itu, jangan harap 
saya mau mencium tangannya lagi secara ikhlas. Kesal, sebal dan 
benci, mungkin yang saat itu saya dan teman-teman rasakan. Maklum, 
anak kecil, belum bisa mencerna maksud dan tujuan dari "guyuran" air 
dari Pak Haji. 

Sejak aksi pengguyuran itu, sosok Pak Haji semakin menakutkan bagi 
anak-anak itu. Jangankan bertemu langsung, mendengar bunyi terompah 
atau "dehem"nya pun, mereka sudah lari terbirit-birit. 

Lalu, mereka membandingkan Pak Haji dengan salah seorang warga 
kampung di situ. Seorang lelaki paruh baya yang bukan tokoh 
masyarakat, dan tidak dituakan di kampung itu. Tapi disukai anak- anak. 

Ketika anak-anak kecil itu mendatangi masjid, lelaki itu berdiri di 
pintu masjid, menyalami dan mencium keningnya satu persatu. Lembut ia 
berujar singkat, "Duuh, anak pintar... langsung duduk, dan jangan 
bercanda ya". Bedakan dengan bentakan yang biasa diterima anak-anak 
itu sebelumnya. 

Atau ketika anak-anak itu tak kenal waktu, terus bermain hingga waktu 
maghrib menjelang. Lelaki yang anaknya ikut bermain kelereng itu 
justru melibatkan diri dalam permainan anak-anak itu. "Boleh bapak 
ikut main?" Tentu saja, anak-anak justru senang kalau ada orang 
dewasa yang melibatkan diri dalam permainan mereka. Walau pun 
terkadang dengan syarat tertentu. "nyentilnya pakai kelingking ya 
pak..." 

Selang lima menit bermain, "Wah, waktu maghrib hampir tiba nih. Yuk 
kita bubar dan bersegera ke masjid. Bapak tunggu di masjid ya," ajak 
lelaki itu santun. Tak ada yang menolak, pun membantah. Serentak 
mereka "bubar grak" menuju rumah masing-masing, mandi, berganti 
pakaian, kemudian beranjak ke masjid. 

***

Ini cuma cerita dari satu kampung, dan seorang "Pak Haji". Tentu saya 
tidak bermaksud mendeskriditkan seseorang dengan titel "haji". Toh, 
masih banyak kampung lain di negeri ini dengan jutaan "Pak Haji" yang 
tidak ditakuti anak-anak. Masih banyak "Pak Haji" yang dicintai anak-
anak, dan jamaahnya. Yang tangan wanginya selalu menjadi rebutan 
untuk diciumi bolak-balik sebagai bentuk penghormatan dan kecintaaan 
terhadapnya. 

Serulah mereka ke jalan Allah dengan cara yang baik dan penuh hikmah...

Bayu Gawtama
http://gawtama.multiply.com






===

[Ida-Krisna Show] Pak Haji: Paling Ditakuti Anak Kecil

2005-11-10 Terurut Topik bayugautama
Di salah satu kampung yang pernah saya kunjungi, saya mengajukan 
pertanyaan kepada sekelompok anak-anak kecil yang berhasil saya 
kumpulkan. "Siapa yang paling kalian takuti di kampung ini?" Serempak 
suara-suara kecil itu nyaring berbunyi satu nada, "Pak Haji….". 
Berkerenyit dahi ini mendengar jawaban polos dan spontan dari anak-
anak itu. Entah ada apa gerangan dengan "Pak Haji"? Saya tahu yang 
dimaksud mereka adalah benar-benar "Pak Haji", salah satu orang yang 
paling tua sekaligus dituakan di kampung tersebut. 

Saya tak ingin menyalahkan anak-anak itu dengan jawaban mereka, tidak 
pula serta merta membela "Pak Haji" yang menjadi momok menakutkan 
bagi anak-anak itu. Beberapa saat setelah satu persatu mulut mungil 
di hadapan saya bertutur tentang Pak Haji, barulah saya mengerti 
mengapa "Pak Haji" begitu ditakuti. 

Suatu hari, sesaat setelah adzan maghrib berkumandang, anak-anak 
bergerombol ke Masjid untuk ikut sholat berjamaah. Dasar anak-anak, 
tak tahu yang semestinya mereka kerjakan sambil menunggu jamaah 
lainnya datang, mereka justru saling ngobrol, membuat kegaduhan. 
Beberapa lainnya malah berlarian di pelataran masjid. Sontak, Pak 
Haji membentak dan mengusir anak-anak itu. "Keluar! … kalau mau main 
jangan di masjid…" Kontan saja, bentakkan itu menciutkan nyali anak-
anak, dan berhamburan lah mereka keluar masjid. Belum sempat mereka 
mendengarkan kalimat lanjutan Pak Haji, "Kalau mau ikut sholat, diam 
dan duduk tenang…" Dan yang pasti, belum sempat juga mereka ikut 
sholat berjamaah. 

Kisah lainnya masih dialami anak-anak itu di hari lain. Waktunya agak 
maju sedikit, yakni sekitar lima belas menit sebelum adzan maghrib 
menggema. Anak-anak itu tak menghiraukan jeritan ibu mereka agar 
menghentikan permainan dan segera bersiap ke masjid. Mereka terus 
asyik bermain kelereng. Tiba-tiba, byuurrr … seember air menyiram 
tanah lapang tempat mereka bermain. Menghempaskan kelereng, debu pun 
berterbangan. Satu-dua anak basah kuyup. Siapa yang mengguyur mereka? 
Ternyata, Pak Haji…

Jika salah satu anak-anak itu adalah saya, mungkin saya akan jengkel 
kepada Pak Haji. Terlebih bila saat itu saya sedang kalah bermain. 
Tentu saja saya semakin tak simpati dengan Pak Haji itu, jangan harap 
saya mau mencium tangannya lagi secara ikhlas. Kesal, sebal dan 
benci, mungkin yang saat itu saya dan teman-teman rasakan. Maklum, 
anak kecil, belum bisa mencerna maksud dan tujuan dari "guyuran" air 
dari Pak Haji. 

Sejak aksi pengguyuran itu, sosok Pak Haji semakin menakutkan bagi 
anak-anak itu. Jangankan bertemu langsung, mendengar bunyi terompah 
atau "dehem"nya pun, mereka sudah lari terbirit-birit. 

Lalu, mereka membandingkan Pak Haji dengan salah seorang warga 
kampung di situ. Seorang lelaki paruh baya yang bukan tokoh 
masyarakat, dan tidak dituakan di kampung itu. Tapi disukai anak-
anak. 

Ketika anak-anak kecil itu mendatangi masjid, lelaki itu berdiri di 
pintu masjid, menyalami dan mencium keningnya satu persatu. Lembut ia 
berujar singkat, "Duuh, anak pintar… langsung duduk, dan jangan 
bercanda ya". Bedakan dengan bentakan yang biasa diterima anak-anak 
itu sebelumnya. 

Atau ketika anak-anak itu tak kenal waktu, terus bermain hingga waktu 
maghrib menjelang. Lelaki yang anaknya ikut bermain kelereng itu 
justru melibatkan diri dalam permainan anak-anak itu. "Boleh bapak 
ikut main?" Tentu saja, anak-anak justru senang kalau ada orang 
dewasa yang melibatkan diri dalam permainan mereka. Walau pun 
terkadang dengan syarat tertentu. "nyentilnya pakai kelingking ya 
pak…" 

Selang lima menit bermain, "Wah, waktu maghrib hampir tiba nih. Yuk 
kita bubar dan bersegera ke masjid. Bapak tunggu di masjid ya," ajak 
lelaki itu santun. Tak ada yang menolak, pun membantah. Serentak 
mereka "bubar grak" menuju rumah masing-masing, mandi, berganti 
pakaian, kemudian beranjak ke masjid. 

***

Ini cuma cerita dari satu kampung, dan seorang "Pak Haji". Tentu saya 
tidak bermaksud mendeskriditkan seseorang dengan titel "haji". Toh, 
masih banyak kampung lain di negeri ini dengan jutaan "Pak Haji" yang 
tidak ditakuti anak-anak. Masih banyak "Pak Haji" yang dicintai anak-
anak, dan jamaahnya. Yang tangan wanginya selalu menjadi rebutan 
untuk diciumi bolak-balik sebagai bentuk penghormatan dan kecintaaan 
terhadapnya. 

Serulah mereka ke jalan Allah dengan cara yang baik dan penuh hikmah…

Bayu Gawtama
http://gawtama.multiply.com





 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Check out Music Videos, Internet Radio, Artist Photos, Music News!
LAUNCH Music on Yahoo!
http://us.click.yahoo.com/wmKGzA/JARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM
~-> 

=
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna