Re: Ida Arimurti Catatan Harian Seorang Pramugari

2007-01-23 Terurut Topik [EMAIL PROTECTED]
Nice post!

deni irawan [EMAIL PROTECTED] wrote:  Catatan Harian Seorang Pramugari

Saya adalah seorang pramugari biasa dari China Airline, karena bergabung dengan 
perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang 
mengesankan, setiap hari hanya melayani penumpang dan melakukan pekerjaan yang 
monoton.

Pada tanggal 7 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat 
perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.

Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking , penumpang 
sangat penuh pada hari ini.

Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul sebuah 
karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya, pada saat itu saya yang 
berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang kesan pertama dari pikiran saya 
ialah zaman sekarang sungguh sudah maju seorang dari desa sudah mempunyai uang 
untuk naik pesawat.

Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketika melewati 
baris ke 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk dengan tegak 
dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karung tua bagaikan patung.

Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan tangan 
menolak, kami hendak membantunya meletakan karung tua diatas bagasi tempat 
duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannya duduk dengan tenang, 
menjelang pembagian makanan kami melihat dia duduk dengan tegang ditempat 
duduknya, kami menawarkan makanan juga ditolak olehnya.

Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia sakit, 
dengan suara kecil dia mejawab bahwa dia hendak ke toilet tetapi dia takut 
apakah dipesawat boleh bergerak sembarangan, takut merusak barang didalam 
pesawat.

Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan menyuruh 
seorang pramugara mengantar dia ke toilet, pada saat menyajikan minuman yang 
kedua kali, kami melihat dia melirik ke penumpang disebelahnya dan menelan 
ludah, dengan tidak menanyakannya kami meletakan segelas minuman teh dimeja 
dia, ternyata gerakan kami mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan tidak 
usah, tidak usah, kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini 
dengan spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan 
kepada kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak percaya, 
katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan meminta air 
kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidak diladeni malah diusir. Pada 
saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia berjalan 
kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil, karena uang yang dibawa sangat 
sedikit, hanya dapat meminta minunam kepada penjual
makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis.

Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang meminum 
secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.

Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik, putra 
sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah ditingkat tiga di 
Peking . anak sulung yang bekerja di kota menjemput kedua orang tuanya untuk 
tinggal bersama di kota tetapi kedua orang tua tersebut tidak biasa tinggal 
dikota akhirnya pindah kembali ke desa, sekali ini orang tua tersebut hendak 
menjenguk putra bungsunya di Peking, anak sulungnya tidak tega orang tua 
tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan 
menemani bapaknya bersama-sama ke Peking, tetapi ditolak olehnya karena 
dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat 
pergi sendiri akhirnya dengan terpaksa disetujui anaknya.

Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak bungsunya, ketika 
melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh menitipkan karung tersebut 
ditempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa sendiri, katanya jika ditaruh 
ditempat bagasi ubi tersebut akan hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang 
sudah hancur, akhirnya kami membujuknya meletakan karung tersebut di atas 
bagasi tempat duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakan 
karung tersebut.

Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu 
membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia tetap tidak mau 
makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat lapar, saat 
pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan saya apakah ada 
kantongan kecil? dan meminta saya meletakan makanannya di kantong tersebut. Dia 
mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan yang begitu enak, dia ingin 
membawa makanan tersebut untuk anaknya, kami semua sangat kaget.

Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimata seorang 
desa menjadi begitu berharga.

Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan terharu 
kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami bagikan kepada 

Re: Ida Arimurti Catatan Harian Seorang Pramugari

2007-01-10 Terurut Topik Pras
Kisah yang sangat menarik dan menyentuh.
Terima kasih.  Salam.
Pras.




On 1/10/07, Tamlikho [EMAIL PROTECTED] wrote:


 



[Non-text portions of this message have been removed]



Ida Arimurti Catatan Harian Seorang Pramugari

2007-01-09 Terurut Topik Tamlikho

Saya adalah seorang pramugari biasa dari China Airline, karena bergabung
dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai
pengalaman yang mengesankan, setiap hari hanya melayani penumpang dan
melakukan pekerjaan yang monoton. 
Pada tanggal 7 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang
membuat perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.
Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking,
penumpang sangat penuh pada hari ini.
Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul
sebuah karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya, pada saat itu
saya yang berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang kesan pertama dari
pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju seorang dari desa
sudah mempunyai uang untuk naik pesawat. 
Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketika
melewati baris ke 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk
dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karung tua
bagaikan patung. 
Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan tangan
menolak, kami hendak membantunya meletakan karung tua diatas bagasi
tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannya duduk dengan
tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat dia duduk dengan tegang
ditempat duduknya, kami menawarkan makanan juga ditolak olehnya. 
Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia
sakit, dengan suara kecil dia mejawab bahwa dia hendak ke toilet tetapi
dia takut apakah dipesawat boleh bergerak sembarangan, takut merusak
barang didalam pesawat. 
Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan
menyuruh seorang pramugara mengantar dia ke toilet, pada saat menyajikan
minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik ke penumpang
disebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami
meletakan segelas minuman teh dimeja dia, ternyata gerakan kami
mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah,
kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini dengan spontan
dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan kepada
kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak percaya,
katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan
meminta air kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidak diladeni
malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya
perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru
naik mobil, karena uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapat meminta
minunam kepada penjual makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak
dan dianggap sebagai pengemis. 
Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang
meminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.
Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik,
putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah
ditingkat tiga di Peking. anak sulung yang bekerja di kota menjemput
kedua orang tuanya untuk tinggal bersama di kota tetapi kedua orang tua
tersebut tidak biasa tinggal dikota akhirnya pindah kembali ke desa,
sekali ini orang tua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di
Peking, anak sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu
jauh, sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya
bersama-sama ke Peking, tetapi ditolak olehnya karena dianggap terlalu
boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat pergi sendiri
akhirnya dengan terpaksa disetujui anaknya. 
Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak bungsunya,
ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh menitipkan
karung tersebut ditempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa sendiri,
katanya jika ditaruh ditempat bagasi ubi tersebut akan hancur dan
anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur, akhirnya kami
membujuknya meletakan karung tersebut di atas bagasi tempat duduk,
akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakan karung tersebut. 
Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu
membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia tetap tidak
mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat lapar,
saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan saya
apakah ada kantongan kecil? dan meminta saya meletakan makanannya di
kantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan
yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebut untuk anaknya, kami
semua sangat kaget. 
Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimata
seorang desa menjadi begitu berharga. 
Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan
terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami
bagikan kepada penumpang ditaruh didalam suatu kantongan yang akan kami
berikan kepada kakek tersebut, tetapi diluar dugaan dia menolak
pemberian kami, dia hanya