Apa kabar Aceh? Tsunami sudah berlalu lebih dari dua tahun. Tetapi masih 
banyak pengungsi di tenda-tenda darurat. Semoga kesabaran dan ketabahan 
senantiasa menjadi milik para korban tsunami Aceh untuk bisa bertahan dalam 
segala keterbatasan. Desember 2004 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah 
kemanusiaan bangsa ini. Ratusan ribu nyawa hilang digulung ombak tsunami yang 
menerjang sebagian besar tanah rencong. 
   
  Badai belum berlalu, meski tak semua pengungsi masih meratapi kesedihan akhir 
tahun 2004 itu. Ada sebagian masyarakat Aceh korban tsunami yang kini bisa 
hidup seperti sedia kala. Benar, suami-suami mereka sudah lama hilang dan 
meninggal saat tsunami, atau isteri-isterinya entah dimana kini berada. 
Anak-anak mereka yang hilang tersapu ombak pun, sudah mulai bisa dilupakan. 
Sebab mereka memang harus sesegera mungkin memulai kembali kehidupan baru 
mereka secara normal. 
   
  Desa Reudeup, Kecamatan Panteraja, Kabupaten Pidie. Hanya beberapa hari pasca 
tsunami, para nelayan langsung kembali melaut untuk mencari ikan. Para relawan 
ACT berhasil meyakinkan para nelayan untuk memulai kembali kegiatan 
perekonomian mereka. Bahkan untuk menambah keyakinan para nelayan itu, ACT 
membuat program Marine Support Program (MSP). Salah satu program MSP adalah 
dengan membuat Balai Nelayan, sebagai wahana berkumpul para nelayan untuk 
saling bertukar informasi dan merekatkan hubungan antara sesama nelayan. 
   
  Salah satu bentuk nyata program MSP, yakni dengan membuat perahu-perahu 
nelayan atau memperbaiki perahu yang rusak akibat diterjang tsunami. Biaya 
pembuatan perahu itu didanai sepenuhnya oleh para donatur ACT. Yang unik dari 
setiap program ACT di lokasi bencana, resource untuk pembuatan perahu itu 
adalah para korban tsunami sendiri. “Mereka yang lebih tahu bagaimana perahu 
nelayan dibuat, bentuknya pun harus disesuaikan dengan ciri khas perahu Aceh. 
Terlebih, mereka sendiri yang akan menggunakan perahu tersebut. Jadi biarkan 
mereka merasa memiliki dengan membuat sendiri perahu itu. Kami hanya 
memfasilitasi saja,” ujar Ahyudin, Direktur Eksekutif ACT. 
   
  Hingga hari ini, setelah lebih dua tahun pasca tsunami, perahu-perahu itu 
masih terus mengarungi lautan Aceh, menjadi penopang perekonomian para penduduk 
yang berprofesi sebagai nelayan. Kehidupan para nelayan pun berjalan normal 
kembali. 
  Tak hanya para lelaki, ACT pun memfasilitasi para perempuan Aceh korban 
tsunami dengan program WAKALA (Wanita Kepala Keluarga). Sebuah program 
pembimbingan untuk para wanita yang suami-suami mereka menjadi korban tsunami 
atau bahkan korban DOM (Daerah Operasi Militer) jauh sebelum tsunami. 
   
  Para janda itu, ACT menyebutnya, Wanita Kepala Keluarga yang disingkat 
WAKALA, tetap harus melanjutkan kehidupannya pasca tsunami. Untuk bisa bertahan 
menghidupi diri dan keluarganya, maka ACT melakukan pendampingan dengan 
mendirikan Balai WAKALA. Di Desa Reudeup ini, wanita-wanita kepala keluarga ini 
dibimbing dan diberikan pelatihan konveksi. Target dari program ini agar 
wanita-wanita tersebut memiliki pekerjaan tetap dan penghasilan dari 
keterampilan yang diberikan relawan ACT. 
   
  Alhamdulillah, program berjalan lancar. Kebutuhan sandang masyarakat Desa 
Reudeup dan desa-desa sekitarnya bisa dipesan dari Balai WAKALA itu. Bahkan 
kebutuhan seragam sekolah anak-anak korban bencana, melalui program Children 
Care Program (CCP), bisa dipenuhi oleh Balai WAKALA. Jika berkesempatan 
mengunjungi Aceh, mampirlah ke desa ini untuk melihat-lihat kegiatan mereka. 
Suatu kondisi yang sudah jauh berbeda, seolah tidak pernah ada tsunami di desa 
tersebut. 
   
  Balai WAKALA tidak hanya didirikan di Desa Reudeup. Di Desa Pasirawa, 
Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie, juga terdapat balai ini. Hanya saja, 
programnya disesuaikan dengan source yang ada di desa tersebut. Ternyata, desa 
ini memiliki kebun sikeh (pandan) dalam jumlah besar. Dan karenanya, ACT 
mendatangkan relawan untuk membimbing para wanita kepala keluarga agar memiliki 
keterampilan menganyam. Senangnya para wanita itu, ketika hasil anyaman mereka 
seperti tikar, tas, sandal, tatakan piring dan gelas, aneka souvenir dan 
beragam bentuk lainnya diminati sampai ke luar negeri. Sama dengan Balai WAKALA 
di Reudeup, hingga detik ini, kegiatan tersebut masih berjalan dan menjadi 
pegangan hidup para wanita kepala keluarga itu. 
   
  Jogjakarta
  27 Mei 2006, hampir satu tahun yang lalu, gempa mengguncang Jogjakarta dan 
Klaten (Jawa Tengah). Serentak seluruh aktivitas masyarakat Jogja dan Klaten 
lumpuh pasca gempa. Sekitar 6.300 meninggal dunia, dan tak kurang 150.000 rumah 
dan bangunan hancur rata dengan tanah. 
  “Sampai kapan kami harus tinggal di tenda?” Tentu saja pertanyaan ini yang 
langsung menguap dari masyarakat Jogja korban gempa. Mereka tahu persis, pada 
saat kejadian, korban tsunami di Aceh sudah lebih satu tahun masih tinggal di 
tenda pengungsi. ACT pun persis menangkap ‘pertanyaan’ besar korban gempa itu 
dan langsung menjawabnya dengan me-launch ACT Jogja Jateng Recovery (AJR). 
Hanya sembilan hari pasca gempa, yakni 5 Juni 2006, peletakan batu pertama 
untuk program Rumah Tahan Gempa (RTG) di Dusun Kedaton Kidul, Desa Pleret, 
Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. 
   
  Hingga hari ini, sudah 148 rumah tahan gempa sudah berdiri di dusun tersebut. 
Itu belum termasuk 23 rumah tahan gempa untuk para da’i dan 13 rumah tahan 
gempa di Dusun Pangkah, Klaten, Jawa Tengah. Sejumlah corporate dan donatur 
berperan sangat besar dalam program RTG ini. Antara lain PT. Elnusa, Bamuis 
BNI, ESQ, Jazz for Jogja, Radar Banjar Peduli, Solo Peduli, LAZ Assalam Solo, 
LBP (Life Boat Project) Jepang, Masyarakat Muslim Indonesia di Canada, dan juga 
donatur perorangan. Bahkan tidak hanya pembangunan rumah tahan gempa, ACT pun 
bekerja sama dengan UNDP, memberikan bantuan berupa Temporary Shelter (TS). 
Tidak kurang dari 1.000 TS sudah didirikan bagi warga korban gempa Jogja dan 
Klaten. 
  Tak hanya dari segi fisik. Program recovery di Jogja juga berupa economic 
recovery, yakni pembangunan tobong batu bata. Tidak sedikit masyarakat Bantul 
yang berprofesi sebagai pembuat bata. Maka dibangunlah tobong-tobong bata itu 
atas bantuan dari berbagai pihak seperti Delta FM dengan JDFI-nya, Swadaya 
Ummah Riau, IslamiCity USA, dan juga Elnusa. Dari tobong bata inilah kehidupan 
perekonomian masyarakat korban gempa dimulai, mereka bisa kembali hidup normal 
dan tinggal di rumah-rumah yang sangat layak huni. 
   
  Minang
Tugas baru ACT saat ini, pasca gempa di Ranah Minang. 23 Maret 2007 lalu, hanya 
beberapa hari pasca gempa 6 Maret 2007, peletakan batu pertama untuk 
pembangunan SDN 06 Nagari Aie Angek, Kabupaten Tanah Datar dilakukan. Program 
“Maju Terus Pendidikan” dalam rangkaian Ranah Minang Recovery Program (RMRP) 
dimulai dari Nagari Aie Angek. 
  Anak-anak sekolah tersenyum puas, sepuas tim ACT yang bisa menghadirkan 
senyum-senyum itu kembali setelah runtuhnya sekolah mereka akibat gempa. 
   
  Di mana pun lokasi bencana yang kami datangi, dari Aceh hingga Papua, selalu 
ada secercah harapan untuk para korban bencana. Harapan-harapan itu akan tetap 
terpelihara, selama masih ada kepedulian dari saudara-saudara mereka di luar 
lokasi bencana. Sungguh, sangat indah untuk tetap bisa memelihara harapan dan 
mimpi mereka. Tentu saja kami tak sanggup melakukannya sendirian tanpa peran 
serta masyarakat dan segenap komunitas peduli dimana pun berada. Luar biasa! 
(Gaw)
   
  Salurkan Bantuan Anda Melalui ACT di :                                      
  BCA # 676 030 2021
  BSM # 101 000 1114
  Mandiri # 128 000 4593 338
  Muamalat # 304 0023 015
  BII Syariah # 270 2000 256
  Permata Syariah # 0971 001 224
   
  SMS FOR HUMANITY :
ketik : ACT DONASI kirim ke 7505
  Rp. 5000/SMS (semua operator)
  ketik : ACT DONASI kirim ke 7475
  Rp. 2000/SMS (semua operator)
  ketik : Reg ACT kirim ke 7475
  Untuk informasi terkini dan inspirasi kemanusiaan 
  Rp. 1000/SMS (semua operator)
   
  ACT HOTLINE : 021- 741 4482
   
   

       
---------------------------------
TV dinner still cooling?
Check out "Tonight's Picks" on Yahoo! TV.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke