[Ar-Royyan-5442] Belum Haji Sudah Mabrur

2006-12-20 Thread jojo wahyudi
AWW
Ini dari milis tetangga, sangat menyentuh
Untuk yg sudah membaca bisa diulang membacanya
agar hati semakin lunak, layaknya bongkahan es di padang pasir
tidak cepat mengeras seperti lahar Merapi dalam air di aliran sungai
WWW


Belum Haji Sudah Mabrur 
Oleh : Ahmad Tohari 

Ini kisah tentang Yu Timah. Siapakah dia? Yu Timah adalah tetangga kami. Dia 
salah seorang penerima program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang kini sudah 
berakhir. Empat kali menerima SLT selama satu tahun jumlah uang yang diterima 
Yu Timah dari pemerintah sebesar Rp 1,2 juta. Yu Timah adalah penerima SLT yang 
sebenarnya. Maka rumahnya berlantai tanah, berdinding anyaman bambu, tak punya 
sumur sendiri. Bahkan status tanah yang di tempati gubuk Yu Timah adalah bukan 
milik sendiri.
Usia Yu Timah sekitar lima puluhan, berbadan kurus dan tidak menikah. 
Barangkali karena kondisi tubuhnya yang kurus, sangat miskin, ditambah yatim 
sejak kecil, maka Yu Timah tidak menarik lelaki manapun. Jadilah Yu Timah 
perawan tua hingga kini. Dia sebatang kara. Dulu setelah remaja Yu Timah 
bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta. Namun, seiring usianya yang 
terus meningkat, tenaga Yu Timah tidak laku di pasaran pembantu rumah tangga. 
Dia kembali ke kampung kami. Para tetangga bergotong royong membuatkan gubuk 
buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. Gubuk itu didirikan di 
atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangat miskin 
itu.
Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Maka ia berjualan nasi 
bungkus. Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren 
kampung kami. Tentu hasilnya tak seberapa. Tapi Yu Timah bertahan. Dan nyatanya 
dia bisa hidup bertahun-tahun bersama emaknya. Setelah emaknya meninggal Yu 
Timah mengasuh seorang kemenakan. Dia biayai anak itu hingga tamat SD. Tapi ini 
zaman apa. Anak itu harus cari makan. Maka dia tersedot arus perdagangan 
pembantu rumah tangga dan lagi-lagi terdampar di Jakarta. Sudah empat tahun 
terakhir ini Yu Timah kembali hidup sebatang kara dan mencukupi kebutuhan 
hidupnya dengan berjualan nasi bungkus. Untung di kampung kami ada pesantren 
kecil. Para santrinya adalah anak-anak petani yang biasa makan nasi seperti 
yang dijual Yu Timah.
Kemarin Yu Timah datang ke rumah saya. Saya sudah mengira pasti dia mau bicara 
soal tabungan. Inilah hebatnya. Semiskin itu Yu Timah masih bisa menabung di 
bank perkreditan rakyat syariah di mana saya ikut jadi pengurus. Tapi Yu Timah 
tidak pernah mau datang ke kantor. Katanya, malu sebab dia orang miskin dan 
buta huruf. Dia menabung Rp 5.000 atau Rp 10 ribu setiap bulan. Namun setelah 
menjadi penerima SLT Yu Timah bisa setor tabungan hingga Rp 250 ribu. Dan sejak 
itu saya melihat Yu Timah memakai cincin emas. Yah, emas. Untuk orang seperti 
Yu Timah, setitik emas di jari adalah persoalan mengangkat harga diri. Saldo 
terakhir Yu Timah adalah Rp 650 ribu.
Yu Timah biasa duduk menjauh bila berhadapan dengan saya. Malah maunya 
bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah.
''Pak, saya mau mengambil tabungan,'' kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.
''O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup. 
Bagaimana bila Senin?''
''Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak tergesa.''
''Mau ambil berapa?'' tanya saya.
''Enam ratus ribu, Pak.''
''Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?''
Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu. ''Saya 
mau beli kambing kurban, Pak. Kalau enam ratus ribu saya tambahi dengan uang 
saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing.''
Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya. Bahkan dia mengulangi 
kata-katanya karena saya masih diam. Karena lama tidak memberikan tanggapan, 
mungkin Yu Timah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya. Padahal 
saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli 
kambing kurban.
''Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar enam ratus ribu. 
Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban. Yu Timah bahkan wajib menerima 
kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah 
benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?''
''Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama ini 
memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging 
kurban.''
''Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.''
Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta diri, 
dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang.
Setelah Yu Timah pergi, saya termangu sendiri. Kapankah Yu Timah mendengar, 
mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran kurban yang ditinggalkan 
oleh Kanjeng Nabi Ibrahim? Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya 
keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya? 
Pertanyaan ini muncul karena umumnya ibadah haji yang biayanya mahal itu tidak 
mengubah watak orangnya. Mungkin saya juga begit

[Ar-Royyan-5443] tentang ghibah

2006-12-20 Thread Lana Sularto
AWW
Terimakasih pak Agus, saya udah baca semua, Alhamdulillah jadi tambah pemahaman 
saya yang masih
minim banget ini..he..he..
Ada cuplikan yang menurut saya bagus yaitu :
...
Celaan bukanlah ghibah pada enam kelompok
Pengadu, orang yang mengenalkan, dan orang yang memperingatkan
Dan terhadap orang yang menampakkan kefasikan, dan peminta fatwa
Dan orang yang mencari bantuan untuk mengilangkan kemungkaran

Penjelasannya baca sendiri yah yang belum baca.
WWW
Lana's
- Original message follows -


berikut ini dikirimkan hal-hal mengenai ghibah.
semoga bermanfaat.
mari sama-sama kita pahami dan dalami dan tentunya dijalankan.
wassalam / agus rasidi

- Original Message - 
From: "Lana Sularto" <[EMAIL PROTECTED]>
To: 
Sent: Wednesday, December 20, 2006 2:04 PM
Subject: Re: [Ar-Royyan-5431] Bila Pemulung Merayakan Natal Bersama


> AWW
> Setuju banget dengan tidak menggunjing orang lain dan berprasangka tidak 
> baik,tapi dalam batas
> tertentu, terutama kalo kita statusnya pengurus masjid yang musti 
> bertanggungjawab kepada Allah atas
> amanah yang sudah kita sanggupi sebagai pengurus, tentu saja kita harus 
> tanggap terhadap segala
> sesuatu mengenai kegiatan kita di masjid,terutama segala kritik dan saran 
> dari jamaah, kita gak bisa
> mengabaikannya karena kita adalah pelayan bagi jamaah, dan itu terpaksa 
> harus membicarakan usulan
> jamaah (bisa disebut ghibah gak ya?) dan jika ada usaha2 untuk merusak 
> tatanan yang sudah berjalan
> tentu juga harus dibicarakan...(ini termasuk ghibah juga gak?), trus kalo 
> ada sodara kita/jamaah
> yang musti dibantu karena sifat/sikap dia yang kurang baik, lalu kita 
> bicarakan tentang dirinya
> termasuk ghibah gak? trus di email ngomongin pemulung dll itu termasuk 
> ghibah gak?
> WWW
> lana's
> - Original message follows -


--
- Milis Masjid Ar-Royyan, Perum BDB II, Sukahati, Cibinong 16913 -
- Website http://www.arroyyan.com ; Milis jamaah[at]arroyyan.com -

Rasulullah SAW bersabda: Artinya: perumpamaan orang yang berdzikir dengan orang 
yang tidak berdzikir adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati. (HR. 
Bukhari dan Muslim dari Abu Musa Al-Asyari).