www.eramuslim.com

Apa yang Dimaksud Suap Menurut Islam?
Ass...

Ustadz, saya pernah mendengar dari teman saya hadist yang kurang lebih
berbunyi 'penerima suap dan pemberi suap sama-sama masuk neraka', apakah
hadist ini benar dan shahih? Terus apakah yang dimaksud suap menurut
Islam?

Yang terakhir ingin saya tanyakan, saya adalah seorang pengusaha
bimbingan belajar. Ketika saya melakukan pemasaran saya memberikan bonus
fee kepada guru-guru yang mengajar di tempat saya melakukan pemasaran,
apakah ini termasuk suap? Demikian pertanyaan saya, apabila ada
kata-kata yang kurang berkenan saya mohon maaf dan saya ucapkan banyak
terima kasih kepada ustad atas segala perhatiannya.

Wass. Wr. Wb.

Daddy


Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian yang diberikan
seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan
cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan. (al-Misbah
al-Munir - al-Fayumi, al-Muhalla -Ibnu Hazm).

Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan
hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebab sogokan akan
membuat hukum menjadi oleng dan tidak adil. Selain itu tata kehidupan
yang menjadi tidak jelas.

Keharaman Sogokan

Di dalam ayat Al-Quran memang tidak disebutkan secara khsusus istilah
sogokan atau risywah. Namun Imam al-Hasan dan Said bin Zubair
menafsirkan ungkapan Al-Quran yaitu `akkaaluna lissuhti` sebagai risywah
atau sogokan.

Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak
memakan yang haram (QS Al-Maidah 42).

Kalimat `akkaaluna lissuhti` secara umum memang sering diterjemahkan
dengan memakan harta yang haram. Namun konteksnya menurut kedua ulama
tadi adalah memakan harta hasil sogokan atau risywah. Jadi risywah (suap
menyuap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT.

Sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (QS
Al-Baqarah 188)


Selain itu ada banyak sekali dalil dari sunnah yang mengharamkan sogokan
dengan ungkapan yang sharih dan zahir. Misalnya hadits berikut ini:

Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap dalam hukum. (HR Ahmad,
Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Dan hadits berikut ini:

Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap. (HR Khamsah kecuali
an-Nasa`i dan di shahihkan oleh at-Tirmidzi)

Dan hadits berikut ini:

Rasulullah SAW melaknat penyuap, yang menerima suap dan perantaranya (HR
Ahmad)

Yang Termasuk Diharamkan Terkait dengan Sogokan
Kalau diperhatikan lebih seksama, ternyata hadits-hadits Rasulullah itu
bukan hanya mengharamkan seseorang memakan harta hasil dari sogokan,
tetapi juga diharamkan melakukan hal-hal yang bisa membuat sogokan itu
berjalan. Maka yang diharamkan itu bukan hanya satu pekerjaan yaitu
memakan harta sogokan, melainkan tiga pekerjaan sekaligus. Yaitu

1. Menerima sogokan
2. Memberi sogokan
3. Mediator sogokan

Sebab tidak akan mungkin terjadi seseorang memakan harta hasil dari
sogokan, kalau tidak ada yang menyogoknya. Maka orang yang melakukan
sogokan pun termasuk mendapat laknat dari Allah juga. sebab karena
pekerjaan dan inisiatif dia-lah maka ada orang yang makan harta sogokan.
Dan biasanya dalam kasus sogokan seperti itu, selalu ada pihak yang
menjadi mediator atau perantara yang bisa memuluskan jalan.
Sebab bisa jadi pihak yang menyuap tidak mau menampilkan diri, maka dia
akan menggunakan pihak lain sebagai mediator. Atau sebaliknya, pihak
yang menerima suap tidak akan mau bertemua langsung dengan si penyogok,
maka peran mediator itu penting. Dan sebagai mediator, maka wajarlah
bila mendapatkan komisi uang tertentu dari hasil jasanya itu.

Maka ketiga pihak itu oleh Rasulullah SAW dilaknat sebab ketiganya
sepakat dalam kemungkaran. Dan tanpa peran aktif dari semua pihak,
sogokan itu tidak akan berjalan dengan lancar. Sebab dalam dunia sogok
menyogok, biasanya memang sudah ada mafianya tersendiri yang mengatur
segala sesuatunya agar lepas dari jaring-jaring hukum serta mengaburkan
jejak.

Rupanya sejak awal Islam sudah sangat antisipatif sekali terhadap gejala
dan kebiasaan sogok menyogok tak terkecuali yang akan terjadi di masa
depan nanti. Sejak 15 Abad yang lalu seolah-olah Islam sudah punya
gambaran bahwa di masa sekarang ini yang namanya sogok menyogok itu
dilakukan secara berkomplot dengan sebuah mafia persogokan yang canggih.

Karena itu sejak dini Islam tidak hanya melaknat orang yang makan harta
sogokan, tetapi juga sudah menyebutkan pihak lain yang ikut
mensukseskannya. Yaitu sebuah mafia persogokan yang biasa teramat sulit
diberantas, karena semua pihak itu piawai dalam berkelit di balik
celah-celah kelemahan hukum buatan manusia.

Sogok untuk Memperoleh Hak

Namun jumhur ulama memberikan pengecualian kepada mereka yang tidak bisa
mendapatkan haknya kecuali dengan disyaratkan harus membayar jumlah uang
terentu. Intinya, yang minta berdosa karena menghalangi seseorang
mendapatkan haknya, sedangkan yang membayar untuk mendapatkan haknya
tidak berdosa, karena dia melakukan untuk mendapatkan apa yang
jelas-jelas menjadi haknya secara khusus. Maksudnya hak secara khusus
adalah untuk membedakan dengan hak secara umum.

Contohnya adalah bahwa untuk menjadi pegawai negeri merupakan hak warga
negara, tapi kalau harus membayar jumlah tertentu, itu namanya risyawah
yang diharamkan. Karena menjadi pegawai negeri meskipun hak warga
negara, tetapi hak itu sifatnya umum. Siapa saja memang berhak jadi
pegawai negeri, tapi mereka yang yang benar-benar lulus saja yang berhak
secara khusus. Kalau lewat jalan belakang, maka itu bukan hak.

Sedangkan bila seorang dirampas harta miliknya dan tidak akan diberikan
kecuali dengan memberikan sejumlah harta, bukanlah termasuk menyogok
yang diharamkan. Karena harta itu memang harta miliknya secara khusus

Maka jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh
hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap
tetap berdosa (Kasyful Qona` 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi
6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479).

Memberi Bonus Apakah termasuk Suap?

Kalau mengacu kepada pertanyaan dari anda, sebenarnya tidak ada indikasi
suap. Sebab bonus yang anda berikan tidak membuat para pengajar itu
melakukan hal-hal yang terlarang, juga tidak ada pihak yang dirugikan.
Sebaliknya, dengan adanya bonus itu, anda menghargai jerih payah mereka
dalam upaya bekerja mendapatkan murid sesuai dengan hasilnya.

Prinsipnya, bentuk-bentuk biaya promosi seperti potongan harga, discount
besar-besaran, hadiah menarik dan upaya-upaya sejenis dalam rangka
meningkatkan profit, tidak termasuk wilayah semesta pembicaraan masalah
sogokan. Semua itu hanyalah wilayah proses sebuah pemasaran yang wajar
dan sehat, selama tidak melanggar etika dan batas-batas kehalalannya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.


**************************
Mau belajar dan memperdalam Islam  serta  ingin tau  berita2 disekitar dunia Islam ?? silahkan gabung dengan mailist "Tauziyah", mailist Islam yang khusus menebar kajian-kajian Islami dan informasi terkini sekitar dunia Islam. Kirim email kosong ke : [EMAIL PROTECTED] 


Yahoo! Messenger with Voice. Make PC-to-Phone Calls to the US (and 30+ countries) for 2ยข/min or less.

Kirim email ke