JNM * Gods Work Ministry E-Mail
From: Dwayne Savaya [EMAIL PROTECTED] Gods Work Ministry Inspirational and Encouragement E-Mail Dear Friend, There are many people in this world that are me conscious. These are people that are only interested in their own situation and with what they are going through. They do not care about the problems of others and do think of lending a helping hand to those who are in need around them. This is the opposite of how God wishes for us to act. The command of the Lord Jesus Christ is to first love God with all of our heart, soul and mind and the second is to love our neighbor as we love ourselves. We are to have compassion, care and interest towards our neighbor and love them with the love of the Lord. (1 John 3:16-18) (James 2:15-16) (Matthew 22:37-40) I hope you are encouraged and challenged by today's message to take special interest in those around you to intervene and be helpful to make a bad situation a little better. JOHN SMITH A poor man had been drafted for service in the Civil War. He had a wife and six children, who, of course, were very dear to him. What made his situation the more sorely distressing was the fact that his wife had been sick for some time. The children were not old enough to care for their mother, nor to look after the farm. This man had a neighbor who was also a very dear friend. During their pioneer life, these men had become greatly attached to each other, often spending their evenings together, and interchanging work. The morning this drafted man had to leave home, he was sitting at the table with his wife and children, talking over the future. There was much weeping. Even the children entered sympathetically into the sorrow of the parents. The wife said: O husband, I shall never see you again. I feel that if you go to the war, this is the last time we shall ever eat together. What will become of our poor, fatherless children? The man tried to cheer his wife, and assured her that he would be back in a little while. When I return, he said, you will be well, and we shall be happy for many years. While they were lingering at the table, talking over their troubles, and planning what to do, this neighbor drove into the yard, unhitched his cow from behind the wagon, and opened the crates in which he had his chickens and pigs. He turned his oxen into the pasture, came into the house, and said, Well, John, when do you have to go down to the county seat? I must be there at noon. Then the friend said, Let me see the paper demanding your presence. When it was handed to him, he looked at it a little, then put it into his pocket, and said: John, I am going to take your name now. I am going over to the county seat myself, in your place. I shall register in the name of John Smith. I am going to be John Smith in the army. I have turned my cattle into your pasture, and put my pigs and chickens in with yours. If I never come back, you can have it all. I cannot see you separated from your family, leaving this sick wife and these helpless children, while I remain at home, and have neither wife nor children to care whether I am living or dead. So that man went into the army. He registered as John Smith; and to all intents and purposes, he was John Smith. Every morning, he answered to the roll call when John Smith's name was read. When he went to the front, he was shot dead in the very first engagement. This man gave his life as a substitute for John Smith. He died for him, that Smith might escape death. By I. H. Evans Read and meditate on these scriptures: Matthew 22:35-40 Then one of them, which was a lawyer, asked Him a question, tempting Him, and saying, Master, which is the great commandment in the law? Jesus said unto him, Thou shalt love the Lord thy God with all thy heart, and with all thy soul, and with all thy mind. This is the first and great commandment. And the second is like unto it, Thou shalt love thy neighbour as thyself. On these two commandments hang all the law and the prophets. Luke 6:30-31 Jesus declares Give to every man that asketh of thee; and of him that taketh away thy goods ask them not again. And as ye would that men should do to you, do ye also to them likewise. Romans 12:1-2 I beseech you therefore, brethren, by the mercies of God, that ye present your bodies a living sacrifice, holy, acceptable unto God, which is your reasonable service. And be not conformed to this world: but be ye transformed by the renewing of your mind, that ye may prove what is that good, and acceptable, and perfect, will of God. John 15:12-15 Jesus declares This is my commandment, That ye love one another, as I have loved you. Greater love hath no man than this, that a man lay down his life for his friends. Ye are my friends, if ye do whatsoever I command you. Henceforth I call you not servants; for the servant knoweth not what his lord doeth: but I have called you friends; for all things that I have heard of my Father I have
JNM * Miskin Tidak Harus Mengemis -7
From: MundhiSabda Lesminingtyas [EMAIL PROTECTED] Miskin Tidak Harus Mengemis Bagian 7 (Oleh : Lesminingtyas) Ketika saya harus melakukan tugas internal audit di sebuah proyek kemanusiaan di Desa Sijangkung, Kecamatan Tujuh Belas, Kabupaten Sambas saya harus mengunjungi lokasi tersebut tanpa apppoinment terlebih dahulu. Hanya dengan berbekal catatan alamat, saya berusaha menemukan kantor proyek tersebut. Sebagai petugas dari Jakarta yang merasa hebat dan pintar, saya menggunakan logika saya untuk menemukan terlebih dahulu kabupatennya, lalu kecamatannya dan terakhir desanya. Sayapun merasa cukup menanyakan route menuju Sambas kepada petugas hotel tempat saya transit. Dengan beberapa potong pakaian di ransel serta beberapa dokumen penting dan selembar surat tugas di dalam map lembaga bertuliskan Children Happiness is Our Mission, saya melenggang meninggalkan hotel dengan becak menuju tempat penyeberangan di dekat Jl. Tanjung Pura, Pontianak. Dalam kondisi normal saya biasa menyeberang ke Siantan dengan feri kecil hanya dengan ongkos Rp. 100. Tetapi karena saya tidak mau membuang waktu hanya untuk menunggu feri itu penuh, sayapun memutuskan untuk mencarter sampan kecil yang dikemudikan seorang bocah laki-laki kira-kira berumur 10 tahun. Tangan kurus bocah itu ternyata tidak terlalu kuat untuk mendayung sehingga perjalanan kami terasa lambat sekali. Belum sampai setengah perjalanan, feri yang biasa saya tumpangi itupun mendahului sampan kami. Sudah bisa diduga, feri itu menimbulkan gelombang air yang hampir menggulung sampan kami. Saya hanya memejamkan mata sambil menyatukan badan saya dengan sampan sambil berharap kalaupun sampan kami terbalik, sampan itu masih berfungsi sebagai pelampung. Ketika gelombang air itu mengangkat sampan kami tinggi-tinggi kemudian menghempaskan nya, ulu hati saya sempat panas seakan nyawa saya hampir terlepas. Tetapi tiba-tiba Byuur dari ujung kepala hingga kaki saya terguyur dinginnya air Kapuas. Sesampainya di seberang sungai, saya tak sempat lagi mengasihi diri saya sendiri yang kedinginan. Hati saya miris sekali melihat tubuh pendayung sampan yang kurus dan menggigil hingga bibirnyapun tampak membiru. Saya membuka ransel, ingin mengambil handuk untuk saya pinjamkan kepada bocah kecil itu. Sayang sekali, ternyata semua barang yang ada di ransel sayapun basah kuyup. Dari dompet saya yang juga basah, saya mengambil selembar uang ribuan dengan hati-hati supaya tidak sobek. Dari ongkos sampan yang telah kami sepakati sebesar Rp. 500, akhirnya saya memutuskan untuk memberikan kepada bocah yang masih menggigil itu dua kalinya. Dengan pakaian dan sepatu yang basah kuyup, sayapun melanjutkan perjalanan dengan oplet ke terminal Siantan. Tidak sulit untuk menemukan minibus jurusan Sambas, tetapi rupanya kendaraan itu masih saja terparkir sambil menunggu penumpang memenuhi tempat duduk. Sambil menunggu kendaraan itu penuh, saya memanfaatkan waktu untuk berjemur. Kalau nggak salah waktu itu tanggal 23 September 1992 dimana banyak wisatawan datang ke Tugu Khatulistiwa di Siantan untuk melihat kulminasi matahari. Tepat jam 12.00 sayapun ikut-ikutan para wisatawan menikmati matahari yang tepat berada di garis Khatulistiwa, pas di atas kepala kami. Maksud awal saya untuk mengeringkan badan, berubah layaknya ilmuan yang berusaha meneliti bayangan kami yang tak tampak sama sekali. Jam 12.30 minibus yang saya tumpangi bertolak dari Siantan. Setelah saya bertanya ke penumpang di kanan kiri saya, saya mendapat informasi bahwa perjalanan ke Sambas harus ditempuh dalam waktu 5 jam. Namun belum sampai satu jam perjalanan, minibus yang saya tumpangi tidak bisa melanjutkan perjalanan karena puluhan truk pengangkut jeruk membongkar muatannya di tengah jalan. Jalan rayapun disulap menjadi gunung jeruk. Saya dan para penumpang lainpun harus turun, berjalan di atas tumpukan buah jeruk sejauh kira-kira 1 km. Di kanan kiri jalan tampak para petani membakar kebun jeruknya sebagai tanda protes mereka terhadap kebijakan pemerintah tentang tata niaga jeruk. Ternyata tata niaga jeruk yang diintervensi oleh keluarga penguasa di Jakarta telah membuat mereka menderita. Tata niaga yang diatur dengan dalih melindungi petani dari permainan kotor tengkulak, ternyata telah membuat rakyat kecil itu ibarat terlepas dari mulut buaya, masuk ke mulut singa. Sambil sesekali menikmati manisnya jeruk Pontianak yang saya pungut dari bawah kaki saya, saya berbincang-bincang dengan beberapa petani. Mereka pada umumnya merasa disengsarakan dengan penjadwalan hari pemanenan jeruk, pembatasan penjualan hasil panenan dan penetapan harga yang tidak sesuai dengan biaya produksi. Para petani yang paling tahu kapan buah jeruknya siap dipetik harus menerima jadwal dari penguasa, kapan dan hari apa ia boleh menanen jeruknya. Seberapapun luas kebun yang dimiliki, seorang petani hanya boleh menjual beberapa kwintal jeruk saja ke koperasi. Harga perkilonyapun
JNM * Miskin Tidak Harus Mengemis - 8
From: MundhiSabda Lesminingtyas [EMAIL PROTECTED] Miskin Tidak Harus Mengemis Bagian 8 (Oleh : Lesminingtyas) Keputusan saya untuk menginap di rumah pengurus yayasan mitra kerja- pihak yang yang diaudit- sebenarnya merupakan keputusan yang sangat mahal dan beresiko. Saya katakan beresiko karena banyak rambu-rambu yang telah saya langgar. Demi obyektivitas dan idependensi dalam pelaksanaan audit, lembaga kami sebenarnya melarang staf menerima jamuan atau pemberian dalam bentuk apapun dari pihak yayasan mitra kerja maupun pelaksana proyek. Beberapa staf senior di kantor saya juga mengajarkan bahwa demi keselamatan dan keamanan, saya sebaiknya tidak makan dan minum apa yang disajikan oleh proyek. Terlebih lagi proyek-proyek di Kalimantan Barat yang sebagian besar masuk dalam daftar proyek bermasalah. Namun bagi saya selama saya obyektif, jujur dan berpegang pada kebenaran, saya tidak takut berada sangat dekat dengan siapapun. Terlebih lagi kalau saya datang dengan niat baik, saya yakin lawan bisa menjadi kawan dan racun bisa menjadi berkat. Keputusan saya juga merupakan sesuatu yang mahal karena walaupun saya telah menyerahkan uang seharga tarif hotel dan anggaran makan di restoran, saya tahu persis tidak akan mendapatkan jamuan yang sebanding dari keluarga Anton. Tetapi bagi saya persaudaraan tidak bisa ditukar dengan fasilitas mewah di hotel atau makanan lezat di restoran. Terlebih lagi setelah beberapa kali berdoa, nurani saya selalu mengatakan bahwa lebih baik menukar kamar berAC, kasur empuk, bathtub lengkap dengan air panas di hotel dengan dipan kayu tak berkasur di rumah keluarga Anton yang diselimuti dengan hangatnya persahabatan. Setidaknya saya merasa sedikit terhibur kalau biaya akomodasi yang saya serahkan, sedikit banyak bisa membantu keluarga Anton untuk menyediakan makanan bergizi untuk anak-anaknya, walau hanya untuk beberapa hari saja. Sayapun merasa senang bisa berkawan dengan ketiga anak keluarga Anton, yaitu Ester, Josua dan Yemima. Walaupun anak-anak itu tampak kurus dengan rambut yang kemerah-merahan, persis tamanan yang kurang pupuk, setidaknya masih ada harapan dan keceriaan dalam hari-hari mereka. Satu hal lagi pelayanan gratis namun berharga dan tidak mungkin saya dapatkan di hotel berbintang sekalipun, yaitu saya bisa turut serta dalam persekutuan doa yang biasa dilakukan keluarga Anton untuk membuka dan menutup hari demi hari. Saat memulai tugas audit, saya tidak mempunyai bayangan sedikitpun tentang keadaan proyek kemanusiaan yang merupakan hasil kemitraan lembaga kami dengan yayasan di bawah GKTI (Gereja Kristus Tuhan Indonesia). Satu-satunya data keuangan dan catatan pelayanan yang saya bawa dari Jakarta sudah tidak terbaca lagi karena terguyur air saat saya menyeberangi Sungai Kapuas. Saya hanya bisa berdoa, memohon supaya para pelaksana proyek tidak membaca ketidaksiapan saya dalam melakukan tugas audit. Hal pertama yang wajib saya lakukan saat audit adalah cash opname. Tetapi entah apa yang terjadi, Pimpro memberitahu saya bahwa bendahara proyek akan datang agak siang. Feeling saya mengatakan bahwa pasti ada hal-hal yang aneh di proyek itu. Untuk mengisi waktu, saya melihat ID Card anak-anak asuh yang jumlahnya mencapai empat ratusan. Hati saya agak tersentak ketika melihat foto Ester dan Josua dengan ID Number 234 dan 240 tetapi dengan nama yang berbeda. Paling tidak saya menemukan 2 pelanggaran. Yang pertama : kebijakan lembaga kami tidak memperbolehkan keluarga pengurus yayasan mitra kerja dan para pelaksana proyek mendapatkan bantuan dari proyek. Yang kedua : proyek telah memalsukan data, dengan mengganti nama Ester menjadi Magda dan Josua menjadi Matius. Walaupun sudah cukup alasan untuk mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut, saya tetap berusaha menenangkan hati sambil mencari akal bagaimana saya harus membuka fakta-fakta penyimpangan tanpa melalui perselisihan. Secepat kilat saya menyusun daftar 10% anak yang ditetapkan sebagai sample untuk dikunjungi, dengan menyertakan kedua nomor misterius itu. Begitu bendahara datang sayapun segera melakukan cash opname dan memeriksa semua bukti transaksi. Siang harinya saya menyerahkan daftar sample kunjungan kepada pimpro.Ini daftar anak-anak yang harus dikunjungi. Tolong siapkan ID card dan kartu pelayanan masing-masing anak pinta saya Wah Bu, ini ada anak-anak yang tinggal di atas gunung yang sulit dijangkau. Bolehkah kami mengganti beberapa anak dalam daftar ini dengan anak-anak yang lain ? tanya pimpro dengan raut muka yang tidak jujur. Daftar itu dibuat oleh staf kantor pusat Jakarta, kita tinggal melaksanakan saja jawab saya sambil berkata dalam hati Lu nggak tahu ya, kalau staf kantor pusat yang membuat daftar itu ada di depan lu ! Tapi medannya sulit untuk dikunjungi, Bu ! kilah pimpro. Ya, itu resiko dari pelayanan. Kalau kita sudah berani memutuskan untuk melayani anak-anak yang tinggal di puncak gunung, kitapun harus berani untuk ke
JNM * Miskin Tidak Harus Mengemis -9
From: MundhiSabda Lesminingtyas [EMAIL PROTECTED] Miskin Tidak Harus Mengemis Bagian 9 (Oleh : Lesminingtyas) Walaupun sudah mengakui dosa karena telah membohongi saya, Pak Aloy tetap saja tidak mau membuka kebohongan tersebut kepada saya. Esok paginya Pak Edy yang menjabat sebagai pimpro mengajak saya berbicara empat mata Bu, Pak Aloy sudah mengakui dosanya. Sekarang apakah Ibu mau mengampuni kesalahan kami ? tanya Pak Edy. Dalam hal apa ? Kalau masalah Pak Aloy yang ngerjain saya kemarin, sudah saya lupakan jawab saya bersahabat. Lalu soal data kami yang tidak benar ? tanya Pak Edy sambil memohon saya untuk maklum. Ya, saya tetap akan mengampuni setelah teman-teman di sini bertobat jawab saya datar. Maksudnya bertobat apa, Bu ? tanya pimpro Buat koreksinya sekarang juga dan jangan sekali-sekali membuat data yang tidak benar lagi! jawab saya tak bisa ditawar Jadi, untuk kasus Matius dan Magda bagaimana, Bu ? tanya pimpro masih saja ingin mendapatkan kebijaksanaan. Sesuai kebijakan, kedua nomor tersebut harus dinonaktifkan dan diganti dengan anak-anak lain yang lebih membutuhkan. Terserah dari mana proyek akan mendapatkan dana, yang jelas hak Sumini dan teman-temannya harus dikembalikan. Mengalihkan bantuan tanpa persetujuan yang bersangkutan untuk diberikan orang lain yang tidak berhak, sama saja dengan mencuri jawab saya tegas. Wah, kalau seperti itu, Ibu tidak bijaksana kata pimpro agak tegang Sekarang terserah kalian ! Kalau mau jujur, patuh pada kebijakan dan aturan main seperti dalam perjanjian kerja sama, kalian bisa dengan suka rela menonaktifkan anak-anak yang tidak berhak. Kalau keputusan itu diambil, saya akan membuat laporan sebijaksana mungkin. Tetapi kalau kalian tetap mempertahankan kebohongan-kebohongan yang selama ini dilakukan, maka saya tidak punya pilihan lain. Saya akan membuat laporan apa adanya dan terserah direktur saya yang akan memutuskan apakah proyek ini dilanjutkan atau tidak saya memberikan opsi Apakah tidak ada pilihan lain, Bu ? Pak Edy berusaha menawar Tidak ada lagi. Memang cuma ada 2 pilihan. Kalau teman-teman di sini jujur dan kooperatif, percayalah bahwa saya akan memperjuangkan keberlangsungan kerja sama proyek ini. Tetapi kalau teman-teman masih saja hidup dalam kebohongan, apalagi mengambil hak orang lain, asal tahu saja ya, sayalah orang pertama yang akan mengusulkan proyek ini ditutup sesegera mungkin Kami mengerti Bu ! Tapi kami tidak berani mengosongkan nomor anak-anak dari keluarga pengurus yayasan. Mereka itu khan atasan kami. Mereka sangat menentukan nasib kami, Bu kata pimpro memohon pengertian saya. Tapi akuntabilitas proyek juga sangat menentukan nasib kalian di sini lho ! Kalau masalahnya hanya karena kalian nggak berani ngomong, itu sih gampang ! Yang penting kalian sepakat bahwa tindakan proyek itu merupakan pelanggaran dan mulai sekarang tidak boleh terjadi lagi. Masalah dengan Pak Anton, saya akan mencoba menyelesaikannya saya berjanji. Sebelum mengakhiri tugas audit, biasanya kami melalukan exit conference dengan pengurus yayasan, staf pelaksana proyek dan badan perwakilan penerima bantuan yang idealnya berfungsi mirip dengan DPR. Dalam pertemuan tersebut biasanya saya akan menyampikan temuan-temuan audit dan bersama-sama dengan mereka mencari solusi pemecahan untuk diusulkan kepada direktur saya di Jakarta. Namun untuk tidak mempermalukan pengurus yayasan di depan para penerima bantuan, terlebih dahulu saya mengajak Pak Anton untuk berbicara empat mata. Pak Anton, saya senang sekali bisa bersahabat dengan Pak Anton sekeluarga. Saya berharap sebagai anak-anak Tuhan, kita terus bersaudara dan saling mendukung saya memulai pembicaraan. Karena umur saya jauh lebih muda dari Pak Anton, saya berharap Pak Anton bisa menjadi saudara tua saya. Kalau sekiranya Pak Anton tahu saya punya kesalahan, saya ingin Pak Anton memberikan koreksi dan masukan demi kebaikan saya. Sebaliknya kalau ada sesuatu yang sekiranya kurang pas dengan Pak Anton, saya berharap Pak Anton mau menerima koreksi dari saya; saudara seiman Pak Anton lanjut saya. Tentu saja ! Saya senang kalau Bu Ning mau menjadi saudara kami kata Pak Anton Saya akan senang kalau Bu Ning mau memberikan koreksi demi kebaikan dan keberlanjutan kerja sama proyek kita lanjutnya. Sebenarnya operasional proyek dan dampak pelayanan di sini sudah cukup bagus. Dan saya akan melaporkan kepada direktur saya tentang hal-hal positif yang saya temukan di sini. Tetapi supaya saya tidak berbohong dan membuat laporan palsu, saya mohon bantuan Pak Anton untuk melakukan koreksi-koreksi sebelum pertemuan dengan para penerima bantuan dilakukan. Yang pertama : sebagaimana kita tahu bahwa falsafah saluran air, dimana ketika menyalurkan air menjadi basah tidak berlaku dalam kerja sama lembaga kita. Beberapa pasal dalam perjanjian kerja sama menyebutkan bahwa keluarga pengurus dan staf pelaksana proyek tidak diperbolehkan menerima bantuan. Oleh sebab itu,
JNM * Miskin Tidak Harus Mengemis -10
From: MundhiSabda Lesminingtyas [EMAIL PROTECTED] Miskin Tidak Harus Mengemis Bagian 10 (Oleh : Lesminingtyas) Tugas saya di Kalimantan Barat yang berikutnya adalah mengakhiri kerja sama dengan sebuah yayasan sosial yang cukup besar yang berada di bawah bendera Katolik. Lembaga saya memutuskan untuk mengakhiri kerja sama karena setelah proyek kemanusiaan di daerah Putusibau dan Bukit Batu berjalan beberapa tahun, ditemukan penyelewengan di tingkat staf pelaksana proyek dan badan perwakilan penerima bantuan. Sebenarnya para pendahulu saya telah menawarkan beberapa alternatif pemecahan tetapi tampaknya tidak ada itikad baik dari pihak-pihak yang terlibat. Saat para pendahulu saya mencoba meminta pertanggungjawaban dari yayasan mitra kerja, para pengurusnyapun kurang serius menanggapinya. Mungkin hal ini disebabkan karena lembaga saya tidak pernah memberikan biaya operasional maupun insentif kepada yayasan. Kebijakan ini sepertinya tidak adil karena yayasan harus merogoh kocek sendiri untuk keperluan pengawasan dan pengendalian proyeknya. Tetapi berangkat dari semangat kemitraan, yayasan yang bermitra dengan lembaga kami seharusnya menyadari bahwa proyek kemanusiaan tersebut merupakan program bersama yang idealnya dibiayai secara bersama pula. Lagi pula dari sejarah pembentukannyapun, jelas bahwa pelayanan lembaga saya ada di daerah tersebut hanya sebagai pendukung yayasan mitra untuk mewujudkan visi dan misinya. Kami memandang hubungan kerja sama itu seperti layaknya hubungan suami istri, dimana proyek sebagai anak dari hasil kerja sama yayasan dengan lembaga saya, sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama termasuk dalam hal pembiayaan, minimal untuk biaya pengawasan dan pengendaliannya. Namun karena yayasan mitra kerja tidak memiliki pandangan yang sama, akhirnya para pendahulu saya dibiarkan kelimpungan sendiri menghadapi para pelaksana proyek dan badan perwakilan penerima bantuan yang telah bersekongkol menyalahgunakan dana kemanusiaan. Sikap yang kurang kooperatif dari pihak-pihak yang terlibat telah membiarkan kesempatan yang diberikan oleh para pendahulu saya, itu berlalu tanpa tindakan nyata dan itikat baik mereka. Tidak ada pilihan lain, demi melindungi hak anak-anak miskin, salah satu senior saya telah memaksa pihak-pihak yang terlibat untuk membuat pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan dana yang ditulis di atas kertas segel, disertai dengan jaminan berupa setifikat tanah. Hal itu dilakukan untuk memaksa mereka mengembalikan dana yang telah diselewengkan, kalau mereka tidak ingin tanahnya dilego atau diserahkan kepada anak-anak yang haknya telah diambil. Tindakan tegas senior saya bukan membuat mereka jera, tetapi sebaliknya mereka makin berulah dengan memprovokasi para penerima bantuan dan mendeskreditkan lembaga kami. Suasana benar-benar panas dan tidak pernah ada titik temu.Untuk melindungi hak anak-anak dan juga untuk menjaga kepercayaan sponsor, lembaga sayapun memutuskan untuk menahan dana sambil menunggu proses penyelesaian masalah oleh pengurus yayasan mitra kerja. Untuk menjaga kredibilitas dan akuntabilitas lembaga, beberapa managerpun ditugaskan untuk menyelesaikan masalah ini. Tetapi pihak yayasan tidak menujukkan itikad baik sehingga kesepakatan untuk pemecahan masalahpun tidak pernah tercapai. Lembaga kami tidak punya pilihan lain, selain mengusulkan perpanjangan penahanan dana. Karena kebijakan dari kantor pusat kami di Amerika, hanya membolehkan kantor nasional untuk menahan dana dalam waktu 2 bulan saja, penahanan dana untuk bulan ketiga dan selanjutnya dilakukan di tingkat kantor pusat di Amerika. Setelah 8 bulan dana tertahan, kantor pusatpun mendesak kami untuk segera menyelesaikan masalah proyek tersebut. Karena tidak ada satu pihakpun yang bisa menjamin bahwa dana yang akan kami salurkan 100% bisa sampai ke tangan anak-anak dan keluarga yang berhak, maka lembaga kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi, kecuali angkat tangan. Bagi lembaga kami lebih baik kehilangan satu proyek dari pada harus kompromi dengan ketidakjujuran yang pada akhirnya akan mengurangi kepercayaan sponsor. Memang jauh sebelum bangsa Indonesia disadarkan untuk menolak KKN, lembaga saya sudah lama menyatakan perang dengan apa yang disebut ketidakjujuran, kolusi, korupsi dan nepotisme. Kami sungguh menyadari bahwa modal kami sebagai lembaga penyalur dana dari sponsor hanyalah integritas, kredibilitas dan akuntabilitas lembaga yang juga harus tercermin dari setiap gerak stafnya. Kalau ketiga hal tersebut sampai cacat, musnah sudah masa depan kami. Saat direktur menugaskan saya untuk mengakhiri kerja sama itu, saya kembali lagi bertanya kepada Tuhan Tuhan, apakah bumi Khatulistiwa ini merupakan Kanaan tanah yang Kaujanjikan, ataukan Babel negri pembuangan ? Saya benar-benar dalam situasi sulit, ibarat maju kena mundurpun apalagi lebih kena. Kalau maju, saya harus siap dengan sambutan mandau dan amarah yang tak berujung