*Sejarah Puasa*


Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin
di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman,
sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan
amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu.


Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin
di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman,
sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan
amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu.


Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:



1.     Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan
maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta

2.     Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah
dikisahkan Allah dalam Al-Qur'an, surat Maryam ayat 26 :

"Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya
aku telah bernadzar berpuasa untuk tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak
akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini" (Q.S. Maryam :26).

3.     Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa
yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa
kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan
oleh masing-masing kaum tersebut.

4.     Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia
mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya
baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga
memberatkan kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan
aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.


HIKMAH PUASA


Diwajibkannya puasa atas ummat Islam mempunyai hikmah yang dalam. Yakni
merealisasikan ketakwaan kepada Allan swt. Sebagaimana yang terkandung dalam
surat al-Baqarah ayat 183:
"Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalain bertakwa."


Kadar takwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan. Al-Baqarah ayat 185 :



"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan
bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu".
Ayat ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi mengapa puasa diwajibkan
di bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah
puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah
dan yang diistimewakan Allah dengan dengan menurunkan kenikmatan terbesar di
dalamnya, yaitu al-Qur'an al-Karim yang akan menunjukan manusia ke jalan
yang lurus. Ramadhan juga merupakan pengobat hati, rahmah bagi orang-orang
yang beriman, dan sebagai pembersih hati serta penenang jiwa-raga. Inilah
nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang yang mendapat
petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan sore.


Bila puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu, maka adakah puasa yang
diwajibkan atas umat Islam sebelum Ramadhan?


Jumhur ulama dan sebagian pengikut Imam Syafi'i berpendapat bahwa tidak ada
puasa yang pernah diwajibkan atas umat Islam sebelum bulan Ramadhan.
Pendapat ini dilandaskan pada hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh
Mu'awiyah :


"Hari ini adalah hari Asyura', dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian.
Siapa yang mau silahkan berpuasa, yang tidak juga boleh meninggalkannya."


Sedangkan madzhab Hanafi mempunyai pendapat lain: bahwa puasa yang
diwajibkan pertamakali atas umat Islam adalah puasa Asyura'. Setelah datang
Ramadhan Asyura' dirombak (mansukh). Madzhab ini mengambil dalil hadisnya
Ibn Umar dan Aisyah ra.: diriwayatkan dari Ibn 'Amr ra. bahwa Nabi saw.
telah berpuasa hari Asyura' dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk
berpuasa pada hari itu. Dan ketika datang Ramadhan maka lantas puasa Asyura'
beliau tinggalkan, Abdullah (Ibnu 'Amr) juga tidak berpuasa". (H.R.
Bukhari).


"Diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan
puasa Asyura' pada masa jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk
berpuasa hari Asyura' sampai diwajibkannya puasa Ramadhan. Dan Rasul
berkata, barang siapa ingin berpuasa Asyura' silahkan berpuasa, jika tidak
juga tak apa-apa". (H.R. Bukhari dan Muslim).


Pada masa-masa sebelumnya, Rasulullah biasa melakukan puasa Asyura' sejak
sebelum hijrah dan terus berlanjut sampai usai hijrah. Ketika hijrah ke
Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa (Asyura'),
beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan manyerukan ke ummatnya untuk
melakukan puasa itu.


Hal ini sesuai dengan wahyu secara mutawattir (berkesinambungan) dan ijtihad
yang tidak hanya berdasar hadis Ahaad (hadis yang diriwayatkan oleh tidak
lebih dari satu orang). "Ibn Abbas ra. meriwayatkan: ketika Nabi saw. sampai
di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi sedang melakukan puasa
Asyura', lalu beliau bertanya: (puasa) apa ini? Mereka menjawab: ini adalah
hari Nabi Saleh as., hari di mana Allah swt. memenangkan Bani Israel atas
musuh-musuhnya, maka lantas Musa as. melakukan puasa pada hari itu. Lalu
Nabi saw. berkata: aku lebih berhak atas Musa dari kalian. Lantas beliau
melaksanakan puasa tersebut dan memerintahkan (kepada sahabat-sahabatnya)
berpuasa. (HR. Bukhari).


Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriyah, maka
lantas, sebagaimana madzhab Abi Hanifah, kewajiban puasa Asyura terombak
(mansukh). Sedang menurut madzhab lainnya, kewajiban puasa Ramadhan itu
hanya merombak kesunatan puasa Asyura'.


Kewajiban puasa Ramadhan berlandaskan Al-qur'an, Sunnah, dan Ijma.



"Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar, bahwasanya dia mendengar Rasulullah
saw bersabda: Islam berdiri atas lima pilar: kesaksian tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan
zakat, haji ke Baitullah (Makkah) dan berpuasa di bulan Ramadhan."


Kata 'al-haj' (haji) didahulukan sebelum kata 'al-shaum' (puasa), itu
menunjukkan pelaksanakaan haji lebih banyak menuntut pengorbanan waktu dan
harta. Sedang dalam riwayat lain, kata 'al-shaum' didahulukan, karena
kewajiban puasa lebih merata (bisa dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam)
dari pada haji.


Kewajiban puasa Ramadhan sangat terang. Barang siapa yang mengingkari atau
mengabaikan keberadaannya dia termasuk orang kafir, kecuali mereka yang
hidup pada zaman Islam masih baru atau orang yang hidup jauh dari ulama.


DEFINISI PUASA


Secara etimologi, puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara
dan perbuatan. Seperti yang ditunjukkan firman Allah, surat Maryam ayat 26 :


"Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa demi Tuhan yang Maha Pemurah,
bahwasanya aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari
ini". (Q.S. Maryam : 26)


Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan dari hal-hal yang
membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa. Sebagian ulama
mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat
kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenarnnya
matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib dilakukan,
adakalanya karena telah melihat hitungan Sya'ban telah sempurna 30 hari
penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya'ban. Sesuai dengan
hadits Nabi saw.


"Berpuasalah dengan karena kamu telah melihat bulan (ru'yat), dan berbukalah
dengan berdasar ru'yat pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah
Sya'ban menjadi 30 hari."***


=================
Diambil dari buku "Pilar-pilar Islam dalam al-Sunnah" karya Prof. Dr. Umar
Hasyim, oleh M. Rofiq Mu'allimin.

Reply via email to