Salam, Silakan mengambil pelajaran, wahai teman2ku tersayang ...
Hidayat ---------- Forwarded message ---------- From: rahmat_nursamsu <[EMAIL PROTECTED]> Date: Fri, Oct 31, 2008 at 11:45 AM Subject: dari santribuntet.wordpress.com postingan dari blog http://santribuntet.wordpress.com/2007/12/29/sumpah/ sy copas mudah2an bermanfaat ---------------------------- Peringatan: Cerita ini cukup panjang. Sok bikin cerpen atas permintaan Kang Al Jupri disemangati Kang Sawali dan disupport ilmu oleh Bang Ersis lalu terinspirasi jalan cerita Hanna. Tapi susah bikin ending jadi kepanjangan. Maafkanlah. Tapi saya bikin sinopsisnya (singkat cerita) di belakang. Isunya sih cukup lama tapi ini adalah kejadian nyata. Hanya alur cerita dan tokohnya disamarkan. Pagi ini Danang bangun telat sekali. Matahari sudah hampir nongol. Ia tidak bisa shalat sepagi biasanya kemudian melakukan wirid dan membaca dzikir hingga terbit matahari. Apalagi ikut shalat jamaah di mushola samping kostanya di Purwokerto. Semalam ia diadili oleh senat mahasiswa di kampusnya. Karena Danang dianggap mahasiswa pembawa ajaran sesat. Bukan itu saja ia pun dituduh kafir dan musyrik. Sehabis shalat subuh, Danang tidak beranjak seperti biasanya. Pagi itu, Danang malas memberesi buku-buku yang berserakan di kamarnya. Matanya berat sekali. Ia justru merebahkan kembali badannya, berharap bisa tidur kembali. Sebab semalam hingga pukul 21.00 WIB masih di senat disidang oleh teman-temannya. Matanya masih saja tak mau terpejamkan. Ia masih terngiang-ngiang dengan sumpah yang telah diucapkannya di hadapan mahasiswa di kampus, tadi malam. Sebuah sumpah yang berani diucapkan dengan konsekwensi yang cukup berat sekali. Tetapi atas nama keyakinan, Danang berani bersumpah dengan penuh keberanian. Langit-langit kosannya ia pandangi lama sekali. Tapi matanya tak mau terpejam. Tiba-tiba, sambil tiduran melihat gambar yang jelas sekali, seperti TV flat yang dipasang di langit-langit. Ia perhatikan gambar teman-temanya yang mengkafir-kafirkannya. Abu Jari, Abu Geha dan Ibnu Amak. Tiga orang inilah yang memfonis saya sesat. "Danang, kau ini pembawa ajaran sesat!" Suara Abu Jari begitu membahana, membuat Danang kaget sekali. Namun setelah membentak ia mengelus-elus jenggotnya. "Tahu kah kamu, di kampus ini harus steril dari bid'ah. Saya sebagai "polisi syariat" di kampus ini bertanggung jawab setiap bid'ah yang merajalela di sini. Kampus ini harus bersih dari semua itu. Harus menjadi contoh di masyarakat. Tidak boleh dicemari polusi bid'ah. Tidak boleh satupun mahasiswa atau pengurus senat memiliki ajaran yang mendukung bid'ah. Jika masih tetap melakukannya maka konsekwensinya dikeluarkan." Danang kaget bukan kepalang. Bukan masalah ancaman dikeluarkan dari kampusnya tapi karena ia merasa apa yang ia lakukan itu tidak salah dan boleh hukumnya. Marhabanan bersama teman-teman santri di masjid kampus setiap malam Jum'at dan diawali yasinan, semata-mata untuk bisa bersilaturahmi antar santri yang sudah jadi mahasiswa di sini. Ini kan sekedar pancingan saja agar teman-teman santri kampus itu bisa kumpul bareng untuk belajar bersama dan menjalin silaturahmi seperti juga di pondok dulu. Jadi kenapa masalah teknik dan montase dalam berdakwah disalahkan. Dulu para Wali bisa membawa kultur wayang dan tembangan serta nyanyian. Namun cara ini sangat efektif. Jika itu bid'ah sesat ya pasti dihindari lah, sebagaimana meinum-minuman keras. Yasinan dan semua aktivitas yang saya lukukan itu sudah berakar saat saya mondok. Yasinan tidak lain hanyalah kegiatan baca quran biasa; Marhabanan tidak lain adalah pembacaan sastra berbahasa arab yang ditulis dalam bentuk bait-bait cerita sejarah Rasulullah saw. Sedangkan tahlilan tidak lain merupakan bacaan ayat quran, membaca "laa ilaaha ilallah" lalu di akhiri doa untuk bapak/ibu kami yag sudah meninggal dan untuk para arwah yang sudah mendahului.Perkara diterima atau tidak, itu urusan Gusti Allah. Lagi pula kyai-kyai saya dan juga para ulama, para wali sebelumnnya melakukan semua itu. Jika itu salah, dan dianggap seperti minum-minuman keras, mungkin sudah dilarang di pondok saya dari dulu. Aku heran kenapa orang-orang kota ini begitu kasar kata-katanya dan membenci semua amalan itu. Batin Danang memberontak "Danang!, kenapa kamu diam saja!" semprot Abu Jari karena dilihatnya bengong" "Laporkan ke MUI saja biar dibuat fatwa dan kita bisa memperkarakannya ke polisi!" Teriak salah satu mahasiswa di antara ratusan yang hadir mengelilingi Danang. "Baiklah teman-teman sekalian, saya ingin sampaikan satu hal saja. Saya tidak ingin berdebat untuk masalah ini. Saya tegaskan bahwa apa yang saya lakukan itu semata-mata hanyalah tradisi kami di pesantren. Jika mengganggu kalian dan dianggap sebagai perbuatan kaum musyrik, Berarti kalian yang buta agama! Tapi saya ingatkan bahwa saya tidak akan keluar dari kampus ini, dan saya akan melakukan banding hukum jika saya diperkarakan. Saya tidak akan menghentikan kegiatan yang diyakini menurut kami benar!" Hadirin tersentak kaget atas pernyataan Danang itu. "Bagaiaman jika apa yang kamu lakukan itu adalah salah?" kata Abu Jari meledek. "Jika salah mungkin para wali, para syaikh kami dan kyai-kyai ulama tidak mengajarkan praktek yang kalian anggap bida'ah sesat. Tapi yang dajari kami adalah jangan berbohong, jangan takabur, hindari tidak menepati janji, menghina orang lain, sering-sering membantu orang lain, jangan mabuk-mabukan, mencuri dan melakukan maksiat lainya." "Apakah kamu berani bersumpah bahwa apa yang kamu lakukan itu benar?" Kata Abu Jari sang ketua Senat menegaskan. "Saaaayaaaa beraaani bersumpah!, jika apa yang saya lakukan itu adalah benar!" jawabnya dengan suara dilambatkan. "Baiklah silahkan Anda bersumpah." Kata ketua Senat. Tiba-tiba saja hadirin berlarian menempati tempat duduk di kelas itu satu persatu dan terdiam. Rupanya rektor kampus ini datang di ruangan senat mahasiswa. Semua hadirin terdiam dan yang semula berdiri mengelilingi Danang yang tengah diadili, satu-persatu pada bringsut dan duduk di bangku masing-masing. Tetapi tiga orang yang mengadili itu tetap duduk berhadapan dengan Danang. "Assalamu'alaikum Pak Rektor", kata Abu Jari dan kedua temannya sambil senyum membungkuk. "Wa'alaikum salam. Ya silahkan duduk saya sudah dengar semuanya. Saya kemari ingin menuntaskan masalah kalian. Karena saya capek mendengar setiap ada perbedaan masalah furuiyah kalian sebagai pengurus senat, saya dengar melarang semua itu." jelas rektor. Rupanya, diam-diam rektor diberi tahu oleh mahasiswa bahwa di ruangan ini ada sidang masalah bid'ah. Untungnya kampus modern itu dilengkapi CCTV dan semuanya direkam, sehingga rektor universitas ini bisa mengikutinya. Namun saat hendak bersumpah rektor hendak menyudahi masalah itu. "Begini….," lanjut rektor "Saya memang tidak ingin saudara Danang itu dihakimi seperti ini hanya karena keyakinan yang berbeda." Kata rektor mengawali pembicaraan. "Tapi kan pak…" "Sebetar! saya belum selesai bicara" "Jika kalian mengambil sumpah kepada Saudara Danang, maka kalianpun harus juga bersumpah pula bahwa apa yang kalian yakini, bahwa segala yang dilakukan dan diamalkan setiap hari oleh kawan-kawan Danang itu adalah salah. Berani?" tanya rektor menirukan iklan 3 (tri). "Baik pak saya berani!" kata ketiga orang pengurus senat ini. "Silahkan Danang lebih dulu bersumpah" "Wallahi, saya bersumpah bahwa apa yang saya lakukan seperti Tahlilan, Marhabanan, di masjid kampus ini juga Ziarah Kubur adalah benar, dan saya siap menerima hukuman dari Allah swt apapun bentuknya." sumpah itu dirasakan Danang keluar dari dalam hatinya hingga merinding bulu kuduknya. Ia teringat bagaimana kyaiinyadi pesantren, ia teringat para makam para wali yang sseringkali ia ziarahi dan membaca quran di sana. Ia pun teringat jelas orang-orang yang sering melakukan marhabanan di masjid di pesantren. Semua itu memberikan kekuatan untuk mau bersumpah. "Sekarang kamu bertiga, silahkan bersumpah" ""Wallahi, saya bersumpah bahwa yang lakukan seperti Tahlilan, Marhabanan, Ziarah Kubur dan Tahlil adalah perpuatan yang tidak dirodoi Allah swt dan bida'ah yang sesat. Dan saya siap menerima hukuman dari Allah swt apapun bentuknya." Semua hadirin merasa kaget dengan sumpah-sumpahan di kampus itu. Untunglah pak Rektor yang bijaksana itu akhirnya menantang kedua kubu untuk melafalkan sumpahnya. Dengan disaksikan ratusan mahasiswa dan Rektor menjadi sebuah perhelatan sumpah yang entah efektif atau tidak. Yang jelas semua pada bubar, dan besoknya seperti tidak ada kejadian apa-apa di kampus itu. *** Desa Sambilata yang biasanya sepi dan senyap jika malam hari, terlihat orang berlarian menuju arah belakang masjid desa. Di situ ramai sekali orang berlarian. Asap membumbung terlihat dari sudut desa itu karena ditimpa oleh cahaya listrik yang dipancarkan dari lapangan sepakbola kebanggaan masyarakat Jawa Tengah itu. Dari pematang sawah itu, jelas sekali ada rumah yang terbakar. Benar saja, saat Abu Jari sampai di tikungan terakhir masuk kampung itu, kira-kira 100 meter dari rumahnya, terlihat orang berteriak, kebakaraan… kebakaran… dan Abu Jari berharap rumah itu bukan miliknya. Tetapi harapan itu kandas. Kini rumahnya terbakar habis tampa sisa. Ia berlari agar segera sampai di tempat kejadian perkara. Rumah itu sudah ludes, api sudah mengecil, terlihat barang-barang miliknya habis dilalap api. Mobil kijang yang dibeli kredit tahun lalu kini tinggal bangkai. Perabotan rumah yang ia beli untuk keluarganya pun sudah menjadi abu. Tiba-tiba tulangnya tidak mampu menahan beban deritanya. Orang-orang membawa Abu Jari ke rumah sakit. Atas pertolongan dokter, penyakit darah tingginya bisa diatasi. Namun belum selesai ia keluar dari rumah sakit, terlihat orang-orang berlarian para suster dan dokter dibuat kalang kabut. Di ruangan yang tidak jauh dari pintu keluar, tepatnya di ruangan gawat darurat ada lima kereta pasien tengah didorong dari dua mobil ambulans yang datang meraung-raung. Terlihat jelas tiga orang dewasa dan satu anak kecil semuanya pingsan tidak bergerak. Kelima pasien ini langsung dimaskukkan dalam gawat darurat. Darah tanpak terlihat dari sekujur tubuhnya. Abu Jari mau pulang tapi terasa berat sekali. Ia coba melihat dari jauh karena sepertinya ia kenal tahi lalat di pipinya. Ia berharap bukan isterinya. Dengan penasaran ia minta kepada suster untuk mengehentikan kereta pasien itu. "Alllllaaaahu Akbar" teriak Abu Jari. "Mamaaaa…" teriakan kedua ini cukup membuat Abu Jari jatuh pinsan. Kelima orang yang masuk rumah sakit ini adalah keluarga Abu Jari semuanya. Kedua orang tua Abu Jari dan Mimin isterinya meninggal. Kedua anaknya yang masih SD dirawyat karena luka yang cukup parah, namun akhirnya dua-duanya meninggal. Kejadian itu awalnya mereka tengah berlibur di Yogyakarta sepulang dari liburan mobil ini tabrakan dan semuanya meninggal dunia. *** Kehidupan Abu Jari pasca sumpah itu benar-benar tragis. Kini hanya sebatang kara. Kelurga dan harta bendanya meninggalkannya. Ia berpikir apakah saya salah dalam bersumpah. Diam-diam ia menyesali sumpah kemarin di kampus itu. Lalu ia berusaha untuk mendatangi kyai-kyai di Jawa. Makudnya iangin berdialoag tentang dunia pesantren dan segala liku-liku ajaran yang saya anggap sesat itu. Ia tidak puas satu kyai dan ia kunjungi kyai lain sepanjang Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tapi semuanya menjawab sama. "Kamu rupanya termakan sumpah" Kata kyai Holil di Surabaya. Sudah ada 10 kyai ia datangi dan semuanya berkata begitu dan semuanya sepakat agar saya minta maaf kepada Danang. "Saya sudah maafkan semuanya, karena memang saya tidak punya prasangka apa-apa." Jawab Dananga kepada Abu Jari saat berkunjung ke rumahnya meminta maaf. Kini, Abu Jari justru kebalikan dari Danang. Ia paling getol ziarah, paling suka datang ke para ulama untuk menimba ilmu-ilmu yang selam ini ia dapatkan hanya dari buku-buku terjemahan dan doktrin-doktrin bid'ah dari khutbah Jumat dan pengajian doktriner. ———————————— Kesimpulan Cerita dari fakta berikut: Danang (nama samaran) dan Ketua Senat di Kampus Purwokerto (ini kejadian benar) berawal dari debat masalah perbedaan furuiyah yang biasa dilakukan oleh orang-orang NU. Danang tidak banyak mengetahui dalil-dalilnya dan tidak mau berdebat masalah ini sebab amalan itu sudah turunan dari para kyai dan tidak mempermasalahkannya jika mau dikerjakan atau tidak. Tetapi Sang Ketua senat itu sangat meyakini bahwa apa yang dilakukan Danang itu salah total dan harus dihindari. Karennya keduanya bersumpah demi Allah swt dan siap menerima resiko apapun dari Allah atas segala keyakinannya. . Tapi malangnya, konsekwensi sumpah itu justru menimpa ketua Senat rumah kebakar dan keluarganya meninggal semua akibat kecelakaan. Atas semua cerita ini tidak bermaksud untuk menguatkan dalil tentang prilaku yang dituduh bid'ah ini. Ini hanyalah pengalaman rohani seseorang, belum tentu cocok dengan yang lain. Plis deh ah… Wallahu a'lam. Ini adalah cerita saya hadiahkan buat kang Al Jupri yang menyuruh saya bercerita. Mudah-mudahan ada manfaatnya.