Aksi Bodoh Pelepasan Hewan Sebagai Tindak Kasih Sayang   Oleh Kelvin Wong, The 
Buddhist Channel, May 26, 2005 Diterjemahkan oleh Jimmy Lominto
Singapore – Melepaskan hewan merupakan praktik tradisional Buddhis. Aksi ini 
mungkin diilhami sumpah untuk menyelamatkan semua makhluk dari penderitaan, 
yang secara insidental juga membantu orang yang bersangkutan memperoleh jasa.

Kasih sayang katanya adalah kebodohan jika tidak disertai kearifan. Kearifan 
tidak timbul dari merasa ”aku pikir aku melakukan hal yang benar”, melainkan 
muncul dari studi yang seksama serta memahami konsekuensi tindakan kita. Dalam 
hal ini, kala kita melepaskan hewan dari kungkungan mereka, apakah kita sudah 
pasti tindakan kita didasarkan atas perenungan yang arif, selain belas kasih 
kita? 

Sebagaimana Buddha mendorong suku Kalama (dalam Kalama Sutta) untuk menyelidiki 
semua ajaran dan tradisi, Buddhis sekarang didorong untuk menyelidiki tradisi 
pelepasan hewan ini, untuk mengetahui apakah aksi mereka merupakan perbuatan 
yang layak dijalankan. 

Aksi melepas burung dengan sendirinya telah memunculkan industri untuk hal 
tersebut. Untuk sebuah agama yang berbicara tentang kasih sayang, janggal 
tampaknya aksi kita malah menghasilkan industri penangkapan burung di alam 
liar, mengurung mereka dalam kandang kecil dan penuh sesak (biasanya dengan 
banyak burung lain) dan kemudian mengijinkan orang untuk membeli burung-burung 
itu dan melepaskan mereka kembali ke alam bebas, sehingga kita ”manusia” bisa 
merasa bahwa kita telah melakukan perbuatan baik. 

Salah satu metode penangkapan burung yang digunakan para penjual itu adalah 
memasang jala di sepanjang hutan. Saat terbang melintas burung-burung itu 
tersangkut di dalamnya. Tidak seperti jala yang digunakan untuk kebutuhan 
riset, banyak jala yang digunakan bertujuan untuk melukai. Burung-burung yang 
terjerat seringkali melukai atau menguras habis diri mereka saat berusaha 
mati-matian melepaskan diri. Waktu penangkap burung datang dan mengumpulkan 
burung, burung-burung itu sudah kelelahan atau kelaparan. Banyak yang mati di 
jala atau saat diangkut ke pasar.     

Burung-burung yang masih hidup kemudian dijejalkan ke dalam kandang yang penuh 
sesak dengan banyak burung lain, kerap dalam kondisi yang tidak higenis. Kita 
bahkan tidak tahu apakah para penjual memberi makan burung-burung itu.  Karena 
kondisi yang penuh sesak, beberapa dari burung-burung itu berkelahi dalam 
kandang. Beberapa mati lemas atau berdarah hingga mati karena perkelahian itu. 
Pada saat orang datang membeli burung-burung itu untuk dilepaskan, mereka sudah 
menderita selama beberapa hari. Jadi, untuk setiap ekor burung yang dilepaskan, 
kemungkinan ada sekitar lima ekor lain yang mati. 

Perbuatan-perbuatan kejam itu tidak sebatas pada burung saja, tapi juga pada 
banyak spesies lain seperti ikan, bulus, dan kura-kura. Untuk menangkap mereka, 
beberapa penjual merusak atau meracuni habitat mereka, beberapa dipisahkan dari 
kawanan mereka atau seluruh kawanan dibunuh. Misalnya ikan laut (yang bukan 
ternakan), banyak yang ditangkap oleh nelayan setempat dengan menggunakan 
dinamit atau racun sianida. Dalam prosesnya, habitat mereka dihancurkan, 
sehingga membuat ikan-ikan yang belum tertangkap menderita dan hidup di 
lingkungan yang beracun. Banyak pemilik toko yang membeli ikan dan binatang itu 
masa bodoh akan sumber binatang itu  atau metode-metode yang digunakan untuk 
menangkap mereka. Yang jelas, perhatian utama mereka adalah hasil akhirnya 
alias duit. 

Beberapa dari kita mungkin merasa oke-oke saja tuch membeli dari restoran 
karena kita secara langsung menyelamatkan makhluk-makhluk dari pembunuhan dan 
perbuatan itu tidak mengganggu ekonomi restoran tersebut. Tapi ironisnya, 
ketika kita membeli ”makanan hidup” manapun dengan niat untuk melahap ataupun 
melepaskannya, perbuatan itu sendiri meneruskan siklus ekonomi yang 
menguntungkan orang-orang yang hidup dari menjual hewan tersebut. Selain itu, 
beberapa dari makanan hidup itu mungkin bukan makhluk asli (endemic) lingkungan 
asli (native) kita. Melepaskan binatang ke lingkungan lain yang mereka tidak 
terbiasa menimbulkan dampak besar pada ekologi setempat atau bahkan pada hewan 
itu sendiri. Jika binatang itu adalah hasil ternakan, mereka normalnya tidak 
akan bertahan hidup di alam liar. 

Sekalipun hewan hidup itu adalah asli daerah kita dan melepaskan mereka tidak 
akan merusak lingkungan, kita tetap perlu bertanya: Bagaimana cara mereka 
ditangkap?   Perbuatan destruktif apa saja yang telah dilakukan sebelum mereka 
tertangkap? Bagaimana mereka diperlakukan di restoran? Sudah berapa lama mereka 
di taruh dalam bak? Pada waktu kita membeli binatang tersebut, mereka telah 
mengalami seluruh tahap penderitaan ini.

Untuk setiap SATU ekor yang kita beli, mungkin lima ekor lainnya mati atau 
menderita dan dua atau tiga ekor lagi menggantikannya. Jika anda membeli seekor 
ikan dari saya, saya tidak akan mengambil seekor saja untuk menggantikannya, 
setidaknya ada tambahan seekor lagi, sehingga saya bisa menjual lebih banyak. 
Oleh karena itu, sungguh naif untuk berpikir bahwa selalu akan seekor 
menggantikan seekor lainnya.

Pesan moral argumen ini bukanlah setuju atau menentang pelepasan binatang, 
melainkan ekonomi di balik aksi itu, yaitu, tindak pertukaran uang agar mereka 
bisa dilepaskan. Manakala kita membayar untuk membeli sesuatu, ini menjadi 
dorongan bagi para penjual untuk meneruskan usaha mereka.

Dilema ini selalu dihadapi para pelestari binatang di tempat seperti Afrika. 
Mereka selalu harus bergumul dengan emosi pribadi mereka untuk tidak membeli 
primata muda (misalnya gorila, simpanse, atau siamang) dari pasar karena begitu 
mereka beli, aksi itu akan memacu para penjual untuk menangkap lebih banyak 
lagi untuk dijual pada para pelestari tersebut. Dan untuk menangkap primata 
muda, biasanya berarti induk semangnya harus dibunuh agar dapat merampas mereka 
dari tangan induk semang mereka. Jadi secara efektifnya, mereka tidak 
melepaskan seekor hewan dengan membelinya dari jalanan, melainkan mematikan dua 
ekor atau lebih karena aksi beli tadi.

Balik lagi ke kampung halaman kita, pecinta hewan sejati tidak membeli piaraan 
mereka dari toko hewan piaraan, mereka mengadopsi piaraan mereka dari tempat 
penampungan hewan. Saya punya teman yang sepupunya sayang anjing dan banyak 
mengambil anjing jalanan untuk diberi makan dan ditampung. Putri dia pikir 
karena ayahnya sangat sayang anjing, maka hadiah ulang tahun terbaik adalah 
membelikan dia seekor anak anjing yang lucu. Bukan saja sang ayah tidak 
bahagia, dia juga sangat marah karena langkah itu. Pecinta hewan sejati tahu 
derita yang harus dialami hewan piaraan dan tidak akan pernah setuju untuk 
membeli seekor pun dari toko, tak peduli seberapa lucu hewan itu.

Bagaimana dengan orang-orang yang nafkahnya tergantung pada penjualan tersebut? 
Tentu saja, hidup sudah pasti tidak mudah bagi siapa pun yang terperangkap 
dalam dilema moral tersebut. Bahkan jauh lebih sulit bagi Buddhis yang arif dan 
berbelas kasih. Ini adalah sesuatu untuk direnungkan secara mendalam bagi semua 
yang peduli, karena memang tidak ada solusi yang cepat. 

Sadar akan konsekuensi perbuatan kita sendiri dan memilih jalur yang tepat, 
mungkin merupakan cara baik untuk memulai. Seperti kampanye LSM terkenal yang 
berbunyi, “Hanya di kala belanja berhenti, derita dan pembunuhan pun akan 
berhenti.”


                
---------------------------------
Do You Yahoo!?
 Yahoo! Small Business - Try our new Resources site!

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Would you Help a Child in need?
It is easier than you think.
Click Here to meet a Child you can help.
http://us.click.yahoo.com/sTR6_D/I_qJAA/i1hLAA/b0VolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to