[Mayapada Prana] 3 Feb
“Imanmu telah menyelamatkan engkau.” (Ibr 12:1-4; Mrk 5:21-43) “Sesudah Yesus menyeberang lagi dengan perahu, orang banyak berbondong-bondong datang lalu mengerumuni Dia. Sedang Ia berada di tepi danau, datanglah seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan memohon dengan sangat kepada-Nya: "Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup."Lalu pergilah Yesus dengan orang itu. Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan berdesak-desakan di dekat-Nya. Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk. Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Sebab katanya: "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh." Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya. Pada ketika itu juga Yesus mengetahui, bahwa ada tenaga yang keluar dari diri-Nya, lalu Ia berpaling di tengah orang banyak dan bertanya: "Siapa yang menjamah jubah-Ku?" Murid-murid-Nya menjawab: "Engkau melihat bagaimana orang-orang ini berdesak-desakan dekat-Mu, dan Engkau bertanya: Siapa yang menjamah Aku?" Lalu Ia memandang sekeliling-Nya untuk melihat siapa yang telah melakukan hal itu. Perempuan itu, yang menjadi takut dan gemetar ketika mengetahui apa yang telah terjadi atas dirinya, tampil dan tersungkur di depan Yesus dan dengan tulus memberitahukan segala sesuatu kepada-Nya. Maka kata-Nya kepada perempuan itu: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!"(Mrk 5:21-34), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sehat dan sakit erat kaitannya dengan beriman dan tidak/kurang beriman; mereka yang tidak atau kurang beriman pada umumnya sedang menderita sakit atau mudah jatuh sakit, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi atau sakit tubuh. Bagi mereka yang sedang menderita sakit kami ajak meneladan ‘seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan’ dengan penyerahan diri berkata :”Asal kujamah saja jubahNya, aku akan sembuh”. Memang kaum perempuan yang sedang menderita sakit, antara lain sakit hati dengan bentuk memusuhi saudara-saudarinya mudah terserang penyakit pendarahan atau ‘blooding’. Asal kujamah jubahNya secara konkret dapat kita wujudkan dengan bersembah-sujud kepada mereka atau apa yang kita musuhi alias berani mengampuni dan mengasihi sebagai perwujudan beriman atau percaya kepadanya. Kutipan Warta Gembira hari ini mengajak dan memanggil kita semua untuk dengan semangat iman hidup bersama, berbangsa, bermasyarakat dan berbangsa; makan dan minum dengan iman, dst.. Aneka perbedaan memang dapat menimbulkan permusuhan yang tumbuh berkembang menjadi penyakit. Yang paling sederhana terkait dengan sehat atau sakit adalah hal makanan dan minuman; jika menghendaki sehat wal’afiat, segar bugar hendaknya menyantap dan menikmati makanan dan minuman yang sehat dan bergizi, bukan hanya yang enak sesuai dengan selera pribadi. Barangsiapa dalam hal makan dan minum hanya mengikuti selera pribadi akan mudah jatuh sakit. Makan dan minum dengan iman artinya jika orang lain makan dan minum apa yang ada tetap sehat dan segar bugar, maka ketika saya juga menikmati makanan dan minuman tersebut pasti akan sehat dan segar bugar, meskipun makanan dan minuman tersebut tidak sesuai dengan selera pribadi. · “Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah” (Ibr 12:2) “Carpe diem” = Nikmatilah hari ini, demikian kata pepatah bahasa Latin. Makna dari pepatah ini hemat saya suatu ajakan untuk dengan semangat iman menghadapi aneka situasi, pekerjaan, kondisi, tantangan dan hambatan, dst. , artinya dalam dan bersama dengan Tuhan kita menghadapi semuanya. Dengan kata lain kita diajak untuk ‘menemukan Tuhan dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Tuhan’. Segala sesuatu yang ada di dunia ini ada, tumbuh berkembang hanya karena dan oleh Penyelenggaraan Ilahi/Tuhan yang memang juga menjadi nyata melalui orang-orang beriman. Maka jika kita mendambakan ‘kesempurnaan hidup’ artinya nanti ketika dipanggil Tuhan/meninggal dunia berarti menjadi satu kembali dengan Tuhan di sorga, hidup mulia selama-lamanya, hendaknya senantiasa menghayati segala sesuatu dalam Tuhan, dengan iman. Marilah kita sa
[Mayapada Prana] 3 Feb
Minggu Biasa IVa: Zef 2:3; 3:12-13; 1Kor 1:26-31; Mat 5:1-12a "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah” Pada awal gerakan akreditasi sekolah-sekolah untuk memberi peringkat sekolah yang bersangkutan sebagai yang disamakan, yang diakui atau yang terdaftar, muncullah aneka macam gerakan dari sekolah-sekolah yang bersangkutan sebagai reaksi akan diselenggarakannya akreditasi. Ada sekolah-sekolah yang berusaha memoles diri antara lain: memperbaiki system administrasi sekolah, penyimpanan arsip, pembersihan atau pengecetan ulang bangunan/gedung, pengadaan aneka macam sarana-prasarana sebagai penunjang proses pembelajaran dst.. Bagi sekolah-sekolah miskin gerakan yang membutuhkan dana atau uang tersebut jelas tidak mungkin jika mengandalkan kekuatan sendiri, maka ada beberapa sekolah berusaha mencari pinjaman, bukan uang melainkan barang atau sarana-prasarana, karena kalau uang sulit mengembalikan, sedangkan barang hanya dipinjam sementara saja dan kemudian segera dapat dikembalikan. Sekolah-sekolah yang nampak lengkap atau sempurna karena pinjaman-pinjaman tersebut ketika diakreditasi memang memperoleh peringkat disamakan atau paling tidak diakui, dengan kata lain sudah dapat berjalan sendiri dengan baik, dan dengan demikian sekolah yang bersangkutan tidak perlu dibantu. Sebaliknya ketika saya menjadi Direktur Perkumpulan Strada di Jakarta, yang mengelola cukup banyak sekolah miskin, kepada sekolah-sekolah tersebut ketika diakreditasi supaya ‘menampilkan diri apa adanya’, dan gerakan yang kami anjurkan adalah gerakan kebersihan lingkungan. Ketika beberapa sekolah Strada yang miskin diakreditasi memang hanya memperoleh peringkat terdaftar, serta perlu dibantu. Maka setelah akreditasi tersebut sekolah-sekolah ini memperoleh bantuan dari pemerintah antara lain berupa dana untuk memperbaiki gedung, prasarana penunjang proses pembelajaran seperti alat-alat laboratorium dst… “Berbahagialah yang tampil apa adanya, miskin di hadapan Allah, karena mereka memperoleh bantuan, memiliki Kerajaan Sorga”. "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat 5:3) Kutipan Warta Gembira/Injil hari ini : “Berbahagialah….” kiranya bagaikan garis besar haluan hidup beriman atau beragama, yaitu panggilan untuk hidup dengan rendah hati. Rendah hati secara konkret antara lain berarti menyadari dan menghayati diri apa adanya, dan kiranya diri kita yang sejati adalah orang yang berdosa, lemah dan rapuh, tanpa bantuan rahmat Tuhan melalui kebaikan sesama dan saudara-saudari kita, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Dengan kata lain segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini merupakan anugerah Tuhan, bukan semata-mata hasil usaha, kerja atau jerih payah kita. Menyadari dan menghayati diri sebagai yang berdosa, lemah dan rapuh berarti senantiasa membuka diri (hati, jiwa, akal budi dan tubuh) terhadap segala kemungkinan dan kesempatan untuk tumbuh berkembang semakin dekat dengan Tuhan dan sasama, seperti orang miskin yang senantiasa siap sedia dan terbuka menanggapi ajakan dan sentuhan dari sesamanya. Pada zaman yang ditandai pertumbuhan dan perkembangan aneka macam sarana komunikasi dan teknologi ini, rasanya kita tidak mungkin lagi hidup menyendiri, mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri sendiri. Jika kita menghendaki hidup bahagia, selamat dan damai sejahtera, maka kita memang harus terbuka terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan, termasuk “yang dianiaya oleh sebab kebenaran dan karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat” .Aniaya dan fitnah karena kebenaran atau Tuhan akan membuahkan keutamaan-keutamaan: lemah lembut, murah hati, suci hati, pendamai sebagai kekuatan maupun buah kerendahan hati atau karya Tuhan yang merajai dan menguasai hidup kita. Keutamaan-keutamaan tersebut sebenarnya telah kita terima dan nikmati secara melimpah ruah melalui orangtua kita masing-masing, maka marilah kita perdalam, tingkatkan dan sebarluaskan keutamaan-keutamaan tersebut di dalam hidup kita sehari-hari. “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”. Sabda ini kiranya mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluskan pada masa kini, mengingat masih maraknya pertentangan, permusuhan atau tawuran yang antara lain muncul dari kasus-kasus Pilkada, pertandingan sepak bola, warisan, pergaulan bebas. Kegilaan akan ‘harta/uang, pangkat/jabatan atau kedudukan dan kehormatan duniawi’ mengacaukan hidup damai, yang didambakan banyak orang. Beberapa petinggi atau pejabat yang seharusnya ‘membawa damai’ justru sebaliknya menjadi sumber provokasi pertengkaran dan permusuhan demi keuntungan diri sendiri. “Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, d