Kamis 6 Februari Keletihan setelah melaksanakan umrah tadi malam serta kelelahan dalam penerbangan dari tanah air malam sebelumnya, sebagian besar jemaah, termasuk kami berdua hampir seharian beristirahat dan shalat di pemondokan. Kesempatan tersebut membuat saya dan teman-teman sekamar untuk lebih saling kenal-mengenal, dan kamipun segera akrab
Selain saya, di kamar kami ada Pak Erman, kepala regu saya yang manajer sebuah Money Changer di Jakarta, Pak Radjikin, Ketua Regu IV, eksekutif sebuah BUMD Asuransi yang rendah hati, penolong dan tidak membeda-bedakan anggota regunya dengan regu lain, Pak Tukiman pensiunan Deprtemen Pertanian yang baik hati dan rajin bertahajjud, Pak Tutu, staf sebuah anak perusahan Pertamina, Pak Khaidir, staf sebuah BUMD Asuransi asal Maninjau yang masih punya hubungan famili dengan Alm Buya Hamka, (satu-satunya “bujangan” di kamar kami), Mas Andi, asal Soppeng Sulawesi Selatan, manajer sebuah Perusahaan Ekspor Ekspor di Jakarta, dan Mas Juliansyah staff BPPT dan Dosen ITI, Serpong. Tiga orang yang saya sebut terakhir ini relatif masih agak muda, dan ketiga-tiganya sangat santun dan mempunya semangat menolong yang sangat tinggi kepada sama-sama jemaah. Petangnya, sehabis magrib saya dan beberapa teman sekamar berangkat untuk shalat Isya di Masjidil Haram. **** Masjidil Haram adalah sebuah bangunan yang sangat indah, kokoh dan megah. Seluruh bahan bangunan dan aksesori yang digunakan berkualitas tinggi dengan desain arstektur yang sangat indah, rancang bangun dan pelaksanaan konstruksi yang luarbisa cermat. Ketika Nabi SAW masih hidup, Masjidil Haram hanya berupa halaman kosong di sekitar Ka’bah yang dibatasi oleh rumah-rumah penduduk, dan gang atau lorong di antara rumah-rumah penduduk berfungsi sebagi pintu Masjid. Setelah diperluas beberapa kali, yang terakhir lebih dua kali oleh Raja Fahd, pertama dalam tahun 1995, bangunan tetap terlihat sebagai kesatuan yang utuh. Masjid juga dilengkapi dengan sound sistem yang sangat prima. Pintu masuk dijaga oleh sejumlah askar perempuan dan laki-laki, memeriksa badan dan barang bawaan jemaah yang dicurigai. Jemaah sama sekali tidak diperkenankan membawa senjata api dan senjata tajam, kamera dan benda-benda lain yang tidak patut di bawa ke dalam Masjid. Jika Masjid sedang padat oleh jemaah, tas-tas yang berukur besar juga dilarang, karena bisa menganggu atau mengambil tempat jemaah lain. Di dalam Masjid juga terdapat sejumlah kamera pemantau. Sebelum diperluas dalam tahun 1995, Masjid ini mempunyai luas 151.000 m2 dan hanya menampung 313.000 jemaah pada hari-hari biasa dan lebih kurang setengah juta orang pada waktu musim haji, sekarang luasnya mencapai 328.000 m3 dan mampu menampung 730.000 jemaah di hari-hari biasa, dan lebih dari 1 juta jemaah shalat dalam musim haji dan umrah, khususnya di bulan Ramadhan, tentunya dengan kondisi ketika sujud, kepala sering mendarat di bokong jemaah yang di depan kita. Sekalipun selalu penuh dengan jemaah---tidak sedikit pula yang tidur-tiduran atau tidur benaran---Masjid sangat bersih dan terawat baik, karena setiap sesudah wakti shalat wajib selalu dibersihkan oleh tim cleaning service. Dari ribuan lampu indah yang memenuhi langit-langit Masjid, tidak ada satu pun yang terlihat tidak menyala. Selain indah dan bersih, Masjidil Haram juga sangat sejuk dan nyaman. Masjid ini dilengkapi oleh alat penyejuk udara berkapasitas 40.000 ton dengan pipa-pipa pendingin yang terletak di bawah lantai Masjid. Karena jumlah jemaah yang sudah jauh melampaui daya tampungnya---di tahun-tahun belakangan ini jemaah umrah di bulan Ramadhan bisa mencapai 3 juta orang---Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia tahun ini akan kembali melakukan perluasan Masjid. Membeludaknya jemaah umrah dalam bulan Ramadhan tersebut “dipicu” oleh sebuah Hadis Nabi, “Barang siapa berumrah di bulan Ramadhan, sama dengan berhaji denganku” (Saya menangis ketika mendengar hadis ini dari ustadz kami sewaktu mengikuti bimbingan manasik haji. Tidak bisa saya membayangkan, bagaimana rasanya behaji dengan pribadi yang sangat mulia junjungan miliaran kaum muslimin tersebut). Di tengah pelataran tawaf di bagian yang terbuka dan berlantaikan keramik itu, berdiri kokoh Ka’bah, yang dilapisi kiswah yang terbuat dari sutera asli seberat 670 kg dilapisi kaligrafi dari benang mas yang diganti setiap tahun. Untuk penggantian dan pencucian kiswah dua kali setahun ini saja, Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia menggangarkan dana sebesar 4,5 juta USD Di dalam Masjid terdapat banyak tong air Zam-Zam yang didinginkan dengan batu es. untuk diminum. Juga terdapat dispenser air Zam-Zam berupa keran-keran yang lebih kecil yang dilengkapi dengan wastafel dari baja anti karat, langsung dipompa dari sumur untuk diminum, berwuduk dalam keadaan darurat dan mengisi wadah-wadah air untuk dibawa pulang jemaah ke pemondokan. Tidak dapat disangkal lagi, air Zam-Zam merupakan salah satu keajaiban dunia. Selain berkhasiat, aman untuk bayi, dan bisa disimpan untuk jangka waktu yang lama tanpa proses pengawetan, mata air yang sudah berumur ribuan tahun ini tidak pernah kering, walaupun tiap hari diambil berton-ton untuk diminum dan dibawa pulang oleh jutaan jemaah yang mengunjungi Masjidil Haram ke tanah airnya setiap tahunnya. Sumur-sumur yang digali di sekitar Masjidil Haram tidak ada airnya yang sama dengan air Zam-Zam. Di samping dipompa untuk kebutuhan jemaah di Masjidil Haram, air Zam-Zam juga dialirkan dengan pipa berdiameter besar ke Mina untuk memasok ratusan dispenser yang tersebar di pinggir-pinggir jalan pada hari-hari jemaah haji terkosentrasi di sana dan dikirimkan dengan puluhan tangki setiap hari ke Madinah guna mengisi ratusan tong air serupa di Masjid Nabawi. Di samping di minum selama di Tanah Suci---ada yang tiap hari hanya minum air Zam-Zam---setiap jemaah paling sedikit membawa 5 liter air Zam-Zam ke tanah airnya. Kami, termasuk yang mebawa paling sedikit, menenteng 20 liter, termasuk pemberian 5 liter seorang dari Garuda Indonesia1 ketika pulang ke Tanah Air. **** Ketika hendak masuk Masjid, Pak Erman hampir tidak diperbolehkan masuk oleh askar yang menjaga pintu, karena membawa handbag, berisi pakaian ihram yang akan dibasahinya dengan air Zam-Zam, tetapi akhirnya bisa juga masuk 2) Karena Masjid penuh, kami terpaksa berpencar. Di Masjidil Haram, jemaah laki-laki dan perempuan tidak dipisah secara khusus, tetapi diatur berkelompok-kelompok oleh para askar. Tetapi dalam keadaan jemaah tumpah ruah seperti itu, pengelompokan itu menjadi kacau. Dalam keadaan seperti itu, para askar yang jumlahnya terbatas tentunya tidak dapat berbuat apa-apa. Begitu waktu Isya masuk, terdengar suara Azan yang sangat indah dan menggetarkan hati---yang tidak mungkin dilukiskan dengan kata-kata---membelah udara, merambat kesetiap sudut Masjid. Jemaah yang sedang bertawaf segera menghentikan gerak mereka, dan membentuk saf-saf untuk ikut shalat. Tidak lama terdengar iqamat yang menyebabkan saya harus buru-buru menyelesaikan shalat sunat yang sedang saya lakukan. Lalu terdengar suara bariton Imam Masjidil Haram---yang hafal Al Qur’an 30 juz di luar kepala itu---membaca takbir, dikuti dengan pembacaan Surah Alfatihah dan Surah yang cukup panjang dengan qiraa’at dan intonasi yang nyaris sempurna yang terasa seperti menyayat kalbu dan “memaksa” hati dan pikiran untuk berkosentrasi terhadap Qalam Illahi yang dilafdzkankannya. Kecuali suara batuk para jemaah yang kadang-kadang bersahur-sahutan, Masjid yang dipadati sekitar satu juta jemaah terdengar hening. Tidak lama seusai membaca salam, Imam memimpin shalat jenazah jemaah haji yang baru saja meninggal di Tanah Suci. Para jemaah ada yang ikut shalat, tetapi kebanyakan melakukan shalat sunah atau berdoa sendiri-sendiri dengan khusuk, berzikir, membaca Al Qur’an dengan suara yang direndahkan. Tidak sedikit pula yang langsung pulang tetapi banyak pula yang tetap duduk-duduk ataumerebahkan diri untuk beristirahat. Tidak ada ada wirid atau do’a yang dipimpin oleh Imam Shalat. Tidak pula bacaan Kitab Suci yang dilantunkan dengan pengeras suara. Di Masjidil Haram satu-satunya yang dilantunkan dengan pengeras suara yang diarahkan ke luar pada setiap shalat lima waktu hanyalah suara Azan. Pengeras suara untuk bacaan imam hanya ditujukan ke dalam Masjid dan ke halaman serta ke jalan-jalan di sekitar Masjid yang biasanya juga dipenuhi oleh jemaah shalat. Begitu, di Masjidil Haram, begitu di Masjid Nabawi, begitu di Masjid-Masjid lainnya di Tanah Haram, di tanah kelahiran Nabi, begitu intens, begitu mudah, sederhana dan personal. Cara peribadatan seperti yang dicontohkan oleh Nabi, dipelihara oleh para sahabat, para tabi’in, tabi-tabi’in, para ulama salaf dan para ulama di kemudiannya sampai saat ini. Cara peribadatan ---yang saya tidak sangsi---cocok bagi masyarakat modern, saat ini dan sepanjang masa. Dengan perasaan sedih saya lalu teringat kepada cara-cara peribadatan yang umum kita lakukan di Tanah Air tercinta. 1) Perusahaan Penerbangan “Saudia” sama sekali tidak mengizinkan jemaah membawa air Zam-Zam selain pemberian yang 5 iter, diberikan saat jemaah sampai di bandara tujuan. Dalam musim haji tahun 1423 H ini, penerbangan yang akan membawa jemaah haji Indonesia pulang ke tanah air pernah tertunda selama 36 jam karena ketahuan ada jemaah yang memasukkan jerigen berisi air Zam-Zam ke bagasi karena bocor. Semua koper akhirnya dikeluarkan untuk diperiksa. Selama pemeriksaan koper tersebut jemaah sama sekali tidak diberi makan oleh “Saudia”. ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/TXWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/