KRITIS BEDA TIPIS ANTARA CERDAS DAN BODOH
KECERDASAN MU’TAZILAH DAN KEBODOHAN ISLAM LIBERAL


Assalamu’alaykum wr.wb

Menyimak diskusi sabtuan yg diselenggarakan di INSIST
kalibata, rasanya sangat menarik dengan pemakalah Mas
Henry Shalahuddin, MA mengenai claim Islam Liberal yg
mengatakan bahwa pemahaman mereka adalah mewarisi
pemahaman Mu’tazilah. Benarkah?????

Kalau aku menganalogikan kelompok Mu’tazilah spt
seorang anak yg cerdas, kritis, “nakal” namun masih
punya rasa takut untuk tidak melanggar hal2 yg
mendasar dalam melakukan perubahan sesuatu yg memang
tidak layak dan tidak boleh dirubah (baku), namun
karena kekritisannya tersebut yg akhirnya menimbulkan
kekrtisan2 yg tidak perlu, hingga menyebabkan kelompok
Mu’tazilah masuk dalam kelompok ahlul bid’ah.

Sedangkan Islam Liberal aku analogikan spt seorang
anak yg brutal, bodoh, ceroboh dan kekritisannya
tersebut bukan kekritisan orang yg cerdas, namun lebih
tepat sebagai kekritisan yg didasari dgn kekonyolan
dan kebrutalannya yg disebabkan karena kebodohan2nya
dalam berfikir dan tercermin sekali sebagai pribadi2
yg sakit secara psychologis, hingga timbul keinginan
diri untuk mengactulisasikan dirinya dengan cara
apapun agar dikenal dan diakui dalam kelompok
masyarakat awam, dan masyarakat bingung yg mengalami
gangguan psychologis spt mereka.

Kesamaan Mu’tazilah dan Islam Liberal hanya sebatas
kesamaan dalam mengedepankan akal dari pada wahyu.
Namun kelompok Mu’tazilah yg mengedepankan akal masih
dilandasi dgn keyakinan akan kebenaran hal2 yg
mendasar dalam islam dan cara berfikir Mu’tazilah
hanya mencerminkan kecerdasan seorang anak, namun
masih mempunyai rasa takut untuk melanggar hal2 yg
pokok dalam islam. Sedangkan Islam Liberal yg
mengedepankan akal seorang anak yg mengalami gangguan
kejiwaan, hingga melakukan kebrutalan2 dalam beragama
dan cerminan kekonyolan seorang anak yg frustasi dalam
mengekspresikan dirinya agara dapat diakui dan dikenal
oleh masyarakat, hingga melakukan cara apapun dalam
mengekspresikan dirinya tanpa berfikir kalau
kecerobohan dan kekonyolannya tersebut, dilihat oleh
pihak lain sebagai kebodohan2 cara berfikir sesoerang
yg berbalut “intelektual”.

CARA BERFIKIR MU’TAZILAH 
Kajian pemikiran Mu’tazilah lebih pada pembahasan
sifat2 Allah yg menjurus pada pensucian Tuhan yaitu
menolak sifat dan dzat Allah untuk diserupakan dengan
mahlukNya, dari konsep Mu’tazilah ini muncul prinsip
bahwa sifat dan dzat Allah adalah satu. Menurut
pemahaman Mu’tazilah jika Al-qur’an diterima sebagai
sifat Allah yg terpisah dari dzatNya, maka akibatnya
adalah sesuatu yg qodim (kekal) selain dzat Allah. ini
berarti menerima penyerupaan sifat Allah dengan
dzatnya. Maka untuk mengatasi problem ini, maka
Mu’tazilah memperkenalkan prinsipnya bahwa Al-qur’an
itu bukan sifat Allah, tetapi mahluk Allah.

Pembahasan sifat2 Allah secara mendetail belum ada di
zaman Nabi dan Sahabat, hingga pada saat ada salah
seorang sahabat yg menanyakan kedudukan sifat Allah,
membuat merah wajah Rasulullah dan mengatakan “apakah
aku diutus hanya untuk membahas hal seperti itu?”
yaitu dalam arti membahal hal2 yg tidak perlu dan
tidak penting. Karena membahas kedudukan sifat Allah,
hanya satu pembahasan yg sia2 dan buang2 waktu, karena
akal manusia itu terikat dan tidak akan mampu menembus
kedudukan sifat Allah. tapi selaku seorang mukmin
karena keterikatan akalnya cukup mengimani dengan kami
dengar dan kami taat saja. Sedang yg perlu dibahas
adalah ciptaan2 Allah yg tampak di langit dan bumi
untuk menambah ketaqwaan kita padaNya.

Sedangkan pemikiran Mu’tazilah tersebut dilatar
belakangi penolakannya terhadap pemikiran Shi’ah yg
menyebarkan madzhab Tashbih yg mengatakan bahwa sifat
dan dzat Allah menyerupai sifat dan dzat mahlukNya,
hingga timbul prinsip pensucian Tuhan yg menolak
penyerupaan sifat dan dzat Allah dengan mahlukNya dan
sebagai respon menolak akidah Yahudi dan Nasrani
dengan trinitasnya.

5 prinsip Mu’tazilah yaitu Tauhid, Keadilan, Janji dan
ancaman, kedudukan diantara 2 kedudukan, dan amar
makruf nahi munkar dan ulama Mu’tazilah sepakat
apabila seseorang tidak mengakui salah satu dari 5
prinsip tsb atau mengurangi dan menambahi prinsip tsb,
maka orang tsb tidak layak dikatakan sebagai kelompok
Mu’tazilah. Pada umumnya ulama2 Mu’tazilah sepakat
bahwa Al-qur’an adalah firman Allah, ia diciptakan
sebagaimana mahluk lainnya diciptakan, oleh karena itu
Al-qur’an dalam pandangan mereka adalah sesuatu yg
tidak abadi, dengan argumentasi jika dalam al-qur’an
terdapat perintah dan larangan serta janji dan
ancaman, sesungguhnya perintah itu sendiri memerlukan
objek yg diperintah. Spt perintah sholat yg tidak
mungkin ada semenjak azali sebelum manusia diciptakan,
karena tidak mungkin ada perintah tanpa ada manusia
yang diperintahkan terlebih dahulu, maka dari itu
perintah Allah tidak kekal.

Pada prinsipnya Mu’tazilah tidak mempersoalkan
al-qur’an dari segi bahasa, Mu’tazilah tidak
mempersoalkan al-qur’an sbg firman Allah. Mu’tazilah
tetap menggunakan argumentasi dengan ayat2 al-qur’an
yg terdapat dalam mushaf utsmani, disamping
argumentasi rasional yg artinya Mu’tazilah tidak
pernah mengkritik validasi al-qur’an mushaf utsmani.
Substansi pemikiran Mu’tazilah dengan semangat
keislaman dan keilmuah dgn paradigma yg jelas.

PANDANGAN AHLUSSUNAH TERHADAP PEMIKIRAN MU’TAZILAH
Imam al-Ash’ari menganalisa kata2 khalq dalam ayat QS
7:54 “ingatlah, menciptakan (al-khalq) dan
memerintahkan (al-amr) adalah hak Allah”. dalam ayat
tsb “al-khalq” mencakup makna segala sesuatu yg
diciptakanNya, kemudian kata “al-amr” (perintah) yg
tidak masuk dalam kategori al-khalq. Maka dengan
sendirinya al-amr merupakan bagian dari kalam Allah,
dan bukanlah termasuk kategori mahluk. Disamping itu
lanjut imam al-ash’ari kata2 perintah (al-amr) dalam
surat Rum : 4 “bagi Allah segala perintah (al-amr)
sebelum dan sesudahnya” berarti sebelum diciptakan dan
sesudahnya, oleh sebab itu al-amr bukanlah termasuk
mahluk. 

Argumentasi utama Mu’tazilah tentang temporalnya
Al-qur’an, hanya kepada ketidakmungkinan azalinya
peristiwa dalam Al-qur’an yg kemudian baru diwahyukan
pada masa kerasulan Muhammad SAW dan argumentasi ini
hanya menyentuk aspek Al-qur’an dari sisi suara yg
dilafadzkan. Hingga argumentasi Mu’tazilah terkait
dengan sifat temporalnya perintah, larangan, janji dan
ancaman Allah dalam Al-qur’an yg memerlukan objek.

Sedangkan ke azalian Al-qur’an bagi ahlussunah merujuk
pada kalam nafsi, yg berwujud ide dan pengetahuan
(ilmu) yg telah ada semenjak azali, sebelum
terlafadzkan dan diwahyukan kepada Muhammad SAW. Jadi
argumentasi ahlussunah adalah segala peristiwa yg
termaktub dalam Al-qur’an sudah dalam pengetahuan
(ilmu) allah semenjak azali. Sebab sifat mengetahui
bagi Allah adalah qodim (kekal) yg tidak terbatasi
dengan ruang dan waktu, baik yg telah lalu atau yg
akan datang. Dan pandangan ahlussunah sebenarnya tidak
harus diinterprestasikan bahwa Al-qur’an adalah
mahluk, karena Allah secara azali telah mengetahui
bahwa Dia akan menciptakan alam semesta seisinya dan
ketika alam telah tercipta maka hal tsb bersesuaian
dengan pengetahuan Allah yg azali itu. Dan pandangan
ini sejalan dengan golongan al-asha’irah bahwa semua
kejadian, perintah, larangan, dsbnya yg terdapat dalam
Al-qur’an sudah dalam pengetahuan (ilmu) Allah yg
azali, kemudian menetapkannya dalam Al-qur’an sebelum
menciptakannya.

CARA BERFIKIR ISLAM LIBERAL YG TIDAK ILMIAH DAN
IRASIONAL
Pendapat kalangan Islam Liberal yg ada di Indonesia
ttg Al-qur’an adalah produk budaya, teks manusiawi dan
menganggap sebatas fenomena sejarah dan islam liberal
mengclaim bahwa Al-qur’an terhegemoni oleh bangsa Arab
Quraish adalah jelas tidak ilmiah. Karena justru
sebaliknya yaitu Al-qur’an mempengaruhi budaya bangsa
Arab yg jahiliyah menjadi bangsa yg beradab. Dalam
penggunaan istilah yg sama sebelum datangnya Al-qur’an
dengan setelah datangnya Al-qur’an, teks yg sama namun
mempunyai makna yg berbeda. Contoh : istilah nikah
menruut Arab jahiliyah adalah pemenuhan kebutuhan seks
tanpa batas pertalian darah, hingga istripun dapat
diwariskan. Namun istilah nikah menurut Al-qur’an
mempunyai makna yg berbeda yaitu perjanjian yg kuat.
Istilah karim (mulia) menurut Arab Jahiliyah adalah
kemuliaan yg diartikan dengan banyaknya istri, anak,
dan harta sedangkan istilah Karim (mulia) dalam
Al-qur’an, istilah kemualiaan dalah ketinggian derajat
orang yg paling bertaqwa di sisi Allah.

Ungkapan tokoh Islam Liberal yg menganggap semua agama
sama, justru mencerminkan pemahaman orang awam dalam
beragama, karena tidak memahami konsep ketuhanan dalam
tiap agama dan merupakan pemahaman terbalik dari
kelompok Mu’tazilah yg lahir karena untuk menolak
akidah yahudi dan konsep trinitasnya nasrani, serta
kelompok shi’ah yg mengatakan sifat dan dzat Allah
sama spt mahlukNya.
Dalam menafsirkan ayat2 mengenai homoseksual, tokoh
Mu’tazilah (al-zamakhsyari) mengatakan bahwa tidak ada
perbuatan yg lebih tercela dari perilaku homoseksual,
sehingga pelakunya layak disifati sbg binatang dan
merupakan perbuatan menjijikkan yg merusak jalan
keturunan. Sedangkan perilaku homoseksual saat ini
mendapat dukungan dari tokoh Islam liberal yg
mengatakan “hanya orang primitif saja yg melihat
perkawinan sejenis sebagai sesuatu yg abnormal dan
berbahaya. Bagi kami, tidak ada alasan kuat bagi
siapapun dengan dalih apapun untuk melarang perkawinan
sejenis, sebab Tuhan sudah maklum bahwa proyeksnya
menciptakan manusia sudah kebablasan”.

Walaupun Mu’tazilah menganggap Qur’an itu mahluk, tapi
mereka tidak pernah mengatakan bahwa al-qur’an
tehegemoni oleh budaya Arab dan mengakui al-qur’an sbg
firman Allah. sedangkan Islam liberal menyebarkan
doktrin bahwa Al-qur’an adalah produk manusia dan
budaya Arab, hingga untuk mengkuatkan doktrin tsb
salah seorang “intelektual” liberal yg brutal telah
meningjak2 lafadz Allah dihadapan mahasiswanya.

KESIMPULAN
Paham islam liberal sangat berbeda dengan pemahaman
Mu’tazilah, baik dari sudut pemikiran rasional,
permasalahan dan latar belakang. Latar belakang
kemunculan paham Mu’tazilah karena maraknya
keekstriman madzhab tashbih yg membahayakan kemurnian
Tauhid, walaupun akhirnya Mu’tazilah terjebak dalam
bentuk keekstriman yg lain, sehingga mereka banyak
menciptakan bid’ah keagamaan yg dilarang dan
menyebabkan ulama2 Ahlussunah mengkoreksi kekeliruan
yg disebarkan tsb dan menggolongkan aliran Mu’tazilah
sebagai Ahlul Bida (pembuat bid’ah). 

Namun kemunculan islam liberal tidak didasarai oleh
latar belakang yg jelas, kecuali memuaskan nafsu
protes terhadap ajaran islam dan ingin merombak ajaran
islam secara brutal dengan melakukan tindakan arogan
secara pemiiran yg di dasari oleh pemikiran brutalnya
hingga mampu menghina Al-qur’an dan menafikan firman
Allah serta kerasulan Muhammad SAW sebagai pembawa
firman Allah dan menghina kedudukan para ulama klasik
yg bermartabat. Serta argumen pemikiran islam liberal,
jauh dari kesan ilmiah kecuali kebodohan2 yg
ditampakkan sebagai kelompok yg beragama secara awam
dengan mengatakan semua agama sama. Pemikiran
irasional yg menganggap homoseksual adalah cara tepat
untuk menghentikan proyek Allahd alam membuat manusia,
serta pemikiran yg tidak ilmiah dengan mengatakan
Al-qur’an adalah produk orang Arab yg terhegemoni oleh
budaya Arab.

Hmmm..aku jadi ingat candaanku dahulu, bahwa kritis
itu beda tipis antara kecerdasan dan kebodohan.
Kekritisan kelompok Mu’tazilah karena di dasari oleh
kecerdasannya, namun kekritisan islam liberal didasari
oleh kebodohannya. Orang bodoh mengaku pintar itu spt
gambaran orang liberal yg menclaim bahwa pemikirannya
adalah mewarisi kelompok Mu’tazilah. Hehehehe


Wallahu a’alam bisowab 
1 April 2007

Hana



 
____________________________________________________________________________________
We won't tell. Get more on shows you hate to love 
(and love to hate): Yahoo! TV's Guilty Pleasures list.
http://tv.yahoo.com/collections/265 

Kirim email ke