Dari www.syariahonline.com <http://www.syariahonline.com/> , mudah2an
bermanfaat.


 


Kirim Alfatihah Pada Orang Meninggal Sampaikah?


Yth. pak pengasuh mohon jawaban Bapak sampaikah kiriman alfatihah dan bacaan
yang lainnya kepada orang yang sudah meninggal ?

Azmul
Palembang
2003-08-11 15:56:45


Jawaban: 

Assalamu `alaikum Wr. Wb. 

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berdo'a dan mengahadiahkan pahala
ibadah kepada orang yang telah meninggal dunia. Secara umum, ada tiga
pendapat besar yang saling berbeda dalam menjelaskan masalah ini. 

Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang sudah mati tidak bisa dikirimi
pahala ibadah orang yang masih hidup, kecuali hanya pada tiga hal saja
seperti yang diterangkan dalam hadits masyhur. 

Pendapat kedua mengatakan bahwa orang yang sudah mati masih bisa menerima
pahala dari ibadah yang dilakukan orang yang masih hidup. Dengan syarat
bahwa ibadah itu bentuknya iabadah maliyah (harta benda) dan bukan ibadah
badaniyah. 

Pendapat ketiga mengatakan bahwa baik ibadah maliyah maupun ibadah
badaniyah, keduanya bisa dihadiahkan kepada orang yang sudah meniggal. 

Secara rinci, dalil dan hujjah dari masing-masing pendapat itu dapat kami
uraikan lebih rinci berikut ini : 

A. PENDAPAT PERTAMA : 

Orang mati tidak bisa menerima pahala ibadah orang yang masih hidup. Dalil
atau hujjah yang digunakan adalah berdasarkan dalil: 

"Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain
dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya" (QS. An-Najm:38-39)

" Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu
tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan" (QS. Yaasiin:54)

" Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya". (QS. Al Baqaraah 286)

Ayat-ayat diatas adalah sebagai jawaban dari keterangan yang mempunyai
maksud yang sama, bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendapat tambahan
pahala kecuali yang disebutkan dalam hadits: 

"Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal:
Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo'akannya atau ilmu yang
bermanfaat sesudahnya"(HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa'I dan Ahmad).


Bila Anda menemukan orang yang berpendapat bahwa orang yang sudah wafat
tidak bisa menerima pahala ibadah dari orang yang masih hidup, maka dasar
pendapatnya antara lain adalah dalil-dalil di atas.

Tentu saja tidak semua orang sepakat dengan pendapat ini, karena memang ada
juga dalil lainnya yang menjelaskan bahwa masih ada kemungkinan sampainya
pahala ibadah yang dikirmkan / dihadiahkan kepada orang yang sudah mati. 

B. PENDAPAT KEDUA 

Pendapat ini membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah. Pahala
ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji, bila diniatkan untuk dihadiahkan
kepada orang yang sudah meninggal akan sampai kepada mayyit. 

Sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat dan bacaan Alqur'an tidak sampai.
Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi'i dan
pendapat Madzhab Malik. 

Mereka berpendapat bahwa ibadah badaniyah adalah termasuk kategori ibadah
yang tidak bisa digantikan orang lain, sebagaimana sewaktu hidup seseorang
tidak boleh menyertakan ibadah tersebut untuk menggantikan orang lain. Hal
ini sesuai dengan sabda Rasul SAW: 

"Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang lain, dan
seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan orang lain, tetapi
ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak satu mud gandum"(HR
An-Nasa'I). 

Namun bila ibadah itu menggunakan harta benda seperti ibadah haji yang
memerlukan pengeluaran dana yang tidak sedikit, maka pahalanya bisa
dihadiahkan kepada orang lain termasuk kepada orang yang sudah mati. Karena
bila seseorang memiliki harta benda, maka dia berhak untuk memberikan kepada
siapa pun yang dia inginkan. Begitu juga bila harta itu disedekahkan tapi
niatnya untuk orang lain, hal itu bisa saja terjadi dan diterima pahalanya
untuk orang lain. Termasuk kepada orang yang sudah mati. 

Ada hadits-hadits yang menjelaskan bahwa sedekah dan haji yang dilakukan
oleh seorang hamba bisa diniatkan pahalanya untuk orang yang sudah
meninggal. Misalnya dua hadits berikut ini : 

Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia
ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW unntuk
bertanya:" Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang
saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat
baginya ? Rasul SAW menjawab: Ya, Saad berkata:" saksikanlah bahwa kebunku
yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya" (HR Bukhari). 

Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi
SAW dan bertanya:" Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum
terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya ? rasul
menjawab: Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu
membayarnya ? bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk
dibayar (HR Bukhari) 

C. PENDAPAT KETIGA 

Do'a dan ibadah baik maliyah maupun badaniyah bisa bermanfaat untuk mayyit
berdasarkan dalil berikut ini: 

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka
berdo'a :" Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudar-saudar kami yang
telah beriman lebih dahulu dari kami" (QS Al Hasyr: 10) 

Dalam ayat ini Allah SWT menyanjung orang-orang yang beriman karena mereka
memohonkan ampun (istighfar) untuk orang-orang beriman sebelum mereka. Ini
menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal dapat manfaat dari istighfar
orang yang masih hidup. 

a. Dalam hadits banyak disebutkan do'a tentang shalat jenazah, do'a setelah
mayyit dikubur dan do'a ziarah kubur. 

Tentang do'a shalat jenazah antara lain, Rasulullah SAW bersabda: 

" Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW -
setelah selesai shalat jenazah-bersabda:" Ya Allah ampunilah dosanya,
sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia, muliakanlah tempat
tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan air es dan air
embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih bersih dari
kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat
tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih
baik dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka"
(HR Muslim). 

Tentang do'a setelah mayyit dikuburkan, Rasulullah SAW bersabda: 

Dari Ustman bin 'Affan ra berkata:" Adalah Nabi SAW apabila selesai
menguburkan mayyit beliau beridiri lalu bersabda:" mohonkan ampun untuk
saudaramu dan mintalah keteguhan hati untuknya, karena sekarang dia sedang
ditanya" (HR Abu Dawud) 

Sedangkan tentang do'a ziarah kubur antara lain diriwayatkan oleh 'Aisyah ra
bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW: 

" bagaimana pendapatmu kalau saya memohonkan ampun untuk ahli kubur ? Rasul
SAW menjawab, "Ucapkan: (salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada ahli
kubur baik mu'min maupun muslim dan semoga Allah memberikan rahmat kepada
generasi pendahulu dan generasi mendatang dan sesungguhnya -insya Allah-
kami pasti menyusul) (HR Muslim). 

b. Dalam Hadits tentang sampainya pahala shadaqah kepada mayyit 

Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia
ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW unntuk
bertanya:" Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang
saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat
baginya ? Rasul SAW menjawab: Ya, Saad berkata:" saksikanlah bahwa kebunku
yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya" (HR Bukhari). 

c. Dalil Hadits Tentang Sampainya Pahala Saum 

Dari 'Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:" Barang siapa yang meninggal
dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa
untuknya"(HR Bukhari dan Muslim) 

d. Dalil Hadits Tentang Sampainya Pahala Haji 

Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi
SAW dan bertanya:" Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum
terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya ? rasul
menjawab: Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu
membayarnya ? bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk
dibayar (HR Bukhari) 

e. Bebasnya utang mayyit yang ditanggung oleh orang lain sekalipun bukan
keluarga. Ini berdasarkan hadits Abu Qotadah dimana ia telah menjamin untuk
membayar hutang seorang mayyit sebanyak dua dinar. Ketika ia telah
membayarnya nabi SAW bersabda: Artinya:" Sekarang engkau telah mendinginkan
kulitnya" (HR Ahmad) 

f. Dalil Qiyas 

Pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada
saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ad halangan sebagaimana tidak
dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan
membebaskan utang setelah wafatnya. Islam telah memberikan penjelasan
sampainya pahala ibadah badaniyah seperti membaca Alqur'an dan lainnya
diqiyaskan dengan sampainya puasa, karena puasa dalah menahan diri dari yang
membatalkan disertai niat, dan itu pahalanya bisa sampai kepada mayyit. Jika
demikian bagaimana tidak sampai pahala membaca Alqur'an yang berupa
perbuatan dan niat. 

Menurut pendapat ketiga ini, maka bila seseorang membaca Al-Fatihah dengan
benar, akan mendatangkan pahala dari Allah. Sebagai pemilik pahala, dia
berhak untuk memberikan pahala itu kepada siapa pun yang dikehendakinya
termasuk kepada orang yang sudah mati sekalipun. Dan nampaknya, dengan
dalil-dalil inilah kebanyakan masyarakat di negeri kita tetap mempraktekkan
baca Al-Fatihah untuk disampaikan pahalanya buat orang tua atau kerabat dan
saudra mereka yang telah wafat. 

Tentu saja masing-masing pendapat akan mengklaim bahwa pendapatnyalah yang
paling benar dan hujjah mereka yang paling kuat. Namun sebagai muslim yang
baik, sikap kita atas perbedaan itu tidak dengan menjelekkan atau melecehkan
pendapat yang kiranya tidak sama dengan pendapat yang telah kita pegang
selama ini. Karena bila hal itu yang diupayakan, hanya akan menghasilkan
perpecahan dan kerusakan persaudaraan Islam. 

Sudah waktunya bagi kita untuk bisa berbagi dengan sesama muslim dan
berlapang dada atas perbedaan / khilafiyah dalam masalah agama. Apalagi bila
perbedaan itu didasarkan pada dalil-dalil yang memang mengarah kepada
perbedaan pendapat. Dan fenomena ini sering terjadi dalam banyak furu`
(cabang) dalam agama ini. Tentu sangat tidak layak untuk menafikan pendapat
orang lain hanya karena ta`asshub atas pendapat kelompok dan golongan saja.
Wallahu a`lam bis-shawab. 

Wassalamu `alaikum Wr. Wb. 

 



[Non-text portions of this message have been removed]





Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke