Menjaga Hati dan Lisan
   
  Rasulullah SAW pernah menjamin surga bagi siapa saja 
  di antara kaum Muslimin yang sanggup menjaga dua hal, yaitu 
  menjaga apa yang terdapat di antara kedua bibirnya (lisan) dan 
  menjaga apa yang terdapat di antara kedua kakinya (kemaluan). 
  Mengapa penjagaan terhadap lisan menempati posisi yang 
  sangat penting di dalam agama ini? 
   
  Fakta memperlihatkan betapa lisan manusia mampu menimbulkan 
  kekacauan sosial serta konflik yang berkepanjangan. Pertikaian seringkali 
  bermula dari lidah yang tidak dijaga dengan baik.
   
  Alquran menasihati kita, ''Hai orang-orang yang beriman, jauhilah 
  kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. 
  Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan 
  satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging 
  saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. 
  Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat 
  lagi Maha Penyayang.'' (QS Al Hujurat [49]: 12).
   
  Dalam ayat yang lain Allah menyatakan bahwa prasangka sama sekali 
  tidak berfaedah terhadap kebenaran (QS An Najm [53]: 28). Seringkali, 
  kita menyangka yang bukan-bukan terhadap seseorang, padahal kita 
  sama sekali tidak memiliki data yang pasti tentang itu. Kita juga sama sekali 
  tidak mengetahui isi hati orang tersebut.
   
  Bila sudah mulai menyangka yang tidak baik, maka kita pun akan cenderung 
  dijalani pula, yaitu mencari-cari kesalahan (tajassus). Jika kita tidak suka 
  terhadap orang lain, maka berbagai jalan akan ditempuh untuk mencari-cari 
  hal yang salah dari diri orang tersebut. Kalau kesalahan sudah dicari-cari, 
  maka manusia yang paling mulia pun akan tampak penuh noda di depan mata.
   
  Prasangka dan tajassus biasanya akan dekat dengan bergunjing. 
  Dalam sebuah hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah RA dikatakan
  bahwa Rasulullah SAW suatu kali ditanya tentang pengertian ghibah. 
  ''Yaitu kamu menyebut-nyebut saudara kamu tentang sesuatu yang 
  tidak disukainya,'' terang Rasul. ''Lantas bagaimana sekiranya saudara saya 
  seperti apa yang saya sebutkan?'' tanya orang itu lagi. ''Kalau dia seperti
  yang kamu ucapkan, berarti kamu telah melakukan ghibah, tapi sekiranya 
  ia tidak seperti yang engkau katakan, maka kamu telah membuat tuduhan 
  palsu terhadapnya.'' Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. 
  Manusia-manusia yang baik pun bisa memiliki kekurangan. Tapi, bukan berarti 
  hal itu layak untuk diinvestigasi dengan prasangka dan tajassus serta 
  dipublikasi dengan ghibah. Bukankah seorang hamba seharusnya merasa 
  malu dengan teguran Tuhannya yang mengumpamakan semua itu dengan 
  'memakan daging bangkai saudaranya yang sudah mati'? 
  Tidakkah kita merasa jijik karenanya?
   
  (Ibnu Hasan )
   
  
http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=275695&kat_id=14&kat_id1=&kat_id2=
  
 
---------------------------------
We won't tell. Get more on shows you hate to love
(and love to hate): Yahoo! TV's Guilty Pleasures list.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke