Saya sering merasa was was untuk membeli buku-2 agama islam. Masalahnya
karena sekarang ini banyak buku-2 yang dijual dan beredar yang isinya
menimbulkan kerancuan dan sering terjadi perbedaan antara buku satu
dengan buku yang lainnya.
Dapatkah Bapak-2 memberikan kepada saya, buku-2 terbitan mana saja dan
karangan siapa saja, yang bagus dan bisa dipertanggung jawabkan.
Terima kasih atas perhatiannya.
Wassalam,
Hasbiyanto
>>> "Chandraleka" <[EMAIL PROTECTED]> 1/4/2007 11:29 AM >>>
... Ringkasan Buku ...
http://buku-islam.blogspot.com
Judul asli : 52 Su'alan 'an Ahkamil Haidh fis Shalat was Shiyam
wal
Hajj
Penulis : Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin
Edisi Indonesia : 52 Persoalan Sekitar Hukum Haid
Penerjemah : Muhammad Yusuf Harun
Penerbit: Darul Haq - Jakarta
Cetakan : VII, Maret 2006
Halaman : vii + 72
Buku ini cukup ringkas, memuat persoalan persoalan darah kebiasaan
wanita.
Yang dibagi dalam tiga pembahasan, yaitu:
- Hukum Hukum Haid dalam Shalat dan Puasa
- Hukum Hukum Kesucian dalam Shalat
- Hukum Hukum Haid dalam Haji dan Umrah
Kesemuanya disusun dalam bentuk soal jawab.
Mengingat ringkasnya pembahasan, saya kira dapat selesai dibaca dalam
sekali
duduk saja.
Berikut saya kutipkan sebagian yang ada dari buku tersebut sebagai
gambaran
isi bukunya. Dan saya kira juga bermanfaat buat kaum muslimin yang
membaca
ringkasan buku ini. Pertanyaan dan jawaban tidak saya ringkas tetapi
saya
kutip seperti apa yang ada di buku tersebut.
[2]
Soal:
Bagi wanita nifas, bila telah suci sebelum empat puluh hari, apakah
wajib
baginya berpuasa dan shalat?
Jawab:
Ya, bilamana wanita nifas telah suci sebelum 40 hari maka wajib
baginya
berpuasa bila pada bulan Ramadhan, dan wajib shalat, serta boleh bagi
suami
untuk menggaulinya karena dia dalam keadaan suci, tidak ada lagi
sesuatu
yang mencegah dari kewajiban berpuasa maupun kewajiban shalat dan
boleh
digauli.
[4]
Soal:
Seorang wantia yang haid atau nifas bila suci sebelum fajar, tetapi
belum
mandi kecuali setelah fajar, apakah puasanya sah atau tidak?
Jawab:
Ya, sah puasa wanita haid yang suci sebelum fajar dan belum mandi
kecuali
setelah terbit fajar. Juga wanita nifas, karena pada saat itu dia
termasuk
wanita yang berhak ikut berpuasa, keadaannya serupa dengan orang yang
wajib
mandi jinabat, tatkala fajar terbit dia masih dalam keadaan junub dan
belum
mandi, maka puasanya adalah sah. Berdasarkan firman Allah subhanahu wa
Ta'ala:
"Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan
Allah untukmu, dan makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih
dari
benang hitam, yaitu fajar." (Al Baqarah: 187).
Jika Allah mengizinkan untuk menggaulinya hingga nyata fajar, berarti
mandi
tidak terjadi kecuali setelah terbit fajar. Dan berdasarkan hadits
Aisyah
radhiyallahu'anha:
"Bahwa Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam suatu pagi pernah dalam
keadaan
junub karena menggauli istrinya, sedangkan beliau pun berpuasa."
Artinya: bahwa Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam tidak mandi junub
kecuali
setelah terbit fajar.
[5]
Soal:
Apabila seorang wanita merasakan adanya darah tapi belum keluar
sebelum
terbenam matahari, atau merasakan sakitnya datang bulan, apakah sah
puasanya
pada hari itu atau wajib melakukan qadha?
Jawab:
Apabila seorang wanita yang masih dalam keadaan suci merasakan tanda
tanda
akan datangnya haid, sedang ia dalam keadaan puasa, tetapi belum
keluar
kecuali setelah terbenam matahari; atau merasakan sakitnya haid tetapi
belum
keluar kecuali setelah terbenam matahari, maka sah puasanya pada hari
itu
dan tidak wajib mengulangi jika puasa fardhu, atau tidak sia sia
pahalanya
jika puasa sunat.
[15]
Soal:
Apakah wanita haid harus mengganti pakaiannya setelah suci, padahal
pakaiannya itu tidak terkena darah atau barang najis?
Jawab:
Tidak harus baginya hal tersebut karena haid tidak menjadikan badan
najis,
tetapi darah haid menjadikan najis bagian yang terkenanya saja. Karena
itu
Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam menyuruh wanita yang pakaiannya
terkena
darah haid agar mencuci darah itu dan shalat dengan pakaiannya tadi.
[16]
Soal:
Ada wanita yang ketika datang bulan Ramadhan berikutnya belum
menyelesaikan
tanggungan puasa dari bulan Ramadhan yang lalu. Apa yang mesti ia
lakukan?
Jawab:
Wajib baginya bertaubat kepada Allah dari perbuatan ini. Karena tidak
boleh
bagi siapa saja yang mempunyai tanggungan qadha' puasa Ramadhan,
mengerjakannya nanti sampai datang bulan Ramadhan berikutnya tanpa ada
halangan. Berdasarkan hadits dari Aisyah radhiyallahu'anha:
"Pernah aku mempunyai tanggungan puasa Ramadhan aku tidak bisa
menggantinya
kecuali pada bulan Sya'ban."
Ini menunjukkan, tanggungan puasa tidak boleh dikerjakan nanti setelah
bulan
Ramadhan yang kedua. Maka, hendaklah ia bertaubat kepada Allah dari
perbuatannya dan mengganti puasa yang ditinggalkannya sesudah Ramadhan
yang
kedua.
[17]
Soal:
Jika seorang wanita mengalami haid pada pk. 01.00 siang umpamanya dan
dia
belum mengerjakan s