Zuhud   Oleh: Tim dakwatuna.com
   
  
Zuhud adalah salah satu akhlak utama seorang muslim. 
  Terutama saat di hadapannya terbentang lebar kesempatan untuk 
  meraih dunia dengan segala macam perbendaharaannnya. Apakah itu 
  kekuasaan, harta, kedudukan, dan segala fasilitas lainnya. Karenanya, 
  zuhud adalah karakteristik dasar yang membedakan antara seorang 
  mukmin sejati dengan mukmin awam. Jika tidak memiliki keistimewaan 
  dengan karakteristik ini, seorang mukmin tidak dapat dibedakan lagi 
  dari manusia kebanyakan yang terkena fitnah dunia.
   
  Apalagi seorang dai. Jika orang banyak mengatakan dia ”sama saja”, 
  tentu nilai-nilai yang didakwahinya tidak akan membekas ke dalam hati 
  orang-orang yang didakwahinya. Dakwahnya layu sebelum berkembang. 
  Karena itu, setiap mukmin, terutama para dai, harus menjadikan zuhud 
  sebagai perhiasan jati dirinya. Rasulullah saw. bersabda,”Zuhudlah 
  terhadap apa yang ada di dunia, maka Allah akan mencintaimu. 
  Dan zuhudlah terhadap apa yang ada di sisi manusia, maka manusia
   pun akan mencintaimu” (HR Ibnu Majah, tabrani, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
   
  Makna dan Hakikat Zuhud
   
  Makna dan hakikat zuhud banyak diungkap Al-Qur’an, hadits, 
  dan para ulama. Misalnya surat Al-Hadiid ayat 20-23 berikut ini.
  “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah 
  permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah 
  antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, 
  seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian 
  tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian 
  menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan 
  dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah 
  kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) 
  ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, 
  yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan 
  Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa 
  yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. 
  Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada 
  dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) 
  sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah 
  mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan 
  berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu 
  jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. 
  Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong 
  lagi membanggakan diri.”
   
  Ayat di atas tidak menyebutkan kata zuhud, tetapi mengungkapkan 
  tentang makna dan hakikat zuhud. Ayat ini menerangkan tentang 
  hakikat dunia yang sementara dan hakikat akhirat yang kekal. 
  Kemudian menganjurkan orang-orang beriman untuk berlomba
  meraih ampunan dari Allah dan surga-Nya di akhirat.
   
  Selanjutnya Allah menyebutkan tentang musibah yang menimpa 
  manusia adalah ketetapan Allah dan bagaimana orang-orang beriman 
  harus menyikapi musibah tersebut. Sikap yang benar adalah agar tidak 
  mudah berduka terhadap musibah dan apa saja yang luput dari jangkauan 
  tangan. Selain itu, orang yang beriman juga tidak terlalu gembira sehingga 
  hilang kesadaran terhadap apa yang didapatkan. Begitulah metodologi 
  Al-Qur’an ketika berbicara tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang 
  mengarahkan manusia untuk bersikap zuhud.
   
  Dari ayat itu juga, kita mendapat pelajaran bahwa akhlak zuhud 
  tidak mungkin diraih kecuali dengan mengetahui hakikat dunia
  –yang bersifat sementara, cepat berubah, rendah, hina dan bahayanya 
  ketika manusia mencintanya– dan hakikat akhirat –yang bersifat kekal, 
  baik kenikmatannya maupun penderitaannya.
   
  Demikian juga ketika Rasulullah saw., ingin membawa para sahabatnya 
  pada sikap zuhud, beliau memberikan panduan bagaimana seharusnya 
  orang-orang beriman menyikapi kehidupannya di dunia. 
  Rasulullah bersabda, ”Jadilah kamu di dunia seperti orang asing 
  atau musafir.”(HR Bukhari). 
   
  Selanjutnya Rasulullah mencontohkan langsung kepada para sahabat 
  dan umatnya bagaimana hidup di dunia. Beliau adalah orang yang 
  paling rajin bekerja dan beramal shalih, paling semangat dalam ibadah, 
  paling gigih dalam berjihad. Tetapi pada saat yang sama beliau tidak 
  mengambil hasil dari semua jerih payahnya di dunia berupa harta dan 
  kenikmatan dunia. Kehidupan Rasulullah saw. sangat sederhana dan 
  bersahaja. Beliau lebih mementingkan kebahagiaan hidup di akhirat 
  dan keridhaan Allah swt. 
   
  Ibnu Mas’ud ra. melihat Rasulullah saw. tidur di atas kain tikar yang 
  lusuh sehingga membekas di pipinya, kemudian berkata, 
  ”Wahai Rasulullah saw., bagaimana kalau saya ambilkan 
  untukmu kasur?” Maka Rasulullah saw. menjawab, ”Untuk apa dunia itu! 
  Hubungan saya dengan dunia seperti pengendara yang mampir sejenak 
  di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya.” (HR At-Tirmidzi)
   
  Para ulama memperjelas makna dan hakikat zuhud. Secara syar’i, 
  zuhud bermakna mengambil sesuatu yang halal hanya sebatas 
  keperluan. Abu Idris Al-Khaulani berkata, ”Zuhud terhadap dunia 
  bukanlah mengharamkan yang halal dan membuang semua harta. 
  Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah lebih menyakini apa yang 
  ada di sisi Allah ketimbang apa yang ada di tangan kita. Dan jika kita 
  ditimpa musibah, maka kita sangat berharap untuk mendapatkan pahala. 
  Bahkan ketika musibah itu masih bersama kita, kita pun berharap bisa 
  menambah dan menyimpan pahalanya.” Ibnu Khafif berkata, ”Zuhud 
  adalah menghindari dunia tanpa terpaksa.” Ibnu Taimiyah berkata, 
  ”Zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat di akhirat nanti, 
  sedangkan wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang ditakuti bahayanya 
  di akhirat nanti.”
   
  Keutamaan Zuhud terhadap Dunia
   
  Zuhud merupakan sifat mulia orang beriman karena tidak tertipu 
  oleh dunia dengan segala kelezatannya baik harta, wanita, maupun tahta. 
  Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia. Tapi, orang beriman beramal 
  shalih di dunia, memakmurkan bumi, dan berbuat untuk kemaslahatan 
  manusia, kemudian mereka meraih hasilnya di dunia berupa fasilitas dan 
  kenikmatan yang halal di dunia. Pada saat yang sama, hati mereka tidak 
  tertipu pada dunia. Mereka meyakini betul bahwa dunia itu tidak kekal dan 
  akhiratlah yang lebih baik dan lebih kekal. Sehingga, orang-orang beriman 
  beramal di dunia dengan segala kesungguhan bukan hanya untuk mendapatkan 
  kenikmatan sesaat di dunia, tetapi untuk meraih ridha Allah dan surga-Nya 
  di akhirat.
   
  Berikut ini ayat-ayat Al-Qur’an dan beberapa Hadits yang menerangkan 
  keutamaan zuhud terhadap dunia:
  Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa 
  yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari 
  jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. 
  Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali 
  yang baik (surga). Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang 
  lebih baik dari yang demikian itu?” Untuk orang-orang yang bertakwa 
  (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir 
  di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. 
  Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah; 
  dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Ali Imran: 14-15).
   
  Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia 
  adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi 
  subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan
  itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa 
  atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia 
  tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya 
  di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Al-Kahfi: 45-46)
   
  Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. 
  Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, 
  kalau mereka mengetahui. (Al-Ankabut: 64).
   
  Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allah, bukanlah kefakiran yang 
  aku takuti atas kalian, tetapi aku takut pada kalian dibukakannya 
  dunia bagi kalian sebagaimana telah dibuka bagi umat sebelum kalian. 
  Kemudian kalian berlomba-lomba sebagaimana mereka berlomba-lomba, 
  dan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan mereka.” 
  (Muttafaqun ‘alaihi)
   
  Rasulullah saw. mengabarkan kepada kita bahwa didatangkan orang 
  yang paling senang di dunia sedang dia adalah ahli neraka di hari kiamat, 
  dicelupkan ke dalam api neraka satu kali celupan. Kemudian ditanya, 
  ”Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kebaikan? 
  Apakah engkau merasakan kenikmatan (di dunia)?” Maka dia menjawab, 
  ”Tidak, demi Allah, wahai Rabbku.” Kemudian didatangkan orang 
  yang paling menderita di dunia dan dia ahli surga, dicelupkan satu kali 
  celupan di surga. Kemudian ditanya, ”Wahai Anak Adam, apakah engkau 
  pernah menderita kesulitan? Apakah lewat padamu suatu kesusahan 
  (di dunia)?” Maka ia menjawab, ”Tidak, demi Allah, wahai Rabbku, 
  tidak pernah aku mengalami kesusahan dan kesulitan sedikitpun.” 
  (HR Muslim)
   
  Rasulullah bersabda, “Demi Allah, perbandingan dunia dengan akhirat 
  seperti seorang menyelupkan tangannya ke dalam lautan, lihatlah apa 
  yang tersisa.” (HR Muslim)
   
  Tanda-tanda Zuhud
   
  Imam Al-Ghazali menyebutkan ada 3 tanda-tanda zuhud, yaitu: 
  Pertama, tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih 
  karena hal yang hilang. 
   
  Kedua, sama saja di sisinya orang yang mencela dan mencacinya, 
  baik terkait dengan harta maupun kedudukan. 
   
  Ketiga, hendaknya senantiasa bersama Allah dan hatinya 
  lebih didominasi oleh lezatnya ketaatan. Karena hati tidak dapat terbebas 
  dari kecintaan. Apakah cinta Allah atau cinta dunia. Dan keduanya 
  tidak dapat bersatu.
   
  Jadi, tanda zuhud adalah tidak adanya perbedaan antara 
  kemiskinan dan kekayaan, kemuliaan dan kehinaan, pujian dan 
  celaan karena adanya dominasi kedekatan kepada Allah.
  Yahya bin Yazid berkata, ”Tanda zuhud ada dermawan dengan 
  apa yang ada.” Imam Ahmad bin Hambal dan Sufyan r.a. berkata, 
  ”Tanda zuhud adalah pendeknya angan-angan.”
   
  Kehidupan zuhud ini dicontoh oleh para sahabatnya: 
  Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan, dan Abdurrahman bin Auf. 
  Mereka adalah beberapa sahabat yang kaya raya, tetapi tidak mengambil 
  semua harta kekayaannya untuk diri sendiri dan keluarganya. 
  Sebagian besar harta mereka habis untuk dakwah, jihad, dan 
  menolong orang-orang beriman. Mereka adalah tokoh pemimpin 
  dunia yang dunia ada dalam genggamannya, namun tidak tertipu 
  oleh dunia. Bahkan, mereka lebih mementingkan kehidupan akhirat 
  dengan segala kenikmatannya. Abu Bakar berkata, 
  ”Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami, bukan di hati kami.” 
   
  Suatu saat Ibnu Umar mendengar seseorang bertanya, ”Dimana 
  orang-orang yang zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat?” 
  Lalu Ibnu Umar menunjukkan kuburan Rasulullah saw., Abu Bakar, 
  dan Umar, seraya balik bertanya, 
  ”Bukankah kalian bertanya tentang mereka?”
   
  Abu Sulaiman berkata, ”Utsman bin ‘Affan dan Abdurrahman bin Auf 
  adalah dua gudang harta dari sekian banyak gudang harta Allah yang 
  ada di bumi. Keduanya menginfakkan harta tersebut dalam rangka 
  mentaati Allah, dan bersiap menuju Allah dengan hati dan ilmunya.”
   
  Dengan demikian hanya orang yang berimanlah yang dapat memakmurkan 
  bumi dan memimpin dunia dengan baik, karena mereka tidak menghalalkan 
  segala cara untuk meraihnya. Demikianlah cara umat Islam memimpin dunia, 
  mulai dari Rasulullah saw., khulafaur rasyidin sampai pemimpin berikutnya. 
  Pemerintahan Islam berhasil menghadirkan keamanan, perdamaian, keadilan, 
  dan kesejahteraan. Perdaban dibangun atas dasar keimanan dan moral. 
  Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, salah satu pemimpin 
  yang paling zuhud, masyarakat merasakan ketentraman, kesejahteraan, 
  dan keberkahan. Tidak ada lagi orang yang miskin yang meminta-minta, 
  karena kebutuhannya sudah tercukupi.
   
  Tingkatan Zuhud
   
  Zuhud orang-orang beriman memiliki tingkatan. Zuhud terhadap yang haram, 
  zuhud terhadap yang makruh, zuhud terhadap yang syubhat, dan zuhud terhadap 
  segala urusan dunia yang tidak ada manfaatnya untuk kebaikan hidup di akhirat.
   
  Zuhud terhadap yang haram hukumnya wajib. Orang-orang beriman 
  harus zuhud atau meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan Allah. 
  Bahkan sifat-sifat orang beriman, bukan hanya meninggalkan yang 
  diharamkan, tetapi meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna. 
  Kualitas keimanan dan keislaman seseorang sangat terkait dengan 
  kemampuannya dalam meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna. 
  Allah swt. berfirman, 
  “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
   yang tiada berguna.” (Al-Mu’minun: 3). 
   
  Rasulullah saw. bersabda, ”Diantara tanda kebaikan Islam seseorang 
  adalah meninggalkan hal-hal yang tidak berguna.” (HR At-Tirmidzi)
   
  Imam Ahmad mengatakan, ”Zuhud ada tiga bentuk. 
  Pertama, meninggalkan sesuatu yang haram, dan ini adalah zuhudnya 
  orang awwam. Kedua, meninggalkan berlebihan terhadap yang halal, 
  ini adalah zuhudnya golong yang khusus. Ketiga, meninggalkan 
  segala sesuatu yang menyibukkannya dari mengingat Allah, 
  dan ini adalah zuhudnya orang-orang arif.”
   
  Hal yang berkaitan dengan zuhud ada 6 perkara. Seseorang tidak 
  berhak menyandang sebutan zuhud sehingga bersikap zuhud 
  terhadap 6 perkara tersebut, yaitu; harta, rupa (wajah), 
  kedudukan (kekuasaan), manusia, nafsu, dan segala sesuatu 
  selain Allah. Namun demikian, ini bukan berarti menolak kepemilikan 
  terhadapnya. Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. adalah orang yang 
  paling zuhud di zamannya, tetapi memiliki banyak harta, wanita, 
  dan kedudukan.
   
  Nabi Muhammad saw. adalah nabi yang paling zuhud, tetapi juga 
  punya beristri lebih dari satu. Sembilan dari sepuluh sahabat yang 
  dijamin masuk surga tanpa hisab, kecuali Ali bin Abi Thalib, 
  semuanya kaya raya, tetapi pada saat yang sama mereka adalah 
  orang yang paling zuhud. Mereka adalah Abu Bakar As-Shiddiq, 
  Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Abu Ubaidah bin Jarrah, 
  Abdurahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, 
  Saad bin Abi Waqqas, dan Said bin Abdullah. 
   
  Sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang paling zuhud. 
  Meskipun demikian ketika meninggal dunia, beliau meninggalkan 
  21 wanita: 4 orang istri merdeka dan 17 budak wanita.
   
  Setiap orang beriman harus senantiasa meningkatkan kualitas zuhudnya.
  Itulah yang akan memberinya kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat 
  serta meraih ridha Allah swt. Orang-orang yang berkerja keras mencari 
  nafkah dengan cara yang halal. Ketika berhasil meraih banyak harta 
  kemudian menunaikan kewajiban atas harta tersebut, seperti zakat, infak, 
  dan lainnya. Dengan berlaku seperti itu, dia termasuk orang zuhud. 
  Orang-orang yang beriman yang memiliki istri lebih dari satu untuk 
  membersihkan dirinya (iffah) adalah termasuk orang yang zuhud.
   
  Sedangkan orang kafir, karakteristiknya adalah rakus terhadap kehidupan 
  dunia dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Bagi mereka 
  tidak ada istilah halal dan haram. Mereka tidak mengenal perbedaan 
  antara nikah dengan zina, antara hadiah dengan suap, antara bisnis 
  dengan riba, antara makanan halal dengan yang haram. Bahkan pada 
  hal yang dianggap tabu saja orang-orang kafir berupaya menghalakan 
  semuanya. Perzinaan mereka menghalalkan dengan dalil hak asasi manusia.
   
  Berawal dari kebebasan hak untuk membuka aurat dalam berbusana. 
  Permisif dalam pergaulan dengan membolehkan berduaan di tempat sepi. 
  Berciuman di tempat umum dijadikan hal lumrah. Sehingga, perilaku 
  perzinaan menjadi berita yang selalu dipertontonkan di teve dan 
  dikabarkan di tabliod. Dari mulai perzinaan lelaki dengan perempuan 
  yang belum menikah, perzinaan lelaki dan perempuan yang sudah 
  menikah, sampai perzinaan sejenis: lelaki dengan lelaki, perempuan 
  dengan perempuan. Dari perzinaan inces sampai perzinaan yang dilakukan 
  bukan pada tempatnya. Begitulah kehidupan orang kafir. 
  Mereka seperti hewan, bahkan lebih rendah lagi. Allah berfirman, 
  “Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan
   mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka 
  adalah tempat tinggal mereka.” (Muhammad: 12)
   
  Fudhail bin ‘Iyyadh berkata, “Allah menjadikan segenap keburukan 
  dalam sebuah rumah, dan menjadikan kuncinya adalah cinta dunia. 
  Dan Allah menjadikan segenap kebaikan dalam sebuah rumah, 
  dan menjadikan kuncinya adalah zuhud dari dunia.”
   
  Tragisnya, kepemimpinan dunia saat ini dikuasai oleh orang-orang kafir. 
  Sehingga, kerusakannya sangat dahsyat. Jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. 
  Pola hidup materialisme mendominasi di hampir semua lapangan kehidupan. 
  Tolok ukur kesusesan diukur dari sejauh mana berhasil meraup 
  sebanyak-banyak materi, tanpa memperhatikan ukuran agama dan moral. 
  Maka berlomba-lombalah setiap orang menjual diri dan harga diri untuk 
  meraih sebanyak-banyaknya materi. Dan mayoritas umat Islam terimbas 
  budaya materialisme itu. Pola hidupnya mirip dengan orang kafir sehingga 
  terjadilah kerusakan yang sangat dahsyat. Realitas seperti inilah yang 
  dikhawatirkan oleh Rasulullah saw. dalam sebuah haditsnya dimana 
  umat Islam terkena virus wahn (cinta dunia dan takut mati) dan 
  berpola hidup materialisme hampir sama dengan orang kafir.
   
  Cinta dunia dan rakus terhadap harta adalah penyakit yang paling 
  berbahaya. Segala bentuk kejahatan bermuara dari kerakusan 
  terhadap dunia dan pola hidup materialisme: perzinaan dan seks bebas, 
penjualan bayi, narkoba, perjudian, riba, korupsi, dan lain sebagainya. 
Karenanya, 
  Rasulullah saw. mengingatkan akan bahaya rakus terhadap harta, 
  ”Tidaklah dua serigala lapar yang dikirim pada kambing melebihi
  bahayanya daripada kerakusan seseorang terhadap harta dan
  kedudukan.” (HR At-Tirmidzi)
   
  Upaya penyadaran kembali umat Islam tentang hakikat dunia 
  dan akhirat sangat penting. Bahwa keimanan terhadap hari akhir 
  adalah prinsip yang harus terus menerus diingat dan ditanamkan 
  kepada umat Islam sehingga motivasi dan tujuan hidup mereka 
  sesuai dengan nilai-nilai Islam. Semakin kuat keimanan seseorang 
  kepada hari akhir, akan semakin baik dan semakin zuhud. Sebaliknya, 
  semakin lemah keimanan seseorang kepada hari akhir, akan semakin 
  jahat dan semakin rakus.
   
  Dalam sebuah riwayat disebutkan dua orang zuhud bertemu, 
  Ibrahim bin Adham dan Syaqiq Al-Balkhi. Syaqiq bertanya 
  kepada Ibrahim, “Apa yang Anda ketahui tentang dunia?” Ibrahim 
  balik bertanya, “Kalau menurut Anda, bagaimana?” Syaqiq menjawab, 
  “Jika kami tidak mendapatkanya, maka kami harus bersabar. Dan jika 
  mendapatkannya, maka kami harus bersyukur.” Ibrahim bin Adham 
  berkata, “Kalau seperti itu, maka anjing Balakh (sebuah kota di Afghanistan) 
  pun melakukannya.” Syaqiq bertanya, “Lalu, bagaimana menurut 
  pendapat anda?” Ibrahim menjawab, “Jika tidak mendapatkan dunia, 
  kami bersyukur. Dan jika mendapatnya, kami itsaar (mengutamakannya
  untuk orang lain).” Demikianlah bahwa zuhud memang memiliki tingkatan.
   
  Kesalahpahaman terhadap Zuhud
   
  Banyak orang yang salah paham terhadap zuhud. Banyak yang mengira 
  kalau zuhud adalah meninggalkan harta, menolak segala kenikmatan dunia, 
  dan mengharamkan yang halal. Tidak demikian, karena meninggalkan 
  harta adalah sangat mudah, apalagi jika mengharapkan pujian dan 
  popularitas dari orang lain. Zuhud yang demikian sangat dipengaruhi 
  oleh pikiran sufi yang berkembang di dunia Islam. Kerja mereka cuma 
  minta-minta mengharap sedekah dari orang lain, dengan mengatakan 
  bahwa dirinya ahli ibadah atau keturunan Rasulullah saw. Padahal Islam 
  mengharuskan umatnya agar memakmurkam bumi, bekerja, dan menguasai 
  dunia, tetapi pada saat yang sama tidak tertipu oleh dunia.
   
  Segala yang halal itu jelas dan segala yang haram itu jelas, di antara 
  keduanya ada yang syubhat yang harus kita jauhi dan tinggalkan. 
  Semoga Allah menjadi kita bagian orang yang zuhud dan diberi kita p
  emimpin zuhud yang membimbing kita dalam memakmurkan dunia. 
   
  http://www.dakwatuna.com/index.php/tazkiyatun-nafs/2007/zuhud/
  
       
---------------------------------
Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
 Check outnew cars at Yahoo! Autos.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke