Relationship insights: Jebakan Cinta

halo sahabat,

Sering kita mengagung-agungkan Cinta, apalagi dalam
kehidupan berumah tangga.  Pasangan saling mengucapkan
Cinta.  Namun lupa, ada yang namanya Jebakan Cinta.

Apakah itu?

Pada waktu pacaran, hubungan terasa di awan, semuanya
serba indah, memang ini akibat dorongan hormon sex
yang menggebu-gebu menjadikan Cinta membara.  Dan
ujung-ujungnya beralih kepada pernikahan.

Apakah arti pernikahan itu?  Mengapa Pernikahan diikat
secara Ilahi?

Sebagian besar mengartikan pernikahan itu adalah
cinta.  Dipikirnya dengan dasar cinta yang mendalam,
maka mempelai wanita merasa berhasil!  Berhasil
mendapatkan sandaran hidup, seseorang yang mau
memperhatikan, mengurusi hidupnya, memberi perhatian
penuh, pada siang maupun malam.... Dan ternyata
setelah menikah, semuanya pudar... Anak pertama lahir,
euforia cinta masih ada, dengan hadirnya makhluk baru,
sang anak.  Suami makin cinta.

Genap anak ketiga lahir, Suami kembali sibuk dengan
urusan kantornya, kemana lagi cinta?  kepama lagi
ikatan asmara?

Akhirnya masing-masing merasa kesepian.  Aneh ditengah
hiruk pikuk suara jeritan anak-anak sang suami bisa
merasa miserable, kesepian, teringat ME, saat makan
disuapi...

Inilah jebakan Cinta ke-1: Selingkuh

Dianggapnya cinta itu seperti api tungku di rumah yang
membara pada saat musim dingin, dan untuk itu perlu
suasana baru, semangat baru, pasangan baru.

Akhirnya kehidupan rumah tangga bukan menjadi "Hingga
mau menjemput, kita saling cinta pada saat suka dan
duka"

Akhirnya artinya adalah... "Hingga maut menjemput,
apakah aku membuhuhmu atau kamu membunuhku".

Banyak sekali kehidupan rumah tangga berakhir pada
selingkuh, karena tidak mengerti apa arti pernikahan
yang sejati, bahwa pernikahan bukan dilandasi cinta,
apalagi sex.

Jebakan ke-2: Kehilangan jati diri.

Banyak diantara pasangan yang merasa frustasi, harus
bagaimana lagi, berujung pada depresi berkelanjutan,
terutama pada pasangan wanita.

Mengapa?

Sungguh aneh, hidupnya diberikan sepenuhnya bagi
suami, segalanya dikorbankan, cintanya setia, setelah
menikah 16 tahun dan ditambah pacaran 5 tahun total 21
tahun mengurusi suami, akibatnya Kehilangan jati diri.

Kok bisa?

Dipikirnya bahwa pernikahan adalah masalah cinta. 
Jauh diatas itu, diatas cinta, lebih dari itu, ada
masalah jiwa.

Jiwa?

Ya betul jiwa.  Pada saat menikah, banyak pasangan
wanita harus menyesuaikan diri dengan suaminya.  Yang
dipikirkan adalah: "Bagaimana pikiran suamiku? Apa
yang diharapkan suamiku?  Bagaimana caranya membuat
suamiku bahagia?"

Hidupnya menjadi berubah, seolah memiliki hidup baru,
yaitu hidup untuk suaminya...

Akhirnya banyak sosok istri yang menjadi lemah, loyo,
kehilangan tenaga, seolah-olah energinya terserap oleh
lubang hitam pernikahan: Semakin dirinya mengorbankan
dirinya untuk hidup sang suami, maka semakin mengecil
jiwanya, nuraninya, semakin mengecil, hingga menjadi
hilang.

Seseorang bisa menjadi kehilangan jati diri, dia sudah
tidak ingat lagi bagaimana caranya menjadi confident,
mantap, bergaul, semuanya menjadi hilang musnah
ditelan jebakan cinta pada suaminya.

Oleh karena itu, apakah arti pernikahan yang sejati?

Mengapa pernikahan diikat secara Ilahi?

Karena sebuah pernikahan adalah ikatan dua buah jiwa. 
Jiwa-jiwa tersebut akan menjadi sebuah pasangan jiwa -
soulmate.

Pasangan jiwa ini tujuannya adalah supaya Jiwanya
berkembang, bertumbuh, sehingga menjadi hidup penuh
makna, mengertri arti hidup secara bersama.

Mengapa harus berpasangan, mengapa harus soulmate -
pasangan jiwa?

Karena sesungguhnya jiwa kita itu merasa kesepian di
tengah bisingnya kehidupan, sibuknya urusan kantor,
dan beratnya beban hidup, jiwa-jiwa kita banyak
dikhianati, dibohongi, dipojokkan, diabaikan,
ditindas, dilupakan, sehingga jiwa kita dalam sanubari
kita merasa sunyi, sepi dan sendiri.

Bayangkan bagaimana rasanya jiwa tersebut memiliki
teman, memiliki rasa kebersamaan bahwa tidak lagi
sendiri, penuh dengan perhatian, dia tahu bahwa ada
jiwa lain yang menjaga hidupnya, menemani hidupnya.

Ini bukan hanya masalah cinta, namun lebih dalam lagi,
perasaan aman, tenteram, damai, sentosa, merasa trust,
acceptance, authentik, menjadikan hidup ini melangkah
dengan dua kaki, jiwa yang satu dan jiwa pasangannya.

Ikatan Jiwa-jiwa pasangan yang menikah perlu mendapat
restu Ilahi, karena sifat jiwa itu berhubungan
langsung dengan Ilahi.  Semacam hotline ke atas.  Pada
saat pasangan menderita, sedih, namun dia bahagia,
karena ada yang menemani, ada yang menjadi saksi,
begitu setia mengerti pengorbanan hidup untuk
pasangannya.

Oleh karena itu, seolah-olah ikatan pernikahan adalah
saling memberi hidupnya, jiwanya, nyawanya kepada yang
lain.  Ikatan sepenuh jiwa artinya rela mati demi
untuk pasangannya.

 
salam,
Goenardjoadi Goenawan
http://swa.co.id/swamajalah/tren/details.php?cid=1&id=3195&pageNum=2

Miliki Buku-buku karya Ir. Goenardjoadi Goenawan, MM.:
* Menjadi Kaya Dengan Hati Nurani
* Mata Air Untuk Dahaga Jiwaku
* Pelangi Kehidupan Entrepreneur
* Memasarkan Dengan Hati (terbit 8 November 2006)
ditulis bersama Ir. Stefanus Indrayana, MBA.:
* Manajemen Berbasis Nurani (Terbit 1 Januari 2007)
* Best Life; Menjalani Hidup Penuh Makna (belum
terbit) 
* Journey to the soul; Piramida Kebutuhan Jiwa 
Penerbit: Elex Media Komputindo








Kirim email ke