Re: [mediacare] Kejujuran ituh,langka di tubuh uler ijoh

2007-06-26 Terurut Topik as as
Syukurlah Daaam, ente sudah tidak berbahasa Orgil lagi.

Gitu kan lebih enak dibaca dan dimengerti, tho Daam.

Anehnya si Samudra cs itu kalo rapat kan di sekitar Ngruki,  karena logikanya, 
haruslah deket dengan mBangasuwiiir. Tapi kok polisi ndak pernah meriksa sidik 
jari mBangasir yang pasti banyak di tempat2 rapat itu. Apa di kursi, apa di 
meja, apa di mana sajalaaah.

godamlima <[EMAIL PROTECTED]> wrote:  KEJUJURAN 
ITUH LANGKA DI ULER IJOH
 26 juni 2007,Selasa kwalat.
 
 Bukankah pengganti Sungkar adalah Ba`asyir?
 Setelah 1999, memang ada upaya beberapa anasir JI untuk mengangkat 
 Ustadz Ba`asyir sebagai amir. Tetapi tidak pernah tercapai 
 kesepakatan yang sesuai PUPJI dan syariat Islam. Jadi kalau Ustadz 
 Ba`asyir menyatakan bukan Amir JI, itu betul. Sejak 1999, secara 
 institusional, JI sudah tidak wujud. Tidak ada lagi lembaga JI. Yang 
 ada anasir JI. Termasuk Ustadz Ba`asyir, saya, dan Hambali, itu 
 anasir JI. Tidak ada kesepakatan dalam sebuah institusi.
 
 
 KOMENTARANKU,
 Huh,mengapah para turunan habib inih,
 
 Jadi pereseh dan perusuh di tanah aer yah???
 
 >
 
 Hehehe,daku baru mendapetken kiriman yang hanget,
 
 Tentang ASAL USULNYAH PARA ULER IJOH.
 
 Dan kesimpulanku, adalah demingkian.
 
 KEJUJURAN DAN KEBERANIAN UNTUK MENGAKU
 
 ADALAH MERUPAKEN BARANG LANGKAH DI TUBUHNYAH ULER IJOH.
 
 Sementara..Mubasyir 
 
 ADALAH PENGAJAR KEPALSUAN IDUP YANG NOMER SATU BUKAN?
 
 >
 
 Abu Rusydan:
 Aksi Teror Bukan Tanggung Jawab JI
 
 Pemerhati gerakan Islam, Umar Abduh, menyebut Jamaah Islamiyah (JI) 
 kini pecah jadi tiga faksi. Salah satunya faksi ideologis dengan 
 figur sentral Abu Rusydan. Sisanya faksi moderat dengan tokoh Abu 
 Bakar Ba`asyir, dan faksi teroris dengan pentolan Hambali. Faksi 
 Rusydan dinilai konsisten dengan visi awal Abdullah Sungkar.
 
 Zarkasih dan Abu Dujanah yang ditangkap pekan lalu, menurut Umar 
 Abduh, termasuk faksinya Rusydan. Mereka tidak sepakat dengan aksi 
 pemboman di sembarang tempat atas nama jihad. Dilihat rekam 
 jejaknya, Abu Rusydan alias Thoriquddin alias Hamzah ini terbilang 
 otoritatif untuk menjelaskan Jamaah Islamiyah (JI) luar dalam.
 
 Ia tercatat sebagai angkatan ke-2 peserta pelatihan di Akademi 
 Militer Mujahidin Afghanistan di Sadda, Pakistan. Seangkatan dengan 
 Mukhlas, terpidana bom Bali I dan Mustafa, Ketua Mantiqi III JI 
 sebelum Nasir Abas (angkatan ke-5).
 
 Pada April 2002, pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah, 47 tahun silam 
 itu, disebut-sebut diangkat sebagai Pelaksana Harian Tugas Amir JI. 
 Dua tahun kemudian, April 2004, ia ditangkap polisi. Pengadilan 
 memvonis 3 tahun 6 bulan karena dianggap melindungi Mukhlas, pelaku 
 bom Bali I. Kini sudah bebas. Biasanya Rusydan tidak mau gamblang 
 bicara soal JI. Ia cermat memainkan kalimat untuk berkelit.
 
 Tapi kali ini, ia bicara lebih blak-blakan soal seluk-beluk JI, pola 
 kepemimpinannya, serta potensi teror dari kalangan JI pasca 
 penangkapan Abu Dujana dan Zarkasih. Berikut petikan perbincangannya 
 dengan Asrori S. Karni dari Gatra, Selasa lalu.
 
 Penangkapan Zarkasih, selaku Amir Darurat JI, mengungkapkan bahwa JI 
 terus melakukan regenerasi kepemimpinan. Tanggapan Anda?
 Kalau mau melihat sosok JI yang sesungguhnya, harus dilepaskan dulu 
 dari isu terorisme. Bila masih dikaitkan dengan terorisme, selalu 
 imajiner. JI yang tidak terkait dengan seluruh aksi terorisme itu 
 hanya efektif dari 1993 sampai 1999, di bawah kepemimpinan Ustadz 
 Abdullah Sungkar, sampai wafat.
 
 Setelah 1999, secara struktural, JI tidak wujud. Karena tidak pernah 
 diangkat Amir pengganti Ustadz Sungkar, yang sesuai Syariat Islam 
 dan ketentuan PUPJI (Pedoman Umum Perjuangan JI). Syariat Islam 
 tidak pernah mengenal istilah "Amir Darurat" dan "Pelaksana Tugas 
 Harian Amir". PUPJI juga tidak mengatur itu.
 
 Bukankah pengganti Sungkar adalah Ba`asyir?
 Setelah 1999, memang ada upaya beberapa anasir JI untuk mengangkat 
 Ustadz Ba`asyir sebagai amir. Tetapi tidak pernah tercapai 
 kesepakatan yang sesuai PUPJI dan syariat Islam. Jadi kalau Ustadz 
 Ba`asyir menyatakan bukan Amir JI, itu betul. Sejak 1999, secara 
 institusional, JI sudah tidak wujud. Tidak ada lagi lembaga JI. Yang 
 ada anasir JI. Termasuk Ustadz Ba`asyir, saya, dan Hambali, itu 
 anasir JI. Tidak ada kesepakatan dalam sebuah institusi.
 
 Mengapa JI tak bisa wujud pasca wafatnya Sungkar? Apa kesulitan 
 mencari sosok sekaliber Sungkar?
 Antara lain itu. Sebab lain, tujuan dasar JI yang dikembangkan 
 Ustadz Sungkar mulai tidak dipahami anasir JI. Salah satu 
 pertimbangan yang penting dipahami, pada 1 Januari 1993, ketika kami 
 memisahkan diri dari NII (Negara Islam Indonesia), alasan paling 
 mendasar adalah bahwa kami ingin berpikir kongkrit. Kalau kita 
 berangkat dari "Negara Islam Indonesia", maka syaratnya sudah tidak 
 terpenuhi lagi. Maka kami mencoba kembali kepada al-Jamaah al-
 Islamiyah, masyarakat Islami.
 
 Art

[mediacare] Kejujuran ituh,langka di tubuh uler ijoh

2007-06-26 Terurut Topik godamlima
KEJUJURAN ITUH LANGKA DI ULER IJOH
26 juni 2007,Selasa kwalat.

Bukankah pengganti Sungkar adalah Ba`asyir?
Setelah 1999, memang ada upaya beberapa anasir JI untuk mengangkat 
Ustadz Ba`asyir sebagai amir. Tetapi tidak pernah tercapai 
kesepakatan yang sesuai PUPJI dan syariat Islam. Jadi kalau Ustadz 
Ba`asyir menyatakan bukan Amir JI, itu betul. Sejak 1999, secara 
institusional, JI sudah tidak wujud. Tidak ada lagi lembaga JI. Yang 
ada anasir JI. Termasuk Ustadz Ba`asyir, saya, dan Hambali, itu 
anasir JI. Tidak ada kesepakatan dalam sebuah institusi.


KOMENTARANKU,
Huh,mengapah para turunan habib inih,

Jadi pereseh dan perusuh di tanah aer yah???

>


Hehehe,daku baru mendapetken kiriman yang hanget,

Tentang ASAL USULNYAH PARA ULER IJOH.

Dan kesimpulanku, adalah demingkian.

KEJUJURAN DAN KEBERANIAN UNTUK MENGAKU

ADALAH MERUPAKEN BARANG LANGKAH DI TUBUHNYAH ULER IJOH.

Sementara..Mubasyir 

ADALAH PENGAJAR KEPALSUAN IDUP YANG NOMER SATU BUKAN?

>

Abu Rusydan:
Aksi Teror Bukan Tanggung Jawab JI

Pemerhati gerakan Islam, Umar Abduh, menyebut Jamaah Islamiyah (JI) 
kini pecah jadi tiga faksi. Salah satunya faksi ideologis dengan 
figur sentral Abu Rusydan. Sisanya faksi moderat dengan tokoh Abu 
Bakar Ba`asyir, dan faksi teroris dengan pentolan Hambali. Faksi 
Rusydan dinilai konsisten dengan visi awal Abdullah Sungkar.

Zarkasih dan Abu Dujanah yang ditangkap pekan lalu, menurut Umar 
Abduh, termasuk faksinya Rusydan. Mereka tidak sepakat dengan aksi 
pemboman di sembarang tempat atas nama jihad. Dilihat rekam 
jejaknya, Abu Rusydan alias Thoriquddin alias Hamzah ini terbilang 
otoritatif untuk menjelaskan Jamaah Islamiyah (JI) luar dalam.

Ia tercatat sebagai angkatan ke-2 peserta pelatihan di Akademi 
Militer Mujahidin Afghanistan di Sadda, Pakistan. Seangkatan dengan 
Mukhlas, terpidana bom Bali I dan Mustafa, Ketua Mantiqi III JI 
sebelum Nasir Abas (angkatan ke-5).

Pada April 2002, pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah, 47 tahun silam 
itu, disebut-sebut diangkat sebagai Pelaksana Harian Tugas Amir JI. 
Dua tahun kemudian, April 2004, ia ditangkap polisi. Pengadilan 
memvonis 3 tahun 6 bulan karena dianggap melindungi Mukhlas, pelaku 
bom Bali I. Kini sudah bebas. Biasanya Rusydan tidak mau gamblang 
bicara soal JI. Ia cermat memainkan kalimat untuk berkelit.

Tapi kali ini, ia bicara lebih blak-blakan soal seluk-beluk JI, pola 
kepemimpinannya, serta potensi teror dari kalangan JI pasca 
penangkapan Abu Dujana dan Zarkasih. Berikut petikan perbincangannya 
dengan Asrori S. Karni dari Gatra, Selasa lalu.

Penangkapan Zarkasih, selaku Amir Darurat JI, mengungkapkan bahwa JI 
terus melakukan regenerasi kepemimpinan. Tanggapan Anda?
Kalau mau melihat sosok JI yang sesungguhnya, harus dilepaskan dulu 
dari isu terorisme. Bila masih dikaitkan dengan terorisme, selalu 
imajiner. JI yang tidak terkait dengan seluruh aksi terorisme itu 
hanya efektif dari 1993 sampai 1999, di bawah kepemimpinan Ustadz 
Abdullah Sungkar, sampai wafat.

Setelah 1999, secara struktural, JI tidak wujud. Karena tidak pernah 
diangkat Amir pengganti Ustadz Sungkar, yang sesuai Syariat Islam 
dan ketentuan PUPJI (Pedoman Umum Perjuangan JI). Syariat Islam 
tidak pernah mengenal istilah "Amir Darurat" dan "Pelaksana Tugas 
Harian Amir". PUPJI juga tidak mengatur itu.

Bukankah pengganti Sungkar adalah Ba`asyir?
Setelah 1999, memang ada upaya beberapa anasir JI untuk mengangkat 
Ustadz Ba`asyir sebagai amir. Tetapi tidak pernah tercapai 
kesepakatan yang sesuai PUPJI dan syariat Islam. Jadi kalau Ustadz 
Ba`asyir menyatakan bukan Amir JI, itu betul. Sejak 1999, secara 
institusional, JI sudah tidak wujud. Tidak ada lagi lembaga JI. Yang 
ada anasir JI. Termasuk Ustadz Ba`asyir, saya, dan Hambali, itu 
anasir JI. Tidak ada kesepakatan dalam sebuah institusi.

Mengapa JI tak bisa wujud pasca wafatnya Sungkar? Apa kesulitan 
mencari sosok sekaliber Sungkar?
Antara lain itu. Sebab lain, tujuan dasar JI yang dikembangkan 
Ustadz Sungkar mulai tidak dipahami anasir JI. Salah satu 
pertimbangan yang penting dipahami, pada 1 Januari 1993, ketika kami 
memisahkan diri dari NII (Negara Islam Indonesia), alasan paling 
mendasar adalah bahwa kami ingin berpikir kongkrit. Kalau kita 
berangkat dari "Negara Islam Indonesia", maka syaratnya sudah tidak 
terpenuhi lagi. Maka kami mencoba kembali kepada al-Jamaah al-
Islamiyah, masyarakat Islami.

Artinya, menanggalkan cita-cita negara Islam?
Cita-cita negara Islam tidak hilang. Yang hilang adalah starting 
point berpikir bahwa kita masih punya "negara Islam". Kalau waktu di 
NII kan kita masih menganut negara Islam. Dengan memisahkan diri 
dari NII, maka JI berpikir bahwa titik awal, starting point kita 
sekarang dari jamaah.

Orientasi perjuangan beralih dari negara ke masyarakat?
Ya betul. Titik perhatiannya pada dua bidang: pendidikan dan dakwah. 
Adapan agenda yang lain-lain masih kita lihat dulu, bagaimana 
penerimaan masyarakat terhadap