Re: [mediacare] Menemukan Pencerahan di Kartu is Nonsense
Ani Sekarningsih, penggemar berat fotografi. Kalau saya nggak salah, fotografi itu sarat dengan teori - teori fisika. Apa yang kita pelajari waktu SMP tentang cahaya dan optik,y a itu semua diterapkan dalam fotografi. Seorang penggemar berat fotografi seperti Ani Sekarningsih, memiliki peguasaan teknis fotografi yang matang dan memadai. BTW, fotografi dan ilmu fisika itu nalar banget. Logis banget. Jadi kalau dibilang Ani Sekarningsih itu manipulatif, tentunya kurang tepat. Diafragma dan kecepatan cahaya itu nyata, bukan manipulatif. HB On May 27, 2007, at 10:07 AM, leonardo rimba wrote: Koran Kompas hari ini, Minggu, 27 Mei, 2007, menurunkan tulisan berjudul "Menemukan Pencerahan di Kartu". Di artikel yang a.l. ditulis oleh Maria Hartiningsih itu diceritakan pengalaman seorang pengajar di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Dr. Ruby yang, konon, menemukan pencerahan di kartu-kartu tarot. Kesan saya: What a nonsense! Ya, saya kenal dengan Mbak Ruby yang menawarkan kepada Vincent Liong untuk menggunakan tempat di Gedung Pasca Sarjana, Universitas Sahid, untuk pertama-kali mempresentasikan apa yang sekarang dikenal dengan nama Kompatiologi. Itu sekitar satu tahun yang lalu. Saya ingat bahwa Mang Iyus (Yuswan Setiawan) juga hadir. Saya duduk di depan, membantu Vincent untuk tetap tegar dan tidak nervous untuk melakukan presentasi di depan sekitar 20 orang yang hadir saat itu, termasuk seorang wartawati yang akhirnya melahirkan tulisan tentang acara kami hari itu di koran the Jakarta Post. Walaupun belum pernah menulis sesuatu tentangnya sebelumnya, tanpa ragu-ragu saya akan menuliskan di kesempatan ini bahwa Mbak Ruby termasuk aliran "prenungan" yang tidak akan membawa pengikutnya kemana-mana selain menipu dirinya sendiri. What is pencerahan sebenarnya? Apakah pencerahan yang dicari-carinya itu, apalagi yang dicari-cari melalui kartu tarot yang, konon, dicabut satu hari satu lembar dan dipelototi untuk diserap sari pencerahannya. Sari pencerahan apa? Nothing could be found there. It's her problem, though. Kalau dia bisa menemukan ketenangan diri yang semu di kartu-kartu itu,... then go on, it's her life. Kartu is tetap kartu, walaupun namanya tarot. Dan, menurut saya, sejuta jenis kartu tarot yang tiap jenisnya berjumlah 78 lembar itu tidak akan membawa pencerahan bagi seorangpun. Never. Tidak pernah dan tidak akan pernah. Itulah juga alasan sebenarnya kenapa saya harus memisahkan diri dari Ani Sekarningsih yang sangat berwatak manipulatif. Mbak Ruby yang pengajar di Fakultas Psikologi UI itu adalah muridnya Ani Sekarningsih yang tersohor dengan metode pelototan kartu every day. Pelototi dan meditasikan, that's her dictum. Dengan metode pelototannya itu, Ani Sekarningsih tidak pernah bisa menguasai tarot, not even its psychological aspect. And that notwithstanding the fact that Ani Sekarningsih tetap mengasuh kolom ramal meramal tarot di salah satu harian. Dan inkompetensi itu diwariskannya kepada Mbak Ruby yang psikolog... Psikolog kok bisa dikadalin sama seorang penulis novel yang berhasrat untuk diakui sebagai seorang paranormal? Kok bisa? Ya, bisa saja. Incompetence breeds incompetence. And it is imperative that I make a statement here that menemukan pencerahan di kartu tarot seperti yang diulas oleh Kompas hari ini is nonsense. Supaya saya tidak diasosiasikan dengan metode-metode menyesakkan dada seperti itu. Supaya saya tidak dianggap sama seperti kelompok yang menutup kuping dan matanya sendiri itu. Sudah jelas mereka tahu bahwa kartu-kartu itu means nothing. Simbol-simbol dalam kartu itu juga nonsense kalau mereka tidak bisa melihat korelasinya dengan dunia realita. Realitas kesadaran (consciousness) dan realita alam bawah sadar (subconsciousness)... But still, it wouldn't have stopped them from expecting miracles from the cards. Enlightenment??? Cards??? Tentu saja mereka bisa bilang bahwa mereka juga menggunakan alam bawah sadar. Ya, bisa saja. Tetapi, opo buktine? Buktinya apa? Kalau benar mereka menggunakan alam bawah sadar dengan prinsip-prinsip universal penerimaan diri tanpa batas, tanpa syarat... tidak akan mungkin ekspressi wajah-wajah mereka begitu penuh dengan syak wasangka dan kekuatiran. Ada sesuatu yang diTEKAN. Please lihat foto-foto mereka di Kompas hal. 24 itu. Saya melihat ada hal-hal yang ditekankan oleh Mbak Ruby terhadap para peserta yang melihat dengan takzim. TAKZIM??? Apakah itu pencerahan? No, it's nonsense they were talking about. And living about too, possibly... Kalau mau pencerahan, we have to _stop_ talking about pencerahan at all. We have to be ourselves. And that's pencerahan. And that needs no kartu. Tarot or whatever. Tentang Penulis: Leonardo Rimba, adalah alumnus Universitas Indonesia dan the Pennsylvania State University, seorang professional tarot reader dan bidang lainnya dalam ranah Psikologi Transpersonal. Media massa yang pernah meliputnya antara lain: Koran Tempo, RCTI, AnTV, dan TransTV. Leo sering
[mediacare] Menemukan Pencerahan di Kartu is Nonsense
Koran Kompas hari ini, Minggu, 27 Mei, 2007, menurunkan tulisan berjudul "Menemukan Pencerahan di Kartu". Di artikel yang a.l. ditulis oleh Maria Hartiningsih itu diceritakan pengalaman seorang pengajar di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Dr. Ruby yang, konon, menemukan pencerahan di kartu-kartu tarot. Kesan saya: What a nonsense! Ya, saya kenal dengan Mbak Ruby yang menawarkan kepada Vincent Liong untuk menggunakan tempat di Gedung Pasca Sarjana, Universitas Sahid, untuk pertama-kali mempresentasikan apa yang sekarang dikenal dengan nama Kompatiologi. Itu sekitar satu tahun yang lalu. Saya ingat bahwa Mang Iyus (Yuswan Setiawan) juga hadir. Saya duduk di depan, membantu Vincent untuk tetap tegar dan tidak nervous untuk melakukan presentasi di depan sekitar 20 orang yang hadir saat itu, termasuk seorang wartawati yang akhirnya melahirkan tulisan tentang acara kami hari itu di koran the Jakarta Post. Walaupun belum pernah menulis sesuatu tentangnya sebelumnya, tanpa ragu-ragu saya akan menuliskan di kesempatan ini bahwa Mbak Ruby termasuk aliran "prenungan" yang tidak akan membawa pengikutnya kemana-mana selain menipu dirinya sendiri. What is pencerahan sebenarnya? Apakah pencerahan yang dicari-carinya itu, apalagi yang dicari-cari melalui kartu tarot yang, konon, dicabut satu hari satu lembar dan dipelototi untuk diserap sari pencerahannya. Sari pencerahan apa? Nothing could be found there. It's her problem, though. Kalau dia bisa menemukan ketenangan diri yang semu di kartu-kartu itu,... then go on, it's her life. Kartu is tetap kartu, walaupun namanya tarot. Dan, menurut saya, sejuta jenis kartu tarot yang tiap jenisnya berjumlah 78 lembar itu tidak akan membawa pencerahan bagi seorangpun. Never. Tidak pernah dan tidak akan pernah. Itulah juga alasan sebenarnya kenapa saya harus memisahkan diri dari Ani Sekarningsih yang sangat berwatak manipulatif. Mbak Ruby yang pengajar di Fakultas Psikologi UI itu adalah muridnya Ani Sekarningsih yang tersohor dengan metode pelototan kartu every day. Pelototi dan meditasikan, that's her dictum. Dengan metode pelototannya itu, Ani Sekarningsih tidak pernah bisa menguasai tarot, not even its psychological aspect. And that notwithstanding the fact that Ani Sekarningsih tetap mengasuh kolom ramal meramal tarot di salah satu harian. Dan inkompetensi itu diwariskannya kepada Mbak Ruby yang psikolog... Psikolog kok bisa dikadalin sama seorang penulis novel yang berhasrat untuk diakui sebagai seorang paranormal? Kok bisa? Ya, bisa saja. Incompetence breeds incompetence. And it is imperative that I make a statement here that menemukan pencerahan di kartu tarot seperti yang diulas oleh Kompas hari ini is nonsense. Supaya saya tidak diasosiasikan dengan metode-metode menyesakkan dada seperti itu. Supaya saya tidak dianggap sama seperti kelompok yang menutup kuping dan matanya sendiri itu. Sudah jelas mereka tahu bahwa kartu-kartu itu means nothing. Simbol-simbol dalam kartu itu juga nonsense kalau mereka tidak bisa melihat korelasinya dengan dunia realita. Realitas kesadaran (consciousness) dan realita alam bawah sadar (subconsciousness)... But still, it wouldn't have stopped them from expecting miracles from the cards. Enlightenment??? Cards??? Tentu saja mereka bisa bilang bahwa mereka juga menggunakan alam bawah sadar. Ya, bisa saja. Tetapi, opo buktine? Buktinya apa? Kalau benar mereka menggunakan alam bawah sadar dengan prinsip-prinsip universal penerimaan diri tanpa batas, tanpa syarat... tidak akan mungkin ekspressi wajah-wajah mereka begitu penuh dengan syak wasangka dan kekuatiran. Ada sesuatu yang diTEKAN. Please lihat foto-foto mereka di Kompas hal. 24 itu. Saya melihat ada hal-hal yang ditekankan oleh Mbak Ruby terhadap para peserta yang melihat dengan takzim. TAKZIM??? Apakah itu pencerahan? No, it's nonsense they were talking about. And living about too, possibly... Kalau mau pencerahan, we have to _stop_ talking about pencerahan at all. We have to be ourselves. And that's pencerahan. And that needs no kartu. Tarot or whatever. Tentang Penulis: Leonardo Rimba, adalah alumnus Universitas Indonesia dan the Pennsylvania State University, seorang professional tarot reader dan bidang lainnya dalam ranah Psikologi Transpersonal. Media massa yang pernah meliputnya antara lain: Koran Tempo, RCTI, AnTV, dan TransTV. Leo sering muncul dalam acara bakti sosial, baik bagi kalangan lokal maupun ekspatriat di Jakarta, dan bisa dihubungi di HP: 0818-183-615. Email: leonardo_rimba@ yahoo.com. Di internet, Leo dikenal sebagai seorang pengamat fenomenon indigo, dan sering diasosiasikan dengan Vincent Liong, the foremost indigo kid in Indonesia... Bersama Audifax, Leo menulis buku "Psikologi Tarot" yang akan diterbitkan oleh penerbit Jalasutra, Bandung. Wait for it! Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com