diambil dari situs : www.bantenlink.com
   
  Nelayan Resah Dipungut Jutaan Rupiah Untuk Melaut
            Pandeglang — Keresahan kini melanda nelayan di Banten. Pasalnya, 
untuk melaut, mereka dipungut uang Rp 100.000 hingga Rp 1 juta. Bahkan surat 
laik operasi (SLO)yang diterbitkan Dinas Kelautan dan Perikanan memerlukan 
biaya Rp 4 juta.
      Oleh : T Muharam
      “Kami sedih, rezeki nelayan sudah sedikit, masih harus bayar ini-itu. Apa 
mereka tidak mengerti bahwa kehidupan nelayan sekarang ini sedang suram,” kata 
Bambang, nelayan di Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Rabu (20/6).
  Bambang merinci, pungutan itu dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan 
minimal Rp 1 juta, izin dari Syahbandar minimal Rp 100.000, izin dari Pol Airud 
minimal Rp 100.000 dan Pos Marinir Rp 100.000. Sedangkan biaya untuk 
menguruskan surat laik operasi (SLO)yang diterbitkan Dinas Kelautan dan 
Perikanan setempat memerlukan biaya Rp 4 juta. SLO itu hanya berlaku untuk 15 
hari.
  Jika pungutan itu tidak dipenuhi, para petugas beberapakali melakukan operasi 
dan menangkap sejumlah perahu dan kapal nelayan yang dinilai tidak memenuhi 
persyaratan melaut. Misalnya, dua kapal nelayan dan nakhodanya kini diamankan 
di TNI AL. 
  Padahal saat ini, hasil tangkapan ikan nelayan semakin menurun. Sehingga 
pembayaran sejumlah uang itu dinilai memberatkan para nelayan. Karena itu para 
nelayan meminta agar pemerintah menetapkan pungutan yang sesuai dengan 
kemampuan nelayan. “Jangan sampai jutaan, yang wajar-wajar saja,” ujarnya.
  Selain pungutan, para nelayan juga mengeluhkan ketatnya peraturan untuk 
mencari ikan. Apalagi akhir-akhir ini kerap terjadi penilangan kapal oleh 
aparat, sekaligus penangkapan nahkoda dan anak buah kapal. “Kami ini kan hanya 
nelayan biasa, jadi tidak terlalu paham aturan. Makanya jangan dipersulit 
dengan adanya penilangan, dan sebagainya,” katanya.
  Para nelayan meminta dua nahkoda kapal nelayan yang saat ini ditahan untuk 
segera dibebaskan. “Kami tidak tahu peraturannya sekarang bagaimana. Yang jelas 
SLO dari KUD itulah yang kami terima,” ujar Ardi, nelayan lainnya.
  Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Banten, HM Siagian 
mengatakan, sebenarnya tidak ada aturan untuk meminta izin dari Syahbandar, Pol 
Airud, ataupun pihak lain. “Aturannya memang tidak ada. Tapi ya biasa saja, 
bagi-bagi rezeki. Jadi kalau nelayan pulang, diminta ikan untuk makan. Itu kan 
sukarela,” katanya.
  Selain itu HNSI menilai, peraturan mengenai SLO, serta SIUP (surat izin usaha 
perikanan) masih membingungkan. Menurut dia, belum saatnya SLO diberlakukan 
bagi nelayan kecil yang melaut dengan menggunakan kapal berkapasitas kurang 
dari 30 GT. Begitu pula dengan SIUP, yang dalam UU 31 Tahun 2004 tentang 
Perikanan, hanya berlaku bagi nelayan skala besar. Tapi di lapangan, nelayan 
kecil juga diharuskan memiliki SIUP.
  HNSI meminta pemerintah untuk menyosialisasikan UU Perikanan, sehingga tidak 
ada perbedaan persepsi. Lebih jauh ia meminta pemerintah untuk mengamandemen UU 
Perikanan, karena masih bertentangan dengan Peraturan Pemerintah tentang 
Perikanan yang dibuat tahun 1985, sebelum UU 31/2004 diterbitkan. (nr)


                
---------------------------------
Sekarang dengan penyimpanan 1GB
 http://id.mail.yahoo.com/

Kirim email ke