Lagi dan lagi, bangsa Indonesia akan kehilangan orangutan dan satwa liar langka lainnya sebagai dampak konversi hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Ambisi Bupati Kotawaringin Timur dan PT Nabatindo Karya Utama untuk mencetak uang melalui industri perkebunan kelapa sawit telah dan sedang menghancurkan habitat orangutan di hutan ulayat milik masyarakat desa Tumbang Koling Kecamatan Cempaga. Karenanya, Centre for Orangutan Protection meminta Departemen Kehutanan untuk bergerak cepat menghentikannya.
Tim peneliti dari Centre for Orangutan Protection melaporkan bahwa setiap harinya sebuah excavator mampu menghancurkan hutan seluas 30 hektar. Hutan ulayat yang luasnya 10.000 hektar itu kini hanya tersisa kurang lebih 4.000 hektar dan akan terus berkurang setiap harinya.
Temuan dan dokumentasi tim peneliti tersebut juga menunjukkan bahwa beragam jenis satwa liar langka dan dilindungi Undang – Undang seperti Orangutan (Pongo Pygmaeus), Owa (Hylobates sp) Beruang (Helarctos Malayanus), Macan Dahan (Neofelis Nebulosa) serta ratusan jenis burung lainnya terus tergusur dan terbunuh setiap hari. Tim akan menyelesaikan survey keanekaragaman hayati di hutan tersebut pada 22 Juni 2007.
Sejak 1972 “Kelapa sawit lebih kejam daripada illegal logging. Hancur sudah hutan yang saya kelola sejak tahun 1972. Hilangnya hutan ulayat kami berarti hilangnya juga satwa liar dan tumbuh–tumbuhan obat tradisional Dayak. Hutan tempat kami menggantungkan hidup dari memanen karet, rotan, dan kayu telah dihabiskan dalam hitungan bulan saja. Perkiraan saya, dalam 1 bulan ini bila Pemerintah tidak bertindak menghentikan PT NKU, maka tidak ada lagi yang tersisa untuk kami,” kata Stone Christopel Sahabu.
Stone Christopel Sahabu mengelola kawasan hutan ulayat tersebut sejak tanggal 30 Agustus 1972, ditetapkan oleh Utan Teke selaku kepala kampung Pundu. Penetapan itu dikuatkan kembali oleh Zainudin Safri selaku Camat Cempaga pada 27 September 2001. Izin prinsip yang dikeluarkan oleh Bupati Kotawaringin Timur ternyata tumpang tindih dengan hutan ulayat tersebut dan pada 28 Februari 2007 Gubernur Kalimantan Tengah telah memerintahkan Bupati Kotawaringin Timur untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sayangnya, hingga hari ini alat-alat berat terus bekerja menghancurkan hutan ulayat tersebut.
Centre for Orangutan Protection juga mendesak Menteri Pertanian untuk segera menata kembali industri perkebunan kelapa sawit agar tidak menghancurkan hutan dan keanekaragaman hayati. “ Itu lebih baik daripada terus-menerus diperalat Malaysia untuk terus berbohong bahwa perkebunan kelapa sawit tidak berbahaya bagi orangutan,” kata Hardi Baktiantoro, Direktur Centre for Orangutan Protection.
Hardi Baktiantoro Direktur Centre for Orangutan Protection |