DI harian Kompas edisi cetak Rabu 24 Januari, hal 26 ada berita tentang 
sengketa tanah di Rumpin yang melibatkan TNI AU dan warga setempat.
  Saya kutipkan kalimat Kepala Divisi Operasi Lanud Atang Senjaya Letkol (Pnb) 
Dery Perba."Selama tidak nakal, mereka bisa aman menggarap sawah atau kebun. 
Kalau nakal, apalagi sampai menganggu pembangunan fasilitas TNI AU, terpaksa 
kami pukul," katanya. (cetak tebal dari saya).
  Saya agak tercenung membaca istilah pukul. Tidak adakah istilah yang lebih 
proporsional/lunak? 
  Masalahnya bagi militer istilah pukul, sikat, libas adalah istilah yang 
seharusnya ditujukan kepada musuh negara, atau militer asing yang mau menyerbu 
kita.
  Apakah sdr. Dery memandang warga Kampung Cikoleang sebagai musuh negara?
  Saya yakin mereka adalah orang-orang yang cinta negara. Ada di antara mereka 
veteran yang ikut memperjuangkan kemerdekaan, jauh sebelum sdr. Dery lahir. 
Cuma masalahnya mereka sedang bersengketa tanah dengan TNI AU.
  Senakal-nakalnya rakyat, selama dia tidak merongrong eksitensi bangsa dan 
negara, dia bukan musuh negara. 
  Persoalan tanah, sebaiknya diselesaikan secara hukum. 
  Persoalan rakyat nakal, biarlah polisi yang menangani. Tindakan TNI menyisir, 
menculik, dan menganiaya bukanlah tindakan bijak. 
  Apalagi kalau sampai pasukan elit Paskhas turun. Tentu rakyat bukan lawan 
sepadan.
  Saya tidak ingin TNI kita dilecehkan karena "menang" bertempur melawan rakyat.
  Mike Tyson akan dipuji dan dianggap ksatria jika dia mampu merubuhkan Evander 
Holyfield. Apakah Tyson yang kuat itu akan mendapatkan pujian dan disebut 
ksatria ketika dia menghajar KO anak nakal?
   
  Salam
  Budhiana
   

 
---------------------------------
Any questions?  Get answers on any topic at Yahoo! Answers. Try it now.

Kirim email ke