Siaran Pers
   
   
  Jakarta, 23 Mei 2007 - Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 
yang jatuh di bulan ini, Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen 
Pendidikan Nasional (Depdiknas) giat mengkampanyekan program berskala nasional 
bertajuk "Pendidikan Untuk Semua". Tema yang diangkat adalah "Dengan Semangat 
Hardiknas Kita Sukseskan Pendidikan Bermutu Untuk Semua".  Pencanangan program 
ini untuk memperingati hari jadi Forum Pendidikan Dunia yang digelar di Dakar 
(Senegal) pada April 2000. Di Indonesia, pada 23-29 April 2007 lalu, beberapa 
organisasi masyarakat ikut memperingatinya dalam wujud"Pekan Aksi Global 
Pendidikan (Global Campaign for Education). Salah satu diantaranya adalah 
Yayasan Inklusi dan Pendidikan Non-Diskriminasi (IDPN Indonesia)  yang bermitra 
dengan UNESCO. 
  
"Inti dari program Pendidikan Untuk Semua (PUS) - Education For All  (EFA) - 
adalah kesiapan pemerintah dan para pemangku (stakeholders) untuk berkomitmen 
bersama guna mencapai enam  tujuan PUS pada 2015,"  tutur Terje Magnussonn 
Watterdal, Pembina IDPN Indonesia yang juga menjabat sebagai Senior Partner IDP 
Norwegia. "Kami melakukan aksi konkret agar pada akhir 2008 semua anak dapat 
bersekolah, belajar dan mengembangkan potensi mereka secara optimal tanpa 
memandang kemampuan,  kecacatan, jender, kesehatan dan status HIV serta latar 
belakang ekonomi-sosial, etnis, agama dan bahasa," jelas Watterdal.
  
Sejumlah acara telah diselenggarakan IDPN Indonesia untuk meningkatkan dukungan 
publik demi tercapainya enam tujuan PUS dalam memperluas kepedulian pendidikan  
anak dini usia, pembebasan biaya dan wajib  belajar untuk semua, mendukung 
pembelajaran dan keterampilan bagi pemuda dan dewasa, meningkatkan angka melek 
aksara pada orang dewasa menjadi  50%, mencapai kesamaan jender pada 2005 dan 
kesetaraan jender pada 2015, serta meningkatkan kualitas pendidikan. 
Dikoordinasi oleh Kampanye Global untuk Pendidikan (GCE) dan UNESCO, Pekan PUS 
tahun ini secara global bertema “Hak untuk Pendidikan”. 
   
  Lebih lanjut Watterdal menjelaskan bahwa sebuah pendidikan dasar adalah hak 
mutlak bagi setiap orang, hak waris  bagi setiap anak dan terbentuk sendiri 
pada akhirnya. Bagaimanapun, pendidikan adalah sebuah tujuan akhir: perlu 
diyakinkan bahwa semua orang dapat hidup dengan cara yang layak dan 
berpartisipasi secara  aktif di masyarakat. Manusia juga dapat menggunakan 
seluruh hak-haknya seperti tercantum dalam Pernyataan PBB tentang Hak Asasi 
Manusia. Sayangnya, seringkali ada jarak antara penggunaan kata “hak” dan 
“tujuan pembangunan”, yang sering dianggap lebih penting dalam memaknai 
program-program pemerintah.   
   
  Walau banyak konvensi, kesepakatan dan undang-undang, lebih dari 4 juta anak 
berusia sekolah dasar dan menengah masih tidak bersekolah di Indonesia. 
Beberapa anak tidak pernah masuk sekolah, yang lainnya putus sekolah atau 
terpaksa keluar sekolah. Sering kali ini terjadi tanpa disadari oleh 
masyarakat, sekolah dan otoritas pendidikan akan tanggung jawab hukum mereka 
untuk memberikan pendidikan berkualitas untuk SEMUA anak tanpa memandang 
kemampuan atau kecacatan, latar belakang agama atau etnis, budaya, ekonomi, 
status sosial, atau status HIV.
   
  Tujuan Pendidikan untuk Semua, yang dikuatkan dalam Forum Pendidikan  Dunia 
yang digelar di Dakar (Senegal) pada 2000, tidaklah biasa dalam pengakuan  
tentang hak pendidikan: "Semua anak, pemuda dan orang dewasa mempunyai 
  hak  untuk mendapatkan manfaat dari pendidikan yang akan memenuhi kebutuhan  
dasar mereka pada pembelajaran. Kemudian memastikan bahwa pada 2015 semua anak 
memiliki akses dan sebebasnya menyelesaikan 
  pendidikan dasar yang  berkualitas."
   
  "Tahun 2007  adalah tahun penting sebagai titik tengah menuju tercapainya 
tujuan PUS. Saatnya sudah habis untuk mencapai hal ini. Untuk itu adalah 
penting mengambil langkah segera dalam mencapai hak pendidikan. Daripada 
menjadi sebuah angan-angan, hak pendidikan perlu menjadi sebuah kenyataan – dan 
tujuan PUS memberi kita batas waktu," ungkap Sylvia Djawahir, Direktur IDPN 
Indonesia.
   
  Ia menambahkan,  bahwa fokus pendidikan sebagai Hak Asasi mengawali kampanye 
dalam mendukung  seluruh agenda Pendidikan untuk Semua. Banyak kalangan 
pemerintah terdorong untuk membuat pilihan antara menanamkan 
  satu bagian dari PUS atau keseluruhannya. Tetapi hak pendidikan tidak dapat 
ditukar dengan hal lain. Orang dewasa dan anak-anak pra-sekolah memiliki hak 
yang sama pada pendidikan seperti anak SD. Pendekatan  berbasis Hak Asasi 
berarti kita perlu melihat 6 tujuan secara holistik atau sebagai mata  rantai – 
daripada mengambilnya satu persatu secara terpisah.
   
Mengantarkan enam tujuan PUS ini bukanlah tindakan sukarela bagi pemerintah – 
tetapi lebih kepada menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memberikan hak 
pendidikan kepada setiap warga negaranya. Jika pemerintah gagal, bukan hanya 
mereka kehilangan tujuan global yang telah disepakati – lebih kepada 
pelanggaran hak asasi yang harus 
  dipertanggungjawabkan. Memfokuskan pada “hak” seharusnya memberi kita 
semangat dan tujuan.
   
  "Pemikiran masyarakat akan menciptakan mata rantai pernyataan dan 
pertanggungjawaban dari lokal sampai nasional bahkan ke tingkat regional dan 
internasional sehingga pemimpin dunia adalah sebagai masyarakat  tertinggi yang 
mengawasi rantai tersebut. "Mata rantai ini secara  fisik dan simbolis untuk 
mendorong realisasi PUS  dapat membumi 
  dan permasalahan apa saja yang akan mengganggu terhadap hak mendapat 
pendidikan," ujar Sylvia Djawahir, Direktur IDPN Indonesia. 
   
  Untuk keterangan lebih lanjut silakan hubungi: 
   
  Ibu Sylvia Djawahir
IDPN Indonesia
Jakarta
  Tel: (62-21) 728-00355  
Fax: (62-21) 720-3466 
  E-mail: [EMAIL PROTECTED]  
   
   
  http://www.campaignforeducation.org/joinup/index.php
  
Bergabunglah dalam Membangun Pendidikan - Wujudkan Hak-mu Saat Ini Juga
  
____________________________________________________________
   
  LEMBAR DATA
  
Seluruh sekolah di Indonesia harus secara fisik, sosial dan keuangan dapat 
diakses oleh semua  anak. Perhatian dan usaha khusus harus diberikan untuk 
memastikan akses bagi anak-anak yang diabaikan dari sekolah demikian pula bagi 
anak-anak yang rawan terhadap marjinalisasi dan pemisahan. Oleh karena itu kita 
harus secara proaktif mencari anak yang hidup dengan atau terinfeksi oleh HIV, 
anak dari keluarga berpenghasilan rendah dan dari etnik, bahasa dan agama 
minoritas serta anak cacat dan anak yang memiliki kebutuhan pembelajaran khusus 
lainnya serta memastikan bahwa anak ini dapat bermain dan belajar bersama 
dengan yang lain - Pernyataan UNESCO Jakarta, 2006
   
   
  Pendidikan untuk Semua – Organisasi Pemerintah dan Non Pemerintah harus 
berkoordinasi usaha mereka dan bekerja sama untuk memperbaiki kualitas 
pendidikan untuk SEMUA dengan mewajibkan semua sekolah menerima dan 
  mendaftar SEMUA anak dalam lingkup sekolah mereka – Memberi kebebasan kepada 
orang tua untuk memilih sekolah bagi anak mereka, tetapi menghapus hak sekolah 
untuk memilih anak mana yang dapat menjadi murid mereka – Pernyataan  IDP 
Norway, 2007
   
   
   
  Berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh IDPN Indonesia
   
   
  Pekan Aksi Global Pendidikan  untuk Semua
   
  UNESCO Jakarta melalui Yayasan IDPN Indonesia dan mitra organisasi Bandung 
Independent Living Centre [BILiC] bersama Tim Implementasi untuk Pendidikan 
Inklusif dari Jawa Timur dan Jawa Barat membantu beberapa aktivitas dalam “ 
Pekan Aksi Global - Pendidikan Untuk Semua”  dari tanggal 23 s.d. 29 April 
2007. Seluruh kegiatan direncanakan dan dilaksanakan dalam kerjasama yang erat 
dengan Dinas Pendidikan setempat.
   
  Di Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, pejabat Dinas Pendidikan dan Legislator 
bertemu dan berdiskusi tentang pendidikan anak dini usia serta penyediaan wajib 
belajar pendidikan dasar untuk semua. Pada saat yang bersamaan anak sekolah 
dasar berkesempatan untuk menyuarakan pandangan mereka tentang sekolah dan 
pengalaman belajar. Kegiatan ini dimulai pada 23 dan 24 April 2007 lalu.
   
   
  Dari 25 s.d. 27 April 2007 sebuah seminar dan diskusi diselenggarakan di 
Malang, Jawa Timur. Pesertanya adalah pejabat dari dinas pendidikan termasuk 
kepala sekolah dan guru-guru. Tema dari seminar tersebut adalah “Memperbaiki 
Kualitas Pendidikan melalui Pengembangan Inklusif dan Sistem Ramah Anak serta 
Wajib Belajar Pendidikan Untuk Semua”. 
   
  Pejabat dinas pendidikan tingkat propinsi, anak, orang tua, guru dan dosen 
dari Universitas Nusa Cendana bertemu dan berdiskusi tentang cara untuk 
mencapai tujuan Pendidikan Untuk Semua di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 
tanggal 27 dan 28 April 2007 yang difasilitasi oleh BILiC [Bandung Independet 
Living Centre].  
   
  
Semua anak mempunyai hak untuk pendidikan berkualitas. Walaupun, hari ini lebih 
dari 4.5 juta anak di Indonesia masih tidak bersekolah. Jutaan lainnya di 
sekolah tetapi tidak dapat belajar secara optimal.  Presiden telah menetapkan 
target wajar dikdas 9 tahun untuk semua sampai tahun 2008. Dapatkah kita 
mencapai tujuan ini tepat waktu atau kita puas dengan kondisi pendidikan untuk 
HAMPIR semua saat ini? Kita TIDAK boleh puas dengan Pendidikan untuk HAMPIR 
semua. Kita harus  menjamin SEMUA anak dapat bersekolah, belajar dan 
mengembangkan 
  kemampuan terbaik mereka – Kita punya sumber, kita punya pengetahuan – Semua 
yang kita perlukan adalah kemauan bersama untuk menjadi kenyataan. 
   
  Waktu kita hanya 17 bulan sampai akhir 2008 untuk membicarakan apa yang harus 
kita lakukan untuk mencapai tujuan wajar dikdas 9 tahun UNESCO Jakarta dan IDPN 
Indonesia [Yayasan Inklusi Dan Pendidikan Non-diskriminasi] bersama dengan 
pemerintah dan mitra non-pemerintah mengadakan rangkaian kegiatan di Sumatera 
Selatan, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur. Kegiatan Pendidikan untuk Semua – 
Pekan Aksi Global dilaksanakan pada akhir April dan mereka menekankan pada aksi 
kebutuhan yang konkret dan praktis:
  
Kabupaten Musi Banyuasin [Sumatra Selatan]
  Perwakilan dari IDPN Indonesia dan ICRAIS [Indonesian Child-Rights Advocacy 
and Inclusion Studies] bertemu dengan DPRD, Bappeda, Dinas Pendidikan Kabupaten 
serta Kepala Sekolah dan Guru untuk mendiskusikan bagaimana menjamin semua anak 
di Musi Banyuasin mempunyai akses untuk pendidikan berkualitas. Sebagai 
tambahan dari tujuan wajar dikdas 9 tahun tersebut Musi Banyuasin saat ini 
telah memutuskan untuk membebaskan biaya dan wajib belajar 12 tahun untuk 
semua. Mereka akan menghubungkan program pendidikan dengan layanan kesehatan, 
sosial dan kesejahteraan – satu dari upaya ini adalah membebaskan biaya 
kesehatan untuk semua. Musi Banyuasin tetap menghadapi tantangan untuk mencapai 
tujuan mereka tetapi dengan komitmen, dedikasi dan pendekatan praktis 
  dalam perencanaan dan pelaksanaan kami percaya bahwa mereka akan meraih 
sukses tepat pada tahun 2008.
   
  Kota dan Kabupaten Malang [Jawa Timur]
  Kepala sekolah dan guru di Jawa Timur membentuk asosiasi untuk mempromosikan 
pendidikan inklusif dan ramah anak di Jawa Timur. Untuk mendukung inisiatif 
UNESCO Jakarta, IDPN Indonesia dan Tim PokJa [Kelompok Kerja] Pendidikan 
Inklusif Jawa mengadakan sebuah lokakarya dan round-table discussion di Malang.
   
  Para peserta membuat Rekomendasi untuk Pemerintah Nasional, Propinsi dan 
Kabupaten sebagai berikut:
  1. Diperlukan sosialisasi yang menyeluruh tentang Pendidikan untuk Semua 
keseluruh lapisan masyarakat;
2. Tersedianya tenaga pendidik dan tenaga pendukung dalam pendidikan inklusi 
yang memadai
3. Tersedianya materi dan prasarana seperti komputer dan printer Braille, buku 
bahasa isyarat dll untuk mendukung anak berkebutuhan khusus
4. Model evaluasi dan sertifikasi yang menekankan kemampuan anak – bukan 
kecacatan mereka – harus disediakan; dan
5. Dukungan birokrasi pada keuangan dan teknis dalam sekolah inklusi. Ini satu 
dari sekian banyak inisiatif masyarakat yang ditemukan  diseluruh Indonesia 
yang mempromosikan hak SEMUA anak untuk pendidikan 
  berkualitas di komunitas mereka – Memberikan suara dan mendukung  inisiatif 
ini akan membantu Indonesia dalam mencapai tujuan pendidikan  untuk semua.
   
  Kupang, NTT
  Kebanyakan anak tunadaksa di Nusa Tenggara Timur tidak mendapat akses ke 
sekolah. Dalam upaya penekanan persoalan segregasi dan diskriminasi di sistem 
sekolah UNESCO Jakarta, IDPN Indonesia dan BILiC [Bandung 
  Independent Living Centre] mengadakan kegiatan interaksi dan bergembira 
bersama anak dengan dan tanpa kebutuhan khusus. Tujuannya untuk memperlihatkan 
anak berkebutuhan khusus dan meningkatkan kepedulian pentingnya bahwa SEMUA 
anak dapat pergi ke sekolah, bermain dan tumbuh bersama. Anak-anak membuat 
pernyataan dan melukis diatas spanduk sepanjang 15 meter. Mereka memutuskan apa 
yang mereka gambar dan tulis tanpa ada campur tangan dewasa. Melalui aktivitas 
ini mereka belajar bekerja dan bicara bersama lainnya – segera setelah melukis 
dan menulis bersama dimulai mereka tidak peduli apakah mereka berkebutuhan 
khusus atau tidak. Kegembiraan mereka bertambah pada saat jajaran dinas 
pendidikan, orangtua dan dosen yang baru selesai round-table discussion 
  tentang Intervensi, Kesehatan dan Pendidikan Dini, [salah satu syarat 
suksesnya PUS] memutuskan untuk bergabung bersama anak-anak diakhir acara. 
Kegiatan ini didukung oleh Dinas Pendidikan Propinsi dan Universitas Nusa 
Cendana [UNDANA]. Yang pada puncaknya UNDANA berkomitmen untuk bekerja sama 
dengan Dinas Pendidikan Propinsi untuk mempromosikan PUS dalam program studi 
pendidikan guru dan di masyarakat untuk meningkatkan kepedulian PUS.
   
  Kegiatan ini adalah beberapa program yang dilaksanakan dalam rangka Pekan 
Aksi Global – PUS dan Hardiknas. Aksi konkret dan praktis harus mengikuti agar 
SEMUA anak pada akhir 2008 dapat bersekolah, belajar dan mengembangkan potensi 
mereka secara optimal tanpa memandang kemampuan, kecacatan, gender, kesehatan 
dan status HIV serta latar belakang ekonomi-sosial, etnis, agama dan bahasa.
   

       
---------------------------------
Sick sense of humor? Visit Yahoo! TV's Comedy with an Edge to see what's on, 
when. 

Kirim email ke