Taman Bacaan Masyarakat  Catatan yang tertinggal namun patut untuk disimak.

Perjuangan Membangun Budaya Membaca dan Menulis

Oleh : Virgina Veryastuti

Negeri ini semakin terpuruk setiap harinya, ketika semua yang diinginkan dapat 
diraih dengan mudah alias serba instant, masyarakat tak lagi menyukai sebuah 
proses yang membutuhkan waktu lebih lama. Mulai dari pemrosesan makanan hingga 
budaya belajar dapat dilakukan secara instant. Membuat generasi muda tak lagi 
mau belajar apalagi membaca, sebuah ancaman serius bagi masa depan sebuah 
bangsa.

Jakarta (21/2) Dalam sebuah acara diskusi pengantar literasi yang bertajuk : 
Pengalaman Komunitas Basis Membangun Budaya Membaca dan Menulis Berbasis 
Perpustakaan bertempat di Perpustakaan Diknas, Siti Nuraini ketua harian Family 
Education Series (FEDus) mengungkapkan bahwa "Wajah anak bangsa saat ini begitu 
mengkhawatirkan, menurut data diknas tahun 2004-2005, sekitar setengah dari 85 
juta jumlah anak Indonesia tidak bersekolah. Dan peringkat pendidikan menurut 
Human Deviasi Index termasuk dalam nomor urut 112 dari 157 negara dan anak-anak 
tidak memiliki pemahaman apa yang mereka baca" .

Hampir seluruh anak-anak saat ini memiliki sifat senang membentak, 
mampu melawan, menyukai hal-hal instant, tidak peduli terhadap orang
lain dan yang mencemaskan adalah mereka tidak menyukai sebuah proses.
Hal ini disebabkan karena banyak orang tua yang juga suka membentak di rumah, 
dan sebagian besar dari orang tua tersebut mempunyai anak usia 7 tahun. Usia 
dimana anak-anak mulai belajar untuk mengikuti kebiasaan yang mereka pelajari 
dilingkungannya.

"Oleh karena hal tersebut diatas dibutuhkan orangtua yang smart, orangtua yang 
mampu bertindak sebagai guru yang cerdas, teman yang mengetahui perkembangan 
lingkungan, pemimpin di rumah dan orang tua yang konsisten dan disiplin. Hal 
ini diperlukan agar anak dapat memiliki bekal yang baik bagi masa depannya." 
jelas ibu Nur lebih lanjut. 

Fakta-fakta tersebut menjadi salah satu pendorong timbulnya perpustakaan- 
perpustakaan atau taman-taman baca masyarakat berbasis komunitas. Sebuah upaya 
menyelamatkan bangsa dengan meningkatkan budaya membaca dan menulis untuk 
anak-anak yang dilakukan oleh orang-orang yang peduli akan masa depan bangsa 
ini.

Gunawan Julianto, sebagai salah seorang penggerak Rumah Pelangi dari Dusun 
Kadirejo, Muntilan, Jogjakarta, melakukan beragam aktifitas untuk anak-anak di 
daerahnya. Kegiatan mulai dari membaca, menulis, observasi, membuat peta 
lingkungan hingga kreativitas yang sangat diminati oleh anak-anak disana.

Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Soimah dari Taman Baca Mutiara Ilmu. Dua 
tahun lalu, ia membangun taman baca di tempat tinggalnya didaerah Bekasi dengan 
biaya sendiri. Tempat tinggal yang luasnya terbatas bukan halangan baginya 
untuk memberikan sarana bagi anak untuk membaca dan berkreatifitas, dengan 
tenda sederhana di depan rumah dan beberapa kursi plastik menjadikan kegiatan 
membaca lebih asyik dan menyenangkan.

Muak dengan keadaan saat ini, pembudayaan doktrinisasi orang tua yang membatasi 
anak untuk melakukan hal-hal yang diinginkan, menjadi salah satu alasan untuk 
membuat taman baca dalam bentuk sanggar di lingkungan perkampungan 'grass root' 
dilakukan oleh Robi Maulana dan teman-temannya dari Sanggar Belajar Miskin Kota.

Kondisi masyarakat yang susah untuk mencari makan bagi keluarganya sendiri, 
menjadi salah satu penyebab utama mengapa budaya baca/belajar di tingkatan 
"Grass Root" sulit dilakukan. Para orangtua lebih mementingkan anak dapat 
membantu mereka mencari uang untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari 
daripada belajar dan membaca. Bersama teman-temannya, Robi dengan sabar 
mengajak dan mendekati para orangtua untuk terus meminimalisir anak-anak yang 
turun kembali ke jalan mengajak mereka untuk membaca dan belajar di sanggar, 
sehingga cita-cita mereka agar jangan ada anak kecil di jalanan menjadi 
kenyataan. 

Saat ini, Sanggar Belajar Miskin Kota tak hanya sebagai tempat untuk belajar 
namun juga berkembang sebagai tempat pengaduan dari para orang tua yang anaknya 
belajar di sanggar tersebut. Kesulitan-kesulitan mengenai ketidakmampuan 
orangtua untuk membiayai pendidikan anaknya membuat Robi dan teman-temannya 
membuat tim advokasi pendidikan yang bertugas untuk menangani masalah-masalah 
seperti ini. Sudah puluhan anak-anak miskin kota yang terbantukan dengan adanya 
tim advokasi ini. 

Tidak hanya belajar membaca dan menulis, mereka juga berkesenian. Pembuatan 
street performance untuk masyarakat yang dilakukan di daerah perkampungan 
menjadi salah satu ajang menarik tersendiri bagi masyarakat. Menurut Robi, 
berkesenian tidak hanya untuk masyarakat tertentu, masyarakat miskin pun berhak 
untuk berkesenian.

Bapak Ganda Purnama, seorang bapak yang mengawali taman bacanya dari sebuah 
keprihatinannya di tahun 2001 ketika beliau sering menemui anak-anak 
penggembala kambing di dekat perumahannya sedang berebut majalah hingga 
berkelahi. Peristiwa tersebut menjadikan titik awal beliau terjun ke dunia 
taman bacaan. Mencoba mengenal masyarakat sekitarnya lebih baik, meminjamkan 
buku anak-anaknya kepada mereka menjadi satu triger untuk mencerdaskan dan 
memberikan wawasan yang luas untuk masyarakat sekitarnya yang ternyata hampir 
99% tidak mengetahui tanggal lahir anak-anak mereka.

Akhirnya dengan didukung oleh keluarga dan masyarakat setempat, pak Ganda 
bekerjasama dengan Wacana berhasil mendirikan sebuah taman baca bernama Perahu 
Baca. Sebuah perahu yang berlayar di lautan ilmu dan menjadi wadah bagi 
orang-orang yang berlayar dalam perahu tersebut itu untuk terus menggali dan 
mencari ilmu.

Keinginan dan cita-cita yang luhur tanpa pamrih dalam mencerdaskan 
anak bangsa ternyata bukanlah hal yang mudah dan tanpa halangan. Para pembicara 
dalam diskusi tersebut semuanya memiliki banyak tantangan dan benturan dengan 
masyarakat sekitar dimana mereka mencoba membuat taman baca untuk anak-anak. 
Mulai dari sindiran yang berhubungan dengan pribadi hingga tuduhan menjadi 
misionaris atau unsur-unsur sara lainnya adalah tantangan-tantangan yang harus 
mereka lalui. Ancaman baik melalui sms atau secara langsung pun kerap mereka 
dapati. Melakukan hal-hal baik untuk masyarakat tak selamanya mudah. 

Beruntung mereka bukanlah orang-orang yang pantang menyerah, orang-orang 
terpilih yang mempunyai semangat dan pengabdian tinggi untuk masyarakat. 
Pahlawan sebenarnya yang tak pernah terucapkan dalam pidato-pidato kenegaraan. 

"Salah satu cara yang saya lakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan 
mendekati masyarakat dengan cara bersahabat, mengenal mereka dengan lebih baik, 
bahkan saya tidak jarang sampai menginap dirumah masyarakat hanya untuk lebih 
mengenal mereka dan kebiasaan-kebiasaan nya" Ujar pak Ganda mengenai kiatnya 
mengatasi rintangan-rintangan tersebut.

"Bergandengan tangan, tetap konsisten, dan membuka wawasan adalah sebuah proses 
yang harus dilakukan dalam pendirian taman baca" Ibu Nur menambahkan.

Pembuatan Taman Bacaan Masyarakat oleh sebuah komunitas maupun perseorangan 
berbasis perpustakaan adalah sebuah perjuangan panjang dalam upaya membangun 
budaya membaca dan menulis di masyarakat.
Sebelum menjadikannya sebuah budaya, banyak tahapan-tahapan perjuangan yang 
harus dilalui, mengenalkan pentingnya membaca kepada masyarakat, membuat 
masyarakat untuk mencintai bacaan, membuka wawasan hingga menjadikannya sebuah 
budaya yang melekat erat dalam masyarakat. Sebuah perjuangan panjang merubah 
budaya 'pembodohan' dalam masyarakat saat ini.

Kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Indonesia Membaca dan dihadiri 
oleh berbagai macam komunitas dan taman bacaan masyarakat ini memang menjadi 
sebuah ajang berbagi pengalaman dan pengetahuan bagi semua orang yang memiliki 
keinginan yang sama. Keinginan untuk membuat taman bacaan atau hal-hal sejenis 
lainnya agar bangsa ini menjadi lebih baik.

Semua orang adalah guru dan semua tempat adalah tempat belajar, sebuah kutipan 
yang dipegang teguh oleh sanggar Belajar Rakyat Miskin Kota ini agaknya bisa 
dipegang oleh semuanya. Dengan berbagi ilmu dan pengalaman kita bisa menjadi 
guru bagi satu sama lain dan tempat dimanapun kita berbagi adalah tempat kita 
untuk belajar. Tetap semangat! [v]

Oleh : Virgina Veryastuti

  selamat datang ke: http://groups.yahoo.com/group/SASTRA_SANTRI/join
   


 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

Kirim email ke