Dear nakita-ers,

Gangguan ini bukanlah bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti kesulitan visual. Ia lebih mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak.
Semoga artikel ini membantu

Salam,
Uttiek

SULIT MEMBACA BISA JADI DISLEKSIA
 

Ketidakmampuan membaca pada anak sering digeneralisir sebagai kelemahan intelegensi. Padahal, bisa jadi ia mengalami disleksia.

 Disleksia atau gangguan berupa kesulitan membaca, menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Hermawan Consulting, pada dasarnya disebabkan kelainan neurologis. Gejalanya, kemampuan membaca si anak berada di bawah kemampuan yang semestinya dengan mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh John Bradford (pendiri Direct Learning, sebuah lembaga pengembangan program untuk Learning Disabilities di Amerika), disleksia lebih banyak diderita pria daripada wanita.

Rini melanjutkan, "Gangguan ini bukanlah bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti kesulitan visual. Ia lebih mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut."

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB

Meski belum ada yang dapat memastikan penyebab disleksia ini, penelitian-penelitian menyimpulkan adanya 3 faktor penyebab, yaitu;

* Faktor keturunan

Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Orang tua yang disleksia tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya, atau anak kidal pasti disleksia. Penelitian John Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga yang kidal.

* Problem pendengaran sejak usia dini

Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka kondisi ini dapat mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat menyebabkan cacat. Kondisi ini hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan detail dari dokter ahli.

Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya. Padahal, perkembangan kemampuan ini sangat penting

bagi perkembangan kemampuan bahasa yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka panjang, terutama jika disleksia ini tidak segera ditindaklanjuti. Konsultasi dan penanganan dari dokter ahli amatlah diperlukan.

* Faktor kombinasi

Ada pula kasus disleksia yang disebabkan kombinasi dari 2 faktor di atas, yaitu problem pendengaran sejak kecil dan faktor keturunan. Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan gangguan disleksia menjadi kian serius atau parah, hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinyu. Bisa jadi, prosesnya berlangsung sampai anak tersebut dewasa.

Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan sel-sel otak penderita disleksia berbeda dari mereka yang nondisleksia. Perbedaan ini mempengaruhi perkembangan fungsi-fungsi tertentu pada otak mereka, terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis.

Selain itu, terjadi perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular di otak penderita disleksia. Sistem ini berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak. Akibatnya, objek yang mereka lihat tampak berukuran lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena saat itu otak harus mengenali secara cepat huruf-huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata.

CARA MENGATASI

Pada dasarnya ada berbagai variasi tipe disleksia. Penemuan para ahli memperlihatkan bahwa perbedaan variasi itu begitu nyata, hingga tidak ada satu pola baku atau kriteria yang betul-betul cocok semuanya terhadap ciri-ciri seorang anak disleksia. "Misalnya, ada anak disleksia yang bermasalah dengan kemampuan mengingat jangka pendeknya, sebaliknya ada pula yang ingatannya justru baik sekali. Lalu, ada yang punya kemampuan matematis yang baik, tapi ada pula yang parah. Untuk itulah bantuan ahli (psikolog) sangat diperlukan untuk menemukan pemecahan yang tepat," anjur Rini.

Sebagai gambaran, para ahli akan membantu mereka dengan menggunakan berbagai metode berikut:

* Metode multi-sensory

Dengan metode yang terintegrasi, anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas. Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan dan sentuhan sehingga mempermudah otak bekerja mengingat kembali huruf-huruf.

* Membangun rasa percaya diri

Gangguan disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami atau diketahui lingkungannya,
termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa membaca dan menulis dengan benar seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu mereka sering dilecehkan, diejek atau pun mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan.

Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini untuk mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman fonem sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam buku-buku cerita sederhana. Penguasaan anak terhadap bahan-bahan tersebut, dalam proses yang bertahap, dapat membangkitkan rasa percaya diri dan rasa amannya. Jadi, berkat usaha dan ketekunan mereka, para penyandang disleksia ini dapat juga menguasai kemampuan membaca dan menulis.

Orang tua dan guru serta pendamping lainnya mungkin melihat dan menemukan adanya kelebihan dari anak-anak seperti ini. Menurut penelitian, mereka cenderung mempunyai kelebihan dalam hal koordinasi fisik, kreativitas, dan berempati pada orang lain. Untuk membangun rasa percaya dirinya, ajaklah mereka mengevaluasi dan memahami diri sendiri, disertai kelebihan serta kekurangan yang dimiliki. Tujuannya agar mereka dapat melihat secara objektif dan tidak hanya terfokus pada kekurangannya sebagai anak dengan gangguan disleksia.

Anak-anak tersebut perlu diajak mencari dan mencatat semua kelebihan dan kekurangannya, untuk kemudian dibahas bersama satu demi satu. Misalnya, anak melihat bahwa dirinya bukan orang yang mampu menulis dan mengarang dengan baik, tapi di lain pihak ia adalah seorang pemain basket yang handal dan sekaligus perenang yang tangguh. Bisa juga, dia melihat dirinya tidak bisa mengeja dengan benar, tapi dia juga lucu, humoris dan menarik hingga banyak orang suka padanya.

Intinya, bantulah mereka menemukan keunggulan diri, agar bisa merasa bangga dan tidak pesimis terhadap hambatan yang saat ini sedang diatasi. Kalau perlu, jelaskan pada mereka figur-figur orang terkenal yang mampu mengatasi problem disleksianya dan melakukan sesuatu yang berguna untuk masyarakat.

 

Aneka Keterlambatan Yang Mengarah Ke Disleksia

Menurut Rini, peristiwa pada anak yang dapat memperkuat dugaan disleksia ini adalah:

1. Lambat bicara jika dibandingkan kebanyakan anak seusianya.
2. Lambat mengenali alfabet, angka, hari, minggu, bulan, warna, bentuk dan informasi mendasar lainnya.
3. Sulit menuliskan huruf ke dalam kesatuan kata secara benar.
4. Menunjukkan keterlambatan ataupun hambatan lain dalam proses perkembangannya.
5. Ada anggota keluarga yang juga mengalami masalah serupa, atau hampir sama.
6. Perhatian mudah teralihkan dan sulit berkonsentrasi.
7. Mengalami hambatan pendengaran.
8. Rancu dalam memahami konsep kiri­kanan, atas-bawah, utara-selatan, timur-barat.

9. Memegang alat tulis terlalu kuat/keras
10. Rancu atau bingung dengan simbol-simbol matematis. Misalnya tanda +, -, x, :, dan sebagainya.
11. Mengalami kesulitan dalam mengatakan waktu.
12. Sulit mengikat tali sepatu.
13. Sulit menyalin tulisan yang sudah dicontohkan kepadanya.
14. Mempunyai masalah dengan kemampuan mengingat jangka pendek berkaitan dengan kata-kata maupun instruksi tertulis.
15. Sulit mengikuti lebih dari sebuah instruksi dalam satu waktu yang sama.
16. Tidak dapat menggunakan kamus atau pun buku petunjuk telepon.
 

Ciri-Ciri Anak Disleksia

"Gangguan disleksia biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu," ujar Rini. Sebelumnya, di TK, kemampuan membaca anak tidak menjadi tuntutan, itulah mengapa gejalanya sulit diketahui sejak usia dini. Inilah ciri-cirinya:

1. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
2. Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misalnya kata "saya" urutan hurufnya adalah s ­ a ­ y ­ a.
3. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
4. Sulit mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak tersebut akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan. Walaupun kata tersebut berada di halaman buku yang sama.
5. Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan gangguan ini akan terbalik-balik membunyikan huruf, atau suku kata. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk, seperti d - b, u - n, m - n. Ia juga rancu membedakan huruf/fonem yang memiliki kemiripan bunyi, seperti v, f, th.
6. Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lainnya.
7. Bermasalah ketika harus memahami apa yang dibaca. Ia mungkin bisa membaca dengan benar, tapi tidak mengerti apa yang dibacanya.
8. Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya "hal" menjadi "lah" atau "Kucing duduk di atas kursi" menjadi "Kursi duduk di atas kucing."
9. Rancu terhadap kata-kata yang singkat. Misalnya, ke, dari, dan, jadi.
10. Bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
11. Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya pada tempat yang salah.
12. Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda seperti koma, tanda seru, tanda tanya, dan tanda baca lainnya.
13. Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik.
14. Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Anak dengan gangguan ini biasanya menulis dengan tidak stabil, tulisannya kadang naik dan kadang turun.
15. Menempatkan paragraf secara keliru.
 

Marfuah Panji Astuti. Foto: Vitri/nakita




=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+

Mailing List Nakita
milis-nakita@news.gramedia-majalah.com

Arsip
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/
------------------------------------------------

untuk berlangganan kirim mail kosong ke :
[EMAIL PROTECTED]

untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke