Ini saya ada wacana yg bagus dan cukup lengkap dari
member di milis tetangga. Mohon dibaca dengan seksama
(bagian paling bawah), dan Mohon bantuan dari teman2
untuk menyuarakannya. Karena saya dengar, Komisi 8
Pansus RUU Pornografi Pornoaksi - DPR, menunggu
masukan dari masyarakat, media massa, dll. sampai
tanggal 22 Februari 2006. Jika RUU (yg kebablasan itu)
sudah terlanjur disahkan menjadi UU akan sulit sekali
diubah.
Saya tambahkan email yg saya tahu :
[EMAIL PROTECTED],[EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED]
===
--- In [EMAIL PROTECTED], Ardi Budiman
[EMAIL PROTECTED] wrote:
Setuju pak! Yang benar ya memang seperti itu : Orang
dewasa berhak mendapatkan atau mengkonsumsi produk2
dewasa, seperti pornografi/pornoaksi. Anak-anak
dibawah umur, tidak boleh mengkonsumsi produk tsb.
Harus dibuat peraturan yang fair dan adil. Pornografi
Bukan Narkoba.
Tapi percuma saja kalo kita hanya membahasnya di
forum ini, seandainya rekan2 bersedia, kirimkan
aspirasi Anda ke : [EMAIL PROTECTED] (tujukan ke Komisi
8 DPR) atau kunjungi situsnya www.dpr.go.id lalu
klik bagian Hubungi Kami dan isi saran Anda, dan
tujukan ke komisi 8 DPR.
Mudah2an saja aspirasi kita2 ini didengar, sebelum
terlambat. Saya sendiri sudah mencobanya, tetapi
kalau hanya sedikit, suara kita tidak akan
didengarkan.
Juga Anda dapat kirimkan aspirasi anda kepada
media2 masa untuk menyalurkannya.
Seperti : www.sctv.co.id ([EMAIL PROTECTED]),
www.rcti.tv, www.metrotvnews.com
([EMAIL PROTECTED]), www.indosiar.com,
www.globaltv.co.id ([EMAIL PROTECTED]),
www.tv7.co.id, www.tpi.tv, atau media massa cetak
seperti surat kabar terkemuka dan majalah. Mohon maaf
tidak semua email saya tahu, mungkin ada rekan2 yang
bisa membantu.
* KONTROVERSI PORNOGRAFI PORNOAKSI *
Memang masalah pornografi dan pornoaksi sedang ramai
dibicarakan saat ini dan menimbulkan berbagai opini,
baik itu yang pro, kontra, maupun abstain.
Sebenarnya kita juga harus mengakui, bahwa pornografi
memberi efek yang negatif bagi anak-anak. Tetapi
mengapa ada beberapa pihak yang memaksakan kehendaknya
secara sengaja untuk berupaya menolak/melarang
pornografi secara membabi-buta, sekalipun untuk orang
dewasa yang memang memiliki hak untuk mengkonsumsinya.
Ingat, berhak bukan berarti dipaksa/keharusan, bagi
yang mau silakan, bagi yang tidak mau pun silakan.
Adalah sangat aneh dan lucu jika misalnya majalah
dewasa, film dewasa, atau bentuk suguhan lain untuk
orang dewasa, tetapi tidak boleh dikonsumsi oleh orang
dewasa.
Jelas-jelas ini memberangus hak azasi manusia apalagi
di negara yang katanya menganut sistem demokratis ini.
Tetapi anehnya yang selalu sengaja digulirkan adalah :
Benturan antara Seni dan Pornografi. Sepertinya DPR
selalu berputar-putar di situ, dan selalu berpura-pura
mengelak atau enggan untuk menyentuh permasalahan yang
sebenarnya.
Pertama-tama DPR memang perlu memilah-milah, seperti
apa yang dikategorikan bentuk pornografi dan mana yang
bukan, tetapi secara jelas dan adil. Hal ini perlu
ditinjau ulang, karena RUU yang sudah dipersiapkan
saat ini, benar-benar memberangus rasa keadilan dan
tampak dibuat seperti seradak-seruduk.
Apakah jika perempuan/wanita berpakaian renang di
kolam renang atau di pantai lalu kemudian dikatakan
pornoaksi? Lalu jika difoto, maka foto tersebut
menjadi pornografi?
Lalu bagaimana jika peremuan yang mengenakan gaun
malam yang bagian atasnya sedikit terbuka dan
memperlihatkan (maaf) belahan dada misalnya? Lalu
apakah perempuan juga tidak boleh mengenakan celana
pendek, karena dianggap memperlihatkan paha? DPR harus
arif dan bijaksana, dan tidak boleh menilai dari satu
pandangan tertentu saja.
(Dalam hal ini Ketua Pansus RUU DPR dalam
wawancara/dialognya di TPI malah memelintir : ...
Kalau begitu nanti perempuan bisa beramai-ramai,
memakai bikini di Monas...). Memangnya Monas itu
kolam renang atau pantai...???
Setelah memilah-milah, mana yang merupakan bentuk
pornografi/pornoaksi dan mana yang bukan, DPR
seharusnya secara tegas bisa mengatakan, bahwa bentuk
yang dikategorikan pornografi dan pornoaksi tersebut
BOLEH dikonsumsi tetapi untuk orang-orang yang sudah
cukup umur/dewasa atau telah menikah. Juga bentuk
pornografi/pornoaksi tersebut tidak boleh sampai
dikonsumsi anak-anak dibawah umur.
Setelah tahap ini selesai barulah DPR mulai mengatur
penerbitan dan distribusi bentuk pornografi/tersebut,
misalnya : peringatan batasan umur dari penerbit,
cover yang tidak boleh vulgar, kemasan yang disegel
plastik, juga distribusinya atau cara penjualannya.
Lalu kemudian timbul masalah kembali, apakah pedagang
kecil (kios-kios majalah) tidak boleh menjual
item-item tersebut, bukankah ini berarti tidak adil /
diskriminatif, jika item-item tersebut hanya boleh
dijual di toko-toko buku besar.
Kembali kepada permasalahan semula, bahwa
pornografi/pornografi tidak untuk dikonsumsi
anak-anak. Maka yang penting adalah Kepada siapa
penjual tersebut menjual item-item tersebut?