Re: [ob] Fw: "Obat BUKAN JAWABAN" - Dr. Tan Shoat Yen

2010-03-26 Terurut Topik sada0705
Waduh maaf bu. Saya juga dapet forward-an tuh. Mungkin coba cek langsung di 
majalah PESONA edisi Maret ini bu.

Tks
Sada

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: betty_hm2...@yahoo.com
Date: Fri, 26 Mar 2010 15:23:12 
To: 
Subject: Re: [ob] Fw: "Obat BUKAN JAWABAN" - Dr. Tan Shoat Yen

Artikelnya bagus banget Pak,jd pengen tau alamat Dr Tan,pnya ngga Pak,thanks yah
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: sardjono sada 
Date: Fri, 26 Mar 2010 06:27:57 
To: 
Subject: [ob] Fw: "Obat BUKAN JAWABAN" - Dr. Tan Shoat Yen

bacaan yg bagus nih, buat dibaca sebelum ada
pertarungan akhir pekan...  :)


 
"Obat BUKAN JAWABAN"

(Dari Majalah "PESONA" Maret 2010, Halaman 80 -- 82)


Ia mendidik pasiennya agar mengubah gaya hidup, tak tergantung pada obat dan 
tidak dibohongin dokter. Prinsipnya, pasien harus punya otonomi terhadap tubuh 
sendiri.

Cobalah berkunjung ke klinik dr. Tan Shot Yen di wilayah Bumi Serpong Damai 
pada pukul 11 di hari kerja. Anda akan melihat dr. Tan menghadapi beberapa 
pasien. Sekilas, Anda mungkin berpikir dokter sedang marah-marah. Padahal ia 
sedang menjelaskan tentang gaya hidup sehat pada pasien barunya. Pasalnya, 
memang begitu gaya dr. Tan, menjelaskan dengan suara keras. Bila kita simak 
ucapannya, semua yang dijelaskannya sangat penting dan membukakan mata. 



 




"Kesalahan pasien dalam berobat hanyalah mencari tahu 'bagaimana'. Bagaimana 
caranya menurunkan tensi, menurunkan kadar gula, menguruskan badan, 
menghilangkan senewen atau sakit di jemari. Jika Anda Cuma tanya 'bagaimana', 
Anda akan jatuh menjadi sekadar konsumen. Pertanyaan terpenting adalah mengapa 
Anda sampai sakit?" urainya. 

Wanita 45 tahun ini memang tak mau punya pasien yang yang mengharapkan pil atau 
tongkat ajaib untuk membereskan tubuhnya. "Saya mau pasien yang taking 
ownership of their own body. Itu badan anda. Buat apa dokter yang sok tahu 
menyuruh ini-itu? Yang benar buat dokter belum tentu benar buat Anda." Wah, 
dokter yang satu ini tampaknya memang lain dari yang lain.

Mendorong Gaya Hidup Sehat

Perbedaan mencolok dr. Tan dibanding dokter lain pada umumnya adalah ia tidak 
mudah memberi obat. Rata-rata pasien yang keluar dari ruang prakteknya tidak 
menggenggam resep. Kalaupun ada resep, biasanya hanya vitamin dan omega-3, 
tergantung kondisi pasien. 

"Sampai kapan seseorang mau tergantung pada obat-obatan? Apakah setelah 
mengonsumsi obat dia benar-benar sembuh? Jawabannya tidak. Karena begitu obat 
berhenti, dia sakit lagi. Berapa banyak dokter hanya bertanya 'sakit apa' lalu 
berkata 'ini obatnya'? Dia tidak memberikan pendidikan atau menjelaskan asal 
usul penyakit. Pasien juga bego, padahal dia harusnya memahami perannya dalam 
menciptakan penyakitnya," jelas dr. Tan. 

Sebagai ganti resep, dr. Tan memberikan pencerahan tentang gaya hidup sehat 
yang harus dijalani setiap orang. "Saya yakin semua dokter tahu bahwa diabetes, 
stroke, dan kanker adalah penyakit gaya hidup. Tapi pertanyaannya, seberapa 
jauh seorang dokter mau fight untuk memperbaiki gaya hidup pasiennya? Karena, 
penanganan pertama pasien seharusnya perubahan gaya hidup. Bila gagal, baru 
obat-obatan boleh dicoba." 

Dr. Tan mencontohkan, pasien yang sakit lutut akan disuruh minum obat, 
dioperasi, atau diganti tempurung lututnya. Padahal, titik beratnya adalah 
bobot tubuhnya. Jika si Pasien mengubah pola makan dan gaya hidup, berat 
badannya susut dan keluhan lututnya akan hilang. "Ibaratnya, mobil Mercedes 
pasti turun mesin kalau diisi bensin bajaj. Coba ganti dengan bensin super, 
pasti larinya kencang."

Perubahan pola makan yang dianjurkan dr. Tan mungkin terdengar ekstrem. Ia 
mengimbau pasiennya untuk berhenti mengonsumsi gula, terigu, nasi, dan pati 
(singkong, kentang, ubi, jagung, talas). Pasalnya, di dalam tubuh, jenis 
makanan ini akan diproses 100% menjadi gula dalam waktu dua jam. Benar, manusia 
butuh gula untuk energi. Tapi kenaikan kadar gula darah akibat empat jenis 
makanan ini sangat cepat, mengakibatkan insulin melonjak untuk menekan 
kenaikannya. Bersama insulin, keluar pula hormon eicosanoid buruk. Akibatnya, 
pembuluh darah menyempit, darah kental, daya tahan buruk, tubuh 'memelihara' 
bakteri, jamur, kista, tumor, dan kanker, serta timbul nyeri. 

Sebagai ganti nasi, ia meresepkan: satu ikat selada mentah atau dua cangkir 
brokoli setengah matang, 2 putih telur rebus, 2 tomat, 2 mentimun, setengah 
avokad, apel, atau pear. Dengan makanan ini, tak ada sisa gula yang tersimpan 
menjadi lemak. Kadar gula darah sebelum dan sesudah makan pun rata-rata sama. 
Dan, hormon eicosanoid buruk takkan keluar sehingga tak mengundang penyakit. 
'Menu' ini perlu dilengkapi lauk-pauk yang diolah dengan berbagai cara, asal 
tidak ditumis atau digoreng. 

"Kita makan sayur bukan hany

Re: [ob] Fw: "Obat BUKAN JAWABAN" - Dr. Tan Shoat Yen

2010-03-26 Terurut Topik betty_hm2806
Artikelnya bagus banget Pak,jd pengen tau alamat Dr Tan,pnya ngga Pak,thanks yah
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: sardjono sada 
Date: Fri, 26 Mar 2010 06:27:57 
To: 
Subject: [ob] Fw: "Obat BUKAN JAWABAN" - Dr. Tan Shoat Yen

bacaan yg bagus nih, buat dibaca sebelum ada
pertarungan akhir pekan...  :)


 
"Obat BUKAN JAWABAN"

(Dari Majalah "PESONA" Maret 2010, Halaman 80 -- 82)


Ia mendidik pasiennya agar mengubah gaya hidup, tak tergantung pada obat dan 
tidak dibohongin dokter. Prinsipnya, pasien harus punya otonomi terhadap tubuh 
sendiri.

Cobalah berkunjung ke klinik dr. Tan Shot Yen di wilayah Bumi Serpong Damai 
pada pukul 11 di hari kerja. Anda akan melihat dr. Tan menghadapi beberapa 
pasien. Sekilas, Anda mungkin berpikir dokter sedang marah-marah. Padahal ia 
sedang menjelaskan tentang gaya hidup sehat pada pasien barunya. Pasalnya, 
memang begitu gaya dr. Tan, menjelaskan dengan suara keras. Bila kita simak 
ucapannya, semua yang dijelaskannya sangat penting dan membukakan mata. 



 




"Kesalahan pasien dalam berobat hanyalah mencari tahu 'bagaimana'. Bagaimana 
caranya menurunkan tensi, menurunkan kadar gula, menguruskan badan, 
menghilangkan senewen atau sakit di jemari. Jika Anda Cuma tanya 'bagaimana', 
Anda akan jatuh menjadi sekadar konsumen. Pertanyaan terpenting adalah mengapa 
Anda sampai sakit?" urainya. 

Wanita 45 tahun ini memang tak mau punya pasien yang yang mengharapkan pil atau 
tongkat ajaib untuk membereskan tubuhnya. "Saya mau pasien yang taking 
ownership of their own body. Itu badan anda. Buat apa dokter yang sok tahu 
menyuruh ini-itu? Yang benar buat dokter belum tentu benar buat Anda." Wah, 
dokter yang satu ini tampaknya memang lain dari yang lain.

Mendorong Gaya Hidup Sehat

Perbedaan mencolok dr. Tan dibanding dokter lain pada umumnya adalah ia tidak 
mudah memberi obat. Rata-rata pasien yang keluar dari ruang prakteknya tidak 
menggenggam resep. Kalaupun ada resep, biasanya hanya vitamin dan omega-3, 
tergantung kondisi pasien. 

"Sampai kapan seseorang mau tergantung pada obat-obatan? Apakah setelah 
mengonsumsi obat dia benar-benar sembuh? Jawabannya tidak. Karena begitu obat 
berhenti, dia sakit lagi. Berapa banyak dokter hanya bertanya 'sakit apa' lalu 
berkata 'ini obatnya'? Dia tidak memberikan pendidikan atau menjelaskan asal 
usul penyakit. Pasien juga bego, padahal dia harusnya memahami perannya dalam 
menciptakan penyakitnya," jelas dr. Tan. 

Sebagai ganti resep, dr. Tan memberikan pencerahan tentang gaya hidup sehat 
yang harus dijalani setiap orang. "Saya yakin semua dokter tahu bahwa diabetes, 
stroke, dan kanker adalah penyakit gaya hidup. Tapi pertanyaannya, seberapa 
jauh seorang dokter mau fight untuk memperbaiki gaya hidup pasiennya? Karena, 
penanganan pertama pasien seharusnya perubahan gaya hidup. Bila gagal, baru 
obat-obatan boleh dicoba." 

Dr. Tan mencontohkan, pasien yang sakit lutut akan disuruh minum obat, 
dioperasi, atau diganti tempurung lututnya. Padahal, titik beratnya adalah 
bobot tubuhnya. Jika si Pasien mengubah pola makan dan gaya hidup, berat 
badannya susut dan keluhan lututnya akan hilang. "Ibaratnya, mobil Mercedes 
pasti turun mesin kalau diisi bensin bajaj. Coba ganti dengan bensin super, 
pasti larinya kencang."

Perubahan pola makan yang dianjurkan dr. Tan mungkin terdengar ekstrem. Ia 
mengimbau pasiennya untuk berhenti mengonsumsi gula, terigu, nasi, dan pati 
(singkong, kentang, ubi, jagung, talas). Pasalnya, di dalam tubuh, jenis 
makanan ini akan diproses 100% menjadi gula dalam waktu dua jam. Benar, manusia 
butuh gula untuk energi. Tapi kenaikan kadar gula darah akibat empat jenis 
makanan ini sangat cepat, mengakibatkan insulin melonjak untuk menekan 
kenaikannya. Bersama insulin, keluar pula hormon eicosanoid buruk. Akibatnya, 
pembuluh darah menyempit, darah kental, daya tahan buruk, tubuh 'memelihara' 
bakteri, jamur, kista, tumor, dan kanker, serta timbul nyeri. 

Sebagai ganti nasi, ia meresepkan: satu ikat selada mentah atau dua cangkir 
brokoli setengah matang, 2 putih telur rebus, 2 tomat, 2 mentimun, setengah 
avokad, apel, atau pear. Dengan makanan ini, tak ada sisa gula yang tersimpan 
menjadi lemak. Kadar gula darah sebelum dan sesudah makan pun rata-rata sama. 
Dan, hormon eicosanoid buruk takkan keluar sehingga tak mengundang penyakit. 
'Menu' ini perlu dilengkapi lauk-pauk yang diolah dengan berbagai cara, asal 
tidak ditumis atau digoreng. 

"Kita makan sayur bukan hanya demi seratnya. Sayur mentah mengandung enzim 
dengan life force energy yang penting buat tubuh. Inilah pola makan asal yang 
sesuai fitrah manusia. Siapa bilang tidak makan nasi jadi lemas? Nenek moyang 
kita makan sayur dan buah tapi mereka kuat mendaki gunung dan berburu." 

Sakit adalah Introspeksi
Hal lain yang m

Re: [ob] Fw: "Obat BUKAN JAWABAN" - Dr. Tan Shoat Yen

2010-03-26 Terurut Topik tasrul70
Bacaan yang mantap dan patut dihayati. Makasih Pak
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: sardjono sada 
Date: Fri, 26 Mar 2010 06:27:57 
To: 
Subject: [ob] Fw: "Obat BUKAN JAWABAN" - Dr. Tan Shoat Yen

bacaan yg bagus nih, buat dibaca sebelum ada
pertarungan akhir pekan...  :)


 
"Obat BUKAN JAWABAN"

(Dari Majalah "PESONA" Maret 2010, Halaman 80 -- 82)


Ia mendidik pasiennya agar mengubah gaya hidup, tak tergantung pada obat dan 
tidak dibohongin dokter. Prinsipnya, pasien harus punya otonomi terhadap tubuh 
sendiri.

Cobalah berkunjung ke klinik dr. Tan Shot Yen di wilayah Bumi Serpong Damai 
pada pukul 11 di hari kerja. Anda akan melihat dr. Tan menghadapi beberapa 
pasien. Sekilas, Anda mungkin berpikir dokter sedang marah-marah. Padahal ia 
sedang menjelaskan tentang gaya hidup sehat pada pasien barunya. Pasalnya, 
memang begitu gaya dr. Tan, menjelaskan dengan suara keras. Bila kita simak 
ucapannya, semua yang dijelaskannya sangat penting dan membukakan mata. 



 




"Kesalahan pasien dalam berobat hanyalah mencari tahu 'bagaimana'. Bagaimana 
caranya menurunkan tensi, menurunkan kadar gula, menguruskan badan, 
menghilangkan senewen atau sakit di jemari. Jika Anda Cuma tanya 'bagaimana', 
Anda akan jatuh menjadi sekadar konsumen. Pertanyaan terpenting adalah mengapa 
Anda sampai sakit?" urainya. 

Wanita 45 tahun ini memang tak mau punya pasien yang yang mengharapkan pil atau 
tongkat ajaib untuk membereskan tubuhnya. "Saya mau pasien yang taking 
ownership of their own body. Itu badan anda. Buat apa dokter yang sok tahu 
menyuruh ini-itu? Yang benar buat dokter belum tentu benar buat Anda." Wah, 
dokter yang satu ini tampaknya memang lain dari yang lain.

Mendorong Gaya Hidup Sehat

Perbedaan mencolok dr. Tan dibanding dokter lain pada umumnya adalah ia tidak 
mudah memberi obat. Rata-rata pasien yang keluar dari ruang prakteknya tidak 
menggenggam resep. Kalaupun ada resep, biasanya hanya vitamin dan omega-3, 
tergantung kondisi pasien. 

"Sampai kapan seseorang mau tergantung pada obat-obatan? Apakah setelah 
mengonsumsi obat dia benar-benar sembuh? Jawabannya tidak. Karena begitu obat 
berhenti, dia sakit lagi. Berapa banyak dokter hanya bertanya 'sakit apa' lalu 
berkata 'ini obatnya'? Dia tidak memberikan pendidikan atau menjelaskan asal 
usul penyakit. Pasien juga bego, padahal dia harusnya memahami perannya dalam 
menciptakan penyakitnya," jelas dr. Tan. 

Sebagai ganti resep, dr. Tan memberikan pencerahan tentang gaya hidup sehat 
yang harus dijalani setiap orang. "Saya yakin semua dokter tahu bahwa diabetes, 
stroke, dan kanker adalah penyakit gaya hidup. Tapi pertanyaannya, seberapa 
jauh seorang dokter mau fight untuk memperbaiki gaya hidup pasiennya? Karena, 
penanganan pertama pasien seharusnya perubahan gaya hidup. Bila gagal, baru 
obat-obatan boleh dicoba." 

Dr. Tan mencontohkan, pasien yang sakit lutut akan disuruh minum obat, 
dioperasi, atau diganti tempurung lututnya. Padahal, titik beratnya adalah 
bobot tubuhnya. Jika si Pasien mengubah pola makan dan gaya hidup, berat 
badannya susut dan keluhan lututnya akan hilang. "Ibaratnya, mobil Mercedes 
pasti turun mesin kalau diisi bensin bajaj. Coba ganti dengan bensin super, 
pasti larinya kencang."

Perubahan pola makan yang dianjurkan dr. Tan mungkin terdengar ekstrem. Ia 
mengimbau pasiennya untuk berhenti mengonsumsi gula, terigu, nasi, dan pati 
(singkong, kentang, ubi, jagung, talas). Pasalnya, di dalam tubuh, jenis 
makanan ini akan diproses 100% menjadi gula dalam waktu dua jam. Benar, manusia 
butuh gula untuk energi. Tapi kenaikan kadar gula darah akibat empat jenis 
makanan ini sangat cepat, mengakibatkan insulin melonjak untuk menekan 
kenaikannya. Bersama insulin, keluar pula hormon eicosanoid buruk. Akibatnya, 
pembuluh darah menyempit, darah kental, daya tahan buruk, tubuh 'memelihara' 
bakteri, jamur, kista, tumor, dan kanker, serta timbul nyeri. 

Sebagai ganti nasi, ia meresepkan: satu ikat selada mentah atau dua cangkir 
brokoli setengah matang, 2 putih telur rebus, 2 tomat, 2 mentimun, setengah 
avokad, apel, atau pear. Dengan makanan ini, tak ada sisa gula yang tersimpan 
menjadi lemak. Kadar gula darah sebelum dan sesudah makan pun rata-rata sama. 
Dan, hormon eicosanoid buruk takkan keluar sehingga tak mengundang penyakit. 
'Menu' ini perlu dilengkapi lauk-pauk yang diolah dengan berbagai cara, asal 
tidak ditumis atau digoreng. 

"Kita makan sayur bukan hanya demi seratnya. Sayur mentah mengandung enzim 
dengan life force energy yang penting buat tubuh. Inilah pola makan asal yang 
sesuai fitrah manusia. Siapa bilang tidak makan nasi jadi lemas? Nenek moyang 
kita makan sayur dan buah tapi mereka kuat mendaki gunung dan berburu." 

Sakit adalah Introspeksi
Hal lain yang menarik dari dr. Tan adalah gelar M. Hum. Gelar itu dida