[ob] Sekarang Trendnya Simpan Uang Di Bawah Bantal

2009-04-07 Thread y_dizz

Dulu saya ingat, di milis OB ada yang pernah mengejek saya ketika saya
bilang "Mending simpan uang di bawah bantal..!!". Kalo memang tidak ada
lagi bank dan sekuritas yang bisa dipercaya di negeri ini, simpan uang
di bawah bantal kayaknya bukan ide yang buruk deh. Coba baca artikel
yang satu ini!

 

http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=61610

 

[ Minggu, 05 April 2009 ] 
Dahlan Iskan : Ikhtiar Para Pemilik Uang di Hongkong ketika Masa
Krisis 
Tak Percaya Bank, Pilih Simpan di Kotak tanpa Bunga 


 
Banyak cara dilakukan orang untuk menyimpan atau menyelamatkan uang
mereka di masa krisis. Yang dilakukan sebagian orang di Hongkong ini
cukup menarik. Berikut catatan Dahlan Iskan yang tadi malam menempuh
perjalanan ke Hangzhou via Hongkong. 

---

Dalam perjalanan dari Hongkong ke Hangzhou tadi malam, saya bisa tahu
apa yang dilakukan sebagian pemilik uang di masa krisis seperti ini.
Misalnya, seperti yang diceritakan teman yang seperjalanan dengan saya
ini. 

Dia orang Hongkong, bekerja sebagai eksekutif di beberapa perusahaan.
Umurnya kira-kira 60 tahun dan mengaku memiliki tiga anak yang semua
sudah dewasa. Dia bercerita bagaimana harus menyelamatkan uangnya ketika
krisis mulai melanda dunia (termasuk Hongkong) delapan bulan lalu. Dia
buru-buru mencairkan uangnya yang ada di beberapa bank. Lalu membawanya
pulang dalam bentuk cash. Melihat perkembangan krisis yang gawat saat
itu, dia tidak percaya bahwa uangnya akan selamat di bank-bank tersebut.

Namun, dengan tindakannya itu, dia belum juga merasa tenang. Dia merasa
apakah menyimpan uang di rumah seperti itu juga akan selamat? Baru
beberapa hari menyimpan uang di rumah, dia memutuskan kembali ke bank.
Bukan untuk mendepositokan atau menabungkan uangnya, melainkan untuk
menyewa safety box, kotak penyimpan barang berharga. Uangnya lalu dia
masukkan ke kotak itu. Dia kunci. 

Sebagaimana aturan yang berlaku, dia memegang satu kunci dan kunci yang
satu lagi dipegang pihak bank. Safety box lantas disimpan di bagian
penyimpanan yang biasanya tahan api di gedung bank tersebut.

"Kami melakukan itu karena waktu itu tidak tahu bank mana yang masih
bisa dipercaya," katanya. "Bayangkan, bank sebesar Lehman Brothers saja
bangkrut," tambahnya. "Karena itu, lebih baik saya amankan sendiri saja
dulu," lanjutnya. 

Setiap bulan dia lantas datang ke bank tersebut. Dia minta untuk bisa
melihat kotak itu, membukanya, melihat isinya dan menutupnya kembali.
Begitulah selama delapan bulan, setiap bulan dia menengok "bayi"-nya
itu. Juga untuk membayar sewa serta mengurus perpanjangan masa
penyimpanannya.

Dia menyewa safety box yang besarnya dua kali kotak sepatu. ''Mula-mula
mau menyewa yang kecil saja, tapi tidak cukup. Lalu menyewa yang agak
besar,'' katanya. Untuk itu, dia membayar sekitar Rp 100.000
sebulan. 

''Kalau ekonomi sudah stabil dan perbankan sudah baik, pasti saya akan
mendepositokan kembali uang itu,'' katanya. ''Tapi, biar dululah di
situ. Lihat-lihat perkembangannya,'' tambahnya. 

Dia tahu, dengan cara begitu, dirinya tidak bisa mendapat bunga. Bahkan,
justru harus keluar biaya penyimpanan. Namun, dia merasa itu masih lebih
baik daripada uangnya ''menguap''. 

Satu-satunya harapan adalah kalau nilai tukar uang tersebut membaik.
Meski tidak memperoleh bunga, bisa mendapatkan selisih kurs. Tapi, bisa
juga kursnya justru melemah sehingga secara kurs pun dia merugi. ''Kalau
rugi, tidaklah,'' katanya. 

''Saya menyimpannya kan dalam bentuk tiga mata uang. Saya kira-kira
sendiri saja mana mata uang yang aman dan nilainya masih akan terus
meningkat,'' ujarnya. ''Salah satu di antaranya pasti renminbi,''
tambahnya. 

Dengan demikian, kalau kurs salah satu mata uang itu turun dan satunya
naik, masih bisa impas. ''Kalau tiga-tiganya turun semua, ya sudah
nasib. Tapi, turunnya kan tidak akan banyak,'' tambahnya.

Berapa banyak orang yang melakukan penyelamatan uang seperti itu?
''Banyak sekali. Setiap bulan saya bertemu dengan orang-orang yang juga
sedang mengecek kotak penyimpanan uangnya,'' katanya. 

Dia tidak mau menyebutkan berapa nilai uang yang disimpan di situ.
Namun, dia mengatakan, itulah satu-satunya harta yang akan menjamin hari
tuanya. Dia memang punya sejumlah saham dan bond. Tapi, dengan ambruknya
harga saham, dia berharap agar uang cash-nya tidak ikut hilang.

Setiap hari orang Hongkong yang mengaku sering bepergian di
Tiongkok-daratan itu mengikuti perkembangan perekonomian dunia. Termasuk
kabar terbaru mengenai dimasukkannya Hongkong dan Macau ke daftar hitam
negara-negara yang tidak kooperatif dalam pelaksanaan sistem pajak yang
baik. Artinya, negara-negara itu (termasuk Cayman Island dan Malaysia)
sering dipergunakan oleh orang-orang yang mau menghindari pajak. 

Malaysia dimasukkan ke daftar itu karena memiliki pulau kecil bernama
Labuan (di lepas pantai Sabah) yang dijadikan pusat keuangan offshore.
Yakni, orang bisa secara administratif mendirikan perusahaan di situ
tanpa harus membayar pajak. Beberapa perusahaan Indonesia ju

Bls: [ob] Sekarang Trendnya Simpan Uang Di Bawah Bantal

2009-04-07 Thread Asep Buhori
Kayak syech puji dong, uangnya di taro di gudang duit di rumah

 




Dari: y_dizz 
Kepada: obrolan-bandar@yahoogroups.com
Terkirim: Selasa, 7 April, 2009 18:13:29
Topik: [ob] Sekarang Trendnya Simpan Uang Di Bawah Bantal


Dulu saya ingat, di milis OB ada yang pernah mengejek saya ketika saya bilang 
"Mending simpan uang di bawah bantal..!!". Kalo memang tidak ada lagi bank dan 
sekuritas yang bisa dipercaya di negeri ini, simpan uang di bawah bantal 
kayaknya bukan ide yang buruk deh. Coba baca artikel yang satu ini!
 
http://www.jawapos. com/halaman/ index.php? act=detail&nid=61610
 
[ Minggu, 05 April 2009 ] 
Dahlan Iskan : Ikhtiar Para Pemilik Uang di Hongkong ketika Masa Krisis 
Tak Percaya Bank, Pilih Simpan di Kotak tanpa Bunga 

 
Banyak cara dilakukan orang untuk menyimpan atau menyelamatkan uang mereka di 
masa krisis. Yang dilakukan sebagian orang di Hongkong ini cukup menarik. 
Berikut catatan Dahlan Iskan yang tadi malam menempuh perjalanan ke Hangzhou 
via Hongkong. 

---

Dalam perjalanan dari Hongkong ke Hangzhou tadi malam, saya bisa tahu apa yang 
dilakukan sebagian pemilik uang di masa krisis seperti ini. Misalnya, seperti 
yang diceritakan teman yang seperjalanan dengan saya ini. 

Dia orang Hongkong, bekerja sebagai eksekutif di beberapa perusahaan. Umurnya 
kira-kira 60 tahun dan mengaku memiliki tiga anak yang semua sudah dewasa. Dia 
bercerita bagaimana harus menyelamatkan uangnya ketika krisis mulai melanda 
dunia (termasuk Hongkong) delapan bulan lalu. Dia buru-buru mencairkan uangnya 
yang ada di beberapa bank. Lalu membawanya pulang dalam bentuk cash. Melihat 
perkembangan krisis yang gawat saat itu, dia tidak percaya bahwa uangnya akan 
selamat di bank-bank tersebut.

Namun, dengan tindakannya itu, dia belum juga merasa tenang. Dia merasa apakah 
menyimpan uang di rumah seperti itu juga akan selamat? Baru beberapa hari 
menyimpan uang di rumah, dia memutuskan kembali ke bank. Bukan untuk 
mendepositokan atau menabungkan uangnya, melainkan untuk menyewa safety box, 
kotak penyimpan barang berharga. Uangnya lalu dia masukkan ke kotak itu. Dia 
kunci. 

Sebagaimana aturan yang berlaku, dia memegang satu kunci dan kunci yang satu 
lagi dipegang pihak bank. Safety box lantas disimpan di bagian penyimpanan yang 
biasanya tahan api di gedung bank tersebut.

"Kami melakukan itu karena waktu itu tidak tahu bank mana yang masih bisa 
dipercaya," katanya. "Bayangkan, bank sebesar Lehman Brothers saja bangkrut," 
tambahnya. "Karena itu, lebih baik saya amankan sendiri saja dulu," lanjutnya. 

Setiap bulan dia lantas datang ke bank tersebut. Dia minta untuk bisa melihat 
kotak itu, membukanya, melihat isinya dan menutupnya kembali. Begitulah selama 
delapan bulan, setiap bulan dia menengok "bayi"-nya itu. Juga untuk membayar 
sewa serta mengurus perpanjangan masa penyimpanannya.

Dia menyewa safety box yang besarnya dua kali kotak sepatu. ''Mula-mula mau 
menyewa yang kecil saja, tapi tidak cukup. Lalu menyewa yang agak besar,'' 
katanya. Untuk itu, dia membayar sekitar Rp 100.000 sebulan. 

''Kalau ekonomi sudah stabil dan perbankan sudah baik, pasti saya akan 
mendepositokan kembali uang itu,'' katanya. ''Tapi, biar dululah di situ. 
Lihat-lihat perkembangannya, '' tambahnya. 

Dia tahu, dengan cara begitu, dirinya tidak bisa mendapat bunga. Bahkan, justru 
harus keluar biaya penyimpanan. Namun, dia merasa itu masih lebih baik daripada 
uangnya ''menguap''. 

Satu-satunya harapan adalah kalau nilai tukar uang tersebut membaik. Meski 
tidak memperoleh bunga, bisa mendapatkan selisih kurs. Tapi, bisa juga kursnya 
justru melemah sehingga secara kurs pun dia merugi. ''Kalau rugi, tidaklah,'' 
katanya. 

''Saya menyimpannya kan dalam bentuk tiga mata uang. Saya kira-kira sendiri 
saja mana mata uang yang aman dan nilainya masih akan terus meningkat,'' 
ujarnya. ''Salah satu di antaranya pasti renminbi,'' tambahnya. 

Dengan demikian, kalau kurs salah satu mata uang itu turun dan satunya naik, 
masih bisa impas. ''Kalau tiga-tiganya turun semua, ya sudah nasib. Tapi, 
turunnya kan tidak akan banyak,'' tambahnya.

Berapa banyak orang yang melakukan penyelamatan uang seperti itu? ''Banyak 
sekali. Setiap bulan saya bertemu dengan orang-orang yang juga sedang mengecek 
kotak penyimpanan uangnya,'' katanya. 

Dia tidak mau menyebutkan berapa nilai uang yang disimpan di situ. Namun, dia 
mengatakan, itulah satu-satunya harta yang akan menjamin hari tuanya. Dia 
memang punya sejumlah saham dan bond. Tapi, dengan ambruknya harga saham, dia 
berharap agar uang cash-nya tidak ikut hilang.

Setiap hari orang Hongkong yang mengaku sering bepergian di Tiongkok-daratan 
itu mengikuti perkembangan perekonomian dunia. Termasuk kabar terbaru 

RE: [ob] Sekarang Trendnya Simpan Uang Di Bawah Bantal

2009-04-07 Thread Sanjaya
yuhui..kalau di Hongkong mungkin simpan di Safe Deposit Box itu
benar-benar aman (Safe). Tapi di Indonesia, hmmm.hh.. mesti waspada juga
milih bank utk sewa SDB, lha wong sudah ada beberapa kali kasus simpanan di
SDB yang lenyap tak berbekas tanpa tanda dicongkel tuh SDBnya. Malahan bisa
jadi incaran oknum bank yang jahat kalau harta berharga kita di simpan di
SDB bank. Mendingan beli brankas sendiri lalu tanam deh di tembok/lantai :D,
ngapain repot2 simpan uang di bawah bantal ..ntar malahan repot hilang tuh
duit saat bersih2 tuh bantal...hehehe just kidding

 

 

 

From: obrolan-bandar@yahoogroups.com [mailto:obrolan-ban...@yahoogroups.com]
On Behalf Of y_dizz
Sent: Tue, 07 Apr 2009 18:13 PM
To: obrolan-bandar@yahoogroups.com
Subject: [ob] Sekarang Trendnya Simpan Uang Di Bawah Bantal

 

Dulu saya ingat, di milis OB ada yang pernah mengejek saya ketika saya
bilang "Mending simpan uang di bawah bantal..!!". Kalo memang tidak ada lagi
bank dan sekuritas yang bisa dipercaya di negeri ini, simpan uang di bawah
bantal kayaknya bukan ide yang buruk deh. Coba baca artikel yang satu ini!

 

http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=61610

 

[ Minggu, 05 April 2009 ] 
Dahlan Iskan : Ikhtiar Para Pemilik Uang di Hongkong ketika Masa Krisis 
Tak Percaya Bank, Pilih Simpan di Kotak tanpa Bunga 

 
Banyak cara dilakukan orang untuk menyimpan atau menyelamatkan uang mereka
di masa krisis. Yang dilakukan sebagian orang di Hongkong ini cukup menarik.
Berikut catatan Dahlan Iskan yang tadi malam menempuh perjalanan ke Hangzhou
via Hongkong. 

---

Dalam perjalanan dari Hongkong ke Hangzhou tadi malam, saya bisa tahu apa
yang dilakukan sebagian pemilik uang di masa krisis seperti ini. Misalnya,
seperti yang diceritakan teman yang seperjalanan dengan saya ini. 

Dia orang Hongkong, bekerja sebagai eksekutif di beberapa perusahaan.
Umurnya kira-kira 60 tahun dan mengaku memiliki tiga anak yang semua sudah
dewasa. Dia bercerita bagaimana harus menyelamatkan uangnya ketika krisis
mulai melanda dunia (termasuk Hongkong) delapan bulan lalu. Dia buru-buru
mencairkan uangnya yang ada di beberapa bank. Lalu membawanya pulang dalam
bentuk cash. Melihat perkembangan krisis yang gawat saat itu, dia tidak
percaya bahwa uangnya akan selamat di bank-bank tersebut.

Namun, dengan tindakannya itu, dia belum juga merasa tenang. Dia merasa
apakah menyimpan uang di rumah seperti itu juga akan selamat? Baru beberapa
hari menyimpan uang di rumah, dia memutuskan kembali ke bank. Bukan untuk
mendepositokan atau menabungkan uangnya, melainkan untuk menyewa safety box,
kotak penyimpan barang berharga. Uangnya lalu dia masukkan ke kotak itu. Dia
kunci. 

Sebagaimana aturan yang berlaku, dia memegang satu kunci dan kunci yang satu
lagi dipegang pihak bank. Safety box lantas disimpan di bagian penyimpanan
yang biasanya tahan api di gedung bank tersebut.

"Kami melakukan itu karena waktu itu tidak tahu bank mana yang masih bisa
dipercaya," katanya. "Bayangkan, bank sebesar Lehman Brothers saja
bangkrut," tambahnya. "Karena itu, lebih baik saya amankan sendiri saja
dulu," lanjutnya. 

Setiap bulan dia lantas datang ke bank tersebut. Dia minta untuk bisa
melihat kotak itu, membukanya, melihat isinya dan menutupnya kembali.
Begitulah selama delapan bulan, setiap bulan dia menengok "bayi"-nya itu.
Juga untuk membayar sewa serta mengurus perpanjangan masa penyimpanannya.

Dia menyewa safety box yang besarnya dua kali kotak sepatu. ''Mula-mula mau
menyewa yang kecil saja, tapi tidak cukup. Lalu menyewa yang agak besar,''
katanya. Untuk itu, dia membayar sekitar Rp 100.000 sebulan. 

''Kalau ekonomi sudah stabil dan perbankan sudah baik, pasti saya akan
mendepositokan kembali uang itu,'' katanya. ''Tapi, biar dululah di situ.
Lihat-lihat perkembangannya,'' tambahnya. 

Dia tahu, dengan cara begitu, dirinya tidak bisa mendapat bunga. Bahkan,
justru harus keluar biaya penyimpanan. Namun, dia merasa itu masih lebih
baik daripada uangnya ''menguap''. 

Satu-satunya harapan adalah kalau nilai tukar uang tersebut membaik. Meski
tidak memperoleh bunga, bisa mendapatkan selisih kurs. Tapi, bisa juga
kursnya justru melemah sehingga secara kurs pun dia merugi. ''Kalau rugi,
tidaklah,'' katanya. 

''Saya menyimpannya kan dalam bentuk tiga mata uang. Saya kira-kira sendiri
saja mana mata uang yang aman dan nilainya masih akan terus meningkat,''
ujarnya. ''Salah satu di antaranya pasti renminbi,'' tambahnya. 

Dengan demikian, kalau kurs salah satu mata uang itu turun dan satunya naik,
masih bisa impas. ''Kalau tiga-tiganya turun semua, ya sudah nasib. Tapi,
turunnya kan tidak akan banyak,'' tambahnya.

Berapa banyak orang yang melakukan penyelamatan uang seperti itu? ''Banyak
sekali. Setiap bulan saya bertemu dengan orang

Re: [ob] Sekarang Trendnya Simpan Uang Di Bawah Bantal

2009-04-07 Thread Bursa
wah, kalo uang ditaruh di gudang duit, itu sich Paman GOBER.
kl i sich pinginnya kapan2 punya gudang saham aja dech... biar isa monak-manak 
terus. hehe.. # itu pun kl ga lagi mandul :-) #

  - Original Message - 
  From: Asep Buhori 
  To: obrolan-bandar@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, 07 April 2009 6:48 PM
  Subject: Bls: [ob] Sekarang Trendnya Simpan Uang Di Bawah Bantal



  Kayak syech puji dong, uangnya di taro di gudang duit di rumah

   



--
  Dari: y_dizz 
  Kepada: obrolan-bandar@yahoogroups.com
  Terkirim: Selasa, 7 April, 2009 18:13:29
  Topik: [ob] Sekarang Trendnya Simpan Uang Di Bawah Bantal



  Dulu saya ingat, di milis OB ada yang pernah mengejek saya ketika saya bilang 
"Mending simpan uang di bawah bantal..!!". Kalo memang tidak ada lagi bank dan 
sekuritas yang bisa dipercaya di negeri ini, simpan uang di bawah bantal 
kayaknya bukan ide yang buruk deh. Coba baca artikel yang satu ini!



  http://www.jawapos. com/halaman/ index.php? act=detail&nid=61610



  [ Minggu, 05 April 2009 ] 
  Dahlan Iskan : Ikhtiar Para Pemilik Uang di Hongkong ketika Masa Krisis 
  Tak Percaya Bank, Pilih Simpan di Kotak tanpa Bunga 



  Banyak cara dilakukan orang untuk menyimpan atau menyelamatkan uang mereka di 
masa krisis. Yang dilakukan sebagian orang di Hongkong ini cukup menarik. 
Berikut catatan Dahlan Iskan yang tadi malam menempuh perjalanan ke Hangzhou 
via Hongkong. 

  ---

  Dalam perjalanan dari Hongkong ke Hangzhou tadi malam, saya bisa tahu apa 
yang dilakukan sebagian pemilik uang di masa krisis seperti ini. Misalnya, 
seperti yang diceritakan teman yang seperjalanan dengan saya ini. 

  Dia orang Hongkong, bekerja sebagai eksekutif di beberapa perusahaan. Umurnya 
kira-kira 60 tahun dan mengaku memiliki tiga anak yang semua sudah dewasa. Dia 
bercerita bagaimana harus menyelamatkan uangnya ketika krisis mulai melanda 
dunia (termasuk Hongkong) delapan bulan lalu. Dia buru-buru mencairkan uangnya 
yang ada di beberapa bank. Lalu membawanya pulang dalam bentuk cash. Melihat 
perkembangan krisis yang gawat saat itu, dia tidak percaya bahwa uangnya akan 
selamat di bank-bank tersebut.

  Namun, dengan tindakannya itu, dia belum juga merasa tenang. Dia merasa 
apakah menyimpan uang di rumah seperti itu juga akan selamat? Baru beberapa 
hari menyimpan uang di rumah, dia memutuskan kembali ke bank. Bukan untuk 
mendepositokan atau menabungkan uangnya, melainkan untuk menyewa safety box, 
kotak penyimpan barang berharga. Uangnya lalu dia masukkan ke kotak itu. Dia 
kunci. 

  Sebagaimana aturan yang berlaku, dia memegang satu kunci dan kunci yang satu 
lagi dipegang pihak bank. Safety box lantas disimpan di bagian penyimpanan yang 
biasanya tahan api di gedung bank tersebut.

  "Kami melakukan itu karena waktu itu tidak tahu bank mana yang masih bisa 
dipercaya," katanya. "Bayangkan, bank sebesar Lehman Brothers saja bangkrut," 
tambahnya. "Karena itu, lebih baik saya amankan sendiri saja dulu," lanjutnya. 

  Setiap bulan dia lantas datang ke bank tersebut. Dia minta untuk bisa melihat 
kotak itu, membukanya, melihat isinya dan menutupnya kembali. Begitulah selama 
delapan bulan, setiap bulan dia menengok "bayi"-nya itu. Juga untuk membayar 
sewa serta mengurus perpanjangan masa penyimpanannya.

  Dia menyewa safety box yang besarnya dua kali kotak sepatu. ''Mula-mula mau 
menyewa yang kecil saja, tapi tidak cukup. Lalu menyewa yang agak besar,'' 
katanya. Untuk itu, dia membayar sekitar Rp 100.000 sebulan. 

  ''Kalau ekonomi sudah stabil dan perbankan sudah baik, pasti saya akan 
mendepositokan kembali uang itu,'' katanya. ''Tapi, biar dululah di situ. 
Lihat-lihat perkembangannya, '' tambahnya. 

  Dia tahu, dengan cara begitu, dirinya tidak bisa mendapat bunga. Bahkan, 
justru harus keluar biaya penyimpanan. Namun, dia merasa itu masih lebih baik 
daripada uangnya ''menguap''. 

  Satu-satunya harapan adalah kalau nilai tukar uang tersebut membaik. Meski 
tidak memperoleh bunga, bisa mendapatkan selisih kurs. Tapi, bisa juga kursnya 
justru melemah sehingga secara kurs pun dia merugi. ''Kalau rugi, tidaklah,'' 
katanya. 

  ''Saya menyimpannya kan dalam bentuk tiga mata uang. Saya kira-kira sendiri 
saja mana mata uang yang aman dan nilainya masih akan terus meningkat,'' 
ujarnya. ''Salah satu di antaranya pasti renminbi,'' tambahnya. 

  Dengan demikian, kalau kurs salah satu mata uang itu turun dan satunya naik, 
masih bisa impas. ''Kalau tiga-tiganya turun semua, ya sudah nasib. Tapi, 
turunnya kan tidak akan banyak,'' tambahnya.

  Berapa banyak orang yang melakukan penyelamatan uang seperti itu? ''Banyak 
sekali. Setiap bulan saya bertemu dengan orang-orang yang juga s